Share

Bab 142.

Author: BayS
last update Last Updated: 2025-03-09 04:40:06

Namun alangkah kecewanya Ki Sentanu.

Karena saat dia membuka-buka isi kitab itu.

Ternyata tak satu pun bahasa dan simbol dalam kitab itu, yang bisa di mengertinya.

Kitab ‘Jagad Samudera’ itu bagai bertuliskan bahasa dari planet lain. Hal yang membuat Ki Sentanu frustasi dan murka.

Hingga pagi harinya. Ki Sentanu masih berada di sekitar rumah Permadi, sambil membolak-balik isi kitab itu.

Namun dia tetap tak bisa memahami, dengan bahasa yang tertulis di dalam kitab itu. Dia pun akhirnya menyimpan kitab itu di balik pakaiannya.

Dan kejadian selanjut nya adalah, saat dia melihat Permadi keluar rumah tadi.

Selama 10 tahun Permadi ikut dan berlatih langsung, di bawah arahan Ki Sentanu.

Permadi mendapatkan perlakuan yang keras dan tanpa ampun dari Ki Sentanu, baik saat berlatih maupun dalam kesehariannya.

Namun Permadi mampu menyesuaikan diri, dan melewati itu semua dengan baik. Permadi hidup tanpa diajarkan rasa kasih sayang sedikit pun dari Ki Sentanu.

Bakat serta tulang tubuh yan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 143.

    Seiring dengan meredanya aliran hawa dingin bergolak itu, maka Permadi tidak merasakan lagi getaran hawa dari kitab pusaka Jagad Samudera itu. Namun betapa terkejutnya Permadi, saat dia kembali membuka halaman isi kitab itu. Ya, kini bahasa dan simbol-simbol di dalam isi kitab pusaka itu bisa dibaca, dan dipahaminya dengan mudah..! Hal yang serupa dengan Elang saat membuka isi ‘Kitab 7 Ilmu’..! Permadi memang masih dibilang garis dan pewaris keturunan langsung, dari pemilik kitab ‘Jagad Samudera’. Karenanya sekuat apa pun usaha Ki Sentanu merusak ‘garis’ itu. Maka tetap saja ‘garis’ itu akan kembali tersambung pada jalurnya..!Sejak hari itu pula, Permadi dengan tekun dan bersemangat melatih sendiri isi kitab pusaka ‘Jagad Samudera’ warisan moyangnya. Ki Sentanu tetap setahun sekali mengunjunginya. Namun salahnya, Ki Sentanu sama sekali tak pernah menanyakan tentang kitab pusaka ‘Jagad Samudera’ itu lagi pada Permadi. Karena dia yakin Permadi takkan pernah bisa menguasainya. Be

    Last Updated : 2025-03-09
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 144.

    "Biarkan Reva mengantar Mas besok ke Bali dengan helikopter ya. Tinggalkan saja motor Mas Elang di sini,” ucap Reva. Ya, Reva berharap Elang kembali untuk mengambil motornya, setelah Elang puas bertualang di Bali. Agar mereka bisa berjumpa lagi. Elang berpikir sejenak, sebenarnya tak masalah dia membawa motornya atau tidak ke Bali. Namun kini hatinya malah makin mantap, untuk bertualang berjalan kaki saja di Bali. Atau membeli motor baru khusus untuk petualangannya di Bali, itu juga tak masalah baginya. “Baiklah Reva. Tolong titip motorku di sini ya,” Elang berkata sambil tersenyum lembut, dia juga menyadari maksud Reva. Elang juga tak keberatan mereka bertemu kembali, saat dia mengambil kembali motornya nanti. “Terimakasih Mas Elang,” Reva tersenyum senang, walau tetap saja matanya beriak basah. “Wah, ada apa ya Elang, Reva, kelihatannya serius sekali..?” tanya Harjo, yang baru saja selesai mempersiapkan perlengkapannya. Untuk berangkat ke Korea nanti malam. Dia pun ikut dudu

    Last Updated : 2025-03-10
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 145.

