Beranda / Pernikahan / Salah Melamar / Bab.18 Tokoh Khadijah

Share

Bab.18 Tokoh Khadijah

last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-15 23:07:19

“Sudah, jangan bahas, Din. Kita makan siang dulu.”

“Tapi, Mbak…”

Mas Ammar mendekatkan jarinya ke bibir, memberi tanda diam untuk wanita cantik yang duduk di depanku. kini, terlihat ia mengurungkan niatnya.

Kami menikmati makanan ini dalam keheningan, tak ada lagi suara yang terdengar selain benturan sendok dan piring yang beradu. Aku hanya menunduk sambil mencoba menikmati, sedangkan pikiranku terus berkelana dengan apa yang terjadi.

Bagaimanapun hidup serumah dengan cinta segitiga seperti ini tidaklah nyaman. Lalu, bagaimana dengan istri Rasullullah yang bisa berbagi hati untuk para istri lainnya?

Nama Khadijah yang disematkan oleh almarhum bapak, nyatanya tak lantas membuat hatiku setegar dan seikhlas mereka. Hanya dengan melihat Mas Ammar dan Dinda dalam satu ruang saja, sudah mampu memporak porandakan kepercayaanku.

Dinda menyelesaikan makanan terlebih dulu, begitupun dengan Mas Ammar yang menyusulnya. Sedangkan aku, memang sengaja mengulur waktu dengan memakan makanan di depanku
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Salah Melamar   Bab.19 Novel Fiksi

    Aku membelalakkan mata, sedangkan senyum kecil tercipta di sudut bibir lelakiku.“Wanita cantik yang sederhana.”Lelaki dengan pakaian santai dan celana jeans itu pun turut duduk di sofa depan kami, berbatasan dengan meja kayu berbentuk persegi panjang.Diambilnya sebuah buku dari tas miliknya, dan sejenak membuka lembaran demi lembaran. Sesekali ia menoleh ke arahku dengan sebuah senyuman.“Hasilnya bagaimana, Kang Dewa?”“Lumayan. Banyak yang mengapresiasi buku fiksi yang kamu buat. Tulisannya rapi dan ada pesan moral yang terselip di cerita itu.”“Kalau Khadijah seperti ini, aku sih gak perlu ditikung pakai doa. Aku yang akan menikungnya,” ucapnya sambil tersenyum dengan nada candaan.Sesekali ia pun menoleh ke arahku, yang langsung kubalas dengan menunduk. Tak ingin saling menatap dengan lelaki yang bukan halalku.Mas Ammar tersenyum dan menoleh ke arahku. “Awas saja kalau seperti itu.”Mereka terus berbincang. Dari apa yang kudengar, mereka tengah membicarakan launching buku ter

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-15
  • Salah Melamar   Bab.20 Bab Awal

    “Wah, pengantin baru habis jalan-jalan ini,” ucap ibu ketika aku masuk ke rumah. Mendapati pintu telah terbuka lebar dengan wanita paruh baya yang masih mengenakan gamis putih. Beliau sedang duduk di kursi tamu dengan beberapa kresek plastik hitam maupun bening di atas meja.Kujabat tangan beliau, yang kini terus tersenyum ke arahku. Dilihatnya aku dan Mas Ammar secara bergantian.“Sudah pulang, Bu? Bukannya besok.” Sapa Mas Ammar, yang turut menjabat dan mencium punggung wanita yang telah melahirkannya.“Iya. Kan bukan bulan ruwah, jadi gak banyak peziarah yang datang. Jalanan sedikit lebih sepi dan lancar,” tegas wanita dengan sorot mata teduh itu.Mas Ammar pamit untuk ke kamar terlebih dulu, sedangkan aku masih menemani ibu yang duduk di kursi tamu. Beliau menyandarkan punggungnya ke kursi sofa tempat ini, sedikit mengistirahatkan saraf tubuh yang kaku setelah beberapa hari tinggal di bus.“Khadijah, ibu lihat Ammar sudah semakin menyanyangimu.”Aku tersenyum.“Kenapa ibu berpikir

