"Oke, tapi ini ada beberapa kali panggilan dari Heru. Yakin kamu gak akan ambil?"
Sarah terdiam, terkejut mendengar ucapan Nirmala soal panggilan dari Heru. Pikirannya kembali berkecamuk dalam tanda tanya yang bercokol dalam pikiran. Ada apa lagi laki-laki itu?
"Besok pagi saja mbak, ini sudah jelang magribh. Aku harus bimbing anak-anak."
"Ya sudah, apa perlu mbak angkat kalau Heru telepon?" tanya Nirmala.
"Nggak perlu mbak, biarin aja. Ngapain juga dia menghubungi? Dia kan sudah menjatuhkan talak mbak, jadi sudah bukan siapa-siapa aku lagi."
"Tapi talak satu masih bisa segera ditarik lho," ucap Nirmala.
Nirmala terus membujuk Sarah, tapi Sarah kuat pendiriannya hingga Nirmala pun menyerah. Nirmala menyimpan ponsel Sarah.
"Asyik bener teleponannya."
Suara Anto membuyarkan lamunan Nirmala, Nirmala tersenyum lalu menghampiri suaminya yang baru saja pulang.
"Maaf mas, ini ponsel Sarah ter
"Terima kasih ya mba, aku sudah kaget ponselku di mana ternyata tertinggal di rumah mba," ucap Sarah."Iya sama-sama. Lain kali hati-hati, maaf juga aku baru bisa antarkan biasa nunggu waktu yang pas ini sekalian beli keperluan baby.""Padahal gak usah repot-repot mbak, aku ambil ke rumah cuma ini nunggu ibu dulu lagi pengajian.""Tadinya mau begitu, tapi pengen sekalian ketemu. Aku harus memastikan kamu baik-baik saja kan?" tanya Nirmala."Alhamdulillah, mbak. Ya sedikit syok itu wajar ya mbak karena mungkin setidaknya ada harapan untuk bisa bertahan dengan Mas Heru tapi ternyata Mas Heru yang sudah tak mau lagi.""Kata siapa?"Seketika sebuah suara mengejutkan Nirmala dan Sarah, keduanya menoleh ke arah sumber suara."Mas Heru ... ." lirih keduanya.Nirmala dan Sarah saling memandang, kedatang Heru membuat mereka saling menautkan kedua alisnya."Kayaknya aku harus segera pergi nih, ditunggu Mas
"Mas ....""Sarah ...."Sekalinya bicara malah barengan dan membuat mereka semakin tersipu malu. Mendadak Sarah mengingat masa lalunya saat pertama kali bertemu dengan Heru beberapa tahun yang lalu.Bayangan Sarah melayang di masa itu, di mana dia mengenal sosok Heru yang sangat baik. Sungguh masa yang tak pernah bisa ia lupakan, disaat dirinya sendiri tanpa orang tua lengkap, Tuhan seakan mengirimkan Heru untuk menemani hidupnya."Mau kah kamu menikah denganku?" tanya Heru kala itu."Mas, apakah kamu yakin?" tanya Sarah."Tentu saja, aku yakin untuk menikahimu.""Tapi mas, aku ini yatim piatu tinggal sendiri. Bahkan orang tuamu tak menyukaiku. Aku gak mau mas menikah tanpa restu orang tua.""Sayang, ini hanya soal waktu saja. Aku yakin kamu bisa membuat mama jatuh cinta sama kamu seperti aku yang jatuh cinta sama kamu."Sarah tertunduk, harapan Heru terlalu besar. Ia ingat betul ketik
"Sarah, masih kah kamu mencintaiku?" tanya Heru.Bibir Sarah seakan mendadak kelu, ia tak sanggup bicara apapun. Hatinya bergejolak, tapi takut. Sarah meraba hatinya, getaran itu masih sama tapi apa mungkin akan merubah semuanya? Sarah menimbang rasa agar semua bisa diputuskan dengan baik. Heru menunggu jawaban Sarah dengan gusar."Kenapa mas bertanya hal itu?" tanya Sarah menatap kedua netra Heru.Heru menghela napas, pandangannya ia tundukan karena hatinya masih bergetar ketika melihat kedua netra Sarah. Ia terlalu ceroboh ketika serta merta menjatuhkan talak pada Sarah hanya karena merasa ingin menguasai Nirmala lagi.Pikirannya jauh mengingat betapa pengorbanan Sarah padanya sungguh tak bisa dihitung dan artinya tak perlu seharusnya Heru bertanya hal itu karena semua yang dilakukan Sarah itu semata-mata karena cinta.Sarah mau diajak menikah siri, menjadi istri simpanannya, dihina dan direndahkan oleh mamanya bahka