    Weerrsshk..!! Sosok Permadi berputar bak gasing di udara, lalu melesat masuk ke dalam pusaran laut raksasa itu. Permadi bahkan berputar lebih cepat dari arus pusaran laut, dan langsung masuk ke inti pusaran di bawah laut. Pusaran di atas permukaan laut pun kian menggrlegak, dengan arus yang semakin menggila..! Werrsskh..!! Saarrph..! ... Glagghs..!! Daya hisap pusaran juga semakin kuat, angin pun ikut berputar di atas pusaran itu. Lalu, “Hiiyahhh..!" Byaarrgghks...!!Dengan suara yang menggebyar dahsyat, pusaran itu terangkat naik ke udara..! Permadi muncul dengan tangan kanan memegang ujung pusat pusaran, yang nampak lancip. Bukan olah-olah dahsyatnya tenaga dalam si Permadi ini. Cahaya biru di telapak tangannya pun makin terang dan, “Hiyahh..!!" Kraattzzkhs..!!Pusaran air laut yang tinggi itu tiba-tiba berubah menciut, membeku, dan mengkristal. Hingga menjadi sebuah tombak bercahaya biru terang. “Hiyahhh..!" Splaasshk..!! Permadi melontarkan tombak itu ke dalam laut, den

    Last Updated : 2025-03-10
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 146.

    Lenyepp...nyepp..! Splashh..! Permadi pun tenggelam dalam alam keheningan. Kedua matanya terpejam dengan ‘mata ketiga’ terbuka terang, menelusuri jejak sang ayah angkatnya. Satu jam lebih Permadi tenggelam dalam meditasi samuderanya, dirinya serasa bersila melayang di tengah samudera luas. Sementara pancaran ‘mata ketiga’nya tak henti mencari energi Ki Sentanu yang sangat di kenalnya itu. Namun jejak energi sang ayah angkat tak jua di lihat dan di temuinya. Pancaran aura Ki Sentanu bagai menguap begitu saja. Sirna, bagai asap tertiup angin. Pemulihan energinya telah selesai. Namun Permadi tetap memancarkan sinyal pencarian dari ‘mata ketiga’nya, dengan daya pancar maksimalnya. Beberapa saat kemudian, kedua matanya terbuka kembali, dalam keadaan berkilat kebiruan dalam amarah. Pencariannya nihil..! Ya, hanya ada satu kesimpulan yang terpikir di benak Permadi. Ayah angkatnya, Ki Sentanu telah menemui ajal.! “Huaarrkkhhs...!!" Teriakkan membadai Permadi yang dilambari powernya,

    Last Updated : 2025-03-10
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 147.

    “Pagi Reva, Ibu. Maaf Elang telat ya,” Elang berkata sambil tersenyum dan menghampiri mereka. Dia pun ikut duduk di salah satu kursi meja makan. “Ahh, nggak telat kok Elang. Kami yang kepagian dari biasanya. Hehe,” ucap Resmi sambil terkekeh. “Mas Elang, hari ini Bi Rina dan mamah masak menu spesial lho. Ada nasi goreng sapi, bakwan udang jagung, dan sambal goreng,” Reva menyebutkan menu spesial, pada sarapan mereka kali ini. “Wahh. Sepertinya Elang bisa makan banyak ini. Hahaa..!” Elang tertawa lepas, menu yang disebutkan Reva memang menggugah selera makannya. Tudung saji pun di buka, dan mereka semua makan dengan nikmat sambil berbincang hangat. ‘Ahh, Elang. Cepatlah kau kembali lagi ke sini Nak’, bathin Resmi berharap. Hatinya merasa hangat dengan kehadiran Elang, di meja makan rumahnya. Usai sarapan mereka pun lanjut berbincang di ruang teras, “Elang, sampai kapan kau akan hidup dalam perantauan? Ibu sungguh tak memahamimu Elang,” Resmi bertanya pada Elang pelan. Dia meman

    Last Updated : 2025-03-10
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 148.