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-15
  • Salah Melamar   Bab.21 Takdir

    “Mas ....” ucapku yang kini mendekat ke meja kantornya. Masih dengan buku yang kubawa, dan satu jari di sela halaman yang kubuka.“Iya.”“Maafkan aku ya!”“Untuk?”“Kesalah pahaman ini.”Mas Ammar terkekeh. “Kenapa harus minta maaf? Aku yang salah telah berlaku buruk padamu, Dek. Khadijah itu istri soleha yang dipilihkan oleh Tuhan untukku,” ucapnya dengan lengkungan indah di bibirnya, membuat pipiku kembali memerah karena tersipu.“Kalau Mas Ammar salah melamar, lalu kenapa Mas tetap melanjutkan hubungan kita?”“Kalau baca sesuatu jangan setengah-setengah ya,” ucapnya yang kini membelai rambut panjangku.Aku tersenyum, harusnya tak menanyakan itu kepada Mas Ammar. Buku ini sudah lebih dari cukup untuk mengetahui jawabannya.Aku kembali duduk di bibir ranjang, dan membuka halaman kembali.Kulayangkan panggilan melalui nomor rumah, dan akhirnya terangkat olehnya.“Assalamualaikum, Dania.”“Waalaikumsalam.”“Nia, nomor whatshapmu gak aktif kenapa? Atau ... Kamu memblokir nomorku?” tanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-17
  • Salah Melamar   Bab.22 Baju Haram

    Mas Ammar begitu bahagia, ketika mendengarkan panggilan dari sebrang sana. Transferan royalti dari penjualan buku telah diterima. Bahkan hasilnya jauh lebih dari apa yang dibayangkan. “Dek Dijah, harapanku membangun tempat yang layak untuk anak-anaknya segera terealisasi,” ucapnya yang tiba-tiba mendekat ke arahku dan memelukku begitu saja. Ia mendekap begitu erat, sambil terus berbicara panjang kali lebar tentang cita-citanya itu.Ya, tempat yang saat itu kami kunjungi adalah tempat sengketa. Diberi waktu tiga minggu untuk pindah tempat dari sana. Mas Ammar sudah mendapatkan lahan yang dibelinya dari donasi para dermawan. Hasil dari tumpukan proposal yang ia layangkan dari satu perusahaan ke perusahaan lain.“Mas, Dijah gak bisa nafas,” ucapku ketika tubuhnya terus menekan tubuhku.“Eh, maaf,” ucapnya yang kini melepas pelukan. Digaruknya rambut tebal itu meskipun tak gatal. “Dek, mau ikut aku?”“Kemana?”“Bertemu teman-teman dan anak-anak.”Aku mengangguk. Mas Ammar membuka almar

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-17
  • Salah Melamar   Bab.23 Tamat

    “Dek.” Mas Ammar memegang gagang pintu, hendak membuka benda tersebut. Namun, sekuat tenaga akupun menahannya. Berikut dengan denyut jantungku yang berdegup begitu kencang. Lagi-lagi sebuah sandi rumput terus merajai denyutan.Aku mendorong pintu lebih kencang, hingga benda tersebut tertutup dengan sempurna. Lalu, mengatur nafasku yang kini tak karuan. Dada seakan naik turun bersamaan dengan irama kerja jantung.Kupegang dadaku dengan telapak tangan, sambil menghirup udara lebih panjang dari biasanya. Kuhembuskan perlahan sambil menata hati, dan kembali ku tutup tubuhku dengan handuk.Aku berlalu dan mendekati ranjang, dimana Mas Ammar tengah duduk di bibir ranjang sambil mengulum senyum, menatapku dari atas ke bawah.“M-Mas, Di-Dijah ada yang lucu. Kenapa senyum-senyum?” tanyaku yang tak percaya diri. Bahkan mendadak tubuh ini gemetaran, layaknya bertemu debt colektor yang hendak menagih hutang. Untuk sekedar berbicara dengan lancarpun aku kesusahan.“Sini,” ucap Mas Ammar sambil me

