"Beres.." gumam seseorang dari luar pintu ruang tunggu. Yang merupakan koridor ruang masuknya Bara dari area helikopter. Dengan menganggukkan wajahnya, dia masuk bersama timnya yang sama-sama memakai masker khusus, ke dalam ruang tunggu. Nampak di depan pintu masuk dari luar gedung itu, telah tergeletak 3 mayat pengawal pihak penyelenggara bersimbah darah. Merekalah yang mengawal Bara masuk setelah turun dari helikopter tadi. Beberapa saat kemudian, nampak kedua orang bermasker khusus itu memapah tubuh Bara. Lalu mereka masuk ke dalam sebuah helikopter, yang mesinnya telah menyala di samping gedung. Area itu memang terpisah dari deretan helikopter, yang standby di depan gedung arena itu. Dan helikopter itu pun langsung mengudara dan terbang menjauh, dari gedung arena kompetisi. Entah siapa mereka..! *** Sementara kita mundur sejenak, pada kejadian di luar gedung. Tepat setelah bel tanda pertarungan di dalam gedung dimulai tadi. "Shoot..!" seru Rodin. Dua sniper personel Pas
"Huuaarghk..!!" Wuusshk....!! Pandu melontarkan pukulan dahsyatnya ke arah ketiga lawannya. Hal yang diiringi dengan sosoknya yang ikut melesat, untuk melepaskan pukulan jarak dekat setelahnya. Sinar merah keemasan pun berkelebat cepat. Slaph..!!Masuk dua sosok melesat dengan cepat, seraya melepaskan dua pukulan pamungkas mereka. "Hiaahh..!" Wuushk...!! Cahaya hitam pekat dengan hawa super panas pun berkiblat, ke arah pukulan merah keemasan milik Pandu. "Hiaahh..!" Splaasshk...! Menyusul seberkas cahaya kebiruan melesat deras, tebarkan hawa dingin luar biasa yang juga ikut memapaki lesatan cahaya merah keemasan milik Pandu. Ya, Dimas dan Drajat datang tepat pada waktunya. Untuk menyelamatkan tiga sahabat mereka, yang bagai terpaku kaku di tempatnya saat itu. Sandi, Brian, dan Gatot, merasakan betapa kaki mereka bagai melekat di atas tanah, dan tak bisa melepaskan pukulan pamungkas mereka. "Tembak mereka berdua..!" seru Sandi pada Bandi dan Karyo. Nampak wajahnya menunjuk ke
"A-apa..?! Baik Dimas! Kita segera tinggalkan tempat ini..!" seru David cepat mengambil keputusan. Sementara hiruk pikuk para pengunjung semakin menjadi. Kaca-kaca jendela luar gedung pecah berantakkan, terdapat ceruk berlubang sedalam 1,5 meteran, kerikil-kerikil dan ilalang berserakan di teras gedung, serta tergulingnya sebuah helikopter di luar landasannya. Kondisi itu sangat mengerikkan bagi para pengunjung. Mereka semua berpikir gedung area kompetisi itu baru saja dilanda badai dahsyat, selagi mereka berada di dalam tadi. Sementara para penjaga dari pihak penyelenggara juga nampak bingung dan panik, dengan semua kejadian tersebut. Sejak tadi mereka memang bersembunyi, akibat dahsyatnya pertarungan yang terjadi di luar gedung. Karena memang mereka hanya dibekali sebuah pistol saja. Hal yang mereka rasa tak berarti, setelah melihat pertempuran dahsyat yang baru berlangsung. Kini mereka keluar dari persembunyian dan langsung menghampiri Denta dan Freedy, yang tengah memapah tu
