Freesia tak tahu kapan dan bagaimana dia berakhir di sofa ruang kerja Allen, di pangkuan pria itu. Dan sampai kapan pria itu akan menciumnya seperti ini? Ketika dia mengakhiri ciumannya, Freesia pikir pria itu sudah selesai. Namun, ia malah menyurukkan kepalanya ke leher Freesia.Freesia terkesiap ketika merasakan ciuman pria itu di lehernya. Apa yang pria itu lakukan? Tidak, tunggu … jika pria itu melakukannya seperti ini, Freesia tidak bisa berpikir.Freesia mengecek ruangan itu dan hanya mendapati mereka berdua di sana. Freesia berusaha mendorong bahu Allen dan berkata dengan suara tersengal,“Allen … dia … sudah pergi …”“Tidak,” jawab Allen di telinganya. “Dia masih ada di depan pintu ruang kerjaku.”“Apa?” Freesia tak tahu kenapa wanita itu begitu keras kepala untuk menggoda Allen ketika Allen sudah menikah. Namun, melihat cara wanita itu berpakaian ketikan datang ke ruangan ini tadi, Freesia bisa menebak dia benar-benar tidak akan mundur dengan mudah dalam usahanya menggoda All
Allen mengerutkan kening heran ketika akhirnya kembali ke kamarnya dan menemukan Freesia yang duduk di tengah tempat tidurnya dengan selimut menutupi tubuh. Itu pun, tanpa Lily di sana.“Apa ini?” tuntut Allen.“Kau benar-benar membuatku nyaris masuk angin karena terlalu lama menunggu,” geram gadis itu.Apa maksudnya?Allen nyaris menjatuhkan ponsel di tangannya ketika Freesia menurunkan selimut yang menutupi tubuhnya dan turun dari tempat tidur. Apa-apaan …? Sial. Pakaian apa yang dipakai gadis itu? Pakaian itu lebih banyak menampakkan tubuh Freesia alih-alih menutupnya.“Apa yang kau pakai itu? Dan kenapa kau memakai pakaian seperti itu?” kaget Allen.Freesia tak menjawab dan malah tersenyum sembari mendekat pada Allen.Allen menyipitkan mata. “Freesia, apa kau berniat menggodaku dengan itu?” tebaknya.“Menurutmu?” Freesia berhenti di depan Allen. Lalu, tiba-tiba dia mengalungkan kedua lengan di leher Allen.Allen tak berusaha mendorong gadis itu ketika ia mencoba mencium Allen. All
“Mama … sakit?” Lily tampak khawatir setelah Allen mengatakan itu padanya.“Well, dia sedikit tidak enak badan. Tapi, dia masih bisa menemanimu bermain. Hanya … jangan membuatnya terlalu capek,” Allen menjelaskan.“Oh …” Lily manggut-manggut.Bahkan setelah pagi tiba, Freesia masih belum bangun juga. Allen tak tega membangunkannya dan akhirnya memutuskan untuk menjemput Lily dan sarapan dengan Lily dulu.Namun, ketika mereka hampir selesai sarapan, Freesia memasuki ruang makan dengan napas terengah.“Lily, maaf, Mama baru bangun,” ucap wanita itu.“Mama?” Lily tampak kaget. “Bukannya Mama tidak enak badan?”“Huh?” Freesia tampak bingung.Allen berdiri dari kursinya dan menghampiri Freesia, lalu mengangkat istrinya itu di depan tubuhnya.“Allen, apa yang kau …?”“Kau sedang tidak enak badan,” Allen berkata. “Jangan terlalu memaksakan dirimu.”“Aku memang masih sedikit merasa lelah, tapi …”“Ikuti saja kata-kataku,” Allen berbisik pada Freesia di gendongannya. “Jika kau tidak ingin dibo
