Rasa sakit kembali mengingatkan perkataan ibunya kalau semuanya akan baik-baik saja. Adegan di mana kakinya harus dirawat karena berlutut di lapangan militer sang ayah.
“Apa yang kau lakukan, Zhang Yuan?”
“Kakek Wang, aku bisa merasakan sakitnya.”
Wang Yi menatapnya keheranan sebab orang yang kesakitan bukannya merintih malah tersenyum. “Astaga, apa kau sudah gila,” gumam Wang Yi membuka kembali perban di kaki Zhang Yuan dan merawat luka baru lagi.
“Kata ibuku, kalau masih merasakan sakit maka semuanya akan baik-baik saja,” ucap Zhang Yuan mempertahankan senyumannya.
“Benar sekali. Ini adalah pertanda bagus, perkembangan pemulihanmu sangat cepat.”
“Kakek, apa sebelumnya kau seorang tabib terkenal?”
Dari dua kalimat di atas hanya satu kalimat yang dia mengerti, tapi kalimat yang kedua sama sekali tidak bisa dia pahami. Lembaran yang kedua berisi tentang lima strategi inti taktik perang. Setiap strategi inti memiliki banyak taktik yang dijabarkan secara panjang lebar. Bahkan harus menghabiskan sepuluh lembar hanya untuk satu inti taktik saja. Bukannya tidak paham dengan apa yang ditulis, tapi Zhang Yuan yang tidak terlalu suka membaca dan belajar merasa bosan jika harus berlama-lama menatap tulisan. Namun kali ini berbeda, tulisan ayahnya menjadi semangat untuk mendorong diri agar membaca semua yang tertulis dan mendengarkannya pada kakek Wang Yi. Sementara Zhang Yuan membaca, Wang Yi sepertinya tidak memedulikan suara Zhang Yuan. Dia hanya sibuk mengangkat potongan kayu dan membelanya dengan kapak. “Kakek Wang, apa kau mendengarkanku?
Wang Yi panik dan mendekati Zhang Yuan, tapi hal yang tak terduga membuatnya tersungkur ke tanah. Ternyata Zhang Yuan hanya berpura-pura dan mendorongnya. Zhang Yuan berdiri dan tertawa keras sebab rencananya telah berhasil. Sejak penyerangan tadi, dia tahu kalau kakek Wang sama sekali tak ingin menyakitinya, apalagi tendangan di bidang datarnya sama sekali tidak sakit. Jadi dia menggunakan kesempatan ini agar kakek Wang menurunkan kewaspadaannya. “Memanfaatkan emosi untuk mengalahkan lawan. Sangat cerdik!” “Jadi, aku sudah boleh pergi?” “Pergilah.” Zhang Yuan kegirangan akhirnya bisa mendapatkan kebebasan, ditambah lagi ini pertama kalinya dia mengalahkan lawan dan diakui oleh lawan. Setelah berpamitan, dia turun dari gunung dengan membawa beberapa pakaian dan hasil buruan. Namun baru saja memasuki hutan, dia telah kehilangan arah
“Jangan bercanda, Kek.” “Memulai sesuatu itu harus dari awal dan dasar. Kau harus belajar merangkak dulu baru bisa berjalan. Paham?” Zhang Yuan mengangguk pelan meski sebenarnya dia sedikit tak paham dengan cara pelatihan kakek Wang seperti apa. “Jadi aku hanya perlu menarik-narik tali ini?” “Benar.” “Eh, apa yang kau lakukan?!” sela Wang Yi menghentikan tangan Zhang Yuan yang menarik tali berulang kali dengan kedua tangannya. “Tadi Kakek bilang aku hanya perlu menariknya.” “Kapan aku bilang kau boleh memulai?” “Lalu untuk apa Kakek memanggilku kemari dan memberitahukan barang aneh ini?” “Hanya pengenalan saja. Nanti setelah kau berla
