Suasana di ruangan itu pun menjadi sunyi, ada hawa mencekam di antara dua laki-laki yang saling berhadapan itu. Terry yang ada di ruangan itu, merasa seakan dirinya terjebak di tengah perang yang ganas.
'Oh tuhan, apa yang harus aku lakukan saat ini,' batin Terry yang terasa sangat berat bahkan untuk sekedar menggeser kakinya.
"Apa Kamu sudah tau, jika wanita itu ingin menikah dengan kamu karena wasiat dari ibunya," beber Keen.
Sebenarnya bukan maksudnya untuk menjelekkan nama Shassy, hanya saja dia tak bisa menyadari perasaannya sendiri, kalau saat ini dia tak rela mendengar Shassy yang akan bertunangan.
'Ah, apa yang aku katakan, kenapa aku harus mengatakan hal seperti ini? Apa sebenarnya yang terjadi padaku?' batin Keen yang sedang meraba hati dan pikirannya sendiri, tapi ia tak kunjung mendapatkan penjelasan pasti tentang tindakan konyolnya sa
"Pisau ini …." ujar Keen sambil menggenggam erat pisau lipat yang ada di tangannya.'Apa dia gadis itu?' batin Keen sambil memasukkan pisau tersebut ke dalam sakunya."Ada apa dengan pisau itu Kak?" tanya Dira penasaran dengan ekspresi Keen yang terlihat gelisah.Keen tak menjawab Dira yang tengah menatapnya penuh tanda tanya. Ia dengan cepat berbalik dan keluar dari rumah itu lagi.Dira dan Mamanya segera berjalan cepat mengikuti Keen dari belakang, "Keen kamu mau ke mana?" tanya tante Tiara sambil terus berusaha mengejar Keen yang kini berlari ke arah garasi dan mengambil salah satu mobil yang ada di sana."Kak!" panggil Dira.Tapi Keen tak memperdulikan semua panggilan dan pertanyaan dari mereka berdua. Ia terus saja berlari dan membawa mobil itu keluar dari halaman rumah dengan cepat. &
"Isssh," desis Keen ketika dirinya terpeleset saat menolong gadis itu, yang akan terjatuh."Ah, Om!" pekik gadis itu, ia terlihat panik."Ah, tidak apa-apa … kamu pegang senternya, ayo kita segera ke sana." Keen. Ia pun memberikan senter yang ada di tangannya pada gadis tersebut.Gadis itu segera menerima senter tersebut dan mengulurkan tangannya ke arah Keen. "Ayo Om, cepat!" ucap gadis itu sambil terus mengarahkan senter tersebut ke segala arah.Keen tersenyum kecil, melihat gadis tersebut sedang ketakutan tapi tetap berusaha sok berani. Keen lalu menerima uluran tangan gadis itu, mereka berjalan ke gua yang tak jauh dari tempat mereka sekarang."Om, gimana kaki kamu?" tanya gadis itu sambil menatap ke arah kaki Keen.
Shassy terus berlari meninggalkan rumah besar tersebut, sambil memegangi pipinya yang memerah.Ia terus berjalan di trotoar, yang ada di jalanan dekat rumahnya. Langkahnya gontai, mengigat semua yang terjadi.Bekas tamparan itu masih sakit dan ngilu, menggambarkan seberapa kuat Papa yang dulu sangat menyayanginya, hari ini akhirnya menamparnya demi seorang wanita yang telah merebut posisi mamanya—setidaknya itulah yang ada di dalam pikirannya saat ini."Selalu saja begini!" teriak Shassy dengan rasa perih yang menyelimuti hatinya saat ini.Ia terus berjalan, hingga melihat sebuah tong sampah yang ada di pinggir trotoar itu. Shassy berhenti di dekat tong sampah tersebut, ia berdiri di sana dan terdiam menatap tong sampah tersebut.
