Hari demi hari setiap manusia menjalani hidup yang tidak mudah. Ada satu hari kita merasakan kebahagiaan yang begitu sempurna dan seakan dunia tunduk di kaki kita, namun hari berikutnya, semua hancur.
Bisa jadi kemalangan itu adalah akibat dari tindakan seseorang, namun banyak juga yang asalnya dari perbuatan kita sendiri.
Gya berpikir semuanya terlihat sempurna. Setidaknya hari di mana dirinya diterima dengan baik oleh keluarga Renzo dan bahkan teman-teman kerjanya, sesama dosen.
Banyak yang mengatakan bahwa mendapatkan salah satu keturunan keluarga Aminata atau Ganendra adalah hal yang membawa keberuntungan seumur hidup.
Gya mendengar banyak dari rekannya bahwa ayah dan paman Renzo selain berasal dari keluarga yang kaya raya, serta tidak mungkin habis hingga tujuh turunan, dua pria yang melegenda tersebut adalah pria-pria dengan kualitas yang terbaik.
Meskipun dulu terkenal dengan kenakalan dan mendapat cap sebagai pria playboy, tapi keduanya ber
Sore itu Renzo sudah selesai meminta restu kedua orang tuanya untuk mendoakan dirinya yang akan menemui keluarga Gya.Ibunya berpesan dengan kalimat yang ditekankan dengan tegas, bahwa niatnya adalah untuk meminang Gya dengan norma dan cara yang benar. Renzo harus menyingkirkan semua ego dan rasa mudah tersinggung.Dirinya wajib menjunjung tinggi sopan santun dan tetap merendahkan diri serta tidak perlu membawa hal-hal yang membuatnya terkesan sombong.Semua pesan ibu dan ayahnya Renzo serap dengan baik dan dia berangkat sendiri menemui keluarga Gya.Saat ia melangkah masuk ke halaman yang pagarnya terbuka, semua orang yang sedang duduk di teras menoleh padanya. Leo, kakak Gya, segera mengenali Renzo dan segera bangkit berdiri.Pria itu bergegas mendekat dengan wajah tegang lalu menahan Renzo untuk mendekati teras.“Kamu kenapa ke sini?” bisik Leo dengan gugup.Renzo masih menunjukkan sikap yang tenang dan penguasaan dirin
“Saya ….” Dion berhenti sejenak dan memejamkan mata sekejap.“Kami, maksudnya, memiliki kesepakatan.” Akhirnya Dion menjawab dengan pernyataan diplomatis.“Jangan muter-muter kayak lagi bicara di depan wartawan, Dion! Aku ini nenekmu! Nggak perlu nyembunyiin fakta!” tukas Padmi.Alma makin terlihat gelisah.Dion menunduk, sementara Renzo mulai melihat ada yang tidak beres.“Iya, Nek. Kesepakatan kami adalah mengenai hubungan sebagai suami istri. Alma dan saya tidak pernah saling mengekang dan kami bebas melakukan apa saja.”“Dengan kata lain?” Padmi tampak tidak puas akan jawaban yang disamarkan tersebut.“Dengan kata lain, Alma masih melanjutkan hubungan dengan kekasihnya dan saya memilih sendiri.”“Apa?! Kalian berselingkuh satu sama lain?! Lalu Piandra itu anak siapa?!” pekik ayahnya syok.Ibu Dion terperangah dengan mata berkac
Sudah hampir pukul sebelas malam Gya belum juga tidur. Dia menunggu Renzo membawa kabar berita untuknya.Tidak ada telepon atau pesan yang pria itu kirimkan untuknya. Gya mulai resah.Usahanya menelepon Leo dan Dion juga sia-sia. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengangkat. Wanita itu mulai resah dan khawatir. Apakah ayahnya kembali memburuk? Apakah Renzo terluka dan kecewa?Berbagai kalimat dengan awalan apakah memenuhi benaknya. Bagaimana jika gagal?Ini adalah masa paling menjengkelkan dan menegangkan bgai Gya. Tidak ada satu pun yang bisa ia lakukan.Materi untuk mahasiswanya besok belum selesai dia baca ulang. Ada dua kuis yang juga belum dia persiapkan. Satu jam lagi menjelang tengah malam dan Gya mulai berada di ujung putus asa.Keresahannya mengunung dan menguasai dirinya saat ini.Dentang bel di pintu mengejutkan wanita itu dan hampir melonjak dari kursinya.Tidak lagi sabar, Gya setengah berlari menuju pintu depan
Silka duduk termenung di kantin sementara menunggu Ignar dan Renzo. Mereka berniat untuk kembali ke salatiga sore ini, setelah kuliah, karena ulang tahun perkawinan Shana dan Keenan akan dirayakan akhir pekan ini, hanya kalangan keluarga.Sementara dia masih bingung memilih kado untuk orang tuanya, benaknya juga memikirkan mengenai kekasih yang sepertinya tidak kunjung ia dapatkan.Para pria hanya sekedar menggodanya, tapi tidak ada yang melanjutkan untuk mengajak Silka keluar.Dirinya bukan gadis yang judes atau jual mahal. Kata-katanya memang kadang ketus saat ada cowok yang mulai kurang ajar, tapi Silka berusaha terbuka.‘Apakah normal umur hampir sembilan belas tahun masih jomblo dan nggak pernah ngerasain dicium cowok?’ batin Silka.Dia memang kurang berminat akan hal-hal itu. Tapi setiap melihat kemesraan Gya dan Renzo, kadang Silka iri. Dia ingin memiliki pria yang memanjakan dan memperhatikan dirinya.Pesan dari Renzo dan
