Allen memutuskan untuk ikut sarapan bersama Freesia dan Lily pagi itu karena tak ingin membuat Lily cemas. Toh setelah ini nanti dia akan keluar. Jadi, ia tak perlu menghindari mereka selama seharian ini.“Allen, apa kau masih sakit?” tanya Lily di tengah sarapan. “Fleesia bilang, kau butuh istilahat kalena kelelahan kemarin.”Allen tersenyum menenangkan Lily. “Aku baik-baik saja, Lily.”Mata Lily seketika berbinar penuh harap. “Kalau begitu, hali ini kita bisa …”“Tidak,” Allen menyela Lily. “Hari ini aku harus keluar karena urusan pekerjaan.”“Ah …” Kekecewaan tampak jelas di wajah anak itu. Allen tak tahu kapan terakhir kali ia melihat wajah kecewa itu karena alasan ini. Namun, ia tak akan pernah terbiasa dengan itu.“Lily, hari ini aku akan menemanimu bermain seharian,” Freesia menghibur Lily. “Oh, dan juga …” Freesia tiba-tiba membisikkan sesuatu pada Lily.Entah apa yang dibisikkan gadis itu pada Lily, tapi setelahnya, wajah Lily kembali penuh senyum. Ah, ia merasa tersisihkan.
“Allen,” panggil Freesia ketika Allen tak lagi mengatakan apa pun setelah menolak menurunkan Freesia dan berkeras mengantar Freesia ke kamarnya. Freesia menghela napas. “Kau membawaku ke kamar yang salah. Lily juga tidur di kamarmu. Dia akan menangis jika terbangun tanpa aku karena aku memeluknya sampai dia tertidur tadi.”Allen tak mengatakan apa pun, tapi pria itu membawa Freesia ke kamarnya.“Apa kau marah karena aku tidur di kamarmu?” tanya Freesia.Allen masih tak menjawab.“Apa kau marah karena kemarin aku mengganggumu di ruang kerjamu?” tanya Freesia lagi.Masih tak ada jawaban.“Apa kau malu karena aku memergokimu terbangun karena mimpi buruk?” Freesia tak menyerah.Tak ada reaksi.“Hei, ayolah. Semua orang pasti pernah bermimpi buruk,” Freesia berkata. “Bahkan meskipun itu kau …”“Jangan berisik,” Allen akhirnya angkat suara, menyela kalimat Freesia. “Lily tidur.”Ah, mereka sudah tiba di kamar pria itu. Freesia mendecak kesal ketika Allen menurunkannya di tepi tempat tidur.
Bahkan dari dalam ruang kerjanya, Allen bisa mendengar samar suara musik dari halaman belakang. Apa mereka bersantai di kolam renang sepagi ini? Mereka bahkan baru selesai sarapan beberapa saat lalu dan sekarang sudah bermalas-malasan di kolam renang. Well, selama mereka tidak membuat masalah …Tidak. Allen seketika ingat insiden apa saja yang terjadi di kolam renang. Ia tak bisa tenang meninggalkan dua gadis itu bermain di dekat kolam renang. Allen akhirnya memutuskan untuk mengecek dan memastikan tingkat bahaya kegiatan mereka kali ini.Allen pergi ke balkon belakang lantai dua untuk mengecek ke halaman belakang. Tampak Freesia dan Lily berdiri di tepi kolam renang. Mereka bergerak dengan iringan musik melakukan … senam?“Lily, di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat,” Freesia berkata pada Lily dengan suara keras untuk mengalahkan suara musiknya. “Karena itu, kita harus menjaga kesehatan dengan berolahraga rutin dan makan makanan yang bergizi. Kau mengerti?”Lily mengangg
Freesia lega karena Allen kembali normal setelah mereka merayakan ulang tahun pria itu. Tidak ada lagi sikap dinginnya. Namun yang lebih baik lagi, pria itu tidak menolak perayaan ulang tahunnya semalam. Meski itu sangat sederhana. Karena itu, hari ini, Freesia dan Lily berniat menyiapkan sesuatu untuk pria itu.“Apa hari ini kau juga akan bekerja?” tanya Freesia di tengah sarapan mereka.“Ya, sayangnya,” jawab Allen. “Untuk memastikan kau bisa melaksanakan rencanamu, aku harus melakukan bagianku, kan?”Ah, benar juga. Freesia yang mengajukan kesepakatan pada pria itu. Freesia juga harus mulai lebih serius mempersiapkan rencananya. Mungkin, ini akan menjadi hari terakhirnya bisa bermain bebas dengan Lily. Namun, bagaimana ia akan mengatakan itu pada Lily?“Aku akan menyiapkan ruang kerja untukmu di ruang yang sama dengan ruang bermain Lily,” Allen tiba-tiba menyebutkan. “Jadi, kau bisa bekerja dengan Lily ada di sekitarmu.”“Ya, itu pilihan terbaik!” seru Freesia.“Mama akan bekelja?”
