“Dokter Abian … apa yang kau lakukan ini?” tanya Freesia, berusaha untuk tidak menunjukkan ketakutannya.Dokter Abian menghela napas. “Buka dashboard di depanmu,” instruksinya.Freesia, meski masih curiga, tak punya pilihan selain menurut. Freesia membuka dashboard itu dan ia terkejut melihat di depannya ada berbagai macam senjata, mulai dari belati hingga pistol.“Kau belum pernah belajar menggunakan pistol, jadi kurasa belati menjadi senjata yang paling mudah untukmu,” ucap Dokter Abian. “Dan meski kau tidak tahu apa peran seorang dokter keluarga Martin sebenarnya, tidakkah mencurigaiku terlalu berlebihan, Freesia?” Dokter Abian tersenyum geli pada Freesia.Freesia mengerjap. Mendadak, ia merasa malu. “Maaf, Dokter. Aku hanya …”“Aku mengerti kenapa kau bereaksi begitu. Dan itu adalah reaksi yang bagus. Hanya … kuharap, lain kali kau tidak sembarangan masuk ke mobil orang lain. Kau bisa membuat Allen dan nenekmu terkena serangan jantung berkali-kali karena itu,” ucap Dokter Abian.U
Freesia yang terjatuh di tanah yang dingin itu tak bisa berbuat apa-apa ketika orang-orang Penelope mendekat padanya. Ia bahkan kehilangan belatinya ketika jatuh tadi. Meski begitu, ia tak akan kehilangan bukti rekaman di tangannya. Untuk itu …“Aku akan memastikan kau kehilangan tanganmu jika kau menyentuhnya.” Suara dingin yang terdengar berbahaya itu membuat orang-orang Penelope seketika menegakkan tubuh waspada.Mereka yang tadinya mengepung Freesia, mengubah formasi dengan berdiri di depan Freesia, menghalangi pandangan Freesia dari siapa pun yang baru datang itu. Bahkan tanpa mereka menghalangi Freesia pun, kegelapan di sekeliling Freesia membuat Freesia tidak akan bisa melihat jauh ke depan.Freesia menatap sekeliling. Ini adalah kesempatannya untuk kabur. Ketika tak ada yang memperhatikannya, ia bisa …“Jangan melakukan apa pun itu yang kau pikirkan.” Suara itu datang dari samping Freesia. Suara yang berbeda.Freesia yang tadinya sudah siap merangkak menjauh dari keributan itu
Apa yang salah di sini? Sial. Ini sama sekali tidak masuk dalam perhitungan Penelope.Pertama, orang yang bersama Freesia. Penelope pikir, dia hanyalah sopir Freesia. Namun, siapa sangka dia bahkan bisa melawan orang-orang Penelope tanpa senjata. Penelope sampai harus menggunakan senjata api untuk menguasai situasi setelah Freesia kabur tadi. Setidaknya, itu akan menakuti Freesia.Namun, hal yang lebih tak terduga terjadi. Kemunculan Sean yang dalam sekejap menjatuhkan orang-orang Penelope membuat Penelope mulai panik. Ia pikir, ia setidaknya harus menjatuhkan sopir misterius Freesia. Sialnya, saat Penelope akan menembak orang itu, sebuah belati melayang dan menancap di tangannya.Terkutuklah Sean! Orang kepercayaan Allen yang paling berbahaya dan diwaspadai bahkan oleh papa Penelope.Bagaimana bisa Sean ada di sini? Penelope sudah memastikan tidak ada orang keluarga Martin yang mengikuti mobil yang ditumpangi Freesia tadi. Ia juga tak mendapat laporan tentang gerakan orang-orang Alle