'Darimana kelipatan energi chi pemuda ini..! Belum tentu ada 100 tahun sekali lahir bakat seperti pemuda ini Nona!" seru tabib Chao, seraya mengeleng-gelengkan kepalanya. Dirinya merasa takjub dan seolah tak percaya. Saat merasakan getar energi chi Bara, yang tak pernah di rasakan dan ditemuinya selama dia menjadi tabib. Karena energi chi Bara, adalah energi chi terkuat dan terdahsyat, dari para pemilik chi yang pernah di periksanya. Jika secara matematika 2+2 = 4, maka pada energi Bara ditemuinya 2+2= 8 dan di atasnya lagi. Hal yang tentu sangat membingungkan bagi Tabib Chao. Andai sang tabib mengetahui perihal 'Mustika Naga Emas', yang melekat di bagian dada Bara. Mungkin dia tak akan sebingung ini. Hehe. Akhirnya setelah hampir 15 menit sang Tabib menusuk, memutar, menyumbat, serta menotok beberapa titik aliran 'chi' di dalam tubuh Bara, dia pun menyudahi 'operasi'nya. Nampak keningnya penuh keringat. Karena pekerjaannya itu memang membutuhkan konsentrasi, serta kedalaman tu
Sementara bagi Gatot, Sandi, dan Brian. Kiranya mereka hanya memerlukan 3-4 hari meditasi secara teratur, untuk memulihkan diri. Dan di antara mereka semua, belum ada yang berani mengabarkan kejadian hilangnya Bara pada Resti. Entah apa reaksi gadis itu, bila mengetahui kejadian yang menimpa kekasihnya itu. Dan di tengah-tengah kemelut dan kecemasan, yang tengah melanda para sahabat itu, Tuttt ... Tuttt ... Tuttt.! Ponsel Bara yang tadi ditemukan oleh Gatot, dan diletakkan di atas meja ruang tengah vila berdering. Nampak tertera di layar itu 'Marsha memanggil'. Kembali kebingungan melanda para sahabat Bara cs. Namun mengingat Marsha adalah sahabat mereka semua, akhirnya Gatot pun berinisiatif menjawab panggilan Marsha. Klik.! "Ya Marsha, saya Gatot." "Hei..! Mas Gatot. Kenapa ponsel Mas Bara berada padamu..?" sentak heran Marsha di sana. "Bara ... Bara .. dia.." Gatot mendadak gagap, dia kesulitan menjawab pertanyaan Marsha. "Kenapa Mas Gatot..? Apakah sesuatu terjadi pada
Pagi menjelang siang.Di sebuah lapangan tenis dan badminton yang merupakan fasilitas umum bagi warga kompleks perumahan elit di bilangan Menteng, Jakarta Pusat.Nampak seorang pemuda tengah di kelilingi oleh tiga orang yang berdiri angkuh di sekitarnya. Pemuda itu berpakaian security dan dia baru saja mengundurkan diri dari pekerjaannya, sebagai security di kompleks perumahan elit itu.Hal ini tak lain karena dia ingin pergi sejauh mungkin dari kompleks itu. Kompleks dimana ‘mantan kekasihnya’ tinggal.Baru saja semalam dia ‘memutuskan’ hubungan kasihnya dengan ‘Resti’, dan mengembalikan amplop coklat tebal yang diberikan ayahnya beberapa hari lalu.Ya, Resti adalah putri jelita seorang pengusaha garment yang sukses di bilangan kota Jakarta.Sungguh, menjalin hubungan kasih dengan Resti sama sekali bukan inisiatif Bara. Tapi berawal dari perkenalan mereka di posko masuk area kompleks, yang berlanjut pada rasa saling suka pada kepribadian masing-masing.Sejak munculnya rasa suka itula
Ibu! Kata yang merupakan ‘ajimat’ dan sangat ‘sakral’ bagi Bara. Teringat jelas dalam memorinya, kejadian 15 tahun lalu saat usianya masih 9 tahun. Baru saja Banu Hartadi pulang dari kantornya, dia sudah mendapat laporan tak mengenakkan dari istri mudanya Sisca. Tentang kelakuan kejam istri tuanya Marini dan Bara putra tunggalnya. “Gara-gara mereka mendorong mamah, tadi mamah sampai terjatuh di kamar mandi Pah! Untung saja kandungan anak kita tak apa-apa. Tskk ... tskk,” ungkap Sisca pada Banu, dengan di iringi isak tangis ‘modus’nya. Karuan saja amarah Banu meledak, mendengar laporan Sisca yang terdengar selalu teraniaya, setiap hari dia pulang dari kantor. Kemarin soal Sisca diberi makan sambal terlalu pedas, kemarinnya lagi soal Sisca di suruh jalan ke pasar, dan kemarinnya lagi..lagi..dan lagi. Dan kini soal jatuhnya istri kesayangannya itu di kamar mandi, akibat perbuatan istri pertamanya Marini dan Bara yang juga putranya sendiri. Maka setan pun masuk ke dalam otak dan h