"I-itu … tidak ada, tidak apa-apa Pak Polisi," sahut Shassy dengan senyum yang dipaksakan."Kalau begitu, tolong surat-suratnya," ujar polisi tersebut beralih pada Keen.Keen pun dengan tenang memberikan surat-surat yang diminta oleh polisi tersebut. Dan setelah beberapa saat, akhirnya polisi itu mengembalikan surat-surat tersebut pada Keen. "Kalau begitu, silahkan melanjutkan perjalanan kalian. Disarankan untuk menghindari tempat sepi seperti ini, karena rawan dengan kejahatan," ucap polisi tersebut."Baik Pak," sahut Keen dengan santai.Akhirnya polisi itu pun meninggalkan tempat tersebut bersama yang lainnya."Kamu itu apa-apaan," geram Keen, yang menunjukkan perasaan asl
Di parkiran sebuah hotel … Raka yang sudah sampai di parkiran tersebut, segera keluar dari mobilnya. Ia pun menutup pintu mobil tersebut dengan kasar dan berjalan dengan cepat masuk ke dalam hotel tersebut.Langkahnya begitu tak tenang dengan wajah kaku dan rahang yang mengeras saat itu.Ia pun berhenti di depan meja setengah lingkaran yang ada di ruang pertama setelah memasuki pintu hotel bintang 5 itu."Apa ada yang bisa saya bantu Tuan?" sapa seorang wanita dengan senyum lembutnya.Beberapa karyawan hotel tersebut segera berkerumun dan mengintip Raka yang terlihat mencolok di antara pengunjung yang lain."Aku ingin tahu kamar ini," ucap Raka sambil menyerahkan ponselnya
Mata tajam Keen membuat wanita dan 10 orang yang masuk ke dalam ruangan itu pun terkejut."Cepat ambil gambar!" ujar wanita itu dengan tubuh yang bergetar karen ketakutan."Keluar!" teriak Keen.Semua orang yang notabennya adalah wartawan itu, langsung keluar dari ruangan tersebut"Bukankah itu adik kamu?" tanya Keen."Iya,"-Shassy tersenyum tipis-"Dia adik tiriku, aku tahu ini pasti ulahnya.""Tenanglah, pakai bajumu. Kita bicarakan semuanya nanti, tapi sebelum itu kita harus menghadapi para wartawan itu terlebih dahulu."Shassy mengangguk pelan ketika mendengar ucapan Keen. Keen dan
Keesokan harinya, Shassy yang baru bangun dari tidur menatap langit-langit kamarnya."Aku harus bisa mendapatkan bukti," ucap Shassy sambil meregangkan badannya.Ia pun segera bangun dari ranjangnya dan memulai aktifitas pagi seperti biasanya.Hanya saja saat ia di dalam kamar mand, tiba-tiba ada perasaan sesak menghampiri dadanya.ia pun terduduk di lantai, dengan shower yang terus membasahi tubuhnya."Hiks, hiks, hiks," Terdengar suara tangisan memenuhi ruangan itu."Kenapa seperti ini mas Raka ..., aku pikir, jika rasa sakit itu sudah hilang kemarin. Tapi kenapa saat ini aku masih sakit, kenapa?" ujar Shassy sambil terus duduk di bawah shower tersebut, meratapi apa yang ia alami. Hingga setengah jam berlalu, dan akhirnya Shassy keluar dari dalam kamar mandi.&
Shassy pun berjalan dengan santai melewati pintu utama rumah keluarganya.Sepanjang perjalanan dari hotel ke rumah itu, ia sudah menghela nafas berkali-kali, mempersiapkan dirinya untuk keadaan yang terburuk.Dan saat ia memasuki rumah tersebut, dahinya mengkerut saat melihat Keen yang sedang duduk di ruang tamu dengan santai."Shass," panggil Papanya dengan lembut.'Ada apa ini?' batin Shassy sambil berjalan mendekat dan duduk di dekat Papanya."Shass, besok kamu akan menikah dengan Tuan Keen," ujar Papanya sambil mengusap-usap punggung Shassy."Apa?" pekik Shassy dengan mata membulat menatap Papanya, kemudian ia mengalihkan pandangannya pada Keen yang saat ini sedang menyesap teh yang disediakan untuknya dengan santai."Pak, bukankah …." Shassy tak meneruskan kalimatnya ketika lirikan taj