Freesia, Allen, dan Val menumpang mobil Dokter Abian dalam perjalanan menuju rumah Allen. Sepanjang jalan, Allen menggenggam tangan Freesia sembari mendengarkan penjelasan Freesia mengenai salah paham Allen tentang keluarganya. Setelah Freesia selesai menjelaskan, pria itu tak mengatakan apa pun.Freesia sedikit khawatir jika Allen tak percaya pada penjelasannya dan masih mencurigai neneknya, tapi seolah bisa mendengar pikirannya, Allen kemudian merangkul Freesia dan berkata,“Aku percaya pada kata-katamu. Aku hanya berusaha mengaitkan ceritamu dengan hasil penyelidikanku tentang kecelakaan itu.”Freesia mengerutkan kening. “Kau menyelidiki kecelakaan kakakmu?”Allen mengangguk. “Tidak hanya kecelakaan kakakku, tapi juga kecelakaanmu dan kedua orang tuamu,” jawabnya. “Dari hasil penyelidikanku, aku menyadari kesamaan dalam kedua kasus itu.”“Kesamaan apa, maksudmu?” tanya Freesia penasaran.“Baik di kecelakaan kedua orang tuamu maupun kecelakaan kakakku, meski tampaknya semua bukti da
“No!” Lily tiba-tiba berteriak dan berdiri di depan Freesia dengan tangan terentang ke samping, seolah berusaha menghalangi.Freesia menunduk menatap Lily dengan bingung. “Lily, ada apa?” tanya Freesia.“Aku tidak akan membialkan dia menyakitimu, Mama!” seru Lily. “Dia juga dulu pelnah mencoba menyakiti Mama dan Papa.” Anak itu menatap gahar ke depan, seolah siap mencakar.Freesia menatap ke depan, ke arah nenek Freesia yang baru memasuki ruang depan rumah Allen bersama Dokter Abian yang tampak menahan tawa melihat reaksi Lily itu.“Um … Lily, biarkan Mama memperkenalkanmu dulu padanya. Dia adalah nenek Mama,” Freesia menjelaskan hati-hati.“Nenek Mama?” Lily menoleh pada Freesia. “Lalu, kenapa dia menyakiti Mama?”Freesia belum sempat menjawab ketika nenek Freesia mendekat pada Lily dan berlutut di depan Lily. Neneknya itu tersenyum penuh sesal pada Lily dan berkata,“Aku benar-benar minta maaf karena pernah menyakiti mamamu. Tapi, aku tak pernah berniat untuk menyakitinya. Karena ak
“Target yang dikejar Allen di hotel itu, aku yang mengirimnya ke sana. Dan kupikir, kalian akan bertemu di sana. Setidaknya, aku yakin jika Allen mengenalimu, dia akan mencoba mendekatimu, Freesia,” ayah Allen menguraikan.Freesia menatap Allen dengan bingung. Allen sendiri tak yakin dan tak bisa memberi kepastian pada wanita itu. Ia tak tahu apakah yang dikatakan ayahnya itu adalah kebenaran. Meski begitu …“Aku tidak mengenali Freesia pada awalnya,” aku Allen.“Aku sudah memikirkan kemungkinan itu, mengingat kepribadianmu. Tapi, kupikir kau mungkin akan mengenalinya dari namanya. Terlebih, kau juga tahu Bramasta dan apa yang terjadi dengan keluarga Martin dan keluarga Adibrata,” tanggap ayahnya.“Well, aku sempat ragu ketika pertama kali mendengar namanya. Meski, ya, aku tahu sedikit banyak tentang Bramasta Adibrata,” ungkap Allen.Ayah Allen tersenyum. “Karena itu, aku memberi informasi anonim jika keluarga Woodz dan keluarga Adibrata tidak akan pernah mencari masalah di daerah kek
Setelah Freesia menyatakan jika ia tidak akan pergi dari rumah Allen meski itu berarti dia akan berada di tengah medan perang, nenek Freesia memutuskan dia akan tetap tinggal di sini juga dan akan memanggil orang-orangnya kemari. Namun, Allen meyakinkan nenek Freesia jika ada hal lain yang harus nenek Freesia lakukan di luar sana sebagai kepala keluarga Martin.“Dari hasil penyelidikan Sean tentang kasus kecelakaan orang tua Freesia, dia menemukan kejanggalan. Dan setelah mendengar rekaman percakapan Freesia dengan Penelope, dia berhasil melacak bisnis ilegal Rod Bennet yang sempat dicurigai papa Freesia,” terang Allen.“Karena itu, keluarga Martin yang akan menyerang bisnis Rod Bennet itu ketika dia sibuk berperang di sini,” ucap Allen. “Sepertinya, itu adalah salah satu bisnisnya dengan orang ketiga yang disebutkan ayahku.”Dengan alasan itu, akhirnya nenek Freesia setuju untuk meninggalkan Freesia di rumah Allen dan pergi untuk menjalankan rencana Allen untuk keluarga Martin. Namun