“Papa, aku dan Mama membawakan snack untuk Papa!” seru Lily begitu pintu ruang kerja Allen terbuka. Anak itu bahkan sudah menyelonong masuk lebih dulu.Namun, baru dua meter dia masuk ke ruang kerja Allen, gadis kecil itu berhenti dan menatap waspada ke arah sofa ruang kerja Allen. Freesia menoleh ke arah tatapan Lily. Tampak seorang wanita bergaun merah yang seksi berada di sana.Siapa wanita itu?“Nona Muda Woodz,” sapa wanita itu sembari membungkuk pada Lily.Namun, Lily malah kemudian berlari ke arah Freesia dan memeluk kaki Freesia. Ekspresinya tampak takut sekaligus waspada.“Ini istri dan putriku,” Allen menyebutkan sembari mengambil alih nampan snack berisi kue dan buah dari tangan Freesia.Freesia mengangguk kecil ketika wanita itu juga membungkuk padanya. Freesia kemudian mengangkat Lily dalam gendongannya. Anak itu tiba-tiba menutup hidungnya.“Ada apa, Lily?” tanya Freesia.“Mama, aku tidak suka baunya,” jawab anak itu.“Bau apa?” Freesia mengerutkan kening tak mengerti.L
Apa Freesia salah dengar?“Kubilang, apa yang akan kau lakukan jika aku menginginkanmu?” Allen mengulangi.Ugh … Freesia tidak salah dengar. Namun, kenapa pria itu tiba-tiba …?Allen mendengus geli dan mengacak rambut Freesia. “Aku hanya bercanda. Mana mungkin aku menginginkan anak kemarin sore sepertimu.”This Motherf***er!“Tapi, aku membutuhkan bantuanmu untuk masalah satu ini,” lanjut Allen.Freesia mendengus tak percaya. “Dan bantuan apa yang kau butuhkan dari anak kemarin sore sepertiku?” sinisnya.Allen tersenyum kecil. “Kau, sebagai istriku,” sebutnya.Freesia menyipitkan mata. “Apa maksudnya itu? Aku memang sudah menjadi istrimu. Aku harus bagaimana lagi sebagai istrimu?”“Um, maksudku … seperti ini …” Pria itu tiba-tiba meraih pinggang Freesia dan menarik Freesia hingga tubuh mereka merapat tanpa jarak.Freesia menatap pria itu kaget. “Dan apa yang kau lakukan ini?”“Melakukan hal yang normal dilakukan suami pada istrinya,” jawab pria itu santai.“Jadi, untuk apa kau melakuk
Freesia tak tahu kapan dan bagaimana dia berakhir di sofa ruang kerja Allen, di pangkuan pria itu. Dan sampai kapan pria itu akan menciumnya seperti ini? Ketika dia mengakhiri ciumannya, Freesia pikir pria itu sudah selesai. Namun, ia malah menyurukkan kepalanya ke leher Freesia.Freesia terkesiap ketika merasakan ciuman pria itu di lehernya. Apa yang pria itu lakukan? Tidak, tunggu … jika pria itu melakukannya seperti ini, Freesia tidak bisa berpikir.Freesia mengecek ruangan itu dan hanya mendapati mereka berdua di sana. Freesia berusaha mendorong bahu Allen dan berkata dengan suara tersengal,“Allen … dia … sudah pergi …”“Tidak,” jawab Allen di telinganya. “Dia masih ada di depan pintu ruang kerjaku.”“Apa?” Freesia tak tahu kenapa wanita itu begitu keras kepala untuk menggoda Allen ketika Allen sudah menikah. Namun, melihat cara wanita itu berpakaian ketikan datang ke ruangan ini tadi, Freesia bisa menebak dia benar-benar tidak akan mundur dengan mudah dalam usahanya menggoda All
