Home / Pernikahan / Salah Melamar / sesion 2 bab.10

Share

sesion 2 bab.10

last update Last Updated: 2023-06-25 22:53:24

“Mbak, Dijah gak ada hubungan apa-apa sama Mas Adam.”

“Yakin?”

“Iya, Mbak.”

“Dua orang lawan jenis bersamaan dalam satu tempat. Setan di antara kalian.”

“Kami di makam, Mbak.”

“Maka dari itu, setannya banyak, Dijah. Aku tahu kamu orang baik, tapi yang namanya manusia gak ada yang tahu.”

“Maaf, Mbak. Dijah gak akan mengulanginya kembali.”

“Sebelumnya maaf ya, Dijah. Bukannya Mbak mau ikut campur dengan hidupmu. Tapi, Mbak mohon sekali, andaipun kalian memang ada rasa, tunggu sampai kakak iparmu itu menduda. Mbak belum bisa melihat Anita diduakan. Mbak tahu sekali, bagaimana cerita mereka dulu,” ucapnya.

“Dijah juga gak pernah berpikiran untuk menjadi yang kedua, Mbak. Dijah juga belum berpikiran jauh kesana. Nama Mas Ammar masih terukir jelas di hati Dijah.”

“Ya syukurlah, Dijah. Mbak Cuma kasihan sama Anita, dia sudah sakit cukup lama, dan mbak gak ingin dia juga merasakan sakitnya punya madu.”

Aku tersenyum, meskipun kuyakin mbak Sri tak akan melihat senyumku di sebrang sana. “Dijah
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.11

    “Bapak, masakan tante Dijah seperti buatan ibu anita, capjaynya enak sekali,” ucap lelaki kecil itu tanpa pernah kusangka. Seketika, Mas adam menolehku dengan tatapan yang tak mampu kuartikan. “Makanan ibu Anita tetap yang nomer satu, Tito,” jawabnya tanpa menoleh ke arah anaknya, masih menatapku sinis. Entahlah, aku tak tahu kesalahan aku apa dengan Mas Adam. Dia benar-benar terlihat dingin padaku. “Enggak kok, Pak. Capjay buatan tante Dijah memang benar-benar enak. Lebih enak dari buatan ibu malah.”“Sudah makan saja, Tito. Bapak mau ke kamar dulu.”“Baik, Pak.”Tak lama kemudian ibu datang dengan bapak, dimana wajah wanita pemilik mata teduh itu terlihat redup. Binar indah yang biasa ia tampakkan dulu, kini kehilangan cahayanya. Beliau berjalan dipapah lelaki yang menjadi kekasihnya, duduk di bangku yang sama seperti saat awal aku datang. “Nduk Dijah, pasti kamu capek sekali, masak sendiri,” ucap beliau sambil menatap jejeran makanan yang kusajikan. Ada sop udang untuk Anas, c

    Last Updated : 2023-06-26
  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.12

    Tanpa jawaban, aku hanya menampakkan telapak tanganku. Tak ingin seseorang mendekat. Baik Mas Adam dan anak-anak hanya terdiam. Sedangkan aku menahan rasa mual yang terus menggelayut dalam perutku. Seakan organ dalam itu diremas-remas begitu kuat.Keringat sebiji jagung mulai bermunculan di dahiku, termasuk tubuh yang mulai terhuyung dengan pandangan yang semakin meredup.“Dijah, ini air hangat,” ucap Mas Adam yang ternyata sudah berada di sisiku. Sayup-sayup kulihat gelas kaca berisi air hingga penuh.“Terimakasih, Mas.”Kupaksakan kuat, dengan tubuh yang gemetaran. Hampir kuraih benda itu hingga tiba-tiba pandanganku kembali mengabur. Gelas kaca terlihat menjadi 2, lima, dan kemudian banyak. Hingga semua tertutup oleh pekatnya kegelapan.“Dijah, Nak Dijah.” Suara ibu nan lembut terdengar dari kejauhan. Juga bayangan Mas Ammar yang tiba-tiba datang menampakkan senyumannya. Tak berbicara apapun. Melainkan hanya memamerkan lesung pipi yang begitu kurindu.“Nak Dijah, bangun, Sayang.” S