Setelah selesai merencanakan dan mengatur di mana Allen dan ayahnya akan membagi posisi orang-orang mereka, Allen mengakhiri pertemuan mereka. Sekarang, waktunya Allen berbicara dengan Dokter Abian setelah yang lainnya pergi. Allen sudah akan bicara ketika menyadari ayahnya yang tadi sudah berdiri, kembali duduk di kursi kerja Allen, sementara Val sudah keluar.“Apa ada hal lain lagi yang perlu kau bicarakan?” tanya Allen tanpa basa-basi pada ayahnya.“Tidak,” jawab ayahnya. “Aku hanya merasa sedikit lelah dan ingin istirahat di sini sebentar.”Omong kosong macam apa itu? Namun, Allen memutuskan untuk mengabaikan ayahnya. Toh, dia ada atau tidak di sana tidak akan mempengaruhi apa pun.“Sepertinya, ada yang ingin kau bicarakan denganku,” Dokter Abian berkata.“Ya,” jawab Allen. Ia juga tak perlu berbasa-basi dengan dokter ini. “Siapa kau sebenarnya?”Dokter Abian mengangkat alis. “Bukankah kau sudah tahu jika aku dokter keluarga Martin?”“Aku tidak tahu jika seorang dokter keluarga bi
Beberapa minggu kemudian …“Mama!” Lily berlari masuk ke rumah dengan membawa selembar kertas di tangannya.Freesia yang menunggu di ruang tamu seperti biasanya, meski kali ini tanpa Leon yang masih tidur, tersenyum menyambut kepulangan putrinya itu.“Bagaimana sekolahmu tadi, Kakak Lily?” tanya Freesia ketika Lily mencium pipinya.“Mama, lihat ini!” Lily mengangkat selembar kertas yang dibawanya tadi dan Freesia bisa melihat gambar di sana.Freesia ternganga takjub melihat gambar dirinya di sana. Freesia yang duduk di kursi santai di tepi kolam renang rumah Allen. Dan itu adalah gambar Freesia yang sedang tertawa. Dari semua fiture Freesia di gambar itu, ekspresi Freesia tampak begitu jelas. Kebahagiaan yang dirasakan Freesia tergambar dengan baik di sana.“Aku dan Reyn menggambar ini bersama-sama,” Lily berkata.Ah … jadi ini ekspresi yang disukai anak-anak ini dari Freesia? Freesia memeluk Lily.“Terima kasih, Sayang,” ucap Freesia sungguh-sungguh.Lily terkekeh bangga. “Reyn bilan
“You’re impressive,” Brand berkomentar sembari mengawasi Lily dan anak-anak panti asuhan Alia bermain di kolam renang dari balkon lantai dua. Ah, ada satu lagi, anak yang menjadi sumber keresahan Allen saat ini. Anak seusia Lily yang bernama Reyn.“Yeah, indeed,” timpal Val. “Aku takjub Freesia masih menerimamu sebagai suaminya.”“Huh! Kalian belum merasakan saja jika kalian punya anak perempuan,” cibir Allen. “Anak itu bahkan sudah berani menggandeng tangan Lily …”“Kudengar, Lily yang menggandeng tangannya dulu. Jangan memutarbalikkan fakta dan membuat anak orang lain menjadi kriminal,” tegur Brand.“Jika Lily menggandeng tangannya lebih dulu, bukankah seharusnya dia melepaskan tangan Lily jika dia memang seorang gentleman?” balas Allen.“Freesia benar,” tukas Val. “Kau tak masuk akal. He’s a baby, Dude! A freaking baby!” Val terdengar frustasi.“Allen, jika kau terus bersikap seperti itu, kau akan merepotkan Freesia.”Brand, Allen, dan Val menoleh ke sumber suara yang berada di pin