Maka jadilah sejak saat itu Bara tinggal dan bersekolah di sana. Pada saat usai subuh hingga jam berangkat sekolah dan setelah jam belajar malam, Bara secara khusus di latih ilmu beladiri oleh sang kakek. Sang kakek bagai berubah menjadi ‘monster’ galak bagi Bara, saat dia sedang melatih dirinya bela diri. Sungguh keras dan tak kenal kata kesalahan sedikitpun dalam kamus sang kakek. Namun Bara mengerti dan merasakan, tujuan sang kakek adalah demi kesempurnaan dirinya menyerap ajaran dan ilmu-ilmu sang kakek. Demikianlah 10 tahun lamanya Bara mendapat gemblengan keras dari sang kakek, hingga tak terasa ‘kemampuan’ dirinya saat itu sudah setara dengan sang kakek sendiri. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Demikian kata pepatah, baru saja malamnya Bara menerima wedar aji ‘Sisik Naga Emas’ dari sang kakek. Pada ke esokkan harinya sang kakek menghembuskan nafas terakhirnya di usianya yang 76 tahun. Hanya karena sakit kepala hebat yang menderanya sejak pagi, hingga akhi
Sementara bagi Gatot, Sandi, dan Brian. Kiranya mereka hanya memerlukan 3-4 hari meditasi secara teratur, untuk memulihkan diri. Dan di antara mereka semua, belum ada yang berani mengabarkan kejadian hilangnya Bara pada Resti. Entah apa reaksi gadis itu, bila mengetahui kejadian yang menimpa kekasihnya itu. Dan di tengah-tengah kemelut dan kecemasan, yang tengah melanda para sahabat itu, Tuttt ... Tuttt ... Tuttt.! Ponsel Bara yang tadi ditemukan oleh Gatot, dan diletakkan di atas meja ruang tengah vila berdering. Nampak tertera di layar itu 'Marsha memanggil'. Kembali kebingungan melanda para sahabat Bara cs. Namun mengingat Marsha adalah sahabat mereka semua, akhirnya Gatot pun berinisiatif menjawab panggilan Marsha. Klik.! "Ya Marsha, saya Gatot." "Hei..! Mas Gatot. Kenapa ponsel Mas Bara berada padamu..?" sentak heran Marsha di sana. "Bara ... Bara .. dia.." Gatot mendadak gagap, dia kesulitan menjawab pertanyaan Marsha. "Kenapa Mas Gatot..? Apakah sesuatu terjadi pada
'Darimana kelipatan energi chi pemuda ini..! Belum tentu ada 100 tahun sekali lahir bakat seperti pemuda ini Nona!" seru tabib Chao, seraya mengeleng-gelengkan kepalanya. Dirinya merasa takjub dan seolah tak percaya. Saat merasakan getar energi chi Bara, yang tak pernah di rasakan dan ditemuinya selama dia menjadi tabib. Karena energi chi Bara, adalah energi chi terkuat dan terdahsyat, dari para pemilik chi yang pernah di periksanya. Jika secara matematika 2+2 = 4, maka pada energi Bara ditemuinya 2+2= 8 dan di atasnya lagi. Hal yang tentu sangat membingungkan bagi Tabib Chao. Andai sang tabib mengetahui perihal 'Mustika Naga Emas', yang melekat di bagian dada Bara. Mungkin dia tak akan sebingung ini. Hehe. Akhirnya setelah hampir 15 menit sang Tabib menusuk, memutar, menyumbat, serta menotok beberapa titik aliran 'chi' di dalam tubuh Bara, dia pun menyudahi 'operasi'nya. Nampak keningnya penuh keringat. Karena pekerjaannya itu memang membutuhkan konsentrasi, serta kedalaman tu