    "Mas Elang tampak gagah memakai jam tangan ini,” ucap Reva memuji. “Ahh, Reva. Jam ini pasti mahal harganya ya?” tanya Elang, sambil melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Menurut Elang jam itu terlalu bagus, untuk melingkar di tangannya. Sebenarnya Elang enggan menerima pemberian Reva itu. Namun melihat ketulusan Reva memberi, dia tak ingin mengecewakannya.“Harganya jauh lebih rendah, dibanding budi baik Mas pada Reva dan keluarga Reva, Mas Elang,” sahut Reva tersenyum, sambil mendekat lalu memeluk Elang dengan erat. Reva mencium bibir Elang dengan lembut, Elang menyambutnya hangat. Lumatan lembut pun berubah menjadi panas, dan secara naluriah keduanya saling melepas pakaian mereka satu persatu. Kamar villa yang lama dingin tak dihuni itu pun kini memanas, dengan masuknya dua insan yang hendak mencurahkan hasratnya. *** Permadi melesat dan terus melesat, hingga akhirnya dia sampai di wilayah Purwokerto. Dia bermalam di sebuah losmen dekat Andang Pangrenan. Permadi masi

    Last Updated : 2025-03-11
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 149.

    "A-akhu mau sampai Re..vahh.! Akhgss.!" Elang tersengal, seraya hendak mencabut batang kemaluannya. “Ohgsss.! Aku .. juga..! J-jangan di ca..but Massh..! Uhgsss..!” Untuk kesekian kalinya tubuh dan pinggul Reva tersentak-sentak. Sementara Elang pun tak mampu lagi bertahan, “Asghsh..!” Elang membalikkan tubuh Reva, dan memacu cepat di atasnya. Beberapa saat kemudian mereka pun saling berangkulan erat. Dengan pangkal paha yang saling merapat dan meregang kaku. Ya, keduanya memuntahkan kenikmatannya, dalam waktu yang bersamaan. Tak lama kemudian tubuh Elang pun bergulir rebah disisi Reva yang masih terlentang dan tersengal meresapi sisa-sisa multi orgasmenya. “Terimakasih Reva,” ucap Elang, seraya mengecup pipi Reva. “Aku yang berterimakasih sama Mas Elang, permainan kali begitu indah Mas,” balas Reva sambil mengecup bibir Elang. Lalu Reva pun merebahkan kepalanya di dada bidang Elang. “Reva, apakah kau dengar? Helikoptermu sudah kembali di atas,” Elang berkata pelan. Dia men

    Last Updated : 2025-03-11
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 150.

    “Silahkan Mas,” si ibu tersenyum, mempersilahkan Elang menyantap menu yang dipesannya. “Terimakasih Bu,” Elang tersenyum dan mulai menyantap menu makan siangnya. Tak memerlukan waktu lama, hidangan di atas mejanya pun ludes tandas. Elang tersenyum puas, ‘Masakkan Ibu ini benar-benar mantap, bumbunya pas sekali’, bathin Elang puas. “Masakkan Ibu sedap sekali, tapi kok agak sepi pembeli ya Bu?” Elang memuji, sambil memancing keterangan dari si ibu pemilik warung. “Terimakasih Mas. Memang sudah 3 bulan ini, warung ibu kok tiba-tiba jadi sepi. Padahal sebelumnya selalu ramai pembeli lho Mas,” si ibu merasa sangat senang masakannya di puji Elang, lalu dia juga mengemukakan keluhannya. “Sepertinya memang ada yang ‘mengganjal’ warung makan Ibu,” Elang berkata pelan, namun jelas terdengar oleh si ibu. “A..apa yang mengganjal di warung saya Mas..?!” ibu itu berseru kaget, mendengar ucapan Elang. “Ada pihak yang menanam sesuatu di depan tangga masuk ke warung Ibu,” sahut Elang tenang.