Sejak dia bangun tadi, Lily tampak sangat bahagia. Tidak, lebih tepatnya, sejak Allen mengatakan jika dia akan mengajak Freesia dan Leon mengantarkan Lily ke sekolah. Allen sudah memberitahukan Freesia tentang situasi Reyn dan dia ingin Freesia menemui Reyn agar anak itu tidak terlalu waspada pada orang dewasa.Mungkin karena perlakuan orang-orang panti asuhan, anak itu terlalu waspada pada orang dewasa. Karena itu, dia selalu menolak bantuan guru-guru sekolahnya. Dia pertama kali membuka diri pada Lily yang berkeras menemaninya seharian kemarin.Ketika mereka tiba di sekolah Lily, Leon tertidur. Kepala sekolah Lily yang sudah dihubungi Allen dan menyambut mereka di gerbang, mengantarkan Freesia ke ruang kesehatan agar Leon bisa tidur dengan nyenyak di sana. Freesia memercayakan Leon pada dua pengasuh dan dua pengawal sebelum dia pergi ke tempat Lily dan Reyn berada. Sementara, Allen pergi ke ruang kepala sekolah untuk membicarakan masalah panti asuhan Reyn dengan pihak sekolah.Salah
Lily baru masuk ke ruang kelasnya ketika melihat salah satu teman sekelasnya didorong temannya yang lain hingga jatuh terjengkang ke belakang.“Jangan dekat-dekat! Bajumu jelek!” hardik Lucy yang mendorong teman sekelas Lily yang lainnya tadi.Lily bergegas menghampiri Reyn, anak laki-laki yang didorong Lucy hingga jatuh tadi. Reyn adalah anak yang baru masuk beberapa hari terakhir ini. Dia adalah anak dari panti asuhan. Dia masuk ke sekolah ini sebagai murid beasiswa. Lily dengar, salah satu guru kesenian di sekolahnya melihat kemampuan menggambar Reyn dan menawarkan beasiswa untuk Reyn.“Kenapa kalian jahat sekali pada Reyn?!” tegur Lily.“Lily, kau jangan dekat-dekat dengan dia! Kau tidak lihat bajunya? Jelek dan kotor. Bajumu bisa ikut kotor!” Lucy heboh.Memang yang dikatakan Lucy tidak salah tentang baju seragam Reyn yang jelek karena warnanya pudar dan kotor karena noda yang tidak hilang meski telah dicuci. Sepertinya itu seragam bekas. Namun, dia tidak harus mengatakannya deng
Beberapa bulan kemudian …Pintu kamar tidur Allen dan Freesia terbuka lebar dan Lily yang sudah memakai seragam sekolah, menghambur masuk sembari berseru,“Selamat pagi, Mama, Papa, Leon!”“Selamat pagi, Kakak Lily,” Freesia yang duduk bersandar di kepala tempat tidur sembari menyusui putranya, Leon, membalas sembari tersenyum.“Lily, jangan ganggu adikmu,” Allen mengingatkan Lily.“Papa, kapan aku mengganggu Leon?” protes Lily sembari melepas sepatu sekolahnya dan naik ke tempat tidur.Bahkan setelah dia memprotes peringatan Allen, dia langsung menciumi pipi Leon yang sedang menyusu. Akhirnya, seperti biasa, Leon mulai risih dan merengek.“Lihat itu, kau mengganggunya!” tuding Allen.“Aku hanya memberinya ciuman selamat pagi,” Lily beralasan sembari mundur.Freesia hanya tersenyum geli sembari menenangkan Leon. “Leon sepertinya masih mengantuk. Nanti setelah dia tidur, kita sarapan bersama, ya, Kakak Lily?”“Ya, Mama,” jawab Lily riang.Setelah Leon tertidur, Allen memindahkan Leon k
“Mama masih sedih?” tanya Lily dengan nada sedih.Freesia tersenyum dan menggeleng. “Maaf, Mama membuatmu khawatir,” sesalnya.Lily menggeleng. “Mama jangan sedih lagi. Kan, Mama sudah bilang sendili, aku bisa belmain ke lumah itu lagi kapan pun aku ingin. Itu belalti, Mama juga bisa pelgi ke sana kapan pun Mama ingin.”Freesia tersenyum sendu dan mengangguk. Padahal ia yang mengatakan itu pada Lily, tapi justru Freesia yang bereaksi seperti ini. Lily bahkan tak menangis ketika berpisah dengan orang-orang rumah Allen tadi. Namun, justru Freesia yang menangis. Val bahkan menertawakan Freesia hingga Lily mengomelinya dan mereka berdebat sampai detik terakhir perpisahan mereka tadi.“Lily benar, Freesia,” ucap Allen sembari merangkul Freesia. Pria itu duduk di sebelah kanan Freesia. “Aku tak tahu apa yang membuatmu sesedih itu ketika rumah itu penuh dengan aturan yang tak bisa memberi kau atau Lily kebebasan.”“Tapi, itu adalah rumahmu, Allen,” Freesia berkata. “Aku tahu, kau punya banya
