Ku telusuri jalanan menuju salah satu ruangan serba putih yang masih berada di dalam kawasan salah satu rumah sakit besar di kota Jakarta. Aku tak sendiri, aku ditemani oleh seorang dokter sekaligus teman yang selama ini menemaniku. Dengan bantuan kursi roda yang ia dorong meski aku dengan keras menolaknya.
Diana, wanita berjilbab yang tampak anggun tersebut sudah ku kenal saat kami berdua bertemu di salah satu Masjid di kawasan Menteng Jakarta Pusat selepas Shalat tarawih dua tahun lalu.
Kala itu aku melihat seorang wanita yang kesulitan dalam mencari sandalnya. Berawal dari membantunya untuk menemukan sandalnya akhirnya kami berkenalan dan saling menyimpan nomor masing-masing.
Banyak yang mengatakan bahwa aku dan Diana sangat cocok bila menjalin suatu hubungan yang serius, bahkan kedua orang tuaku juga tak keberatan bila aku memilih Diana menjadi pendampingku.
“Umurmu sudah di atas kepala tiga Bi, gadis ma
“Jangan sahur sesudah waktunya, jangan berbuka sebelum waktunya”*Aku segera memasuki kamar yang sudah kami pesan tadi di bagian resepsionis. Kamar didesign menyerupai bangunan bersejarah. Hotel yang ku nilai seperti homestay ini memang berarsitektur tradisional. Ku berjalan menuju kamar mandi yang berada di samping tempat tidur yang terbuat dari kayu serta diukir dengan motif bunga.Aku segera membersihkan badanku setelah seharian berjibaku dengan berbagai aktivitas di dalam dan luar ruangan. Berendam dengan air hangat mampu melepaskan penatku dan juga sebagai sarana mengisi ulang energi ku. Air hangat serta wangi dari aromaterapi mampu menenangkan jiwaku.Kurang lebih 30 menit sudah ku habiskan waktu untuk memanjakan diriku dengan aktivitas di dalam kamar mandi tadi. Ah masalah muncul karena aku tak membawa baju ganti. Karena pekerjaan dadakan ini aku tak mempersiapkan pakaian lain. Ya
Kedua pasang manik ini saling beradu pandang. Kami berdua tak ubahnya bagai orang asing yang berada dalam satu ruangan. Begitu aku selesai membalut luka Kwon Yu Bin, tak ada satu kata pun terucap dari masing-masing kami. Kami berdua terlalu malu untuk memulai pembicaraan. Jelas aku tahu, ini memang seperti apa yang selama ini ku tahu. Yu Bin orang yang tak banyak bicara.Akhirnya aku memilih untuk menjalankan kakiku ke luar dari kamarnya. Aku juga merasa tak nyaman bila harus berlama-lama dengan pria dewasa itu. Karena aku wanita, jadi aku harus menjaga harga diriku sendiri di depannya.“Ji Won ah ... ?” aku menoleh, ketika pria itu membuka bibirnya dengan menyebut namaku. Lalu ia bangkit dan mengikuti aku dari belakang, jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Apa yang akan ia katakan padaku? Apakah ada suatu hal penting yang ingin ia katakan padaku?“Iya Pak Kwon ...” jantun
Hampir tiga puluh menit lamanya aku berada dalam sebuah ruangan yang dikhususkan untuk proses Radioterapi. Terapi radiasi ini merupakan terapi pertama yang ku jalani setelah aku memutuskan untuk menerima pengobatan pada penyakitku. Aku tak merasakan rasa sakit pada terapi yang harus kujalani selama dua kali dalam seminggu ini nantinya. Terapi penyinaran pada bagian luar tubuhku ini memang ditujukan untuk membasmi dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker di dalam otakku.Selama itu pula dokter menyarankan agar aku rileks dan tak memikirkan apa pun. Yang ku tanamkan pada benakku adalah aku ingin sembuh. Aku ingin bertahan di dunia ini, karena aku ingin menjadi lelaki yang berbahagia karena ada seorang gadis yang selalu menungguku.Setelah semua tahapan Radioterapi ku lakukan dengan dibantu Dokter Bayu, Dokter Bayu menjelaskan padaku tentang efek samping yang akan ku alami setelah proses terapi ini.Kulit gatal dan kering, rambut rontok