    Last Updated : 2023-06-27
  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.13

    “Kamu hamil, Dijah?” tanya Mas Adam yang tiba-tiba berada di ambang pintu dapur. Dahinya mengernyit dengan tatapan aneh.“Sepertinya sih begitu, Dam. Lihat saja, dia akan mual-mual kalau mencium bau ikan. Padahal biasanya dia paling rajin masak dan berkutat dengan bau amis dari ikan,” jawab Mbak Sri. Aku terdiam, tak menyanggah ataupun mengiyakan. Kembali melanjutkan aktifitasku, mengguyur alat makan yang sebelumnya sudah dibersihkan dengan spons yang berbusa. “Mbak dulu juga kayak gitu, Jah. Tiap kali mencium bau Mas mu akan mual, eh tak tahunya wajah Anas plek sama abi-nya . gak mirip sama sekali denganku,” ucap Mbak Sri kembali. “Dijah, apa gak seharusnya kamu periksakan diri ke dokter?’ tanya Mas Adam. ‘Sejak akpan dia peduli padau?’ batinku mencerca lelaki yang sellau dingin padaku. “Tidak, Mas. Dijah baik-baik saja. Kenapa harus periksa?”Mas Adam mendekat, lalu membuka kulkas. Diambilnya ikan beku yang ada di dlamanya didekatkan ke arahku. Seketika mual kembali menyapa. De

    Last Updated : 2023-06-28
  • Salah Melamar   sesion 2 bab.14

    “Dijah, kamu….”Kuambil benda pipih yang berada di tangan ibu. Seketika dua bola mataku pun menatapnya dengan haru. Dua garis tergores di dalamnya, menandakan adanya benih di rahimku. Netraku kini mengemnun, berikut dengan ibu yang bibirnya gemetaran, dipeluknya aku dengan erat, berikut dengan suara tangisan yang terdengar.“Kamu hamil, Dijah,” ucapnya. Masih dengan posisi memelukku. Dielusnya punggungku begitu lembut.“Iya, Bu. Alhamdulillah,” ucapku masih tak percaya. Allah begitu baik kepadaku, di tengah rasa suudzonku terhadapNya. Sang pemilik semesta terus memberikanku kejutan dengan hal yang membahagiakan. Allah menjawab doa-doaku untuk kembali menghadirkan Mas Ammar di sisiku.“Ya Allah, Nduk. Ibu bahagia sekali,” ucapnya yang melepas pelukan dan langsung mengelus perutku. “Cucunya nenek baik-baik disana ya,” ucapnya yang semakin membuatku tenggelam dengan rasa haru.Kalimat alhamdulillah tak henti-hentinya keluar dari bibirku. Hingga ibu akan membuat sebuah acara syukuran keci

    Last Updated : 2023-06-28
  • Salah Melamar   sesion 2 bab.15

    “Aku ... e ....”“Bagaimana aku bisa tidak mencintaimu, Jah? Sedangkan sejauh ini namaku selalu kau sebut dalam doamu. Kau serahkan hatimu dengan sang maha pembolak balik hati manusia.”“Mas ammar ....”“Hm, apalagi?” tanyanya.“Jangan marah-marah.”“Bagaimana aku tidak marah sedangkan kamu membuatku kesal.”“Dijah minta maaf, Mas.”“Tidak gratis.”“Maksudnya?”“Ya bayar.”“Bayar pakai apa? selama ini Mas Ammar gak pernah beri Dijah uang belanja.”Lelaki itu menatapku untuk sesaat, lalu mengambil dompet dari saku celananya. Dibukanya benda tersebut, hingga menampilkan beberapa lembaran uang seratus ribuan. Namun, yang diambilnya bukanlah uang yang itu, ia mengambil bagian yang terselip, dimana lembaran uang itu kini berbentuk gulungan layaknya rokok, yang sudah pipih. “Ini jatahmu dari beberapa hari kemarin. Maaf baru memberikannya hari ini. toh kita makan juga masih numpang sama ibu kan?”Aku terdiam. Ini semua rasanya seperti mimpi bagiku.“Dijah, mau uangnya gak? Aku kembalikan la