Allen tak tahu ia akan pergi lebih lama dari yang ia pikir. Seperti dugaannya, keluarga Martin dan Bramasta mulai melacak jejak Allen yang diam-diam menyelidiki mereka di belakang. Butuh waktu tiga hari bagi Allen untuk menghilangkan jejaknya dan mengarahkan mereka ke petunjuk yang salah. Mereka sebentar lagi akan berpikir jika perusahaan saingan mereka yang berusaha menyerang keluarga Martin.Bramasta sebentar lagi akan bergerak mengincar perusahaan itu, jadi Allen bisa tenang selama beberapa waktu dan fokus dengan perkembangan perencanaan bisnis Freesia. Akhirnya … dia akan mendapatkan hari tenang. Meski, begitu bisnis itu siap, Allen harus menyiapkan diri untuk bersih-bersih di lingkungan bisnis Freesia nanti.Ah, sebelum itu, Allen harus memikirkan tentang apa yang akan dia lakukan di pesta ulang tahun kepala keluarga Bennet nanti. Pria itu cukup licik dengan menggunakan putrinya sebagai kartu undangan untuk menggoda Allen. Dan dia pasti sudah mendengar tentang keberadaan istri Al
“No, Papa! Lepaskan Mama! Mama punyaku!” Pekikan Lily itu menyambut pagi Allen.Allen tersenyum kecil, masih dengan mata terpejam, tak melepaskan pelukannya di perut Freesia.“Allen, kau akan membuat Lily menangis,” desis Freesia.Yang benar saja. Ketika Allen tak ada, gadis kecil itu merengek mencari Allen, tapi kini setelah Allen pulang, dia memperlakukan Allen seperti ini?“Jika kau ingin meminjam istriku, kau harus membayar dulu,” Allen berkata sembari mengecup pipinya.“Huh, Papa pelit!”Meski Lily berkata seperti itu, tapi ia akhirnya memberikan ciuman di pipi Allen. Namun, Allen tidak lantas melepaskan Freesia.“Allen?” Freesia berusaha melepaskan tangan Allen di perutnya.“Kau belum membayarku,” Allen berkata sembari membuka mata.Freesia menoleh ke belakang, eksresinya tampak kaget. Sebelum istrinya itu protes, Allen lebih dulu mencium bibirnya. Di akhir ciumannya, Freesia melotot galak padanya. Namun, Allen hanya membalas dengan senyuman.“Aku benci Papa!” seru Lily tiba-tib
Satu bulan sudah berlalu sejak Freesia sibuk bekerja sambil menemani Lily bermain. Anak itu tak mengeluh meski harus menunggu Freesia bekerja. Dan Allen menepati janjinya untuk menemani Lily bermain jika anak itu bosan dan Freesia masih harus bekerja.Meski, beberapa kali Allen tidak bisa menemani mereka karena harus menyelesaikan pekerjaan lain di ruang kerjanya sendiri. Sementara itu, pria itu membatasi pekerjaan luarnya dengan hanya keluar rumah di malam hari dan kembali di pagi hari sebelum Freesia atau Lily bangun.Freesia sendiri tak pernah penasaran dengan pekerjaan di luar rumah pria itu, selama pria itu pulang tanpa terluka. Yang membuat Freesia takjub, pria itu pernah pulang dini hari, dan dia sempat-sempatnya menculik Freesia hanya untuk menghabiskan malam tanpa tidur dengan Freesia. Apa pria itu sama sekali tidak butuh tidur?Namun, selama sebulan terakhir ini, Freesia bisa merasakan perhatian Allen lebih dari sebelumnya. Meski ia sering berbuat usil dan curang, tapi pria
Allen tertegun mendengar kata-kata Freesia itu.“Setidaknya aku … biarkan aku merasakan sakit itu untukmu …”Ketulusan dalam suara wanita itu membuat Allen tak bisa bereaksi, bahkan menolak pun ia tak bisa. Meski, lebih dari apa pun, ia tidak ingin membiarkan wanita itu merasakan rasa sakit itu. Rasa sakit yang mengerikan itu …“Aku baik-baik saja, Freesia,” ucap Allen akhirnya sembari balas memeluk istrinya itu.Namun, kata-kata Allen itu justru membuat Freesia menangis semakin keras. Allen mengernyit. Semua luka di tubuh Allen ini sama sekali tak sebanding dengan rasa sakit yang dirasakan Allen saat ini karena Freesia menangis di depannya.Dan akhirnya, tak ada yang bisa Allen lakukan selain menunggu Freesia hingga tangisannya mereda. Namun, ketika akhirnya tangisan wanita itu mulai mereda, Allen merasakan tubuh Freesia akan jatuh ke bawah. Allen dengan sigap mengeratkan pelukannya.“Freesia?” panggil Allen.Tak ada jawaban. Allen mengguncang tubuh Freesia. Kepala wanita itu tertole