"Saya dengar kemarin Heru datang ke rumah kamu untuk mengajak rujuk setelah talak yang diucapkannya, tapi kamu menolaknya. Apa alasan kamu melakukan itu?"Sarah yang sejak tadi menunduk mendadak mengangkat kepalanya dan mengarahkan pandangan ke arah Mama Ratih yang sedang menatapnya hingga tatapan mereka pun bertemu. Bibir Sarah seakan mendadak kelu, tak bisa berucap apapun. Jadi ini soal ajakan rujuk Heru."Apa karena saya kamu menolaknya?" tanya Mama Ratih."Apa yang mendasari mama menjadi baik pada saya dan kecewa dengan penolakan rujuk dari saya?" tanya Sarah bergetar.Mama Ratih terdiam, tentu ia menyadari sikapnya yang berubah pada Sarah saat ini, ia tahu apa yang sudah sering ia lakukan adalah memojokannya, menghina dan merendahkannya. Kesalahan yang sudah Mama Ratih buat bahkan hingga menyuruh orang membakar rumah Sarah tentu sebuah hal yang tak bisa membuat Sarah percaya begitu saja.Mama Ratih menarik napas panjang
Adakalanya memang dalam hidup rasa sabar itu perlu ditimbun hingga tak terhingga, karena kehidupan ini tak pernah terlepas dari setiap ujian dan tantangan maka menghadapinya perlu rasa sabar yang luas.Tak ada kehidupan yang terlepas dari ujian, karena hal inilah yang akan mengangkat derajat manusia di mata Tuhannya, sejauh mana ia bisa menghadapi setiap ujian dalam hidupnya.Nirmala menikah dengan Heru, semula tampak biasa saja hingga akhirnya Nirmala menemukan hal yang sangat membuat hidupnya hancur. Bagaimana tidak, ia sama sekali tak pernah membayangkan lelaki yang menikahinya berkhianat sejauh itu dengan perempuan yang ternyata mantan istrinya.Hancur tak berbentuk kondisi hati Nirmala, meski kekuatan mertua alias orang tua Nirmala yang merasa memiliki hutang budu pada Nirmala berada dalam genggamannya, tapi hati Heru tetap saja sudah berpaling dan menduakan hati yang Nirmala berikan utuh untuknya.Nirmala mencoba bertahan tapi tida
Meninggalkan sejenak kebingungan yang dihadapi Sarah akan ajakan rujuk Heru yang mendadak hanya beberapa hari setelah talak diucapkan dan kata maaf yang mengalir dari mulut Mama Ratih.Ada kisah lain yang membuat Nirmala kembali mengingat akan peristiwa yang lalu, di mana sang kakak Nilam membantu menjauhkan Heru dan Sarah ketika Sarah membutuhkan banyak darah dan Kak Nilam mendonorkan darahnya."Kakak hanya berusaha untuk membantu kamu mempertahankan rumah tanggamu," ucap kak Nilam.Nirmala menghela napas, ia seakan ragu saat itu dengan usaha sang kakak. Entahlah, hatinya sungguh sudah tak bisa berpikir soal perasaan Heru. Melihat Heru mati-matian menyelematkan Sarah maka Nirmala tahu cintanya sangat brsar untuk Sarah."Kakak gak tahu jika ternyata semua itu pada akhirnya tetap membuat Heru masih menyimpan nama Sarah," lanjut Kak Nilam."Aku tahu kakak sangat peduli padaku, tapi aku mohon jangan libatkan diri kakak dalam ma
