"A-apa..! K-Kakek Bara seorang Jen-jendral..?!" Sofia dan Rudi kaget bukan kepalang, mengetahui silsilah Bara yang baru mereka dengar.Kini mereka tak lagi merasa heran, jika Bara memiliki warisan yang sangat mencengangkan mereka. Dan mereka pun menganggap uang 40 miliar rupiah dari Bara juga merupakan warisaan dari kakeknya.Hmm, sekali lagi mereka salah duga dalam hal ini. Tapi paling tidak, ini akan menghilangkan 'kecurigaan dan pertanyaan' mereka terhadap Bara, tentang dari mana Bara memiliki uang sebanyak itu."Resti anakku, Ayah dan Mamah sangat menyesal telah berlaku merendahkan Bara. Antarkanlah kami ke rumahnya Resti, agar kami bisa meminta maaf dan berterimakasih atas segala bantuan yang telah diberikannya.Kami merasa sangat malu dan bersalah padanya Resti. Kami juga akan berjanji mengembalikan uang pinjaman dari Bara secepatnya Resti," ucap Rudi dengan wajah menyesal dan penuh harap, pada putri mereka itu."Ayah, Mamah. Mas Bara telah mengatakan pada Resti tadi di rumahnya
Wushh..! Weshh..! Baghhk..! David melentingkan tubuhnya ke atas dengan cepat, setelah dia melumpuhkan satu lawannya. Dan dia pun langsung membagikan tendangan dan pukulan bertenaga dalamnya dari udara ke arah kepala kedua lawannya. Wukhs..! Wesshk..! Kedua lawannya yang masih dalam keadaan terkesima, menatap rekannya yang tak sadarkan diri segera melakukan gerakan mengelak. Kragghk..! Klasshk..! Namun mereka terlambat, tendangan David mengenai telak kepala lawannya hingga tengkorak kepalanya retak dan tewas seketika. Sedangkan pukulannya ke arah kepala lawan satunya meleset dan mengenai pundak orang itu. Namun walau meleset, tetap saja rasa ngilu, pegal, dan sesak dirasakan oleh lawannya itu. Kini mereka hanya tinggal 'one by one' di halaman dalam dekat gerbang vila itu. Lawan David itu pun menjadi nekat, kali ini dia menghimpun seluruh tenaga dalamnya. Kedua otot tangannya pun menegang keras dan bergetar. "Hiahh..!" Wesshk..! Lalu dengan gerakan cepat dia menerjang ke
"Wah..! Berkelas sekali mobilnya Mas Bara," ucap Marsha kagum, dia memang penyuka barang-barang klasik."Keren juga mobilnya Mas Bara," timpal Clara, melihat mobil antik yang masih mulus dan terawat itu."Hehe. Itu mobil warisan dari Kakek. Marsha, Clara, silahkan naik saja. Pak Tono, hati-hati di jalan ya," sahut Bara terkekeh, seraya berpesan pada supirnya itu."Baik Mas Bara," sahut Tono."Kami pulang dulu Mas Bara," ucap Marsha tersenyum, sambil melambaikan tangannya bersama Clara dari dalam mobil.Bara tersenyum membalas lambaian mereka, dan akhirnya mobil yang dikemudikan pak Tono itu pun menghilang di balik pagar rumahnya.Kini rasa sunyi kembali merayapi hati Bara,'Ibu, Ayah. Semoga kalian tenang di sana', bathin Bara. Entah untuk yang keberapa kalinya hari ini. Hati Bara selalu mengucapkan harapan dan doanya bagi kedamaian kedua orangtuanya itu, di tengah rasa sepi dan kehilangannya.Tutt ... Tuttt ... Tuttt.!Ponsel bara berdering, 'Resti memanggil'.Klik."Ya Resti.""Mas