Malam semakin dekat menyapa tanpa kami sadari berdua, kegiatan yang awalnya hanya mentraktir kopi kini tak ubahnya bagai obrolan dengan teman lama yang baru saja bertemu. Aku baru menyadari bahwa Kwon Yu Bin ternyata pria yang hangat tak seperti yang orang katakan. Nyatanya laki-laki yang kini menemaniku mengobrol adalah lelaki yang memiliki perasaan tulus. Ia bahkan bersedia mendengarkan ceritaku yang tak jelas.Keramahan dan kenyamanan mengobrol dengan kepala editorku tak membuatku hanyut dalam buaian canda. Aku masih memiliki norma dan batasan, oleh karena itu aku segera pamit untuk undur diri ke kamarku. Ku lihat jam sudah menunjukkan waktu untuk segera memejamkan mata. Tak baik bagi wanita bila terus berlama-lama dengan lawan jenis.Yu Bin menanggapi permintaanku untuk segera istirahat karena besok pagi kita harus segera pulang ke Incheon. Tampak sangat terlihat, tubuh lelaki yang ku kenal kalem itu terlalu lelah. Apalagi
“Bu Angeline ...” sahutku membalas sapaan darinya. Mengapa aku begitu sial hari ini? Bagaimana bisa aku berduaan dengan kekasih wanita lain? Lalu apa yang akan di lakukan oleh wanita itu saat ini? Semua pertanyaan itu menyeruak begitu saja dalam pikiranku. Aku bingung dan takut bahagia caraku untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya.“Aku akan mandi, kalian mengobrol lah terlebih dahulu!” ucap kepala editorku seraya meninggalkan kami berdua yang saling menatap meski hanya lewat sambungan video call. Begitu merona wajah ini di hadapan kekasih lelaki tersebut karena aku baru saja membuka ikatan handuk yang Yu Bin kenakan.“Nona Kang ...” Bu Angeline kembali menyadarkan aku dari lamunanku. Suasana canggung kini hadir di antara kami berdua. Kami memang sering bertemu karena beliau merupakan pimpinan di Never Webtoon, namun keadaan seperti tak pernah aku bayangkan. Menjadi wanita bajingan yang terciduk bersama
Sepoi-sepoi angin mengiringi perjalanan pulang kami ke Kota Incheon. Suasana di dalam mobil menuju Incheon kini tak segersang sewaktu berangkat ke Suwon. Kwon Yu Bin dan aku yang umumnya jarang mengobrol, kini tampak semakin akrab satu sama lain. Meski hal yang kami bicarakan bukan tentang pekerjaan, namun itu telah cukup memecah keheningannya di dalam mobil. Dan dari obrolan bersamanya, aku baru mengetahui bahwa Nyonya Park Na Ra adalah satu-satunya saudara yang ia miliki. Pantas saja bila ia begitu akrab dengan Bu Park ketika Bu Park mengunjungi Never Webtoon. Bu Park merupakan Nunna nya meski appa keduanya tak sama.Perjalanan yang awalnya membosankan namun berubah menjadi lumayan menyenangkan tersebut sebentar lagi akan usai ketika sudah memasuki jalan di mana rumahku berada. Wajah letih Yu Bin kini berubah menjadi lebih berbinar dari sebelumnya. Ketika aku hendak pamit untuk masuk rumah, ku lihat Sung Woo telah menyambut Nunna nya. Melihat Sung Woo menyambu