    Last Updated : 2023-06-29
  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.16

    “Mas … ini… kamu yang ...?” tanyaku tergagap, tak percaya dengan apa yang terjadi.“Ibu yangmemintaku. Jangan lupa ponselmu jangan sering ditinggal. Jika tidak ingin ibubolak balik kesini.”“Baik.”“Ini kuncirumahmu yang baru, maaf kemarin masuk tanpa permisi, jadi kunci rumah digantibaru,” ucapnya sambil memberikan sebuah gagang kunci dengan gantungan hellokitty.“Dirusak,Mas, kuncinya?”Tanpajawaban, lelaki berparas tampan mirip Mas Ammar berlalu begitu saja.Kulangkahkankakiku mendekat ke pintu, menarik nafas panjang dan masuk. Hingga tedengarsuara berderit ketika papan segi panjang itu kudorong, tampaklah suasana barudimana cat dalam rumah sudah berbeda. Jika dulu berwarna hijau usang, yangbeberapa dindingnya tampak menjamur, kini berubah bersih dengan warna putihpastel. Juga meja kursi tamu yang rapuh dimakan usia, kini berganti sofa denganwarna senada cat rumah. Sebuah memo terletak di atas meja dengan disolatif kebahan kaca tersebut.“Kenangancukup dalam hatimu saja. Sekarang

    Last Updated : 2023-06-30
  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.17

    “Assalamualaikum, Mas Adam. Iya, ini Dijah lagi mau minum obat. Tolong sampaikan ibu, beliau tidak perlu khawatir.”“Waalaikumsalam, Nak Dijah. Ini ibu pakai nomornya bapakmu. Tadi kamu bilang apa?Adam?” tanya dari balik sana yang membuatku mengecek nomor yang masuk.‘Astagfirullah,’ batinku. Karena terburu-buru mengangkat panggilan, membuatku salah menduga. “Iya, Bu. Tadi ibu titip pesan untuk Dijah minum obatkan? Ini baru mau Dijah minum,” ucapku.Sesaat terasa hening. Tak terdengar apapun dari sebrang sana. Lalu, tawa kecil ibu terdengar. “Ibu, maaf. Apa ada yang lucu?”“Maaf, Nak Dijah. Ibu tidak berpesan apa-apa sama Adam. Lagian, pulang dari rumahmu tadi, ternyata ada Sri dan Adi di rumah. Jadi sampai saat ini, belum bertemu Adam.”Aku terdiam, masih mencerna perkataan ibu. “Ya sudah jaga diri baik-baik saja ya, Nak. Kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk memberi kabar.”“Iya, Bu. Terima kasih banyak atas semua perhatiannya. Ibu terlalu perhatian, sampai rumah lama Dijah dija

    Last Updated : 2023-07-01
  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.18

    “Mbak Dijah jangan heran gitu lah. Beruntung sekali mbak dijah punya calon suami seperti Mas adam.”“Calon suami?” tanyaku semakin bingung.“Mbak Dijah suka bercanda ternyata. Mas Adam mau turun ranjang kan sama Mbak Dijah? Semua warga sini juga sudah tahu,” ucapnya dengan senyuman, lalu kembali mendorong gerobaknya pergi.“Ciye .... Mbak Dijah .... kenapa gak pernah bercerita sama Dinda?” terdengar tawa dari bibir adikku.Aku menoleh ke arahnya, sambil memanyunkan bibir. “Itu gak benar, itu cuman gosip.”“Fakta juga gak papa, Mbak. Lagian gak ada salahnya kan mbak dijah buka hati untuk laki-laki lain. Setahu dinda, mas adam juga rajin sholat, berbakti orang tua, idaman mbak banget kan?”“ah, sok tahu, Din.”“Bukan sok tahu, Mbak. Cuma ngasih masukan saja. Itu pun kalau ucapan Dinda masih dihargai. Bagaimanapun, mbak dijah itu masih muda, masih pantas bahagia. Mbak bukalah hati untuk orang lain, apalagi jika Mas adam berniat turun ranjang.”“Itu Cuma gosip, Din.”“kalau gosip, kenapa