Tin..! Tinn..!David membunyikan klakson di depan gerbang rumahnya, segera saja Ato sang satpam membukakan gerbang pagar rumah bagi tuan mudanya itu."Itu Dave Ko pulang Mah," ucap Revina pada Vivian. Serentak mereka menoleh dan tersenyum ke arah David, yang terlihat melambaikan tangannya pada mereka berdua.Ya, Revinda dan Vivian memang tengah sibuk menyiapkan angpao di teras rumah."Halo Mah, Revi. Maaf agak terlambat pulang, jalanan dari puncak dan lepas tol agak macet tadi," sapa David tersenyum pada keduanya."David, sebaiknya kau bantu Revina di sini menyiapkan angpao untuk besok. Mamah mau ke belakang dulu membantu Bi Mely dan yang lain, menyiapkan kue-kue untuk besok," ucap Vivian tersenyum senang, melihat David telah pulang dan bisa membantunya mempersiapkan perayaan besok. Dia pun beranjak meninggalkan teras menuju dapur."Baik Mah." sahut David patuh."Bagaimana Dave Ko, apakah berkas dan rekening Dave Ko sudah diambil..?" tanya Revina."Sudah Revi, berkas dan rekening suda
Sementara di kamar pribadinya.Samuel kini menggunakan gigi palsu permanen di bagian gigi atas depannya. Akibat tiga buah giginya tanggal 'dihajar' oleh orang bersarung kepala, di vilanya tempo hari.Dia juga tak berani menghubungi Marsha, karena dia berpikir Marsha telah diculik bahkan mungkin dibunuh oleh kedua penjahat bersarung kepala itu.Terakhir kali dia memang hanya bisa melihat Marsha yang sedang diseret, oleh seorang dari penjahat tak dikenal itu. Samuel juga mendengar suara meminta tolong Marsha padanya, dengan nada penuh ketakutan.Samuel berpikir tentulah kedua penjahat itu mengincar Marsha dan bukan dirinya. Karena dia merasa tak kehilangan apapun di kamar vilanya itu, dan hanya Marsha yang dibawa pergi oleh kedua penjahat itu.Dan Samuel sendiri baru bebas dari ikatan tubuhnya di kursi keesokkan harinya, saat penjaga vilanya datang dan curiga melihat pintu vila yang terbuka lebar pagi harinya.'Pasti Marsha memiliki masalah, dengan orang yang menyuruh kedua penjahat itu
Ya, ajian tertinggi yang dikeluarkan Dirga selama ini adalah aji 'Rajeg Wesi', yang dikombinasikan dengan jurus 'Trenggiling' miliknya. Sehingga dari situ lahirlah julukan 'Trenggiling Siluman' yang melekat pada dirinya.Aji 'Rajeg Wesi' sendiri adalah semacam ilmu kebal, yang membuat seluruh tubuh Dirga menjadi keras bagai besi dan kebal bacokan senjata tajam, bahkan tahan oleh lesatan peluru sekalipun.Dan jika ajian itu dikombinasikan dengan jurus Trenggiling miliknya, maka hasilnya akan sangat mencengangkan. Karena dengan kombinasi itu, Dirga mampu membuat semua lawan-lawannya tewas dengan tubuh berlubang-lubang. Bagai di bor dengan mata bor baja sebesar tangan, kaki, bahkan kepala Dirga. Ngeri..!Untuk tenaga dalam, masih belum ada taksiran pasti dari kekuatan puncak tenaga dalam si Dirga ini. Dia begitu pandai menyembunyikan kekuatan tenaga dalam yang sesungguhnya. Yang pasti selama pertarungannya di level Area, Dirga sama sekali belum pernah terlihat mengeluarkan tenaga dalam p
"Kenapa hanya Marsha..?" tanya Bara seperti pada dirinya sendiri."Itulah yang membuatku bingung Bara. Apakah karena Marsha telah memenangkan taruhan 1 triliun itu, atau ada hal lainnyakah..? Aku benar-benar dibuat bingung dalam hal ini Bara," sahut David, yang juga bingung sendiri."Namun apapun itu, sebaiknya kita mulai menjaga Marsha sebisa mungkin David.""Benar Bara. O iya, ada satu hal lagi Bara. Para penghadang itu mengenakan seragam hitam dengan simbol Harimau Besi di dada kiri pakaian mereka Bara," cetus David, teringat akan hal itu."Hmm. Harimau Besi ya. Lalu senjata api jenis apa yang mereka pakai David..?" gumam Bara bertanya."Aku kurang paham dalam hal itu Bara. Aku ragu saat hendak mengambil salah satu senjata api itu sebagai bukti. Tapi sepertinya itu termasuk senjata otomatis Bara," sahut David."Hmm. Aku akan coba menyelidiki ini lebih lanjut David. Sepertinya ada sesuatu yang perlu kutanyakan pada warga sekitar tempat tinggalku nanti," ujar Bara.Ya, Bara seperti m