“Kau tak bisa tidur?” tanya Allen sembari mengulurkan tangan melewati Lily yang berbaring di antara mereka, untuk mengusap rambut Freesia.Freesia meringis. “Mungkin karena seharian ini aku hanya berbaring seperti ini,” jawabnya. “Kau bisa tidur dulu, Allen. Kau pasti lelah karena seharian ini menemani Lily bermain.”Allen menggeleng. “Kau mau minum atau makan sesuatu?” tanya pria itu.Freesia membalas dengan gelengan. Ia menangkap tangan Allen yang mengusap rambutnya, lalu menariknya turun hingga mendarat di pipi Freesia.“Tetap seperti ini saja selama beberapa waktu,” pinta Freesia.Allen mengusap pipi Freesia. “Tapi, jika kau merasa tidak nyaman atau membutuhkan sesuatu, kau harus segera bilang padaku,” tuntut Allen.Freesia mengangguk.Mendapat perhatian seperti ini dari Allen, mana bisa Freesia menuntut lebih lagi? Freesia bahkan tak pernah tahu, Allen bisa bersikap seperti ini. Bahkan sebelum tahu akan kehamilan Freesia, pria itu bersikap lebih lembut pada Freesia. Sekarang sete
Beberapa minggu kemudian …“Mama!” Lily berlari masuk ke rumah dengan membawa selembar kertas di tangannya.Freesia yang menunggu di ruang tamu seperti biasanya, meski kali ini tanpa Leon yang masih tidur, tersenyum menyambut kepulangan putrinya itu.“Bagaimana sekolahmu tadi, Kakak Lily?” tanya Freesia ketika Lily mencium pipinya.“Mama, lihat ini!” Lily mengangkat selembar kertas yang dibawanya tadi dan Freesia bisa melihat gambar di sana.Freesia ternganga takjub melihat gambar dirinya di sana. Freesia yang duduk di kursi santai di tepi kolam renang rumah Allen. Dan itu adalah gambar Freesia yang sedang tertawa. Dari semua fiture Freesia di gambar itu, ekspresi Freesia tampak begitu jelas. Kebahagiaan yang dirasakan Freesia tergambar dengan baik di sana.“Aku dan Reyn menggambar ini bersama-sama,” Lily berkata.Ah … jadi ini ekspresi yang disukai anak-anak ini dari Freesia? Freesia memeluk Lily.“Terima kasih, Sayang,” ucap Freesia sungguh-sungguh.Lily terkekeh bangga. “Reyn bilan
“You’re impressive,” Brand berkomentar sembari mengawasi Lily dan anak-anak panti asuhan Alia bermain di kolam renang dari balkon lantai dua. Ah, ada satu lagi, anak yang menjadi sumber keresahan Allen saat ini. Anak seusia Lily yang bernama Reyn.“Yeah, indeed,” timpal Val. “Aku takjub Freesia masih menerimamu sebagai suaminya.”“Huh! Kalian belum merasakan saja jika kalian punya anak perempuan,” cibir Allen. “Anak itu bahkan sudah berani menggandeng tangan Lily …”“Kudengar, Lily yang menggandeng tangannya dulu. Jangan memutarbalikkan fakta dan membuat anak orang lain menjadi kriminal,” tegur Brand.“Jika Lily menggandeng tangannya lebih dulu, bukankah seharusnya dia melepaskan tangan Lily jika dia memang seorang gentleman?” balas Allen.“Freesia benar,” tukas Val. “Kau tak masuk akal. He’s a baby, Dude! A freaking baby!” Val terdengar frustasi.“Allen, jika kau terus bersikap seperti itu, kau akan merepotkan Freesia.”Brand, Allen, dan Val menoleh ke sumber suara yang berada di pin