Mungkin bertemu jodoh itu terjadi tanpa bisa terduga.Bagi Silka yang masih berusia awal dua puluhan, ini bukan menjadi pertimbangan seriusnya. Terlebih lagi Ignar juga masih bimbang akan jati dirinya, semua keluarga tidak akan berpusat pada hal pernikahan dalam waktu dekat.Mengunjungi orang tua dan kerabatnya di Salatiga memang menyenangkan. Dia kadang malas meninggalkan kota kecil tempat ia tumbuh dan besar. Teman masa kecilnya ada di sini. Tapi Silka untuk saat ini tidak memiliki pilihan.Semua keluarga berkumpul di rumahnya. Ayahnya, Keenan, tampak masih tampan meskipun menjelang usia setengah baya. Mati-matian ayahnya menolak dengan mengatakan masih lima tahun lagi, tapi Silka suka mengangguk dengan gencar.Malam itu Renzo datang sendiri dan Silka senang karena memiliki waktu untuk berbagi lebih banyak. Perhatian kakak sepupunya memang tertuju pada dua hal akhir-akhir ini.Untuk Ignar dan Gya, kekasihnya.Silka merindukan masa-masa di
Kembali ke Jakarta dengan status baru, cukup membuat Silka risih. Antara dia dan Alka adalah hubungan kecelakaan yang tidak disengaja.Sementara kembali pada aktivitas kuliah yang super sibuk mendekati akhir semester, Silka memilih tidak lagi memusingkan tentang Alka.Pria itu cukup memberinya ruang dan gerak yang tidak mengikat. Mungkin inilah enaknya pacaran dengan orang dewasa. Banyak pengertian yang dia dapatkan dari Alka.“Sil! Kamu beneran pacaran sama dosen baru anak fakultas kedokteran?” tanya teman kuliahnya dengan wajah penasaran.Silka mengangguk ragu.“Gila! Keren banget sih! Pak Alka itu ganteng dan baik banget!”Silka terus mendengarkan puluhan pujian untuk kekasihnya yang hingga detik ini belum pernah dia cium atau pegangan tangan.Setelah mendekati jam masuk kelas, Silka mengakhiri obrolan satu arah itu dan melenggang masuk. Selama kuliah berjalan, dia tidak habis-habisnya memikirkan tentang Alk
Alden berdiri di depan bingkai foto di ruang tengah rumah Salatiga. Matanya menatap gambar dirinya bersama Indira dan Renzo dalam baju adat Jawa.Di sebelah bingkai foto besar tersebut, terdapat foto Indira bersama Jantayu dan Renzo dengan baju pernikahan modern. Hatinya berdesir sakit.Bukan karena cemburu, melainkan merasa prihatin akan nasib Jantayu yang malang.Pria baik itu tidak sempat menjalani kehidupan bahagia yang lama dengan wanita luar biasa, Indira. Alden bahkan sempat mengalah demi memberi kesempatan pada Jantayu untuk menjadi pria yang bisa meneruskan harapannya.“Kayaknya baru kemarin dia ada di sini,” gumam Indira tiba-tiba ada di sebelahnya.Alden mengingat dengan jelas saat datang ke rumah ini beberapa belas tahun yang lalu setelah Jan meninggal. Foto itu menjadi satu-satunya kehangatan yang terpancar dan bisa memberi sinar juga kekuatan bagi Indira untuk bertahan dalam kesedihan.Dunia istrinya mungkin dalam k
Persiapan pernikahan memang selalu merepotkan. Namun Gya tidak melihat sedikit pun kesulitan yang membuatnya kelelahan dan stress. Ibu mertuanya, Indira, selalu membantu dan mengarahkan dengan sabar.Pemilihan pernak pernik yang berbeda pendapat dengan keluarga besarnya, akhirnya berhasil ditengahi dengan elegan dan bijak oleh Indira.Ibu Gya memuji berkali-kali tentang calon ibu mertuanya yang ternyata masih muda dan sangat cantik tersebut. Terlebih lagi ayah mertuanya, Alden, yang mirip dengan pria muda dengan penampilan masih tidak kalah menarik dan modis dengan Renzo.Dengan hati-hati, Gya menjelaskan mengenai siapa Renzo dan ibunya semakin kagum dengan keluarga mereka. Gya melihat dengan jelas, bagaimana ibunya sedikit syok dan tersentuh oleh kebesaran hati Indira yang membesarkan Renzo tanpa menimbang dia bukan putra yang terlahir dari rahimnya.Keputusan buat Indira tidak memiliki anak kandung adalah karena dirinya merasa lebih dari cukup mendapatk