Tidak ada yang mampu menggantikan rasa kehilangan dari kematian orang tua. Indira tidak pernah mengenal kedua orang tuanya. Dia hanya memiliki Pramono sebagai keluarga satu-satunya.
Gadis itu terpuruk dan hanya menyendiri di kamar. Narti selalu setia membawakan makan dan mengingatkan Indira untuk mandi. Sementara Keenan tidak pernah medapat respons dari Indira, hanya Alden yang mendapat sambutan laksana sahabat yang bisa menghibur Indira.
"Mundur, Keen. Beri Indira waktu," saran Siwi kakaknya.
Adiknya terlihat ingin membantah.
"Alden hanya menghiburnya. Tidak lebih, tidak kurang. Biarkan mereka berdua." Siwi kembali memberi pengertian.Alden tidak pernah melangkahi batasan yang dia tahu sudah menjadi milik Keenan.
Bagaimanapun, Keenan harus belajar ikhlas.
***"Kamu yakin mau kerja hari ini?" tanya Alden saat menjemput Indira pagi itu.Indira mengangguk dengan mantap. Narti melambaikan tan
Indira tidak pernah merencanakan dalam hidupnya untuk memiliki episode yang membingungkan. Selama ini dia menjalani hal yang pasti dan sudah ia duga alurnya.Siapa yang menyangka jika hatinya mulai bertingkah aneh dan mengalami perubahan yang terasa asing? Melewati hari yang kadang terasa cepat ataupun melambat, selalu kita sadari jika telah mencapai akhir. Bukankah terlalu cepat menilai jika kita masih dalam proses menuju?"Jangan diam. Kamu salah omong, ya?" tanya Keenan. Indira baru tersadar jika Keenan sudah berada di depannya sejak tadi."Enggak. Aku cuman ngerasa lagi mood jelek," tukas Indira jujur. Keenan terdiam."Aku terlalu cepat?" tanya pemuda itu kemudian. Indira menatap Keenan seperti menimbang.'Kenapa aku nggak bisa menemukan kembali rasa hangat saat dulu menciumnya? Baiklah, mungkin aku mulai sinting,' pekik Indira dalam hati.Stres yang dia rasakan ketika Pramono pergi, mungkin masih meninggalk
Keenan masih memimpin rapat hingga siang. Satu persatu problem yang muncul mulai menemui titik terang. Ada dana sebesar dua puluh milyar yang raib dalam lima tahun terakhir dari perusahaan ini. Sedangkan ia baru saja dia beli dari nenek tirinya.Inilah kenapa, perusahaan kopi kemas yang sudah berjalan puluhan tahun masih membutuhkan kucuran dana dari papanya.Rupanya pakde dan pamannya yang menguras keuntungan. Eyang Widari melakukan transfer yang cukup fantastis selama lima tahun terakhir hingga beberapa kali. Keenan merasakan kegeraman pada keluarga papanya kembali memuncak. Dia tidak paham, kenapa ada manusia yang bisa menjadi benalu selama bertahun-tahun tanpa dikejar rasa bersalah. Di mana Nurani dan kewarasan mereka?Keenan akui, sebagai pribadi dia juga termasuk manusia yang berfoya-foya. Tapi setelah dia mulai terjun ke dunia bisnis, pria itu baru sadar, bahwa dirinya melakukan kesalahan yang sangat bodoh.Kucuran
Selama makan malam, Alden mulai memaparkan hasil penyelidikannya tentang Bagus dan Sandi. Paman Keenan dan Siwi.“Om Bagus itu ternyata punya galeri batik sendiri di Jogja. Yang mengejutkan, tidak ada aktivitas pembuatan batik sama sekali. Dia hanya menerima tampungan batik dari pengrajin lokal. Yang paling mengejutkan, Om Sandi menjadi partnernya dalam mensupplai semua kebutuhan batik galerinya. Itu semua hanya untuk kedok, karena Mercure Asia mulai mengambil stok dari mereka sejak empat bulan yang lalu. Seminggu setelah kita menandatangani kontrak,” papar Alden.Siwi terlihat gemas dan jengkel dengan semua fakta yang terungkap satu persatu.“Dan maaf, akhirnya aku mulai mengulik satu persatu. Perusahaan Om Seto, ayah kalian, juga sudah disusupi sama Om Sandi dan Om bagus. Keduanya menjadi supplier terselubung untuk perusahaan garmen kalian. Om Seto mungkin nggak tau kalo benang yang mereka beli kualitasnya jelek. Kedua om kalian menyabotase dan