Mercedes Benz G Class, mobil yang membawa aku dan Yu Bin menembus jalanan Kota Icheon siang hari. Pria berwajah datar itu ikut menemaniku menuju tempat yang telah disebutkan oleh adikku Sung Woo. Aku merasa bersalah telah menerima bantuannya dalam mengantarkan aku. Aku sedikit berdosa pada Yu Bin karena tak memberinya kesempatan beristirahat dengan tenang. Bahkan ia baru saja mengemudi jarak jauh dari Suwon. Rencana mengajaknya makan harus gagal karena ia harus mengikuti aku untuk menangkap si penguntit.Bila dilihat dari apa yang Sung Woo sampaikan, semua ciri-ciri lelaki itu mengarah pada anak lelaki yang berjanji akan kembali ke Incheon 20 tahun yang lalu. Jika benar seperti yang dikatakan oleh adikku Sung Woo, apa hal pertama yang harus ku lakukan? Apakah aku akan memarahinya karena melupakan janjinya? Atau kah aku akan berlari berhamburan memeluknya?Dalam perjalanan menuju Songdo, tak ada kata yang terucap dari bibir Yu Bin. Lelaki dew
Senja yang mulai merangkak ke ufuk tak lagi indah bila salju turun begitu lebatnya. Hatiku bagai terombang-ambing tak tentu arah. Aku menyadari kesalahanku padanya, namun mengapa ia harus berlebihan seperti ini padaku? Aku suka perhatiannya, dan aku nyaman pula selalu ada di dekatnya. Namun bila harus seperti ini, sungguh ini berat buatku.“Pak Kwon kurasa Anda sudah berlebihan padaku!” tegurku padanya. Sejak perkelahian yang terjadi antara aku dan dia, ia lebih memilih untuk membungkam mulutnya ketika ia mengantarkan aku pulang.“Baiklah ... mulai saat ini dan seterusnya aku tak kan pernah ikut campur masalahmu lagi!” Ia marah, sangat marah hingga membanting pintu mobilnya setelah pria Chaebol itu mengantarku di depan pintu rumahku.Aku tak menyangka bila emosinya akan meledak seperti itu, baginya aku ini apa hingga ia berkata-kata dengan nada tinggi seperti itu? Aku bahkan tidak memintanya untuk
Seperti hakekatnya, sesuatu yang telah berakhir pasti telah selesai. Begitu pula penantian panjangku selama kurang lebih dua puluh tahun selama ini. Bukan perkara mudah menjadi seorang yang selalu menunggu datangnya musim salju yang turun. Kini bukan hanya musim salju yang telah berakhir, namun sebuah musim yang menghangatkan datang memeluk ragaku. Iya, musim semi.Bunga-bunga kini mulai tumbuh seiring berjalannya waktu. Cherry blossom yang awalnya meranggas karena musim gugur kini mulai menampakkan wujud indahnya. Bahkan seperti Azalea yang beberapa hari gersang kini mulai tumbuh daun-daun kecil serta kuncupnya.Kota Incheon yang awalnya terasa dingin menusuk hingga ke rongga tulang, kini berangsur-angsur mulai hangat sehangat mentari pagi, bahkan di beberapa hari ini prakiraan cuaca ku dengar cukup bersahabat dengan kami.Menjadi istri dari seorang CEO Never Webtoon tak membuatku harus bermalas-malasan. Aku masih menjalani aktivitas lamaku yakni menggamb
Aku duduk termenung di sebuah kamar hotel yang sudah ku pesan untuk bermalam selama aku tinggal di negara khatulistiwa ini. Setelah prosesi pemakaman dari seorang yang sangat penting bagiku, salah satu keluarga Abi mengantarkan aku ke hotel ini. Meski ini merupakan kali pertama kami bertemu, namun keluarga Abi sangat baik padaku. Mereka bahkan tak menyangka bahwa sang putra yakni Abi memiliki sahabat di masa lalu ketika mereka tinggal di Incheon.Dengan keras aku menolak permintaan keluarga Abi agar aku tinggal sementara dengan mereka selama aku di Indonesia. Pun sama halnya dengan Diana. Wanita yang belakangan ku ketahui merupakan calon istri Abi tersebut berusaha meminta agar aku tinggal dengannya. Aku tak ingin merepotkan mereka semua. Mereka sudah cukup berduka dan aku tak ingin memperburuk keadaan.Melihat dari ketulusan dan keikhlasan Diana lah hatiku terasa tergerak untuk ingin mengenal lebih jauh dokter wanita tersebut. Ia bahkan rel