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-17
  • Salah Melamar   sesion 2 bab.1

    “Mbak Anita? Kenapa dengan Mbak Anita, Ma?” tanyaku bingung.Wanita paruh baya dengan mata teduh itu hanya menjawabnya dengan senyuman. Lalu kembali melanjutkan acara masak besar ini bersama. Daging kerbau segar yang kutaksir satu kiloan lebih itu dibagi menjadi dua macam masakan. Dibuat asem-asem juga soto kerbau. Lalu ada juga teman pendamping seperti bakwan dan mendoan. Hingga tanpa sadar aku turut menyicip ketika tempe berselimut tepung dengan irisan sayur itu telah matang. Masih mengeluarkan asap yang mengudara. “Maaf, Bu, Dijah nyicip mendoannya,” ucapku sambil duduk ketika semua makanan yang akan kami sajikan siap diangkat ke meja makan. “Gak papa, Nak. Gimana rasanya? Apa seenak buatanmu?” tanyanya. Bumbu mendoan diracik ibu sendiri tanpa bantuanku. Beliau membuatnya sebelum aku datang ke dapur. Sedangkan aku hanya membantunya menggoreng dan mengiris tempe tipis-tipis, menjadi lembaran layaknya kipas manual.Kress ...Begitu renyah ketika digigit, dengan rasa yang pas ketik

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Salah Melamar   sesion 2 bab.2

    “Mi, mau makan asem-asem apa sop?” tanya Mas Adam yang menoleh ke arah wanita di sebelahnya. Obrolan tersebut terdengar dan menjadi pusat fokusku, hingga deheman Mas Ammar membuatku tersadar dengan tindakan tak sopan yang kulakukan. Jika pada umumnya, seorang istri akan melayani suaminya. Lain halnya dengan Mas Adam. Dia terlihat begitu telaten dengan wanita berkulit putih di sisinya. Ibu dan bapak pun tampak tak keberatan, dengan membiarkan anak dan menantunya saling mengisi dan melengkapi. Beginikah rumah tangga yang sebenarnya? Setahuku kodrat lelaki ada di atas, dimana seorang istri akan menjadikan suaminya layaknya raja, yang harus dihormati dan dilayani. Disini, aku tak melihat adanya kesenjangan, yang ada hanya keluarga harmonis dengan sneyum bahagia diantara keduanya. MasyaAllah. “Dek Dijah ...” suara Mas Ammar membuatku tersadar dengan satu mangkok asem-asem daging di depanku. Aku memulai doa sebelum makan dan mulai menyuapkan ke mulut. Kulihat semua anggota tampak men

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Salah Melamar   sesion 2 bab.3

    Seketika aku kehilangan kekuatan untuk berdiri. Tubuhku ambruk. Lemas. Mbak Sri yang baru saja datang terlihat keheranan menatap kami. Ia membantuku untuk duduk dan bertopang ke dinding warna putih. Air mata turut runtuh, yang terus membasahi pipi dan mulai terjatuh ke tikar yang aku duduki.Masih teringat jelas senyuman Mas Ammar kala menatapku tadi. Pelukannya saja masih bisa kurasakan meskipun sudah bermenit-menit yang lalu ia pergi. Aku menggeleng, serasa tak menerima kenyataan ini.“Bu, ini hanya kabar burung. Mas Ammar baik-baik saja. Ia berjanji dengan Dijah akan pulang lebih cepat.” Aku tersenyum, mencoba menguatkan diri. Berharap semua ini hanya kabar yang salah. Keluarga Mas Ammar pernah salah melamar, bisa jadikan ini salah kabar berita juga?“Mas mu Adi sudah nyusul ke lokasi. Memastikan kalau korban tabrak lari itu suamimu. Memang benar itu Ammar, Dijah,” ucapnya yang kini merangkul tubuhku.Dipeluknya begitu erat, seraya tangannya mengelus punggungku.Ya Allah yaRobbi, c