Dua puluh tahun kemudian. Hari itu semua orang sudah repot sejak pagi, Shassy pun tak kalah sibuknya dari yang lain."Bagaimana, apa Asta sudah siap?" tanya Shassy pada salah seorang pelayan yang baru turun dari lantai dua, tempat kamar Asta berada."Hampir Nyonya, tinggal sedikit lagi," jawab pelayan tersebut dengan cepat."Ya sudah kamu cepat bantu yang lain, para tamu undangan sudah mulai berdatangan," perintah Shassy.Lalu pelayan itu pun segera pergi melakukan apa yang Shassy perintahkan."Haduh ... kenapa dia belum sampai ya," gumam Shassy sambil mondar-mandir gelisah.Lalu seseorang dari
Setelah menyelesaikan acara pernikahan dengan meriah, mereka pun kembali ke kediaman Keen."Ma, hari ini kami akan pindah," ucap Keen yang kini sedang duduk di taman belakang bersama Nyonya Tiara dan juga Shassy.Nyonya Tiara pun menghela napas panjang saat mendengar hal tersebut. "Kenapa cepat sekali?" tanyanya yang terdengar tidak rela."Kami sudah memutuskan akan pindah setelah acara pernikahan, dan aku juga sudah mengatur semuanya di sini," ucap Keen yang tetap menunjukkan tanggung jawabnya."Mama tidak bisa melarang kalian, hanya saja Mama—" Nyonya Tiara tak meneruskan kalimatnya.Shassy yang sedari tadi mendengarkan pun akhirnya menyahut, "Ma, kami akan sering berkunjung kok. Lagi pula Cakra sebentar lagi akan
Hai sahabat pembaca setia yang ter-lope!Perkenalkan aku Si Mendhut, penulis 'Salah Ranjang' kisah Si Shassy dan Mas Keenan ini.Aku mengucapkan banyak terima kasih pada kalian semua yang sudah sabar dan setia menunggu update ceritaku yang terkadang lambat. Aku sebagai penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya jika terselip kata-kata kasar di dalam novel ini. Terima kasih juga karena telah memaklumi segala bentuk kesalahan dalam penulisan novel ini yang tidak pernah aku sengaja."SUMPAH! Aku gak mungkin sengaja nyalah-nyalahin tulisan kok. Hehehe ..." Sebenarnya novel ini sudah tamat hari ini. Tapi karena permintaan beberapa pembaca, aku akan memberikan ekstra bab yang akan menceritakan kisah selanjutnya.
"Papa, mama mana?" tanya Cakra kecil sambil menatap sekitar yang terlihat remang-remang karena Keen berhasil mematikan lampu kamar tersebut sebelum Cakra datang."Apa tidak bersama kamu?" tanya Keen sambil dengan cepat memakai celananya."Papa pipis?" tanya Cakra dengan polos karena melihat Keen yang sibuk memakai celana.Keen lalu berjalan ke arah Cakra. "I-iya, tadi Papa baru dari kamar mandi lalu mendengar kamu memanggil Mama, jadi Papa terburu-buru," jawabnya dengan santai."Mama mana?" Cakra kembali pada pertanyaan semula."Mama ... oh, mama pasti sedang ke dapur," jawab Keen dengan asal sambil melemparkan pakaian Shassy ke bawah.Shassy yang sedang tengkurap di lantai pun dengan cepat mengambil pakaiannya d
Kemudian terlihat beberapa orang masuk dan segera melumpuhkan anak buah Tuan Bastomi yang ada di tempat itu.Shassy pun makin kebingungan melihat hal tersebut. 'Apa ini?' pikirnya.Lalu ia pun teringat dengan Keen yang tergeletak di dekatnya. Dengan cepat ia menarik tubuh suaminya itu sekuat tenaga dan segera memangku kepala suaminya tersebut sambil terus membelai lembut rambutnya."Mas kamu berat sekali, kamu banyak dosa pasti," ucap Shassy dengan senyum pahit dan air mata yang mengiringi kalimat tersebut.*Di sisi lain ... Terlihat Tuan Bastomi yang tengah terbaring di lantai, sedangkan Raka kini duduk santai duduk di kursi yang tadi digunakan oleh Tuan Bastomui.