Mata Zhang Yuan menyipit mencoba mengingat wajah yang tak asing itu, tapi sayang dia tak bisa mengingatnya. “Suruh mereka menyingkir. Aku tak mau tikus jalanan menghambat perjalananku.” Zhang Yuan merasa tak terima dengan perkataannya, tapi tangan Wang Yi dengan kuat mencengkeram untuk memperingatkannya agar tetap bersabar. Ternyata seperti inilah menjadi orang yang tak berdaya melawan kekuasaan. Apakah hal itu dirasakan juga oleh orang-orang yang pernah dia perlakukan di saat nama ayahnya berjaya di kerajaan Song. Kereta juga telah pergi dari hadapan mereka meninggalkan kegeraman yang tertahan di hati Zhang Yuan. Kalau saja tidak ada Wang Yi, mungkin dia telah berseteru dengan pria angkuh itu. “Cih! Sombong sekali!” umpat Zhang Yuan melepaskan tangan Wang Yi yang masih memegangnya. “Zhang Yuan, kau harus t
“Oh astaga, apa otakmu kemasukan arak?” “Aku ingin membersihkan nama baik ayahku. Dia bukan pengkhianat, Kek!” Perkataan itu murni timbul dari dalam hati Zhang Yuan. Meski peluang untuk mencapai keinginannya sangat kecil, tapi dia yakin jika kemampuan diri ditingkatkan lagi maka dia bisa membersihkan nama baik ayahnya. “Dengan apa? Memangnya suara rakyat kecil sepertimu akan didengarkan oleh orang lain?” Wang Yi menarik napas panjang dan menyodorkan mangkuk ke arah Zhang Yuan, “cepat minum dan segarkan dulu pikiranmu itu. Jangan menambah masalah yang akan membuatmu dipenjara lagi.” Zhang Yuan meneguk habis sup penghilang mabuk dengan cepat, “aku ingin bergabung dengan prajurit Song!” “Berhentilah berangan-angan, dengan kemampuanmu seperti ini hanya akan menjadi daging cincang di medan perang,” sambung Wang Yi, sengaja meremehkannya
Bukan hanya pelatihan fisik saja yang ditekuni oleh Zhang Yuan, tetapi buku taktik perang yang ditinggalkan ayahnya juga dia pelajari. Dia sendiri tak menyangka kalau semakin membacanya maka semakin ada ketertarikan dari dalam diri untuk mendorongnya membaca semua yang tertulis di dalam sana. Namun begitu sampai pada lembaran terakhir, dia merasa ada yang kurang sebab masih ada satu inti taktik perang yang terakhir tak tertulis di sana. “Kakek Wang, apa kau merobek bagian akhir dari buku ini?” “Jangan menuduh sembarangan. Mana berani aku melakukan hal itu. Mungkin saja jenderal Zhang Jin belum selesai menulisnya dan memberikannya padamu.” “Lalu apa taktik yang terakhir?” “Mana aku tahu? Lagi pula meski kau membacanya tak mungkin secepat itu kau akan mengerti,” ucap Wang Yi tertawa remeh. H
Saat selesai mendaftarkan diri seluruh calon pelamar dikumpulkan untuk mengikuti tiga tes yang akan menentukan mereka lolos atau tidak. Dan tes yang pertama adalah tes tulisan. Zhang Yuan sedikit ragu jika dia bisa lolos di tes ini sebab dia sama sekali tidak pernah mengikuti pelajaran mana pun di masa lalu. Semua pelamar sudah duduk di meja masing-masing dengan berjarak agar mencegah mereka untuk saling mencontek jawaban. Lembar kosong telah dibagikan ke semua meja untuk mereka. Seorang pengawas juga membuka sebuah kertas besar dengan bertuliskan satu pertanyaan saja yang harus mereka jawab. Semua orang diizinkan mengerjakannya dalam waktu lima belas menit. Sementara yang lainnya sibuk menulis pertanyaan mereka dilembar jawaban, Zhang Yuan sendiri masih terdiam menatap ke lembar pertanyaan yang ada di depan. Bukannya tak tahu harus menjawab apa, tapi pertanyaan itu justru membuat dilema hatiny