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18

Bab terbaru

  • Salah Melamar   Tamat

    Seorang istri akan menjadi ratu ketika berjumpa dengan suami yang tepat. Ya, aku benar-benar meyakini pernyataan itu. Demi apapun, Mas Adam seorang lelaki yang terbaik dengan segala kekurangannya. Meskipun sejujurnya, tak nampak sedikitpun kekurangan itu di mataku. Dari awal kita menikah, hingga janin ini ada di rahimku. Ia adalah suami siaga, yang selalu ada dan emnerima semua kekuranganku. “Apa kita batalin pertemuannya saja, Sayang?” tanya Mas Adam yang memandangku lekat. Aku berbaring di ranjang kamar hotel, dengan dua bantal yang kuajdikan tumpuan belakang punggungku. Sedangkan minyak putih terus menguar dalam indra, berikut dengan sensasi panas di bawah hidung. Semenjak pulang dari praktik dokter tadi, aku sudah diresepkan obat dan vitamin. Namun, rasa mual itu tak pernah memberiku jeda untuk sekedar beristirahat. Hanya bisa berbaring dengan ember kecil yang di letakkan di bawah ranjang, supaya aku tak harus wira-wiri ke kamar mandi saat hendak mengeluarkan isi perutku kembal

  • Salah Melamar   sesion 2 bab.45

    “Dijah gak ngambek, mas. Dijah hanya ....”“Hanya apa? nesu ... atau mrengut ...?” tanyanya dengan bahas jawa medhok, membuatku terkekeh.“Hanya rindu.”Mas adam menarik sudut bibirnya, lalu mengusap lembut rambut panjangku. “Ijinkan ibu menghabiskan waktu untuk cucunya ya, sayang.”Aku mengangguk.Waktu terus berlalu. Namun kini bukan hanya sifat manjaku yang dominan, tapi ego dan mood ku yang berubah begitu cepat. Bahkan untuk kesalahan yang bagiku biasa saja, mampu menghadirkan emosi yang menggunung. Mas Adam yang melupakan handuk di kasur. Mas adam yang lupa mematikan air kran kamar mandi. Masalah spele begitu saja, membuatku mendiamkannya berjam-jam. Sebenarnya iba juga menatapnya, tapi entah kenapa bawaannya pengen emosi. Namun, di balik itu semua, bukan Mas adam namanya jika tak mampu lagi mengambil hatiku. Dengan telaten dan sabarnya, ia menghadirkan senyuman dan tawa kecil kembali.“Apa gak sebaiknya kamu di rumah saja, Sayang? Dua harian lagi juga aku pulang,” ucap Mas Adam

  • Salah Melamar   sesion 2 bab.44

    Waktu terus berlalu begitu cepat, detikan jam yang berjalan selalu kuisi dengan senyuman. Mas Adam terus memanjakanku, dengan segala perhatian dan kasih sayangnya nan hangat. Ia adalah sosok suami dan ayah yang siaga, yang terus telaten menghadapi sikapku yang mendadak manja dan selalu ingin menang sendiri. Ya, aku tak tahu bagaimana sikap ini muncul begitu saja. padahal dulunya, aku adalah seorang wanita yang mandiri. “Mas Adam, boleh Dijah meminta ....”“Boleh, Sayang,” ucapnya sambil mengembangkan senyum di paras tampannya. Tanpa menyelesaikan kalimatku, Mas Adam seakan tahu apa yang aku pikirkan.Lelaki yang baru saja masuk dengan tabung gas melon di tangannya itu langsung menuju ke dapur, dan memasangnya. Hal yang dulunya bisa kulakukan sendiri tanpa minta bantuan siapapun. “Ada lagi yang mau dibantu, Ratuku?” tanyanya yang membuatku terkekah. Diberi pertanyaan seperti itu membuatku malu sendiri, kalau aku sering merepotkan lelaki yang beberapa bulan ini menemani hariku. “Air