“Aku akan mendukung rencana kalian mengambil alih perusahaan keluarga Martin,” Brand berkata. “Dan kurasa, Mary juga pasti tidak akan keberatan dengan itu. Well, jika itu untuk cucunya, dia akan memberikan apa pun.”“Kau … mengenal nenekku?” Freesia tampak terkejut.Brand tersenyum. “Aku banyak belajar dari Mary tentang bisnis.”“Oh …”“Dia juga pernah memintaku untuk membantu cucunya jika suatu saat dia tertarik dengan bisnis keluarganya,” lanjut Brand.Freesia tersenyum sendu. “Aku benar-benar … sudah tidak adil pada nenekku,” ucapnya. “Aku selama ini selalu berpikir jika dia hanya memaksaku melakukan hal yang tak kuinginkan. Tapi, aku sekarang sadar, dia melakukan semua itu benar-benar untukku. Karena seandainya orang tuaku masih ada … dia hanya ingin aku melakukan apa yang kuinginkan.”Brand mengangguk. “Nenekmu punya impian untuk menghabiskan waktu tuanya bermain denganmu,” Brand berkata.Freesia mengernyit dan tampak akan menangis.“Aku tahu kau sudah salah paham tentang nenekmu
Ketika Lily tidur setelah makan siang, Allen mengajak Freesia ke ruang kerjanya karena Brand ingin bicara dengan mereka. Freesia tidak tahu banyak tentang Brand selain jika dia adalah kakak sulung Allen dan dia adalah bos di rumah ini sebelum Allen.Tunggu. Bagaimana jika Brand tak menyetujui hubungan Freesia dengan Allen? Dia mungkin akan memberi Freesia uang untuk meninggalkan Allen. Tidak, tidak. Dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Freesia juga sedang hamil anak Allen.Jika bukan itu … apa dia akan memarahi Freesia? Itu masuk akal. Mengingat bagaimana tadi pagi mereka semua berjemur di tepi kolam renang sambil mendengarkan lagu anak-anak. Meski ayah Allen sepertinya tak keberatan dan menikmati waktu bersantai mereka tadi, tapi Freesia tak tahu bagaimana reaksi Brand. Pria itu juga tak banyak bicara sepanjang pagi tadi.“Um … Allen,” panggil Freesia dalam perjalanan ke ruang kerja pria itu.“Kenapa, Freesia?” tanya pria itu.“Kakakmu itu … dia orang yang bagaimana?” tanya F
Freesia terkejut ketika melihat seorang pria yang tak dikenalinya ada di ruang makan saat ia masuk ke sana bersama Allen dan Lily untuk sarapan. Pria itu memakai topeng setengah wajah yang menutupi bagian mata kanan hingga pipinya. Lily yang juga tampaknya terkejut, menarik-narik ujung baju Freesia.Freesia menoleh dan mendapat Lily sudah bersembunyi di belakangnya. Reaksinya nyaris sama dengan saat ia bertemu ayah Allen. Freesia sudah akan menggendong Lily, tapi lagi-lagi Allen bergerak cepat dan menggendong anak itu lebih dulu.“Itu Brand,” Allen menyebutkan.Brand? Brand, kakak Allen? Namun, bukankah dia sudah …?“Bland?” tanya Lily.“Ya,” jawab Allen. “Dia kakakku. Jadi, dia adalah ommu.”“Om?” Lily mengerutkan kening. “Apa dia … kelualgaku?”Allen tersenyum kecil. “Ya. Dia keluargamu.”“Whoaaa …” Lily ternganga takjub. “Kelualgaku beltambah lagi. Setelah nenek, kakek, sekalang aku punya om!” Lily terkekeh.Freesia memperhatikan ekspresi sendu Brand yang tertuju pada Lily. Jadi …