"Hah ... Apa ...?"Terdengar bunyi terkejut dari dalam diri Mas Ikhsan, Nilam menutup ponselnya seketika. Ia tak peduli bagaimana reaksi Mas Ikhsan setelah ini."Kenapa mas, kok kaget gitu?" tanya Nilam."Ya tentu saja kaget, kamu gak bilang-bilang mau datang. Mas keburu pergi nih, tapi kalau kamu mau nunggu tunggu saja di ruangan Mas ya.""Masih lama?""Nggak tahu, ini masih meeting sih.""Ya sudah, aku pulang saja. Makanannya aku simpan di meja kamu ya mas.""Oke, maaf ya sayang."Nilam tak membalasnya hanya menganggukan kepala yang tak terlihat oleh Ikhsan, akhirnya Nilam pun pergi, tapi instingnya masih dipengaruhi pikiran negatif. Ia segera membuka aplikasi pelacak dan melihat keberadaan suaminya yang ternyata ada di sebuah restoran, bergegas ia menuju tempat itu.Menyusuri area parkir tak ada mobil Ikhsan di sana, Nilam ragu untuk masuk mungkin pelacaknya sudah salah, dia kembali
"Jangan menyangkal dan pura-pura mas, aku tahu semuanya. Semuanya."Nilam menegaskan kalimat akhir dengan penuh penekanan seolah ingin memberitahu pada Ikhsan kalau dirinya benar-benar lelah dengan semua keadaan ini. Ikhsan sudah melukai hatinya, menghancurkan kepercayaannya hingga nyaris takbada lagi rada itu untuknya."Jangan ngawur. Apa yang kamu pikirkan selama ini," ucapnya.Nilam menatap wajah suaminya yang memang terlihat heran dan tak mengerti dengan maksud ucapan Nilam."Siapa perempuan itu?" tanya Nilam.Bukan menjawab, Ikhsan malah tertawa terbahak hingga membuat Nilam aneh dan semakin tak mengerti dengan sikap suaminya itu."Dia, cuma teman lama. Aku bertemu dia saat selesai meeting, lalu kami ngobrol ya hingga larut dalam kisah lama yang sudah pernah terjalin tapi kandas, semua tak seperti yang kamu kira sayang," ucapnya.Nilam menatap dalam kedua bola mata suaminya itu, ia memastikan tak ada
Suasana sudah begitu ramai, Bu Wati senang akhirnya Sarah akan segera resmi menikah kembali dengan Heru, perjalanan panjang dan tak mudah sudah dilewati Sarah. Penantian dan kesabaran Sarah akhirnya berbuah manis, sempat ragu tapi akhirnya Sarah mantap kembali menerima Heru dalam hidupnya. Rasanya merasa bersalah telah membuat Heru menunggu padahal mereka bisa segera menikah kembali, tapi perlu waktu untuk Sarah menerima Heru, ketakutan akan masa lalu selalu membayanginya. Bagaimanapun Heru pernah membuatnya kecewa dengan meninggalkan Sarah seorang diri di rumah sakit lalu pergi entah kemana hingga Sarah harus tinggal di panti ini. Kebahagiaan itupun hadir dalam hati Nirmala, perempuan yang dulu pernah disakiti oleh Satah tapi mampu memaafkan dan berbesar hati menerima kehadiran Sarah dalam hidupnya bahkan mereka jadi sangat akrab sejak Sarah berhijrah menjadi lebih baik, tak ada yang tak memuji Nirmala yang bisa menerima mantan madunya bahkan mantan istri simpanan suaminya dulu, ba
"Kenapa harus menepi sejenak?" tanya Heru di ujung sana. "Mas, aku mohon. Aku perlu waktu untuk memikirkan semuanya, aku harus memutuskan semua dengan segala pertimbangan, aku gak mau gegabah soal ini. Ini menyangkut kehidupanku selanjutnya. Aku mohon Mas Heru mengerti." "Berapa lama?" "Tiga hari saja mas, tolong jangan kirim aku pesan atau apapun. Kita nanti akan tahu seberapa rindu hati kita jika tak melakukan itu, jika dalam waktu tiga hari itu aku ternyata tak bisa hidup tanpamu maka aku yang menghubungimu duluan, begitupun sebaliknya."Heru terdengar menghela napas berat, ia tak menyangka sesulit itu kembali pada Sarah padahal ia pikir bisa dengan mudah karena Sarah terlihat sangat mencintainya terbukti dari kebiasaannya mengantar makanan saat di penjara. Tapi itu saja tak cukup membuat Heru yakin akan mudah mendapatkan Sarah, dia harus berusaha lebih keras lagi. "Baiklah, aku turuti." Akhirnya kalimat itu meluncur dari bibir Heru membuat Sarah bernapas lega."Terima kasih