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.43

    “Ada apa, Mas?” tanyaku. Alih-alih menjawab, lelaki dengan handuk kecil itu justru menenggelamkan diri ke dalam kamar. Aku beranjak, menuju sumber jeritan berasal. “Dek, ada apa?” tanyaku. Pipi yang biasa berwarna merah muda itu kini menjadi lebih merah dari biasanya. Tak kalah dari Mas Adam.“Dek, ada apa?” tanyaku lagi mengulang pertanyaan karena tak kunjung dijawab.“Mbak, ini Zahra. Dinda mau masuk kamar dulu,” ucapnya yang langsung mengangkat tubuh gemoy anakku.Akupun mengambil alih, sejurus kemudian wanita cantik dengan jilbab segi empat warna merah muda itu lari ke kamarnya, membuatku geleng kepala kebingungan.“Mas Adam, tolong ajak main Zahra ya. Dijah mau mandi,” ucapku masuk kamar menatap lelakiku yang duduk terpaku di bibir ranjang. Ia menoleh dan meringis, masih dengan wajah yang kemerah-merahan. “Mas, sebenarnya ada apa? kenapa mas adam dan dinda aneh?” tanyaku dengan dahi mengernyit. Kuletakkan tubuh gemoy anakku ke dalam pangkuannya.“Sumpah, Sayang. Sumpah bukan

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.42

    Di dalam gedung yang dijadikan kelas anak-anak itu disiapkan panggung dengan spanduk besar yang menjangkau seluruh panggung kayu tersebut. Nama komunitas tertulis jelas, bersamaan dengan nama-nama para anggota. Termasuk nama almarhum Mas Ammar yang tertulis di bagian paling atas, karena sebelumnya beliau adalah ketuanya. Termasuk novel pertama dan terakhir yang menjadi karya terindah untukku, terpotret jelas di spanduk tersebut. Aku tersenyum, andai Mas Ammar masih ada, tentu ia akan begitu bangga dengan pencapaiannya yang luar biasa. Hingga aku tersadar dengan lamunanku ketika Mas Adam mengusap air mata yang membasahi pipiku dengan sapu tangan miliknya. “Sayang, yang kuat ya,” ucapnya dengan tangan kiri yang tak pernah lepas dari menggengam tanganku.Aku diminta duduk di bagian meja depan paling dekat dengan panggung. Juga dengan Mas adam yang selalu ada di sisiku. Sedangkan zahra kini asyik dengan tantenya dan beberapa panitia yang tergabung dari komunitas ciptaan Mas Ammar. Seora

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.41

    “Mas, kamu sudah bangun?” tanyaku yang sedikit menjauh dari tubuhnya. Dengan cepat ia menahan tanganku, dan membawanya kembali ke dalam pucuk kepalanya. “kenapa berhenti? Aku suka diperlakukan seperti tadi. Apa aku harus terpejam lagi supaya kamu kembali melakukannya, Sayang?”“Mas, aku malu.”Lelaki itu terkekeh, dengan pelupuk mata yang kembali ditutup. “Malu kenapa? Aku saja terpejam seperti ini?”“Mas ....”Mas Adam melingkarkan lengannya ke perutku, hingga aku kembali dibuat hangat dan nyamana dalam dekapannya. “Mas, boleh Dijah tanya sesuatu?”“Apa, sayang?”“Sebenarnya Dijah penasaran dari beberapa bulan yang lalu, tapi malu untuk bertanya.”“Apa itu? Kok sampai ditahan beberapa bulan?”“Sebelum kita nikah ....”“Iya .”“Kenapa selalu ada untuk Dijah? Dari rumah bocor, lampu teras yang mati, selokan yang mampet?” Aku mengernyit, menatap lelakiku yang justru terkekeh.“Gak dijawab, malah ditertawakan?” tanyaku lagi.“Sampai sekarang tidak tahu?”Aku menggeleng.“Di teras kan ak