Allen mengerutkan kening heran ketika akhirnya kembali ke kamarnya dan menemukan Freesia yang duduk di tengah tempat tidurnya dengan selimut menutupi tubuh. Itu pun, tanpa Lily di sana.“Apa ini?” tuntut Allen.“Kau benar-benar membuatku nyaris masuk angin karena terlalu lama menunggu,” geram gadis itu.Apa maksudnya?Allen nyaris menjatuhkan ponsel di tangannya ketika Freesia menurunkan selimut yang menutupi tubuhnya dan turun dari tempat tidur. Apa-apaan …? Sial. Pakaian apa yang dipakai gadis itu? Pakaian itu lebih banyak menampakkan tubuh Freesia alih-alih menutupnya.“Apa yang kau pakai itu? Dan kenapa kau memakai pakaian seperti itu?” kaget Allen.Freesia tak menjawab dan malah tersenyum sembari mendekat pada Allen.Allen menyipitkan mata. “Freesia, apa kau berniat menggodaku dengan itu?” tebaknya.“Menurutmu?” Freesia berhenti di depan Allen. Lalu, tiba-tiba dia mengalungkan kedua lengan di leher Allen.Allen tak berusaha mendorong gadis itu ketika ia mencoba mencium Allen. All
Beberapa minggu kemudian …“Mama!” Lily berlari masuk ke rumah dengan membawa selembar kertas di tangannya.Freesia yang menunggu di ruang tamu seperti biasanya, meski kali ini tanpa Leon yang masih tidur, tersenyum menyambut kepulangan putrinya itu.“Bagaimana sekolahmu tadi, Kakak Lily?” tanya Freesia ketika Lily mencium pipinya.“Mama, lihat ini!” Lily mengangkat selembar kertas yang dibawanya tadi dan Freesia bisa melihat gambar di sana.Freesia ternganga takjub melihat gambar dirinya di sana. Freesia yang duduk di kursi santai di tepi kolam renang rumah Allen. Dan itu adalah gambar Freesia yang sedang tertawa. Dari semua fiture Freesia di gambar itu, ekspresi Freesia tampak begitu jelas. Kebahagiaan yang dirasakan Freesia tergambar dengan baik di sana.“Aku dan Reyn menggambar ini bersama-sama,” Lily berkata.Ah … jadi ini ekspresi yang disukai anak-anak ini dari Freesia? Freesia memeluk Lily.“Terima kasih, Sayang,” ucap Freesia sungguh-sungguh.Lily terkekeh bangga. “Reyn bilan
“You’re impressive,” Brand berkomentar sembari mengawasi Lily dan anak-anak panti asuhan Alia bermain di kolam renang dari balkon lantai dua. Ah, ada satu lagi, anak yang menjadi sumber keresahan Allen saat ini. Anak seusia Lily yang bernama Reyn.“Yeah, indeed,” timpal Val. “Aku takjub Freesia masih menerimamu sebagai suaminya.”“Huh! Kalian belum merasakan saja jika kalian punya anak perempuan,” cibir Allen. “Anak itu bahkan sudah berani menggandeng tangan Lily …”“Kudengar, Lily yang menggandeng tangannya dulu. Jangan memutarbalikkan fakta dan membuat anak orang lain menjadi kriminal,” tegur Brand.“Jika Lily menggandeng tangannya lebih dulu, bukankah seharusnya dia melepaskan tangan Lily jika dia memang seorang gentleman?” balas Allen.“Freesia benar,” tukas Val. “Kau tak masuk akal. He’s a baby, Dude! A freaking baby!” Val terdengar frustasi.“Allen, jika kau terus bersikap seperti itu, kau akan merepotkan Freesia.”Brand, Allen, dan Val menoleh ke sumber suara yang berada di pin
Sejak dia bangun tadi, Lily tampak sangat bahagia. Tidak, lebih tepatnya, sejak Allen mengatakan jika dia akan mengajak Freesia dan Leon mengantarkan Lily ke sekolah. Allen sudah memberitahukan Freesia tentang situasi Reyn dan dia ingin Freesia menemui Reyn agar anak itu tidak terlalu waspada pada orang dewasa.Mungkin karena perlakuan orang-orang panti asuhan, anak itu terlalu waspada pada orang dewasa. Karena itu, dia selalu menolak bantuan guru-guru sekolahnya. Dia pertama kali membuka diri pada Lily