    Last Updated : 2023-07-02

Latest chapter

  • Salah Melamar   Tamat

    Seorang istri akan menjadi ratu ketika berjumpa dengan suami yang tepat. Ya, aku benar-benar meyakini pernyataan itu. Demi apapun, Mas Adam seorang lelaki yang terbaik dengan segala kekurangannya. Meskipun sejujurnya, tak nampak sedikitpun kekurangan itu di mataku. Dari awal kita menikah, hingga janin ini ada di rahimku. Ia adalah suami siaga, yang selalu ada dan emnerima semua kekuranganku. “Apa kita batalin pertemuannya saja, Sayang?” tanya Mas Adam yang memandangku lekat. Aku berbaring di ranjang kamar hotel, dengan dua bantal yang kuajdikan tumpuan belakang punggungku. Sedangkan minyak putih terus menguar dalam indra, berikut dengan sensasi panas di bawah hidung. Semenjak pulang dari praktik dokter tadi, aku sudah diresepkan obat dan vitamin. Namun, rasa mual itu tak pernah memberiku jeda untuk sekedar beristirahat. Hanya bisa berbaring dengan ember kecil yang di letakkan di bawah ranjang, supaya aku tak harus wira-wiri ke kamar mandi saat hendak mengeluarkan isi perutku kembal

  • Salah Melamar   sesion 2 bab.45

    “Dijah gak ngambek, mas. Dijah hanya ....”“Hanya apa? nesu ... atau mrengut ...?” tanyanya dengan bahas jawa medhok, membuatku terkekeh.“Hanya rindu.”Mas adam menarik sudut bibirnya, lalu mengusap lembut rambut panjangku. “Ijinkan ibu menghabiskan waktu untuk cucunya ya, sayang.”Aku mengangguk.Waktu terus berlalu. Namun kini bukan hanya sifat manjaku yang dominan, tapi ego dan mood ku yang berubah begitu cepat. Bahkan untuk kesalahan yang bagiku biasa saja, mampu menghadirkan emosi yang menggunung. Mas Adam yang melupakan handuk di kasur. Mas adam yang lupa mematikan air kran kamar mandi. Masalah spele begitu saja, membuatku mendiamkannya berjam-jam. Sebenarnya iba juga menatapnya, tapi entah kenapa bawaannya pengen emosi. Namun, di balik itu semua, bukan Mas adam namanya jika tak mampu lagi mengambil hatiku. Dengan telaten dan sabarnya, ia menghadirkan senyuman dan tawa kecil kembali.“Apa gak sebaiknya kamu di rumah saja, Sayang? Dua harian lagi juga aku pulang,” ucap Mas Adam

  • Salah Melamar   sesion 2 bab.44

    Waktu terus berlalu begitu cepat, detikan jam yang berjalan selalu kuisi dengan senyuman. Mas Adam terus memanjakanku, dengan segala perhatian dan kasih sayangnya nan hangat. Ia adalah sosok suami dan ayah yang siaga, yang terus telaten menghadapi sikapku yang mendadak manja dan selalu ingin menang sendiri. Ya, aku tak tahu bagaimana sikap ini muncul begitu saja. padahal dulunya, aku adalah seorang wanita yang mandiri. “Mas Adam, boleh Dijah meminta ....”“Boleh, Sayang,” ucapnya sambil mengembangkan senyum di paras tampannya. Tanpa menyelesaikan kalimatku, Mas Adam seakan tahu apa yang aku pikirkan.Lelaki yang baru saja masuk dengan tabung gas melon di tangannya itu langsung menuju ke dapur, dan memasangnya. Hal yang dulunya bisa kulakukan sendiri tanpa minta bantuan siapapun. “Ada lagi yang mau dibantu, Ratuku?” tanyanya yang membuatku terkekah. Diberi pertanyaan seperti itu membuatku malu sendiri, kalau aku sering merepotkan lelaki yang beberapa bulan ini menemani hariku. “Air