"Apa?" Heru terkejut mendengar ucapan Sarah, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Terus kamu jawab apa?" Sarah terdiam, Heru menunggu jawaban Sarah dengan hati tak karuan."Aku belum menjawabnya, mas. Aku bercerita tentang semua itu pada Mbak Nirmala, dia memintaku untuk beristikharah. Saat ini jujur aku gamang, aku gak tahu bisa percaya sama kamu sepenuhnya atau nggak, aku ini pernah menjadi istri kedua secara sembunyi-sembunyi, menyakiti perempuan lain bahkan kini perempuan itu seolah tak pernah merasa disakiti olehku, dia sangat baik. Tetap saja justru dengan begitu rasa bersalahku kian besar, aku takut mas." "Apa yang kamu takutkan?" Sarah menatap lelaki itu, keduanya saling menatap penuh arti. "Aku takut kamu mengkhianatiku seperti kamu mengkhianati Mbak Nirmala." Heru menghela napas berat dan mengusap wajahnya kasar. "Sarah, aku rela mengkhianati Nirmala karena apa?" tanya Heru menatap perempuan di depannya. Sarah menunduk, memang ia rasakan semua yang ter
"Mas, aku mau kita sah dulu secara agama dan negara. Tujuh tahun tanpa nafkah batin bukan waktu yang sebentar, aku tak mau melakukan ini dengan gegabah. Mungkin tak pernah ada kata talak darimu tapi saat keluar penjara kamu memilih menghampiri Mbak Nirmala dan mengacuhkanku itu pertanda kamu tak menginginkan aku lagi, mas.""Sudah aku bilang, aku menemui Kania bukan Nirmala. Menemui anakku," sanggah Heru. "Tapi kamu kecewa kan mendengar Mbak Nirmala sudah menikah lagi bahkan hidup bahagia sekarang?" Heru terdiam, Sarah menghela napas. Ia sangat takut, Heru membawanya ke sebuah villa yang cukup sepi, dia meminta untuk melakukan hubungan layaknya suami istri. Tapi Sarah menolak dengan alasan telah hilang haknya untuk itu, karena sepengetahuannya. Enam bulan saja tanpa nafkah batin maupun lahir maka sudah bisa jatuh talak jika istri tak ridho. Ini tujuh tahun selama di penjara, meski selama itu Sarah masih mengunjungi Heru, mereka masih bertemu tapi Sarah tak melihat bias cinta saat it
"Assalamualaikum, mas. Ada apa?""Waalaikumsalam, dimana kamu dek?""Di rumah mbak Nirmala, mas. Kenapa?" "Siapa lelaki itu?" TegSarah terdiam, mendadak wajahnya memerah entah pertanda apa. Nirmala mengamati wajah bingung Sarah. Apa yang dilihat Heru hingga dia marah seperti itu. "Lelaki mana mas?" "Jangan pura-pura, jelas sekali aku melihat kamu dengan seorang lelaki." Sarah menghela nafas, apa yang ditakutkannya terjadi. Sejak dulu, ia tahu sikap Heru yang gampang marah, Heru tak pernah bisa bersikap dingin terlebih jika sudah menyangkut dirinya. Nirmala mencoba menenangkan meski dia tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, hanya saja melihat raut wajah Sarah membuat Nirmana merasa mereka sedang tak baik-baik saja. Enggan ikut campur, Nirmala memilih meninggalkan Sarah seorang diri, membiarkan Sarah menyelesaikan semuanya. "Mas, jangan dulu berpikir aneh. Dia temanku, dulu kami pernah satu panti. Lalu terpisah dan kembali dipertemukan." "Teman atau teman?" Lagi, Sarah me