"A-apa..?! Baik Dimas! Kita segera tinggalkan tempat ini..!" seru David cepat mengambil keputusan. Sementara hiruk pikuk para pengunjung semakin menjadi. Kaca-kaca jendela luar gedung pecah berantakkan, terdapat ceruk berlubang sedalam 1,5 meteran, kerikil-kerikil dan ilalang berserakan di teras gedung, serta tergulingnya sebuah helikopter di luar landasannya. Kondisi itu sangat mengerikkan bagi para pengunjung. Mereka semua berpikir gedung area kompetisi itu baru saja dilanda badai dahsyat, selagi mereka berada di dalam tadi. Sementara para penjaga dari pihak penyelenggara juga nampak bingung dan panik, dengan semua kejadian tersebut. Sejak tadi mereka memang bersembunyi, akibat dahsyatnya pertarungan yang terjadi di luar gedung. Karena memang mereka hanya dibekali sebuah pistol saja. Hal yang mereka rasa tak berarti, setelah melihat pertempuran dahsyat yang baru berlangsung. Kini mereka keluar dari persembunyian dan langsung menghampiri Denta dan Freedy, yang tengah memapah tu
"Huuaarghk..!!" Wuusshk....!! Pandu melontarkan pukulan dahsyatnya ke arah ketiga lawannya. Hal yang diiringi dengan sosoknya yang ikut melesat, untuk melepaskan pukulan jarak dekat setelahnya. Sinar merah keemasan pun berkelebat cepat. Slaph..!!Masuk dua sosok melesat dengan cepat, seraya melepaskan dua pukulan pamungkas mereka. "Hiaahh..!" Wuushk...!! Cahaya hitam pekat dengan hawa super panas pun berkiblat, ke arah pukulan merah keemasan milik Pandu. "Hiaahh..!" Splaasshk...! Menyusul seberkas cahaya kebiruan melesat deras, tebarkan hawa dingin luar biasa yang juga ikut memapaki lesatan cahaya merah keemasan milik Pandu. Ya, Dimas dan Drajat datang tepat pada waktunya. Untuk menyelamatkan tiga sahabat mereka, yang bagai terpaku kaku di tempatnya saat itu. Sandi, Brian, dan Gatot, merasakan betapa kaki mereka bagai melekat di atas tanah, dan tak bisa melepaskan pukulan pamungkas mereka. "Tembak mereka berdua..!" seru Sandi pada Bandi dan Karyo. Nampak wajahnya menunjuk ke
"Beres.." gumam seseorang dari luar pintu ruang tunggu. Yang merupakan koridor ruang masuknya Bara dari area helikopter. Dengan menganggukkan wajahnya, dia masuk bersama timnya yang sama-sama memakai masker khusus, ke dalam ruang tunggu. Nampak di depan pintu masuk dari luar gedung itu, telah tergeletak 3 mayat pengawal pihak penyelenggara bersimbah darah. Merekalah yang mengawal Bara masuk setelah turun dari helikopter tadi. Beberapa saat kemudian, nampak kedua orang bermasker khusus itu memapah tubuh Bara. Lalu mereka masuk ke dalam sebuah helikopter, yang mesinnya telah menyala di samping gedung. Area itu memang terpisah dari deretan helikopter, yang standby di depan gedung arena itu. Dan helikopter itu pun langsung mengudara dan terbang menjauh, dari gedung arena kompetisi. Entah siapa mereka..! *** Sementara kita mundur sejenak, pada kejadian di luar gedung. Tepat setelah bel tanda pertarungan di dalam gedung dimulai tadi. "Shoot..!" seru Rodin. Dua sniper personel Pas
"Hiyaahh..!" Daambbh.!! Dengan diiringi teriakkan kerasnya, Wayan menghantam lantai arena dengan kaki kanannya. Sepenuh tenaga dalam dan energi bathinnya dikerahkan saat itu juga. Gedung arena pertarungan bagai bergetar dilanda gempa dahsyat. Perlahan asap putih mengepul keluar dari bawah lantai, yang tadi di hantam deras oleh kaki Wayan. Asap itu makin lama makin tebal, hingga menyelubungi seluruh tubuhnya. Sementara di dalam selubung asap putih itu, sosok Wayan terlihat bergetar keras, dengan seluruh otot tubuhnya meregang kencang. Tiba-tiba ... Byaaarrsk..!! "Huahaahaa...!!" sosok raksasa muncul dan langsung tertawa keras membahana, mengguncang dan menggetarkan nyali semua penonton di seantero gedung arena.Tampak kini telah berdiri seorang raksasa setinggi 7 meteran lebih, dengan sekujur tubuhnya berwarna semerah darah. Sementara empat buah taring putih besar mencuat dari mulutnya, yang juga berleleran darah. Sungguh sosok yang tak sedap dan nyaman untuk dilihat. Namun ha