"Mas Bara, apakah David sudah cerita sama Mas soal kejadian di vila waktu itu..?""Iya Marsha, dia sudah cerita padaku kemarin di rumahnya. Yang aku herankan kenapa kamu bisa di jadikan target oleh mereka Marsha..?""Aku sendiri tak tahu Mas Bara. Dalam beberapa hari terakhir ini Marsha juga terus berpikir dan bertanya-tanya soal itu Mas.""Ahh..! Marsha, sebaiknya untuk sementara waktu kau jangan tinggal di rumah dulu. Sepertinya mereka dan kelompoknya akan terus berusaha mencari dan menculikmu, entah dengan alasan apa.""Sepertinya memang sebaiknya begitu Mas Bara. Marsha sendiri sudah memutuskan untuk berhenti dari profesi yang Marsha geluti selama ini. Marsha akan ikut bisnis Mas Bara dan David saja nantinya ya. Hehe.""Hahaa, Marsha. Aku dan David saja belum berfikir ke arah bisnis saat ini. Statusku dan David kan masih narapidana saat ini. Walau kami bebas pergi kemana kami suka, tapi tetap saja kami belum bebas sepenuhnya dan masih terikat oleh pihak penyelenggara kompetisi.""
"Benar Guru. Sesuatu yang berharga pastilah banyak yang mengincarnya," sahut Chen Sang pelan. "Chen Sang, kita bermeditasi disini hingga 'pusaka' itu turun. Apapun yang akan terjadi nanti tetaplah bermeditasi, gunakan perisai tenaga dalammu saat badai datang. Hilangkan ambisi mendapatkan 'pusaka' itu, namun tetaplah berharap pada kemurahan-NYA," ujar sang Guru Tiga Aliran memberikan arahan terakhirnya pada Chen Sang. "Baik Guru..!" sahut Chen Sang patuh. "Dan ingat Chen Sang..! Saat badai mulai mereda, kita harus mengakhiri meditasi kita. Lalu berusahalah menggapai 'Pusaka Langit', yang telah melayang di atas pusat cekungan melingkar ini," sang Guru berbisik dengan suara pelan namun tajam. "Chen Sang paham Guru." Sosok guru dan murid itu akhirnya duduk bersila, lalu bermeditasi dengan posisi teratai. Selama 2 jam lebih sudah ke tiga sosok di tepian cekungan, yang berada di lembah pegunungan Kunlun itu bermeditasi. Hingga ... Scraattzz..! Jlegaarhhss..!! Sebuah kilatan besar
"Lapor Jendral..! Misi sudah dilaksanakan. Enam buah roket telah ditembakkan. Dan satu orang di antara mereka sepertinya sudah tewas Jendral..!" "Bara..?!" seru Graito bertanya."Maaf, bukan Jendral..!" sahut pelapor. "Lalu empat helikopter yang lainnya..?!" tanya sang Jendral, seraya menatap tajam sang pelapor. "Empat helikopter kita meledak hancur oleh pukulan Bara, Jendral..!" "Wesh..!" Praaghk..!! Sang pelapor pun langsung tewas di tempat, dengan kepala pecah. Di hantam pukulan bertenaga dalam sang Jendral. Dua orang lain di samping pelapor otomatis melangkah mundur seketika. Sadis..! "Keparat Bara..!! Kau selalu membuatku rugi..!" teriak kalap sang Jendral. "Mana Pandu..?!" seru sang Jendral, pada dua orang lainnya. Sepasang matanya mendelik berkilat kemerahan. "He-he-helikopternya juga jatuh Jendral." sahut seorang di antara mereka. "Dari sisi mana kalian menyerang..?!" "Da-dari arah depan markas Jendral."Braaghk..!! Kini meja teras yang lagi-lagi hancur oleh sepaka