Tubuh lemas lelaki itu kini dibawa oleh beberapa petugas kesehatan ke sebuah ruangan khusus. Karena aku tak mengenal tempat dan negara ini, aku hanya mengikuti langkah kaki Diana dan orang-orang yang membawa tubuh lemah Abi. Air mataku tak berhenti bercucuran, entah sudah berapa lama aku tak menangis hingga seperti ini. Aku merasa takut, sangat takut dia pergi meninggalkan aku untuk selama-lamanya.Masih segar dalam ingatanku, belum sampai satu jam saat kami duduk berdua menikmati pemandangan sore hari. Aku sedikit lelah setelah melakukan perjalanan jauh dari Incheon ke kota Jakarta. Lalu aku menyandarkan punggungku ke bangku taman yang masih berada dalam kompleks rumah sakit. Aku menemani Abi menikmati suasana menjelang senja.Mungkin senja ini merupakan senja Pertama dan terakhirku menemani Abi. Tak berapa lama Abi tidak sadarkan diri, aku menjerit-jerit dengan histeris memanggil petugas medis yang berada tak jauh di lokasi kami berada saa
Ku berjalan menelusuri setiap jengkal bangunan tempat Abi dirawat. Perasaanku berkecamuk semenjak aku menginjakkan kakiku di bandara. Perasaan sedih, sesal, kecewa melebur menjadi satu. Aku mengikuti langkah kaki Diana dari belakang. Wanita itu akan membawaku menemui pria malang tersebut. Ku rindu senyum manisnya yang dulu, ku rindu kata-kata manisnya yang dulu.Dari luar jendela kaca ku lihat sosok lelaki yang tengah berbaring tak berdaya. Aku mencoba menguatkan diriku sendiri untuk masuk guna menemui Abi. Diana memohon padaku agar aku tak menangis di hadapan Abi nanti. Bahagia bisa aku tak menangis? Bahkan saat ini juga aku tak mampu menahan air mataku yang jatuh begitu saja.Meningioma adalah penyakit yang diderita Abi. Meski aku tak seberapa paham akan penyakit ini, namun dari penjelasan Diana aku bisa menyimpulkan bahwa Abigail kehilangan Indra penglihatannya disebabkan oleh sel tumor yang menekan syaraf di otaknya. Karena
Sepasang tangan anak manusia masih melingkar erat di pinggangku. Si empunya tangan masih terlelap saat aku membuka mata. Baru kali ini aku melemparkan diri tidur dengan laki-laki dewasa, meski tak terjadi sesuatu padaku namun aku merasa malu. Apalagi saat Yu Bin nanti bangun, apa yang harus aku katakan pada dia? Akankah aku mengatakan bahwa aku nyaman tidur saat ia peluk? Atau kah aku akan berterima kasih padanya karena akhirnya aku bisa tertidur saat perasaanku tak tentu arah.Hah ... sebelum ia bangun, aku harus cepat-cepat meloloskan diri dari rengkuhannya. Aku terlalu malu hingga tak bisa berkata apa-apa saat ia bangun nanti.Aku mencoba melepaskan diri dari kedua lengan pria tersebut, pelan-pelan ku beranjak dari tempat tidurku. Aku ingin segera menuju kamar mandi guna merapikan tampilan ku yang sedikit berantakan. Setelah Kwon Yu Bin mengizinkan aku untuk bertemu dengan Abi, aku berniat untuk segera bersiap-siap dengan ke