  • Salah Melamar   Sesion 2 Bab.40

    “Ya Allah, Dek, kenapa bilangnya mendadak sekali? kan kita belum ada persiapan apapun?” ucapku. “Mas Raffa juga bilangnya mendadak, Mbak. Sebenarnya sih Dinda maunya ketika Dinda sudah lulus, tapi keluarga Mas Raffa maunya sekarang.”“Kamu sudah yakin, Dek?”“Iya, Mbak. Dinda juga sudah salat istiharah sebelumnya tentang hubungan Dinda dan mas Raffa.”“Lalu?”“Ada mas Raffa dalam mimpi Dinda, Mbak. Lagian ia berjanji akan mengijinkan Dinda mengambil S2 nantinya kalau sudah menikah. Dinda gak akan merepotkan mbak lagi dengan semua biaya-biayanya.”Kupeluk tubuh semampai adikku. Entah mengapa, aku merasa gagal menjadi kakak yang baik untuknya. Selama ini ia terus berjuang sendiri untuk kehidupannya, tanpa campur tanganku.“Tolong restui hubungan kami ya, Mbak? Terlebih dengan semua kesalahan yang pernah Dinda dan Mas Raffa lakukan.”Aku mengangguk.**Sebuah senyum terbit kala menatap adikku yang semringah menatap cincin yang melingkar di jarinya. Keluarga Raffa sudah pergi sedangkan

  • Salah Melamar   sesion 2 bab.39

    “Kamu marah, Sayang?” tanya Mas Adam yang menarik sudut bibirnya. Aku menggeleng. Tak menjawab pertanyaan itu dengan kalimat.“Bagaimanapun Anita ada di bagian hatiku, sama seperti Ammar yang masih ada di hatimu. ”Aku mengangguk. Masih malas untuk memberikan jawaban. Kuhabiskan sisa makanan di depanku dengan cepat, dan langsung menuju kamar mandi.Kunyalakan kran hingga suara riuh dari air yang mengalir mengimbangi suara tangisku. Berikut dengan suara-suara rintihan hatiku, yang tak menentu. Aku tahu aku salah, aku tahu cemburuku berlebihan. Aku terlalu takut dengan pikiran-pikiran buruk yang terus menyapa. “Sayang, Zahra terbangun. Dia ingin asi,” ucap Mas Adam dengan ketukan pintu kamar mandi.Kuusap wajahku yang basah dengan air mata. “Iya, Mas. Sebentar.”Aku mempercepat mandiku, membasuh tubuhku mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Lalu dengan cepat menutup tubuhku dengan haduk, dan keluar dari tempat ini. Baru saja aku buka pintu dan mengayunan langkah sekali. Sebuah pe

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.38

    Mentari mulai turun dari paraduan, dan digantikan oleh rembulan yang mulai meninggi. Kuhabiskan waktu bersama Mas Adam dengan duduk di teras menatap langit yang tengah berkilau karena banyaknya bintang yang muncul. Sama seperti hatiku yang tengah berkilau dengan kebahagiaan demi kebahagiaan yang terus menyapaku. Janji Allah benar adanya, akan ada pelangi seusai hujan. Akan ada kebahgaiaan setelah beberpa hari terpendam dengan kesedihan. “Kamu gak ngantuk, Sayang?” tanya lelakiku yang menoleh ke arahku. Satu tangan kanannya dijadikan tumpuan bantal kepala zahra, sedang tangan kiri itu mengelus punggung tanganku dengan lembut.Aku menggeleng. ‘Ya Tuhan, disentuh oleh Mas Adam seperti ini saja mampu membuat jantungku berdetak tak karuan. Lalu apa jadinya ketika kita saling memberikan hak dan kewajiban?’“Zahra sudah tidur. Kasihan kalau terus-terusan kena angin malam. Ngobrolnya di kamar saja yuk!”Aku mengangguk. Dengan suasana hati yang semakin tak mampu kupahami. Berdetak begitu cep

DMCA.com Protection Status