Sejak dia bangun tadi, Lily tampak sangat bahagia. Tidak, lebih tepatnya, sejak Allen mengatakan jika dia akan mengajak Freesia dan Leon mengantarkan Lily ke sekolah. Allen sudah memberitahukan Freesia tentang situasi Reyn dan dia ingin Freesia menemui Reyn agar anak itu tidak terlalu waspada pada orang dewasa.Mungkin karena perlakuan orang-orang panti asuhan, anak itu terlalu waspada pada orang dewasa. Karena itu, dia selalu menolak bantuan guru-guru sekolahnya. Dia pertama kali membuka diri pada Lily yang berkeras menemaninya seharian kemarin.Ketika mereka tiba di sekolah Lily, Leon tertidur. Kepala sekolah Lily yang sudah dihubungi Allen dan menyambut mereka di gerbang, mengantarkan Freesia ke ruang kesehatan agar Leon bisa tidur dengan nyenyak di sana. Freesia memercayakan Leon pada dua pengasuh dan dua pengawal sebelum dia pergi ke tempat Lily dan Reyn berada. Sementara, Allen pergi ke ruang kepala sekolah untuk membicarakan masalah panti asuhan Reyn dengan pihak sekolah.Salah
Lily baru masuk ke ruang kelasnya ketika melihat salah satu teman sekelasnya didorong temannya yang lain hingga jatuh terjengkang ke belakang.“Jangan dekat-dekat! Bajumu jelek!” hardik Lucy yang mendorong teman sekelas Lily yang lainnya tadi.Lily bergegas menghampiri Reyn, anak laki-laki yang didorong Lucy hingga jatuh tadi. Reyn adalah anak yang baru masuk beberapa hari terakhir ini. Dia adalah anak dari panti asuhan. Dia masuk ke sekolah ini sebagai murid beasiswa. Lily dengar, salah satu guru kesenian di sekolahnya melihat kemampuan menggambar Reyn dan menawarkan beasiswa untuk Reyn.“Kenapa kalian jahat sekali pada Reyn?!” tegur Lily.“Lily, kau jangan dekat-dekat dengan dia! Kau tidak lihat bajunya? Jelek dan kotor. Bajumu bisa ikut kotor!” Lucy heboh.Memang yang dikatakan Lucy tidak salah tentang baju seragam Reyn yang jelek karena warnanya pudar dan kotor karena noda yang tidak hilang meski telah dicuci. Sepertinya itu seragam bekas. Namun, dia tidak harus mengatakannya deng
Beberapa bulan kemudian …Pintu kamar tidur Allen dan Freesia terbuka lebar dan Lily yang sudah memakai seragam sekolah, menghambur masuk sembari berseru,“Selamat pagi, Mama, Papa, Leon!”“Selamat pagi, Kakak Lily,” Freesia yang duduk bersandar di kepala tempat tidur sembari menyusui putranya, Leon, membalas sembari tersenyum.“Lily, jangan ganggu adikmu,” Allen mengingatkan Lily.“Papa, kapan aku mengganggu Leon?” protes Lily sembari melepas sepatu sekolahnya dan naik ke tempat tidur.Bahkan setelah dia memprotes peringatan Allen, dia langsung menciumi pipi Leon yang sedang menyusu. Akhirnya, seperti biasa, Leon mulai risih dan merengek.“Lihat itu, kau mengganggunya!” tuding Allen.“Aku hanya memberinya ciuman selamat pagi,” Lily beralasan sembari mundur.Freesia hanya tersenyum geli sembari menenangkan Leon. “Leon sepertinya masih mengantuk. Nanti setelah dia tidur, kita sarapan bersama, ya, Kakak Lily?”“Ya, Mama,” jawab Lily riang.Setelah Leon tertidur, Allen memindahkan Leon k
“Mama masih sedih?” tanya Lily dengan nada sedih.Freesia tersenyum dan menggeleng. “Maaf, Mama membuatmu khawatir,” sesalnya.Lily menggeleng. “Mama jangan sedih lagi. Kan, Mama sudah bilang sendili, aku bisa belmain ke lumah itu lagi kapan pun aku ingin. Itu belalti, Mama juga bisa pelgi ke sana kapan pun Mama ingin.”Freesia tersenyum sendu dan mengangguk. Padahal ia yang mengatakan itu pada Lily, tapi justru Freesia yang bereaksi seperti ini. Lily bahkan tak menangis ketika berpisah dengan orang-orang rumah Allen tadi. Namun, justru Freesia yang menangis. Val bahkan menertawakan Freesia hingga Lily mengomelinya dan mereka berdebat sampai detik terakhir perpisahan mereka tadi.“Lily benar, Freesia,” ucap Allen sembari merangkul Freesia. Pria itu duduk di sebelah kanan Freesia. “Aku tak tahu apa yang membuatmu sesedih itu ketika rumah itu penuh dengan aturan yang tak bisa memberi kau atau Lily kebebasan.”“Tapi, itu adalah rumahmu, Allen,” Freesia berkata. “Aku tahu, kau punya banya