"Kalian rakit dan arahkan sniper ke gedung arena pertarungan itu. Backing kami dan habisi saja siapapun yang membahayakan orang-orang kita..!" seru Drajat. "Siap Jendral..!" sahut keduanya mengerti. Mereka pun langsung mengambil posisi ternyaman dan tersembunyi, dari lokasi itu mengarah ke gedung arena. Sedangkan Drajat sendiri mengarahkan teropong Night Visionnya, ke arah gedung arena kompetisi itu. Nampak olehnya masih banyak orang lalu lalang, di sekitar pintu utama gedung arena. Drajat terus menyisir area sekitar gedung dengan teropongnya itu, dan saat teropong di arahkan ke atas gedung ... "Brengsek..! Denta, Pandu dan Freedy, berada di atas gedung arena itu..! Ada sekitar 7 orang Pasukan Harimau Besi juga bersama mereka di sana," seru Drajat mengkonfirmasi pada para sahabat. Dia memberikan teropongnya, agar Dimas, Brian, dan Gatot, juga bisa melihat situasi itu. Maka bergantian para sahabat meneropong kondisi gedung arena, untuk sekaligus merekam posisi musuh dalam memor
"Bagus Bara! Memang sebaiknya begitu, agar mereka berpikir segala sesuatunya berjalan seperti biasanya. Sesuai jadwal dan rencana mereka, jika memang mereka merencanakan sesuatu terhadap kita. Namun pada akhirnya, akan kita buat mereka terkejut nantinya! Hehe," ujar Drajat terkekeh. Dan setelah Bara cs usai makan siang di markas. Maka sesuai rencana Drajat, Dimas, Brian, dan Gatot, bersama dengan 2 orang anggota Pasukan Super Level segera berangkat, menuju ke wilayah kepulauan seribu. Mereka berniat menyewa speed boat dan mempersiapkan 'misi' mereka nanti malam. Dua buah mobil melaju keluar membawa mereka ke lokasi, mobil milik Dimas dan juga sedan milik Bara. Dewi akan ikut naik helikopter, dan akan masuk ke dalam gedung arena kompetisi bersama David. Untuk menyaksikan pertarungan sekaligus mengawasi kondisi di dalam gedung arena. Sementara Sandi dan dua anggota Pasukan Super Level, akan berjaga di sekitar helikopter mereka. Hal yang bertujuan berjaga dari segala kemungkinan
Tiin.. Tinn..! Nampak Jeep Cherokee putih milik Dimas masuk ke dalam vila markas.Dimas pun turun diikuti oleh Dewi di belakangnya. Sontak mata para sahabat pun tercengang, saat melihat sosok Dewi di belakang Dimas. Sepertinya pikiran dan pertanyaan serupa melintas di benak mereka, 'Sepercaya itukah Dimas membawa Dewi ke markas mereka..?' pikir mereka semua bingung. Sebaliknya, Dimas sudah membaca dan menduga kebingungan hati para sahabatnya itu. Karena Dimas melihat dari cara mereka memandang dirinya dan Dewi, saat mendekati mereka semua. "Dewi. Di depan para sahabatku. Kau katakanlah jati dirimu yang sebenarnya. Kau seorang polisi yang sedang menyamar bukan..?" bisik Dimas tajam, seraya terus berjalan ke arah para sahabatnya. "A-apa maksudmu Mas Dimas..?!" bisik Dewi terkejut bukan kepalang, saat mengetahui penyamarannya telah terbongkar oleh Dimas. "Sudahlah Dewi, mengaku sajalah agar semuanya menjadi mudah. Aku yakin tujuan misimu tak jauh dari misi kami. Kau ditugaskan u