Suasana di ruangan itu pun mulai kacau, beberapa tamu undangan berteriak histeris bahkan ada yang sampai pingsan saat melihat hal tersebut.Hingga akhirnya Tuan Bastomi dan beberapa orang masuk ke dalam tempat tersebut."Cepat periksa dia," perintah Tuan Bastomi pada anak buahnya sambil menunjuk ke arah calon istrinya tersebut."Maaf Tuan," ujar orang yang baru saja memeriksa keadaan wanita tersebut.Tuan Bastomi lalu mengarahkan pandangannya ke sekitar dan memakukan pandangannya pada Keen yang juga sedang menatapnya dari kejauhan. "Kurang ajar," geramnya.Lalu Tuan Bastomi pun dengan cepat melewati mayat calon pengantinnya itu dan berjalan ke arah Keen. "Kurang ajar, ini pasti ulah kamu!" teriak Tuan Ba
Tiga hari kemudian. Sore itu Keen kembali ke rumah lebih awal."Shass," panggil Keen mencari Shassy di dalam kamar mereka."Aku di balkon," sahut Shassy dari arah balkon.Keen pun segera masuk ke dalam balkon kamar tersebut, ia melihat Shassy yang tengah duduk santai di sana. "Kamu belum bersiap?" tanyanya sambil duduk di kursi yang ada di dekat Shassy.Shassy pun menatap Keen. "Andaikan aku tidak ikut, bagaimana?" tanyanya."Apa kamu takut?" tanya Keen sambil tersenyum meremehkan."Aku hanya tidak ingin ada masalah. Jika aku ke sana, kamu tahu sendiri orang tua itu pasti akan membuat masalah seperti kemarin," jawab Shassy lalu menggigi
Shassy yang mendengar hal tersebut pun hanya bisa menghela napas panjang. "Aku adalah Shassy," ujar Shassy menjawab kebingungan laki-laki terebut.Laki-laki itu pun langsung berbalik dan menatap Shassy dengan heran. "Apa maksud kamu?" tanyanya."Ya … nama asliku Shassy bukan Ana, walaupun namaku memang Shassy anastasya sih," jawab Shassy dengan santai."Lalu maksud laki-laki itu?""Ben, dia memang suamiku," jawab Shassy sambil berjalan ke arah laki-laki tersebut."Tapi bukannya Cakra itu …""Beni," panggil Shassy memotong kalimat Beni yang hampir saja keceplosan."Maaf, tapi aku pikir kamu itu …" ujar Beni yang tiba-tiba teringat sesuatu. "Ah, jangan
Semua wanita itu pun langsung menatap ke arah pisau yang ada di tangan Shassy tersebut."Lihat itu," ujar salah satu wanita itu sambil menunjuk ke arah pisau di tangan Shassy.Shassy pun langsung menyahut, "Aku baru—""Geledah tempat ini!" teriak yang lainnya.Kemudian para ibu-ibu itu pun masuk ke dalam rumah tersebut, mereka masuk ke dalam setiap ruangan dan juga ke dapur."Kamu tidak apa-apa Wen?" tanya Shassy kembali memperhatikan keadaan temannya."Sedikit benjol sepertinya, tadi digetok pakai teplon sama ibu baju merah," jawab Weni sambil mengusap usap keningnya.Shassy pun mendesah kasar. "Sebenarnya mereka itu kenapa," ujarnya kesal.