Indira masuk kantor pagi itu dengan langkah gamang. Sekilas dia melihat Alden yang masuk bersama Siwi ke ruangan meeting. Hatinya berdesir. Terakhir kali dia bicara dengan Alden dalam suasana tidak menyenangkan. Dia ingin menghindari dan berusaha tidak ada pembicaraan yang harus dia lakukan dengan Alden.Indira mengakhiri keresahan hatinya dan memilih tenggelam dalam desainnya. Ada target yang harus dia penuhi. Mungkin itu yang terpenting saat ini.***Alden membahas dengan Siwi tentang konsep butik yang akan mereka pasarkan dengan brand sendiri. Alden bahkan mengajukan diri eebagai investor untuk membangun pusat belanja yang akan mereka realisasikan dalam masa dekat. Shana muncul dan mereka semakin tenggelam dalam pembicaraan yang lebih mendalam.“Salatiga akan menjadi tempat yang tepat?” tanya Alden pada kedua wanita yang dia andalkan.“Mungkin akan sedikit sulit awalnya, tapi jika kita bisa menciptakan rumah mode atau pusat belanja
Mudah mengucapkan, sulit melakukan. Itu dilema setiap manusia. Indira mencoba menepati ikrarnya untuk tidak menangis, namun setiap mengunjungi makam kakeknya, dia meratap.Langit kembali cerah hari ini. Indira mengayuh sepedanya kembali ke rumah. Dia berhenti sebentar di depan toko buku dan berniat membeli novel. Pengunjung tidak begitu ramai. Indira menuju ke kumpulan buku novel yang mungkin menarik minatnya. Sejenak dia tenggelam dalam pencarian.“Indi.”Gadis itu menoleh dan melihat Keenan berdiri dengan keranjang berisi buku. Dari sekilas Indira melihat, Keenan membeli buku yang berkaitan tentang kopi dan juga kemasan produk.“Keen,” sapa Indira kembali. Rasa canggung menguasai keduanya.“Kamu suka baca novel?” tanya Keenan. Indira mengangguk dan menunjukkan buku yang dia pilih.“Aku suka novel fantasi, ada rekomendasi?” tanya Indira basa basi. Keenan tidak menjawab namun berjalan ke jajaran rak buku dan men
Indira merapikan lembar gambar desain baju yang sudah selesai. Wajahnya tampak puas dan hatinya lega. Kini dengan langkah ringan, dia bisa menikmati jam isitrahat makan siang dengan tenang.Food court itu sudah ramai para pekerja kantoran yang mengejar makan siang. Indira melangkah menuju salah satu counter dan memesan makanan.Dia memilih meja kosong dan duduk sendiri. Tangannya sibuk memeriksa tab dan melihat koleksi baju yang bisa menjadi inspirasi."Boleh ditemani?"Indira menoleh. Alden berdiri dengan gagahnya. Indira tersenyum dan memberi isyarat untuk duduk."Kamu udah pesan makanan?" tanya Alden."Udah, kamu?" jawab Indira balik bertanya. Alden mengiyakan."Ada meeting dengan semua staff untuk menyampaikan perubahan rencana kita untuk ke depannya. Kamu kalo ada ide, sampaikan nanti," ucap Alden."Konsep kalian pasti sudah bagus. Nggak sabar pengen tahu nih ...," sambut Indira. Ked