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.43

    “Ada apa, Mas?” tanyaku. Alih-alih menjawab, lelaki dengan handuk kecil itu justru menenggelamkan diri ke dalam kamar. Aku beranjak, menuju sumber jeritan berasal. “Dek, ada apa?” tanyaku. Pipi yang biasa berwarna merah muda itu kini menjadi lebih merah dari biasanya. Tak kalah dari Mas Adam.“Dek, ada apa?” tanyaku lagi mengulang pertanyaan karena tak kunjung dijawab.“Mbak, ini Zahra. Dinda mau masuk kamar dulu,” ucapnya yang langsung mengangkat tubuh gemoy anakku.Akupun mengambil alih, sejurus kemudian wanita cantik dengan jilbab segi empat warna merah muda itu lari ke kamarnya, membuatku geleng kepala kebingungan.“Mas Adam, tolong ajak main Zahra ya. Dijah mau mandi,” ucapku masuk kamar menatap lelakiku yang duduk terpaku di bibir ranjang. Ia menoleh dan meringis, masih dengan wajah yang kemerah-merahan. “Mas, sebenarnya ada apa? kenapa mas adam dan dinda aneh?” tanyaku dengan dahi mengernyit. Kuletakkan tubuh gemoy anakku ke dalam pangkuannya.“Sumpah, Sayang. Sumpah bukan

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.42

    Di dalam gedung yang dijadikan kelas anak-anak itu disiapkan panggung dengan spanduk besar yang menjangkau seluruh panggung kayu tersebut. Nama komunitas tertulis jelas, bersamaan dengan nama-nama para anggota. Termasuk nama almarhum Mas Ammar yang tertulis di bagian paling atas, karena sebelumnya beliau adalah ketuanya. Termasuk novel pertama dan terakhir yang menjadi karya terindah untukku, terpotret jelas di spanduk tersebut. Aku tersenyum, andai Mas Ammar masih ada, tentu ia akan begitu bangga dengan pencapaiannya yang luar biasa. Hingga aku tersadar dengan lamunanku ketika Mas Adam mengusap air mata yang membasahi pipiku dengan sapu tangan miliknya. “Sayang, yang kuat ya,” ucapnya dengan tangan kiri yang tak pernah lepas dari menggengam tanganku.Aku diminta duduk di bagian meja depan paling dekat dengan panggung. Juga dengan Mas adam yang selalu ada di sisiku. Sedangkan zahra kini asyik dengan tantenya dan beberapa panitia yang tergabung dari komunitas ciptaan Mas Ammar. Seora

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.41

    “Mas, kamu sudah bangun?” tanyaku yang sedikit menjauh dari tubuhnya. Dengan cepat ia menahan tanganku, dan membawanya kembali ke dalam pucuk kepalanya. “kenapa berhenti? Aku suka diperlakukan seperti tadi. Apa aku harus terpejam lagi supaya kamu kembali melakukannya, Sayang?”“Mas, aku malu.”Lelaki itu terkekeh, dengan pelupuk mata yang kembali ditutup. “Malu kenapa? Aku saja terpejam seperti ini?”“Mas ....”Mas Adam melingkarkan lengannya ke perutku, hingga aku kembali dibuat hangat dan nyamana dalam dekapannya. “Mas, boleh Dijah tanya sesuatu?”“Apa, sayang?”“Sebenarnya Dijah penasaran dari beberapa bulan yang lalu, tapi malu untuk bertanya.”“Apa itu? Kok sampai ditahan beberapa bulan?”“Sebelum kita nikah ....”“Iya .”“Kenapa selalu ada untuk Dijah? Dari rumah bocor, lampu teras yang mati, selokan yang mampet?” Aku mengernyit, menatap lelakiku yang justru terkekeh.“Gak dijawab, malah ditertawakan?” tanyaku lagi.“Sampai sekarang tidak tahu?”Aku menggeleng.“Di teras kan ak