    Last Updated : 2025-03-11

Latest chapter

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 268.

    'Luar biasa..! Bahkan Bos sudah berpikir jauh ke depan', bathin Rodent. Dalam kesendiriannya, Rodent kadang juga bertanya-tanya. Akan sampai kapan mereka menjadi buronan aparat..? Ternyata pertanyaan itu kini sudah terjawab, dengan ucapan Permadi barusan. Dan hatinya pun menjadi makin mantap, untuk bersetia pada Permadi hingga akhir hayatnya. "Siap Boss..!” seru Rodent bersemangat. Klik.! Suara adzan magribh berkumandang, Permadi pun beranjak masuk ke dalam rumahnya. Dari wajahnya nampak Permadi sedang memikirkan sesuatu hal, yang begitu mengganjal di hati dan benaknya. Entah hal apa gerangan. "Mas Permadi sayang, sebenarnya apa yang sedang Mas pikirkan..?" tanya Shara, saat dia melihat Permadi masuk ke kamar dan hanya diam duduk di tepi ranjang. "Tidak ada apa-apa Shara. Aku hanya lelah saja," sahut Permadi. "Apakah Mas Permadi mau Shara pijat badannya..? Biar rasa lelahnya hilang," tanya Shara lagi. Walau dia tak terlalu bisa memijat, tapi demi pria kesayangannya ini, dia

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 267.

    "Baiklah Elang. Nanti tante akan kirimkan nomor rekeningnya. Tapi tante tak akan memakai uang kiriman dari Elang, selain hanya untuk simpanan ...... 'anak kita'," Halimah berkata terputus. Ya, Halimah agak bingung menyebut apa pada anak yang di kandungnya. Akhirnya dia menyebutkan 'anak kita' pada Elang. Wajahnya langsung 'merah merona', saat dia mengatakan itu. Halimah terbayang kembali, saat-saat 'penuh madu' bersama Elang dulu dikamarnya. Wanita yang tetap cantik di usia matangnya itu. Dia 'sejujurnya' sangat merindukan saat-saat manis itu, bisa terulang kembali dalam hidupnya. "Baik Tante, tolong dikirim ya. Salam buat Om Baskoro." Klik.! Elang menutup panggilannya pada Halimah. Dia berniat memasukkan saldo 10 miliar rupiah, pada rekening Halimah nanti. Elang kembali melihat-lihat kontaknya, dia mencari nomor Sekar di list kontaknya. Lalu... Tuttt.... Tuttt... Tuutttt.! "Halo. Kang Elang..?!" sapa suara merdu Sekar, yang sedang berada di kamarnya. "Halo Mbak Sekar. Baga

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 266.

    "Pak Daisuke, Pak Matsuki. Ayo temani saya makan bersama. Saya tak bisa makan sendirian. Anggap saja sebagai ucapan terimakasih saya pada Bapak berdua, yang sudah 'bekerja' mengantar saya ke sini," ajak Elang hangat. Ya, Elang mengatakan 'bekerja' bukan membantu. Itu karena Elang sangat paham, dengan 'budaya malu' yang mengakar kuat di negeri ini. Sehina-hinanya kaum miskin negeri ini. Mereka sangat jarang meminta-minta, bahkan hampir tak terlihat pengemis di negeri ini. Mereka juga tak akan mau menerima sesuatu tanpa 'bekerja'. Walaupun hanya sebagai pemulung atau buruh serabutan sekalipun. Rata-rata mereka merasa malu, bila menerima sesuatu dari rasa belas kasihan. Itulah moral yang masih dipegang erat masyarakat negeri ini, budaya malu.!"Ahhh. Bagaimana Matsuki..?" tanya Daisuke menatap Matsuki temannya. Agak lama akhirnya Matsuki menganggukkan kepalanya. Akhirnya mereka bertiga makan siang di rumah makan itu. Tampak kedua lelaki itu tersenyum gembira. Elang sengaja menga

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 265.