"Bangsat kau Bara..!" Slaph..! Byaarshk..! Pandu melesat keluar dari helikopter yang hilang kendali tersebut. Bara melihat sosok merah keemasan melesat keluar, dari helikopter yang hendak hancur masuk ke lembah itu. 'Pandu..!' gumam bathin Bara. Namun saat dia hendak melesat mengejarnya, "Gatott..!!" samar-samar terdengar teriakkan keras para sahabatnya, menyeru nama Gatot di bawah sana. Bara pun urung mengejar Pandu, dan melesat kembali ke markasnya dengan secepat mungkin. Slaphh..! Taph..! Bara mendarat tepat di sisi para sahabatnya, yang telah berkerumun cemas pada kondisi Gatot. Nampak jelas kini oleh Bara, sosok Gatot yang tengah terkapar tak sadarkan diri. Dada Gatot nampak membiru, dengan darah mengalir dari mulutnya. 'Luka dalam yang teramat parah..!' bathin Bara sesak dan sedih sekali. "B-bara..! A-apa yang harus kita lakukan..?!" seru gugup bergetar Sandi. Dan semua sahabat pun kini menatap Bara, seolah menanti keputusan cepat dari Bara. Karena mereka semua tak a
"Teh manis opo..? Gundulmu kuwi..! Bikin sendiri sana..!" seru bi Tarni sewot. "Ya Bibi, Gatot kan mau pulang nanti Bi. Bikinin ya, teh bikinan Bibi kan yang paling pas di lidah. Hehe," celetuk Gatot terkekeh. "Huhh..! Gombiall..!" sungut bi Tarni, seraya beranjak kembali ke dapur. Bara cs melanjutkan obrolannya, sambil makan gorengan buatan bi Tarni. Sungguh suasana yang menyenangkan di pagi itu. Namun...Wrrngg..! Wrŕenngg..!! Secara tiba-tiba dari ketinggian, turun dengan cepat 5 buah helikopter ke arah markas Bara. Kumpulan helikopter itu terbang dalam keadaan melintang berbaris. Pada ketinggian sekitar 80 meter di atas tanah, dengan sisi-sisi pintu nya telah terbuka menghadap ke depan vila. Nampak RPG-32 telah disiapkan pada posisi siap meluncur. "Tembak..!!" Pandu yang memimpin langsung penyerangan, langaung memberikan perintah tembak. Swassh..! Swaassh ..! ... Swaassh..!! Enam buah roket langsung melesat cepat ke titik target di markas Bara. "Awass..! Semuanya..!! Han
"Resti..!" Seth..! Tiba-tiba saja sosok Revina melesat masuk, dan memalang di antara tubuh Resti yang tertarik maju. Plakh.! ... Plakh..!!Dan Revina langsung menampar keras pipi Evan bolak-balik 3 kali. "Arrkksgh...!! Kurang ajar kau Rrevina..! Kau selalu menghalangiku..!" Evan berteriak keras kesakitan. Pipinya terasa panas berdenyar, dengan kuping berdenging, dan mulutnya terasa asin berdarah. Warna merah lebam segera menghias kedua pipi Evan, yang nampak mulai membengkak. "Kau yang Bajingan Evan..! Rupanya tempo hari aku kurang keras menghajarmu..!" seru Revina dengan mata membelalak marah, seraya menunjuk ke wajah Evan. "Hei.hei..hei..! Rupanya buruanmu galak juga Evan. Aku jadi ingin mencicipi keganasannya di ranjang..! Hahaaa..!" seru tergelak salah seorang dari teman Evan. Dan serentak kedua teman Evan itu berjalan mendekat ke arah Revina. "Resti..! Kau masuklah ke mobil. Biar kuhajar tiga pecundang ini..!" bisik tajam Revina pada Resti. "Hati-hati Vina..!" bisik Re
"Bara memang brengsek..! Dia berkata dia adalah orang bebas..! Cuih..! Jangan harap..!" seru Freedy, mengungkapkan kekesalan hatinya. "Freedy, apakah benar Bara berkata begitu..?!" seru sang Jendral, yang mendengar seruan marah Freedy. "Benar Jendral." "Hmm. Pemuda licik itu benar-benar tahu posisinya saat ini Freedy..!" seru Graito. "Maksud Jendral..?!" seru Freedy kaget. Setelah mendengar sang Jendral seolah membenarkan ucapan Bara yang telah bebas. "Freedy, buka nalarmu..! Saat ini posisi kita dalam pengintaian pihak kepolisian. Dan aku mencurigai ada kerjasama antara pihak Bara cs dengan kepolisian, untuk menyelidiki serta membekuk kita. Karenanya kita tak mungkin mengajukan laporan pencabutan jaminan kita atas dirinya. Karena telah terjadi pergantian pejabat tinggi di kepolisian saat ini. Jika kita nekat melaporkan juga. Maka kemungkinan pihak kepolisian malah akan memeriksa kita, sehubungan dengan penjaminan yang kita lakukan. Benar-benar 'culas' si Bara ini..!" seru sa