yang berkeras menemaninya seharian kemarin.Ketika mereka tiba di sekolah Lily, Leon tertidur. Kepala sekolah Lily yang sudah dihubungi Allen dan menyambut mereka di gerbang, mengantarkan Freesia ke ruang kesehatan agar Leon bisa tidur dengan nyenyak di sana. Freesia memercayakan Leon pada dua pengasuh dan dua pengawal sebelum dia pergi ke tempat Lily dan Reyn berada. Sementara, Allen pergi ke ruang kepala sekolah untuk membicarakan masalah panti asuhan Reyn dengan pihak sekolah.Salah
Lily baru masuk ke ruang kelasnya ketika melihat salah satu teman sekelasnya didorong temannya yang lain hingga jatuh terjengkang ke belakang.“Jangan dekat-dekat! Bajumu jelek!” hardik Lucy yang mendorong teman sekelas Lily yang lainnya tadi.Lily bergegas menghampiri Reyn, anak laki-laki yang didorong Lucy hingga jatuh tadi. Reyn adalah anak yang baru masuk beberapa hari terakhir ini. Dia adalah anak dari panti asuhan. Dia masuk ke sekolah ini sebagai murid beasiswa. Lily dengar, salah satu guru kesenian di sekolahnya melihat kemampuan menggambar Reyn dan menawarkan beasiswa untuk Reyn.“Kenapa kalian jahat sekali pada Reyn?!” tegur Lily.“Lily, kau jangan dekat-dekat dengan dia! Kau tidak lihat bajunya? Jelek dan kotor. Bajumu bisa ikut kotor!” Lucy heboh.Memang yang dikatakan Lucy tidak salah tentang baju seragam Reyn yang jelek karena warnanya pudar dan kotor karena noda yang tidak hilang meski telah dicuci. Sepertinya itu seragam bekas. Namun, dia tidak harus mengatakannya deng
Beberapa bulan kemudian …Pintu kamar tidur Allen dan Freesia terbuka lebar dan Lily yang sudah memakai seragam sekolah, menghambur masuk sembari berseru,“Selamat pagi, Mama, Papa, Leon!”“Selamat pagi, Kakak Lily,” Freesia yang duduk bersandar di kepala tempat tidur sembari menyusui putranya, Leon, membalas sembari tersenyum.“Lily, jangan ganggu adikmu,” Allen mengingatkan Lily.“Papa, kapan aku mengganggu Leon?” protes Lily sembari melepas sepatu sekolahnya dan naik ke tempat tidur.Bahkan setelah dia memprotes peringatan Allen, dia langsung menciumi pipi Leon yang sedang menyusu. Akhirnya, seperti biasa, Leon mulai risih dan merengek.“Lihat itu, kau mengganggunya!” tuding Allen.“Aku hanya memberinya ciuman selamat pagi,” Lily beralasan sembari mundur.Freesia hanya tersenyum geli sembari menenangkan Leon. “Leon sepertinya masih mengantuk. Nanti setelah dia tidur, kita sarapan bersama, ya, Kakak Lily?”“Ya, Mama,” jawab Lily riang.Setelah Leon tertidur, Allen memindahkan Leon k
“Mama masih sedih?” tanya Lily dengan nada sedih.Freesia tersenyum dan menggeleng. “Maaf, Mama membuatmu khawatir,” sesalnya.Lily menggeleng. “Mama jangan sedih lagi. Kan, Mama sudah bilang sendili, aku bisa belmain ke lumah itu lagi kapan pun aku ingin. Itu belalti, Mama juga bisa pelgi ke sana kapan pun Mama ingin.”Freesia tersenyum sendu dan mengangguk. Padahal ia yang mengatakan itu pada Lily, tapi justru Freesia yang bereaksi seperti ini. Lily bahkan tak menangis ketika berpisah dengan orang-orang rumah Allen tadi. Namun, justru Freesia yang menangis. Val bahkan menertawakan Freesia hingga Lily mengomelinya dan mereka berdebat sampai detik terakhir perpisahan mereka tadi.“Lily benar, Freesia,” ucap Allen sembari merangkul Freesia. Pria itu duduk di sebelah kanan Freesia. “Aku tak tahu apa yang membuatmu sesedih itu ketika rumah itu penuh dengan aturan yang tak bisa memberi kau atau Lily kebebasan.”“Tapi, itu adalah rumahmu, Allen,” Freesia berkata. “Aku tahu, kau punya banya