    Tuttt.... Tuttt..! 'Pak Yutaka memanggil' tertera di layar ponsel Elang. Klik.! "Ya Pak Yutaka," sahut Elang. "Halo Elang. Di mana posisimu sekarang..?" tanya Yutaka. "Saya di Kobe sekarang Pak Yutaka. Berjalan-jalan dulu sebelum kembali ke Indonesia," sahut Elang. "Wahh, pantas kemarin aku tanya Pak Hiroshi, kamu belum datang katanya. Hahaa!" Yutaka memaklumi keinginan Elang berjalan-jalan seorang diri, sebelum dia pulang ke Indonesia. Tentunya pemuda ini ingin bebas lepas, melihat apa yang belum dilihatnya di Jepang, pikir Yutaka. "O iya Elang. Aku menitip sedikit di saldo rekeningmu ya. Sebagai tanda terimakasih keluarga Kobayashi atas pertolonganmu. Sepertinya sampai mati pun, kami tak akan sanggup kami membalasnya Elang. Terimalah pemberian kami yang sedikit itu ya." Ungkap Yutaka, dengan rasa terimakasih yang tulus pada Elang. "Pak Yutaka. Sungguh hati saya sudah senang, melihat 'kemelut' di keluarga Bapak sudah berlalu. Melihat keluarga Bapak bisa tenang dan bahagi

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 264.

    Sorot pandang matanya terasa sangat menyejukkan hati. Tiada emosi sedikit pun di dalamnya. Orang biasa yang memandangnya pastilah akan langsung merasa tenggelam, dan seperti berada di suatu ruang luas tak berbatas. Inilah pandangan sosok yang telah mencapai tingkat 'Langit Tanpa Batas'. "Maafkan kelalaianku dalam menjaga 'turunnya Tombak Samudera', pada keturunanku, Ki Prahasta. Namun sekuat daya aku telah memberi 'pagar' pada Kitab Jagad Samudera. Agar tak mampu dipelajari oleh orang yang tak berhak, walaupun dia masih keturunanku. Andai 'pagar' yang kuterapkan pada kitab itu tetap terbuka, dan dipelajari oleh keturunan yang salah. Maka aku hanya bisa mengatakan itu adalah 'takdir' dari Yang Maha Kuasa, Ki Prahasta," sahut Ki Bogananta, dengan wajah penuh sesal, walau bibirnya tetap menyunggingkan senyum. Pandang mata Ki Bogananta juga nampak sangat dalam. Kedalaman yang tak mampu di selami, jika orang biasa beradu pandang dengannya. Inilah pandangan dari sosok yang telah men

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 263.

    Nadya segera beranjak turun dari ranjangnya, dan mengambil segelas air minum dari dispenser di kamarnya. Glk, glek..! Rasa segar memenuhi kerongkongannya, namun rasa resah dalam dirinya tak jua menghilang. Ingin rasanya dia menelepon Elang saat itu juga. Namun sudah 2 minggu lebih ponselnya tak bisa menghubungi nomor Elang. Karena operator selalu memberi pesan nomor Elang berada di luar jangkauan. Ya, Nadya memang tak mengetahui keberadaan Elang di mana saat ini. Nadya ingat terakhir kali dia menghubungi Elang, pada saat Elang berada di Bali. Maka 'kecemasan luar biasa' kini melanda hati Nadya. Kecemasan akan keselamatan Elang. Pemuda yang sudah menjadi kekasih di hatinya. Nadya merasa tak ingin tidur kembali. Dia hanya memanjatkan do'a dalam hatinya, berharap keselamatan selalu bersama kekasih hatinya itu, saat...Tuttt. Tuuttt..! Nadya yang masih terduduk di tepi ranjangnya bangkit, dan melangkah menuju ponselnya yang terletak di atas meja kamarnya. 'Siapa sih yang pagi-pa

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 262.