Shana mematutkan diri di cermin sekali lagi sebelum melangkah keluar. Pesta ulang tahunnya malam ini menang dirayakan sedikit meriah.Selain merindukan kehidupan glamornya dulu di Jakarta, Shana juga merindukan teman-teman lainnya hanya untuk sekedar mengisi kekosongan hati.Gaun selutut berwarna hijau tua yang membalut tubuhnya tampak pas melekat. Tubuhnya terlihat menawan. Dengan punggung terbuka dan bentuk gaun yang ketat tampak memperlihatkan liuk sempurnanya. Shana merasa percaya diri.Kulitnya yang putih bagaikan pualam terlihat makin kontras dengan warna bajunya.Rambut lebatnya yang sedikit mengombak dan panjang, dia biarkan tergerai. Shana tampil laksana bidadari. Riasan natural justru menampilkan kecantikannya hingga maksimal. Mungkinkah malam ini Alden akan menoleh padanya?Akhirnya dengan cepat dia memutuskan untuk segera ke luar. Sepatu hak tinggi berwarna kulit, membalut kaki seksinya dan kini nilai sepuluh
Shana baru selesai mandi dan merebahkan tubuhnya di kasur. Rasa segar menyingkirkan perasaan penuh emosinya. Berkat Siwi kini perlahan menyusut."Udah mendingan?" tanya Siwi yang muncul di pintu kamar yang tidak terkunci."Seger dan tenang," jawab Shana sembari menepuk kasurnya mengajak Siwi bergabung."Tadi serem juga loe ngamuk," canda Siwi sembari melemparkan diri ke kasur."Norak nggak sih?""Enggak juga. Itu cewek yang namanya Dania emang belagu banget.""Gue muak banget, Wi. Kayak udah mentok semua simpati gue buat mereka. Belum apa-apa udah banyak gaya.""Nah itu, banyak gaya dan mentang-mentang. Gue dukung sih tindakan loe, Shan.""Thanks, Wi. Ini kayak flashback ...,""Hidupmu dulu, ya gue ngerti," potong Siwi. Mata Shana berkaca-kaca.Jika bukan karena siswa berprestasi, Shana tidak mungkin kuliah hingga ke Australia. Ibunya hanya pegawai Tata Usaha sebua
You know I want youIt's not a secret I try to hideI know you want meSo don't keep sayin' our hands are tiedYou claim it's not in the cardsAnd fate is pullin' you miles awayAnd out of reach from meBut you're here in my heartSo who can stop me if I decideThat you're my destiny?What if we rewrite the stars?Say you were made to be mineNothing could keep us apartYou'd be the one I was meant to findIt's up to you, and it's up to meNo one can say what we get to beSo why don't we rewrite the stars?Maybe the world could be oursTonightYou think it's easyYou think I don't wanna run to youBut there are mountainsAnd there are doors that we can't walk throughI know
Inilah kisah dari beberapa manusia yang mampu menaklukkan tantangan hidup dan cobaannya.Indira Sartika, seorang wanita yang begitu tegar menjalani berbagai krisis dalam hidupnya selama ini, akhirnya merengkuh dan layak mendapatkan buah dari keprihatinannya.Bukan karena dia wanita hebat dan memiliki kualitas bertahan yang mumpuni, tapi karena dia mencoba mengikuti nuraninya yang tidak mungkin berbohong. Setiap jalan yang ia ambil selalu menempuh cara benar dan bukan yang mudah.Berani berkata tidak dan menolak segala nikmat dunia, demi mempertahankan martabat sebagai wanita yang juga pantas dihormati.Pria melihat dia sebagai pribadi yang begitu berharga untuk dimiliki, karena prinsipnya tidak sekedar menjadi perempuan yang pasrah.Indira tahu dengan baik, tujuan hidup dan keinginannya. Tahu bagaimana memperjuangkan haknya sebagai wanita dan juga berani mengambil tanggung jawab meskipun pahit.Siwi dan Shana adalah saksi bagaimana Indira me