“Aku akan mendukung rencana kalian mengambil alih perusahaan keluarga Martin,” Brand berkata. “Dan kurasa, Mary juga pasti tidak akan keberatan dengan itu. Well, jika itu untuk cucunya, dia akan memberikan apa pun.”“Kau … mengenal nenekku?” Freesia tampak terkejut.Brand tersenyum. “Aku banyak belajar dari Mary tentang bisnis.”“Oh …”“Dia juga pernah memintaku untuk membantu cucunya jika suatu saat dia tertarik dengan bisnis keluarganya,” lanjut Brand.Freesia tersenyum sendu. “Aku benar-benar … sudah tidak adil pada nenekku,” ucapnya. “Aku selama ini selalu berpikir jika dia hanya memaksaku melakukan hal yang tak kuinginkan. Tapi, aku sekarang sadar, dia melakukan semua itu benar-benar untukku. Karena seandainya orang tuaku masih ada … dia hanya ingin aku melakukan apa yang kuinginkan.”Brand mengangguk. “Nenekmu punya impian untuk menghabiskan waktu tuanya bermain denganmu,” Brand berkata.Freesia mengernyit dan tampak akan menangis.“Aku tahu kau sudah salah paham tentang nenekmu
Ketika Lily tidur setelah makan siang, Allen mengajak Freesia ke ruang kerjanya karena Brand ingin bicara dengan mereka. Freesia tidak tahu banyak tentang Brand selain jika dia adalah kakak sulung Allen dan dia adalah bos di rumah ini sebelum Allen.Tunggu. Bagaimana jika Brand tak menyetujui hubungan Freesia dengan Allen? Dia mungkin akan memberi Freesia uang untuk meninggalkan Allen. Tidak, tidak. Dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Freesia juga sedang hamil anak Allen.Jika bukan itu … apa dia akan memarahi Freesia? Itu masuk akal. Mengingat bagaimana tadi pagi mereka semua berjemur di tepi kolam renang sambil mendengarkan lagu anak-anak. Meski ayah Allen sepertinya tak keberatan dan menikmati waktu bersantai mereka tadi, tapi Freesia tak tahu bagaimana reaksi Brand. Pria itu juga tak banyak bicara sepanjang pagi tadi.“Um … Allen,” panggil Freesia dalam perjalanan ke ruang kerja pria itu.“Kenapa, Freesia?” tanya pria itu.“Kakakmu itu … dia orang yang bagaimana?” tanya F
Freesia terkejut ketika melihat seorang pria yang tak dikenalinya ada di ruang makan saat ia masuk ke sana bersama Allen dan Lily untuk sarapan. Pria itu memakai topeng setengah wajah yang menutupi bagian mata kanan hingga pipinya. Lily yang juga tampaknya terkejut, menarik-narik ujung baju Freesia.Freesia menoleh dan mendapat Lily sudah bersembunyi di belakangnya. Reaksinya nyaris sama dengan saat ia bertemu ayah Allen. Freesia sudah akan menggendong Lily, tapi lagi-lagi Allen bergerak cepat dan menggendong anak itu lebih dulu.“Itu Brand,” Allen menyebutkan.Brand? Brand, kakak Allen? Namun, bukankah dia sudah …?“Bland?” tanya Lily.“Ya,” jawab Allen. “Dia kakakku. Jadi, dia adalah ommu.”“Om?” Lily mengerutkan kening. “Apa dia … kelualgaku?”Allen tersenyum kecil. “Ya. Dia keluargamu.”“Whoaaa …” Lily ternganga takjub. “Kelualgaku beltambah lagi. Setelah nenek, kakek, sekalang aku punya om!” Lily terkekeh.Freesia memperhatikan ekspresi sendu Brand yang tertuju pada Lily. Jadi …