  • Salah Melamar   Sesion 2 Bab.40

    “Ya Allah, Dek, kenapa bilangnya mendadak sekali? kan kita belum ada persiapan apapun?” ucapku. “Mas Raffa juga bilangnya mendadak, Mbak. Sebenarnya sih Dinda maunya ketika Dinda sudah lulus, tapi keluarga Mas Raffa maunya sekarang.”“Kamu sudah yakin, Dek?”“Iya, Mbak. Dinda juga sudah salat istiharah sebelumnya tentang hubungan Dinda dan mas Raffa.”“Lalu?”“Ada mas Raffa dalam mimpi Dinda, Mbak. Lagian ia berjanji akan mengijinkan Dinda mengambil S2 nantinya kalau sudah menikah. Dinda gak akan merepotkan mbak lagi dengan semua biaya-biayanya.”Kupeluk tubuh semampai adikku. Entah mengapa, aku merasa gagal menjadi kakak yang baik untuknya. Selama ini ia terus berjuang sendiri untuk kehidupannya, tanpa campur tanganku.“Tolong restui hubungan kami ya, Mbak? Terlebih dengan semua kesalahan yang pernah Dinda dan Mas Raffa lakukan.”Aku mengangguk.**Sebuah senyum terbit kala menatap adikku yang semringah menatap cincin yang melingkar di jarinya. Keluarga Raffa sudah pergi sedangkan

  • Salah Melamar   sesion 2 bab.39

    “Kamu marah, Sayang?” tanya Mas Adam yang menarik sudut bibirnya. Aku menggeleng. Tak menjawab pertanyaan itu dengan kalimat.“Bagaimanapun Anita ada di bagian hatiku, sama seperti Ammar yang masih ada di hatimu. ”Aku mengangguk. Masih malas untuk memberikan jawaban. Kuhabiskan sisa makanan di depanku dengan cepat, dan langsung menuju kamar mandi.Kunyalakan kran hingga suara riuh dari air yang mengalir mengimbangi suara tangisku. Berikut dengan suara-suara rintihan hatiku, yang tak menentu. Aku tahu aku salah, aku tahu cemburuku berlebihan. Aku terlalu takut dengan pikiran-pikiran buruk yang terus menyapa. “Sayang, Zahra terbangun. Dia ingin asi,” ucap Mas Adam dengan ketukan pintu kamar mandi.Kuusap wajahku yang basah dengan air mata. “Iya, Mas. Sebentar.”Aku mempercepat mandiku, membasuh tubuhku mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Lalu dengan cepat menutup tubuhku dengan haduk, dan keluar dari tempat ini. Baru saja aku buka pintu dan mengayunan langkah sekali. Sebuah pe

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.38

    Mentari mulai turun dari paraduan, dan digantikan oleh rembulan yang mulai meninggi. Kuhabiskan waktu bersama Mas Adam dengan duduk di teras menatap langit yang tengah berkilau karena banyaknya bintang yang muncul. Sama seperti hatiku yang tengah berkilau dengan kebahagiaan demi kebahagiaan yang terus menyapaku. Janji Allah benar adanya, akan ada pelangi seusai hujan. Akan ada kebahgaiaan setelah beberpa hari terpendam dengan kesedihan. “Kamu gak ngantuk, Sayang?” tanya lelakiku yang menoleh ke arahku. Satu tangan kanannya dijadikan tumpuan bantal kepala zahra, sedang tangan kiri itu mengelus punggung tanganku dengan lembut.Aku menggeleng. ‘Ya Tuhan, disentuh oleh Mas Adam seperti ini saja mampu membuat jantungku berdetak tak karuan. Lalu apa jadinya ketika kita saling memberikan hak dan kewajiban?’“Zahra sudah tidur. Kasihan kalau terus-terusan kena angin malam. Ngobrolnya di kamar saja yuk!”Aku mengangguk. Dengan suasana hati yang semakin tak mampu kupahami. Berdetak begitu cep

DMCA.com Protection Status