"Maksud kamu?" tanya Sarah.Jaka gelagapan, ia mencari paduan kata yang tepat untuk menutup sikapnya yang mendadak serba salah karena ucapannya tadi."Apakah aku tak perlu menghiraukannya lagi?" tanya Sarah kembali."Eh, tidak. Bukan begitu," ucap Jaka menjeda kalimatnya. "Gini, pernikahan itu untuk membuat kita bahagia ya setidaknya itu yang aku pegang selama ini, aku sampai sekarang belum menikah karena aku gak yakin bisa bahagia dengan perempuan lain. Kebahagiaanku ada pada seseorang yang hadir sejak dulu, seseorang yang setiap malam aku sebut namanya berharap bisa dipertemukan dengannya yang entah dimana. Aku menunggunya, karena aku yakin dia tercipta untukku. Meski nantinya akan terluka setidaknya aku tak menikah hanya karena untuk membohongi hati ini dan menyakiti perempuan lain yang jadi istriku. Jadi, menurutku ambil keputusan sesuai keyakinan hatimu," ucap Jaka.Sarah terdiam, dia seolah merasa perempuan yang ditunggu Jaka adala
Ponsel Sarah kembali berdering, dia tampak malas melihatnya tapi mendadak sumringah ketika yang menelepon bukan Heru melainkan Jaka, lelaki yang saat ini mengganggu pikirannya sejak pertemuannya tadi.Dengan segera Sarah mengangkat telepon itu."Halo, dengan Ibu Sarah Alea Putri?""Ish, apaan sih. Gak lucu," ucap Sarah seraya tersenyum.Jaka terdengar tertawa di ujung sana, Sarah terlihat malu-malu dan dia tak banyak bicara."Kamu lagi apa?" tanya Sarah."Lagi diem aja," jawab Sarah."Kamu gak nanya aku lagi apa?""Hmm ... Harus ya?""Nggak sih, cuma ya gak adil aja. Aku kan udah nanya masa kamu nggak, tapi sebelum kamu nanya aku jawab duluan deh. Aku lagi mikir mau ngajak kamu makan malam tapi takut ditolak, jadi gimana ya caranya? Kamu tahu gak caranya gimana?"Sarah terdiam, dia kini benar-benar merasakan kegamangan. Kehadiran Jaka membuat dirinya serasa berada di persi
"Tak lama kamu pindah ayahku meninggal karena serangan jantung, aku dan ibu bertahan di kampung itu hingga kami sudah tak punya apapun. Seluruh peninggalan ayah sudah habis terjual, lalu ibu membawaku ke kota ini, dia menitipkanku ke tetangga dan ibu bekerja. Aku gak tahu kerja ibu apa, yang jelas aku lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah dan si rumah tetanggaku karena ibu selalu pulang lama pergi pagi. Lalu ...."Sarah menjeda kalimatnya, dadanya seakan terasa sangat sesak bila mengingat semua perjalanan hidupnya yang tak pernah menemukan kebahagian, hanya sekejap ketika bertemu dengan Heru tapi itu pun tak lama.Jaka mencoba menenangkan Sarah dengan mendekatinya dan mengusap punggung Sarah, tapi Sarah menjauh dan menolak. Jaka terkejut, tapi ia pun kemudian maklum kini mereka sudah bukan anak kecil lagi, bahkan dari pakaiannya Sarah pasti sangat menjaga diri dari lelaki yang bukan mahramnya."Ibu pun meninggal sesaat setelah aku menikah, berun
Perlahan Sarah melangkahkan kakinya menuju ruang tamu, dari luar sudah terdengar riuh orang ngobrol tapi tak terdengar suara Heru, Sarah semakin penasaran, ia kembali ke halaman rumah lalu mengamati setiap kendaraan benar saja dari tiga mobil dan dua motor yang terparkir bukan milik Heru.Dia segera lewat pintu belakang, Sarah berpikir itu donatur yang sengaja datang menemui panti untuk memberikan langsung dananya atau untuk melihat langsung panti ini. Ya, memang suka ada donatur yang sengaja berkunjung secara langsung untuk memberikan bantuan pada panti itu."Siapa bu?" tanya Sarah begitu sampai di dalam."Biasa, dari perusahan Jaya Corp. Mereka lagi mau bikin event di panti ini, acaranya minggu depan. Itu pemimpin perusahaan sama event organizernya, coba kamu temui mereka. Ada Lina juga di sana sudah gabung, soalnya dari tadi ibu nunggu kamu.""Oh, baiklah bu."Tanpa banyak berkomentar, Sarah segera menemui mereka. Kehadiran Sarah cukup men