“Aku akan mendukung rencana kalian mengambil alih perusahaan keluarga Martin,” Brand berkata. “Dan kurasa, Mary juga pasti tidak akan keberatan dengan itu. Well, jika itu untuk cucunya, dia akan memberikan apa pun.”“Kau … mengenal nenekku?” Freesia tampak terkejut.Brand tersenyum. “Aku banyak belajar dari Mary tentang bisnis.”“Oh …”“Dia juga pernah memintaku untuk membantu cucunya jika suatu saat dia tertarik dengan bisnis keluarganya,” lanjut Brand.Freesia tersenyum sendu. “Aku benar-benar … sudah tidak adil pada nenekku,” ucapnya. “Aku selama ini selalu berpikir jika dia hanya memaksaku melakukan hal yang tak kuinginkan. Tapi, aku sekarang sadar, dia melakukan semua itu benar-benar untukku. Karena seandainya orang tuaku masih ada … dia hanya ingin aku melakukan apa yang kuinginkan.”Brand mengangguk. “Nenekmu punya impian untuk menghabiskan waktu tuanya bermain denganmu,” Brand berkata.Freesia mengernyit dan tampak akan menangis.“Aku tahu kau sudah salah paham tentang nenekmu
Ketika Lily tidur setelah makan siang, Allen mengajak Freesia ke ruang kerjanya karena Brand ingin bicara dengan mereka. Freesia tidak tahu banyak tentang Brand selain jika dia adalah kakak sulung Allen dan dia adalah bos di rumah ini sebelum Allen.Tunggu. Bagaimana jika Brand tak menyetujui hubungan Freesia dengan Allen? Dia mungkin akan memberi Freesia uang untuk meninggalkan Allen. Tidak, tidak. Dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Freesia juga sedang hamil anak Allen.Jika bukan itu … apa dia akan memarahi Freesia? Itu masuk akal. Mengingat bagaimana tadi pagi mereka semua berjemur di tepi kolam renang sambil mendengarkan lagu anak-anak. Meski ayah Allen sepertinya tak keberatan dan menikmati waktu bersantai mereka tadi, tapi Freesia tak tahu bagaimana reaksi Brand. Pria itu juga tak banyak bicara sepanjang pagi tadi.“Um … Allen,” panggil Freesia dalam perjalanan ke ruang kerja pria itu.“Kenapa, Freesia?” tanya pria itu.“Kakakmu itu … dia orang yang bagaimana?” tanya F
Freesia terkejut ketika melihat seorang pria yang tak dikenalinya ada di ruang makan saat ia masuk ke sana bersama Allen dan Lily untuk sarapan. Pria itu memakai topeng setengah wajah yang menutupi bagian mata kanan hingga pipinya. Lily yang juga tampaknya terkejut, menarik-narik ujung baju Freesia.Freesia menoleh dan mendapat Lily sudah bersembunyi di belakangnya. Reaksinya nyaris sama dengan saat ia bertemu ayah Allen. Freesia sudah akan menggendong Lily, tapi lagi-lagi Allen bergerak cepat dan menggendong anak itu lebih dulu.“Itu Brand,” Allen menyebutkan.Brand? Brand, kakak Allen? Namun, bukankah dia sudah …?“Bland?” tanya Lily.“Ya,” jawab Allen. “Dia kakakku. Jadi, dia adalah ommu.”“Om?” Lily mengerutkan kening. “Apa dia … kelualgaku?”Allen tersenyum kecil. “Ya. Dia keluargamu.”“Whoaaa …” Lily ternganga takjub. “Kelualgaku beltambah lagi. Setelah nenek, kakek, sekalang aku punya om!” Lily terkekeh.Freesia memperhatikan ekspresi sendu Brand yang tertuju pada Lily. Jadi …