Alunan musik yang memenuhi ruang keluarga membuat hati siapa pun menjadi damai. Pilihan mereka adalah menikah di Bali dan setelah persiapan matang di Salatiga, akhirnya bersama-sama terbang ke Bali dua hari lalu.Besok adalah hari yang mereka nantikan. Persiapan gedung dan catering memang menggunakan event organizer, tapi Indira dan Menik tampak tidak bisa diam.Keduanya sibuk memeriksa bunga, pilihan makanan, tamu undangan, tempat duduk dan bahkan persiapan bulan madu. Keduanya memastikan jika ini akan berjalan baik dan tidak ada kendala.Kini malam sebelum pernikahan, Gya harus tinggal di hotel dan menjauh dari Renzo sementara waktu. Alden menggoda putranya yang tampak mulai gugup dengan seloroh yang cukup vulgar. Keenan menimpali dengan tawa yang tergelak. Genta dengan tenangnya mengatakan semua akan berakhir indah.“Seindah lenguhan panjang dan senyum cemerlang di pagi hari!” imbuh Alden tanpa menahan diri.Indira muncul dan bertola
Silka dan Ignar bergilir merawat dan menjaga Gya hingga sembuh. Renzo masih harus menyelesaikan keperluan surat menyurat untuk persyaratan pernikahan.Setiap sore dia datang menggantikan kedua adik sepupunya dan tidur di rumah sakit.Gya memang tidak memiliki luka dalam, tapi sepertinya dia masih menyimpan ketakutan tersendiri. Wajahnya sesekali mengernyit dan cemas.“Kamu masih inget kejadian itu, Kak?” tanya Silka tampak prihatin.Gya memejamkan mata dan membenarkan.“Kebencian sama Bayu nggak sebanding dengan penyesalanku karena udah ngebiarin dia masuk dalam hidup ini.”“Nyalahin diri adalah target Bayu yang sebenarnya. Jangan terpengaruh oleh hal itu, Kak. Kayaknya nggak berharga banget,” bantah Silka dengan cepat-cepat.“Ya. Dia memang mau ngancurin aku pelan-pelan, lewat pikiranku.”Gya sadar sekali akan hal itu.“Kita nggak akan ngebiarin itu, kan?” Silk
Renzo merasakah tubuhnya gemetar oleh amarah yang mengelegak. Melihat kekasihnya dihajar sedemikian rupa oleh pria biadab, membuat Renzo diliputi dendam.Alden dan Indira terus menenangkan dengan kata-kata lembut.“En, tenang. Pakai ini dan bukan ini,” ucap Alden sembari menunjuk kepala kemudian lengan.Putranya duduk terkulai dan meremas rambut gusar.Ibu dan kakak Gya sudah dikabari dan mereka sedang menuju ke rumah sakit dari hotel. Pernikahan tinggal dua minggu lagi dan suasana gembira menjadi duka dalam sekejap.Saat bertemu dengan Leo dan Dion, kedua pria yang akan menjadi kakak iparnya tersebut menepuk pundaknya dengan pelan.“Kita nggak akan bertindak apa pun, kecuali lapor polisi! Semua bakal ditindak melalu proses hukum yang benar dan tahan emosi kalian. Kalo ada yang nekad, Bayu menang dan kita kalah telak!” ingat Alden dengan lantang dan tegas.Ibu Gya terlihat gemetar dan tidak sanggup berdiri. Ind
Persiapan pernikahan memang selalu merepotkan. Namun Gya tidak melihat sedikit pun kesulitan yang membuatnya kelelahan dan stress. Ibu mertuanya, Indira, selalu membantu dan mengarahkan dengan sabar.Pemilihan pernak pernik yang berbeda pendapat dengan keluarga besarnya, akhirnya berhasil ditengahi dengan elegan dan bijak oleh Indira.Ibu Gya memuji berkali-kali tentang calon ibu mertuanya yang ternyata masih muda dan sangat cantik tersebut. Terlebih lagi ayah mertuanya, Alden, yang mirip dengan pria muda dengan penampilan masih tidak kalah menarik dan modis dengan Renzo.Dengan hati-hati, Gya menjelaskan mengenai siapa Renzo dan ibunya semakin kagum dengan keluarga mereka. Gya melihat dengan jelas, bagaimana ibunya sedikit syok dan tersentuh oleh kebesaran hati Indira yang membesarkan Renzo tanpa menimbang dia bukan putra yang terlahir dari rahimnya.Keputusan buat Indira tidak memiliki anak kandung adalah karena dirinya merasa lebih dari cukup mendapatk