"Haishh..! Dasar wong gemblung.! Lagi bahas Non Marsha malah ngomongin makanan," sentak bi Tarni kesal pada Gatot. Segera ia melepaskan pelukannya dari Gatot, seraya mengusap air matanya. Lalu dia pun berbalik melangkah kembali ke dalam vila, tanpa menoleh lagi. Tentu saja bi Tarni hendak membuatkan masakan terenak, khusus buat 'tuyul dapur'nya itu. "Lho..?! Salah saya di mana Bi Tarni yang cantik..?" protes Gatot, sambil memasang wajah bingung.Ya, dibalik sikap jutek bi Tarni pada Gatot, sesungguhnya dia sudah menganggap Gatot bagai ponakannya sendiri. Para sahabat lainnya hanya tertawa saja, melihat adegan rutin cekcok Gatot dan bi Tarni itu. Mereka pun akhirnya berkumpul dan ngobrol di teras vila dalam suasana yang penuh kekeluargaan. *** Dua hari kemudian. Sang Jendral sedang termenung di 'ruang rahasia'nya. Tampak emas batangan bertumpuk-tumpuk membentuk sebuah gunungan setinggi 3 meteran. Beberapa brankas besi pun tampak berjajar, di sekitar ruangan yang luas tersembun
"Terimakasih Mas Bara, Mas Dimas, Mas Gatot, Mas David, Mas Sandi, Brian, dan semuanya. Kalian memang sahabat-sahabat terbaik seumur hidupku," ucap serak Marsha, penuh perasaan terimakasih dan keharuan mendalam. "Bukan apa-apa Marsha, kau juga kerap membantu kami semua. Istirahatlah, yakinlah hari esok pasti lebih baik Marsha," sahut Bara tersenyum menenangkan. Ditatapnya Marsha dengan pandangan penuh prihatin dan juga sayang, pada sahabat wanitanya ini. Marsha pun tertunduk, dengan buliran air mata mengalir di pipinya. Lalu dia pun beranjak melangkah menuju ke kamarnya, dengan dirangkul oleh Leonard. "Mas Bara, David, dan semuanya. Atas nama keluarga Winston Group, saya mengucapkan banyak terimakasih atas pertolongan dan penghiburan kalian. Di saat keluarga kami mengalami musibah yang menyedihkan dan membingungkan ini. Kalian datang dan memberi titik terang atas masalah kami. Dengan ini, 'Winston group' telah menganggap kalian sebagai bagian dari keluarga besar kami. Kami tak
Slaph..!! Wurrsh..! Bara membuka jalan dengan melesat keluar dari heli, seraya hantamkan pukulan jarak jauhnya dengan energi terukur, ke arah kaca jendela kamar hotel. Pyaarsshk..!! Taph!Kaca jendela pecah dan Bara langsung melesat masuk ke dalamnya. Slaph..! ... Slaph..! Tiga sahabat Bara ikut melesat cepat, dan mendarat masuk ke dalam kamar itu. "Hahh..!!" "Aihh..!!" Betapa terkejutnya Kuzma dan juga Marsha yang berada dalam kamar itu. Nampak Kuzma tengah bertelanjang dada, sedangkan di ranjang saat itu nampak Marsha yang terikat kedua tangannya di sisi ranjang. Kuzma memang sengaja mengikat Marsha. Karena Marsha kepergok nekat hendak bunuh diri, dengan cara meloncat dari jendela kamar hotel yang terbuka. Beruntunglah Kuzma melihatnya, dan menggagalkan niat Marsha. Dia pun langsung mengikatnya di ranjang. Tubuh Marsha dalam keadaan polos, dan hanya di tutupi dengan sehelai selimut setengah badan saja. Karuan Leonard yang melihat hal itu jadi murka bukan main terhadap K