Pedang, tombak, busur panah, dan tameng telah berbaris rapi untuk di coba oleh para pelamar. Satu persatu maju ke depan dan menggunakan semua alat itu dengan bantuan seorang prajurit yang menjadi objek lawan mereka untuk menggunakan pedang dan tombak. Sedangkan untuk busur panah ada objek yang menjadi target anak panah yang akan mereka tembak. Jika dari ketiga alat perang itu tak dikuasai oleh mereka satupun maka tameng adalah pilihan terakhir. Ternyata ada banyak juga pelamar yang terbagi dalam empat alat perang yang ada di depan, tapi yang terbanyak justru ada pada tameng, dan ketiga alat lainnya sangat sedikit. Tiba saat giliran Zhang Yuan, dia melewati pedang dan tombak hanya untuk memilih busur panah sebagai alat perangnya. Pandangan mata tertuju di kejauhan tepat di mana target menempel di tiang pohon. Zhang Yuan mengangkat busur panah dan meletakkan anak panahnya
Semua orang terperangah melihat kaisar Qin Huang yang seharusnya tak boleh ada di situasi berisiko seperti ini. Perintah untuk menangkap permaisuri Xun Yan dan Ma Jun segera dilakukan oleh prajurit yang dipimpin He Qianfan. Namun sayang tindakan itu berakhir gagal sebab kerumunan rakyat yang berlari dari arah berlawanan, menghalangi pasukan He Qianfan yang berusaha mengejar Ma Jun dan Xun Yan. Sementara itu Zhang Yuan justru terdiam melihat pemandangan di depan mata. Ma Jun dan Xun Yan berlari begitu cepat, hingga berhasil bergabung dengan pasukan musuh. Sedangkan Qin Huang terlarut dalam kegeraman, dia memerintahkan jenderal memimpin pasukan dan menangkap kembali kedua tahanan kerajaan yang meloloskan diri dengan cara apa pun. “Panglima Zhang, kau berani meloloskan tahanan kerajaan!? Apa perintahku sama sekali tidak kau anggap!?” Qin Huang menatap geram ke arah Zhang Yuan. Zhang Yuan menundukkan wajah dan mengakui kesalahan. Namun emo
Pesan yang tertulis di atas kertas membangkitkan kegeraman. Ekspresi Zhang Yuan berubah, kertas dicengkeram kuat hingga tangannya bergetar. “Ada apa panglima Zhang?” tanya jenderal ikut merasa penasaran melihat ekspresi Zhang Yuan. “Mereka meminta kita untuk menyerah. Jika tidak, akan ada kiriman tubuh tak bernyawa lagi setiap dua jam!” “Sialan! Mereka benar-benar tidak manusiawi!” umpat jenderal menahan geram, “apa panglima Zhang punya rencana lain?” Zhang Yuan terdiam sejenak. “Mau mengancamku? Baik!” Zhang Yuan memerintahkan Chen Changyi untuk membawakan pesan ke pihak musuh menggunakan ancaman balik dengan menggunakan nyawa Ma Jun dan permaisuri. Suasana menjadi semakin tegang ketika dua jam berlalu. Kali ini tubuh tak bernyawa seorang wanita muda dan anak kecil yang dikirimkan oleh seekor kuda. Namun Zhang Yuan masih tetap tidak memberi perintah penyerangan hingga menimbulkan perdebatan dengan jenderal.