Alden berdiri di depan bingkai foto di ruang tengah rumah Salatiga. Matanya menatap gambar dirinya bersama Indira dan Renzo dalam baju adat Jawa.Di sebelah bingkai foto besar tersebut, terdapat foto Indira bersama Jantayu dan Renzo dengan baju pernikahan modern. Hatinya berdesir sakit.Bukan karena cemburu, melainkan merasa prihatin akan nasib Jantayu yang malang.Pria baik itu tidak sempat menjalani kehidupan bahagia yang lama dengan wanita luar biasa, Indira. Alden bahkan sempat mengalah demi memberi kesempatan pada Jantayu untuk menjadi pria yang bisa meneruskan harapannya.“Kayaknya baru kemarin dia ada di sini,” gumam Indira tiba-tiba ada di sebelahnya.Alden mengingat dengan jelas saat datang ke rumah ini beberapa belas tahun yang lalu setelah Jan meninggal. Foto itu menjadi satu-satunya kehangatan yang terpancar dan bisa memberi sinar juga kekuatan bagi Indira untuk bertahan dalam kesedihan.Dunia istrinya mungkin dalam k
Kembali ke Jakarta dengan status baru, cukup membuat Silka risih. Antara dia dan Alka adalah hubungan kecelakaan yang tidak disengaja.Sementara kembali pada aktivitas kuliah yang super sibuk mendekati akhir semester, Silka memilih tidak lagi memusingkan tentang Alka.Pria itu cukup memberinya ruang dan gerak yang tidak mengikat. Mungkin inilah enaknya pacaran dengan orang dewasa. Banyak pengertian yang dia dapatkan dari Alka.“Sil! Kamu beneran pacaran sama dosen baru anak fakultas kedokteran?” tanya teman kuliahnya dengan wajah penasaran.Silka mengangguk ragu.“Gila! Keren banget sih! Pak Alka itu ganteng dan baik banget!”Silka terus mendengarkan puluhan pujian untuk kekasihnya yang hingga detik ini belum pernah dia cium atau pegangan tangan.Setelah mendekati jam masuk kelas, Silka mengakhiri obrolan satu arah itu dan melenggang masuk. Selama kuliah berjalan, dia tidak habis-habisnya memikirkan tentang Alk
Mungkin bertemu jodoh itu terjadi tanpa bisa terduga.Bagi Silka yang masih berusia awal dua puluhan, ini bukan menjadi pertimbangan seriusnya. Terlebih lagi Ignar juga masih bimbang akan jati dirinya, semua keluarga tidak akan berpusat pada hal pernikahan dalam waktu dekat.Mengunjungi orang tua dan kerabatnya di Salatiga memang menyenangkan. Dia kadang malas meninggalkan kota kecil tempat ia tumbuh dan besar. Teman masa kecilnya ada di sini. Tapi Silka untuk saat ini tidak memiliki pilihan.Semua keluarga berkumpul di rumahnya. Ayahnya, Keenan, tampak masih tampan meskipun menjelang usia setengah baya. Mati-matian ayahnya menolak dengan mengatakan masih lima tahun lagi, tapi Silka suka mengangguk dengan gencar.Malam itu Renzo datang sendiri dan Silka senang karena memiliki waktu untuk berbagi lebih banyak. Perhatian kakak sepupunya memang tertuju pada dua hal akhir-akhir ini.Untuk Ignar dan Gya, kekasihnya.Silka merindukan masa-masa di