Perasaan yang sudah lama ku jaga, kini tak bisa lagi ku bendung. Tembok yang membatasi antara kami berdua, kini seakan runtuh seketika karena digerus oleh gelombang duka.Abi, begitu sapaan ku padanya anak lelaki yang menjadi alasan mengapa aku harus menunggu datangnya salju pertama sedang berjuang melawan penyakitnya. Dan Diana, wanita yang kini berstatus menjadi istrinya memohon padaku agar aku bisa datang untuk menyemangati Abi.Lalu bagaimana caraku agar Kwon Yu Bin mengizinkannya aku? Bagaimanapun juga pria itu kini berhak tahu atas apa yang akan aku lakukan. Bukan hal mudah mengatakan pada direktur ku tersebut, melihat ia saat ini menjabat menjadi kekasihku akan cukup sulit meminta izin darinya.“Oppa apa yang harus Ku lakukan?” tanyaku padaku, saat ini ia memang sengaja mengantar aku pulang. Meski aku bersikeras ingin melanjutkan pekerjaanku di kantor, nyatanya pikiranku entah berpeluang ke mana? Konsentratku terpec
Mengapa jantungku berdebar ketika hendak menemui wanita yang berparas anggun tersebut? Siapa sebenarnya dia? Lalu untuk apa dia berniat menemui ku? Karena tak ingin membuang waktu demi sebuah rasa penasaran, ku putuskan untuk segera menghampiri wanita cantik tersebut. Mataku menelisik ke seluruh penampilannya dari ujung rambut hingga kaki berharap menemukan jawaban siapakah dia?“Annyoeng Haseyo ....”Wanita itu menoleh ke arahku, ratapan matanya tertuju padaku, seolah mengisyaratkan ada hal yang sudah tak sabar ingin ia segera katakan padaku.“Apakah kamu Nona Kang Ji Won?” tanyanya padaku dengan bahasa Korea yang sedikit beda dari aksen kami. Mungkin ia baru saja belajar bahasa Korea sebelum ia tiba di negara ini.“Iya ...” aku menjawab pertanyaan darinya dengan nada se ramah mungkin agar tak menyinggung tamu yang berasal dari jauh ini. Meski aku tak mengenalnya,
Lengkap sudah bukan kebahagiaanku? Bila orang melihatnya pasti akan sangat iri dengan apa yang terjadi padaku. Namun apakah aku merasakan hal berbeda dari biasanya. Malam pertama di rumah Yu Bin tak banyak ku habiskan untuk mengerjakan apa pun. Aku bahkan tak memiliki ide untuk ku tuangkan menjadi sebuah karya. Aku bahkan menyayangkan sikapku, kenapa aku tak memanfaatkan fasilitas yang Yu Bin berikan padaku?Bahkan untuk pergi bekerja seperti pagi ini, aku harus mendapatkan ijin dari pria itu. Ini merupakan kali pertamaku berangkat bekerja diantar oleh kekasihku. Aku masih ingat kalimat yang Kwon Yu Bin katakan padaku sebelum kami memutuskan untuk tidur.“Kini waktunya kita membentuk sebuah hubungan yang didasari oleh AKU dan KAMI yang melebur menjadi KITA,” maksud dari perkataan Yu Bin tersebut mungkin menginginkan aku selalu bersamanya.“Rasanya sedikit aneh, pergi bekerja untuk pertama kalinya bersam
Rona kebahagiaan tak henti-hentinya tergambar dari wajah rupawan milik Kwon Yu Bin. Lelaki pendiam itu kini telah berstatus menjadi pria milik wanita yang tak lain dan tak bukan aku. Pria yang biasanya menampakkan wajah tanpa ekspresi apa-apa, kini semakin tampan dari sudut pandangku.Apalagi ia menyatakan padaku bahwa ia sungguh menyesal meninggalkan aku tanpa kabar apa pun. Kwon Yu Bin mengatakan juga bahwa alasan sebenarnya ia menghilang bukan untuk menghindari aku. Secara kebetulan ada tugas yang harus ia kerjakan bersama ayahnya. Dan mungkin dia akan sering pergi ke sana lagi karena saat ini lelakiku tersebut sudah tak bekerja di Never Webtoon kembali.Untuk masalah menikah, itu hanya ancaman dari Yu Bin saja. Pria tampan dan memesona tersebut masih bersabar dengan niatnya. Ia tak ingin terburu-buru dalam menghadapi aku. Karena sejatinya Yu Bin bukan tipe orang yang tak memedulikan pendapat orang. Ia bahkan menawarkan pada