“Jenderal, kau mencariku?” Pertanyaan Zhang Yuan tak dijawab. Dilihatnya ke mana tujuan arah pandangan mata jenderal. Di ruangan lain, tampak Ma Jun tengah diinterogasi dengan paksaan dan siksaan agar pertanyaan dari seorang prajurit dijawab. Jeritan memekik setiap kali satu layangan cambukkan mengoyak tubuh Ma Jun. “Dia sangat gigih!” jenderal menoleh ke samping lalu melanjutkan perkataan, “sejak tadi dia meminta untuk berbicara denganmu, panglima Zhang.” Zhang Yuan mengangguk singkat lalu berjalan meninggalkan jenderal menuju ke ruangan dimana Ma Jun sementara disiksa. Dengan wajah lebam dan tubuh terluka seperti itu, Ma Jun masih begitu gigih. Ekspresi wajahnya berubah saat kedatangan Zhang Yuan disadari. “Tinggalkan kami berdua.” Tak peduli seperti apa ekspresi Ma Jun padanya, Zhang Yuan hanya diam dalam tatapan dingin. Kini di dalam sana hanya tersisa Zhang Yuan dan Ma Jun. Dua pasang mata saling menatap lama
Terasa nyeri hebat dipunggung akibat benda pipih dan tajam. Nyeri semakin bertambah saat benda yang telah menembus daging ditarik kembali. Zhang Yuan berbalik. Ditatapnya wajah ketakutan dari perempuan yang memegang belati berdarah. “Kak Zhang!” seru Liu Bai dengan suara lantang. Dia berlari cepat dari kejauhan diikuti beberapa prajurit di belakang menuju ke arah Zhang Yuan. “Tangkap dia!” pintah Liu Bai dengan wajah panik memeriksa luka tusukan di punggung Zhang Yuan. Sementara Liu Bai memeriksa punggung Zhang Yuan yang terluka, Zhang Yuan memerintahkan para prajurit untuk melepaskan perempuan yang menusuknya. “Liu Bai, aku tidak apa-apa. Luka ini sama sekali tidak berpengaruh bagiku.” “Tidak bisa! Melukai pejabat penting kaisar hukumannya adalah kematian! Bunuh dia!” bantah Liu Bai memandang serius ke arah prajurit. “Liu Bai! Sudahku bilang jangan mengikutiku!” bisik Zhang Yuan menetapkan sorot mata tajam menata
“Ma Jun….” seorang prajurit muncul dari belakang prajurit lainnya, “kau terlalu menyulitkan panglima Zhang. Berikan dia waktu lebih lama untuk memikirkan tawaranmu.” Sosok yang muncul dan berucap menyela Ma Jun menjadi pusat perhatian semua orang. Jika tidak mengenali suara, Zhang Yuan tentu tak tahu kalau yang berbicara adalah permaisuri Xun Yan. Memakai pakaian lelaki, tatanan rambut lelaki, wajah tanpa riasan telah mengubah penampilan keagungan Xun Yan. “Permaisuri Xun Yan, akhirnya kau muncul juga. Aku memang sengaja menunggumu.” Sudut mulut Zhang Yuan melengkung kecil. “Zhang Yuan, aku sedang mengandung keturunan kaisar. Jika nyawa mereka sama sekali tidak bisa memaksamu, bagaimana dengan keturunan kaisar? Apa kau mau membinasakan keturunan kaisarmu!?” “Baik! Kalau begitu, aku ingin lihat seperti apa cara permaisuri membinasakan keturunan kaisar. Apakah dengan racun? Atau kau ingin menusuk perutmu sendiri dengan pedang?"