    Braghh...!!Permadi yang tak bisa menahan rasa penasarannya, dia reflek memukul lantai di samping tubuhnya, yang masih dalam kondisi bersila. Sedikit saja tenaga dalamnya mengalir. Namun itu saja cukup, untuk membuat lantai di sisi tubuhnya ambyar berlubang. 'Lusa besok aku berangkat ke Osaka. Namun kenapa mimpi brengsek itu selalu datang mengganggu konsentrasiku..?! Siapa kau sebenarnya Kakek Tua..?!' bathin Permadi berseru, penuh rasa marah dan penasaran. Tok, tok, tokk..! "Mas Permadi.." suara merdu Shara terdengar, di depan pintu kamar khususnya. Permadi bangkit dari bersilanya dan beranjak membukakan pintu bagi Shara. Klek.! "Ya Shara.." ucap Permadi, sambil membuka setengah pintu kamarnya. "Mas Permadi tak apa-apa kah..? Tadi Shara mendengar suara keras dari dalam kamar Mas," tanya Shara, dengan wajah agak cemas. "Tak apa-apa Shara. Aku hanya sedang sedikit kesal dengan sesuatu," sahut Permadi datar. "Tapi bukan sedang kesal sama Shara kan Mas..?" tanya Shara agak pan

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 261.

    Ingin rasanya Elang bertemu kembali, dan bertanya pada 'Ki Buyut Sandaka'. 'Apakah ada suatu tanda atau petunjuk, jika dia telah menemukan cinta sejatinya alias jodohnya..? Adakah sesuatu yang belum diketahuinya mengenai kutukkan Naga Asmara..? Atau ke arah mana Elang harus mencari cinta sejatinya di dunia yang luas ini..? Apakah kutukkan Naga Asmara ini akan terus menempel padanya hingga dia mati, jika tak jua menemukan jodohnya..?'Seribu tanya terlintas di benak Elang, namun satu jawab pun tak terungkap..?! Akhirnya dengan di iringi suasana haru dan sedih, dari Yukata dan keluarganya. Dan juga mata beriak basah dari Nanako. Elang pun langsung melesat lenyap, menerapkan puncak dari ilmu 'Pintas Bumi'nya. Elang menolak untuk di antarkan ke stasiun Tokyo, oleh Nanako. Dia lebih memilih ke stasiun seorang diri sambil berjalan-jalan. "Mas Elang. Aku pasti datang ke Indonesia, setelah semua urusan pengadilan selesai," begitu ucapan terakhir Nanako serak, saat Elang pamit tadi. El

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 260.

    "Tak penting darimana aku tahu hal itu. Yang penting sekarang, cepatlah kau pergi tinggalkan negeri ini..! Keluargamu menanti di sana," ucap Elang tegas dan tenang. "Baik..! Terimakasih semuanya..!" Sethh...! Hong Li langsung melesat dengan 'ginkang'nya yang lumayan tinggi. Perlahan sosoknya lenyap di rerimbunan pohon. "Sekarang kalian..! Siapa nama kalian..?" seru Elang. "S-saya Dong Min.." "S-sya Gunadi..' "Kalian berdua harus mau menjadi saksi bagi kami di pengadilan. Katakan, bahwa kalian disuruh oleh Kairi dan Hitoshi, untuk mencelakai keluarga pak Yutaka..! Kami tak akan menuntut kalian. Kami hanya ingin dalang dari semua ini 'divonis bersalah dan dihukum'..! Namun jika kalian menolak. Maka kami jamin kalian akan kami tuntut dan ikut mendekam di penjara bersama Kairi..! Kalian mengerti..?!" sentak Elang tegas. "Ba..baikk..!! Kami mengerti..!" sahut mereka berdua hampir bersamaan. "Gunadi..! Untuk apa kau ikut-ikutan kelompok ini..? Kamu di mana di Indonesia..?" tanya E

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status