Lama menunggu pergerakkan di dalam hutan, akhirnya bayangan salah satu prajurit seratus muncul menunggangi kuda dengan membawa informasi keadaan di dalam hutan. Tak menyangka perangkap yang ditujukan untuk menyerang pasukan musuh malah harus dibatalkan sebab Ma Jun menjadikan rakyat yang disanderanya sebagai tameng. Liu Bai dan kedua komandan tidak berani mengambil risiko, mereka menunggu Zhang Yuan untuk memberikan perintah. Zhang Yuan mendengus remeh, ”lakukan penyerangan! Perintahkan komandan Liu Bai melindungi para sandera dari jauh, sedangkan ketiga komandan lainnya jalankan perintah sesuai rencana!” Suara keributan dari dalam hutan terdengar. Dentingan pedang berirama tak beraturan memberikan berita secara tak langsung bahwa pertempuran sedang terjadi di dalam sana. Semakin lama keributan yang berasal dari dalam hutan terdengar begitu jelas, hingga bayangan prajurit seratus muncul di depan mata. Dengan langkah berhati-hati mereka b
Seminggu berlalu pekerjaan penggalian pun di luar dugaan, kedua pasukan yang ditugaskan menggali di dua titik berbeda telah bertemu. Perintah untuk memblokir jalur sungai yang mengalir ke desa wilayah musuh dilaksanakan. Dengan menggunakan batu-batu besar sebagai landasan dilapisi batu-batu kecil dan tumpukan tanah, akhirnya pekerjaan ini selesai. Kabar dari He Qianfan memberitahukan bahwa terjadi masalah besar di istana. Permaisuri Xun Yan dikabarkan sedang mengandung keturunan kaisar. Hal ini menyebabkan hukuman eksekusi untuk sementara ditiadakan sampai permaisuri melahirkan. Namun di malam beberapa hari berikutnya permaisuri menghilang dari istana. He Qianfan juga memberitahukan kalau kaisar menitipkan pesan pada Zhang Yuan apa pun yang terjadi jangan biarkan Ma Jun atau permaisuri keluar dari wilayah kerajaan. Disodorkannya lembaran kertas yang baru saja selesai Zhang Yuan baca ke depan Liu Bai. Sementara Liu Bai, Peng Boqin dan Chao Jiming mel
Mendengar pertanyaan Zhang Yuan, wajah jenderal menjadi canggung. Dia memberikan penjelasan kalau rakyat hanya ingin membantu meringankan dan melayani prajurit agar mereka bisa beristirahat dan pulih secepatnya. “Dengan kondisi rakyat yang sudah seperti ini, bagaimana bisa jenderal membebankan mereka untuk melayani kita?!” Zhang Yuan kesal. Disampaikannya masukan agar semua prajurit yang tidak terluka mengambil bagian dalam pekerjaan rakyat. “Tapi panglima Zhang, jika harus memerintahkan prajurit melakukan tugas rakyat, mereka bisa kewalahan jika sewaktu-waktu musuh datang menyerang. Lagipula aku yang memimpin peperangan ini, panglima Zhang hanya datang untuk membantu saja. Semua keputusan ada di tanganku!” bantah jenderal memasang wajah tak suka. “Seperti apa hasil dari kepemimpinanmu dalam perang ini, kau tentu lebih tahu!” Ditatapnya jenderal dengan wajah dingin lalu melanjutkan perkataan, “jika jenderal bisa lebih baik dalam memimpin
Setelah berjam-jam menunggangi kuda mengikuti tepi jalur sungai, Zhang Yuan menghentikan perjalanannya. Beristirahat di depan perapian sambil memegang batang kayu yang ujungnya tertancap seekor ikan. Aroma lezat dari ikan segar yang telah matang tak menyia-nyiakan waktu selama satu jam menangkap ikan di sungai. Suara ringkikan kuda dari kejauhan melengkungkan sudut mulut Zhang Yuan. Wajah Liu Bai terlihat begitu kesal ketika dia turun dari kuda. “Kak Zhang, kau ke mana lagi? Aku mencarimu sejauh ini dan kau ternyata sedang menikmati makanan enak di sini?” “Bukankah aku bilang akan menunggumu di tepi sungai?” jawab Zhang Yuan santai, melihat ke depan sungai lalu menoleh ke arah Liu Bai lagi. “Kemarilah dan cicipi ikan buatanku,” lanjut Zhang Yuan mendekatkan ikan yang telah masak ke hidungnya. Liu Bai tersenyum penuh semangat duduk di sisi Zhang Yuan lalu mengambil sedikit daging ikan. “Kak Zhang ternyata sangat hebat dalam ha