Setelah memastikan Freesia dan Lily tidur di kamar Freesia tadi, Allen pergi ke ruang kerjanya. Val tampak sudah menunggu di sana. Ekspresinya tampak serius.“Apa kau juga memperhatikan keanehan wanita itu?” tanya Val tanpa basa-basi.Allen menahan geram sembari berkata, “Begitu dia melihat Lily, dia mundur begitu saja.” Allen menyipitkan mata. “Bahkan tanpa memberi peringatan atau apa.”Val mengangguk. “Aku bisa mengerti jika dia mundur karena kata-kata Freesia. Tapi, tak ada negosiasi, peringatan, ataupun ancaman. Bahkan hingga saat ini, tidak ada laporan jika mereka berusaha menghubungi kita.”Allen mengepalkan tangan. “Jika wanita tua itu berpikir dia bisa menggunakan Lily untuk senjata melawanku, dia salah. Karena saat ini, kelemahan terbesarnya ada di tanganku. Begitu dia mencoba melakukan sesuatu yang melibatkan Lily, aku tidak akan berpikir dua kali untuk mengirimkan cucunya kembali. Tanpa nyawa.”“Itu, jika kau bisa melakukannya,” tandas Val.Allen melemparkan tatapan tajam p
Freesia tahu, ini terdengar absurd. Ia juga tahu, Allen mungkin tidak akan menyetujui kesepakatan ini. Karena melawan neneknya di perusahaan keluarga mereka, sama sekali bukan hal mudah. Neneknya seperti penguasa mutlak di perusahaan keluarga mereka. Bukan hanya karena neneknya memiliki darah keluarga utama Martin, tapi juga kemampuan bisnis keluarga Martin. Itulah kenapa, bahkan meski seorang perempuan, keturunan keluarga utama Martin selalu disegani dan dijadikan penerus untuk meneruskan nama keluarga Martin terlepas dari gender mereka. Itulah tradisi keluarga Martin. Kemampuan bisnis adalah hal yang utama. Dan dengan tradisi itulah, mereka membangun kerajaan bisnis dan loyalitas orang-orangnya. Karena itu, bisa dibilang semua orang di perusahaan, hanya akan mendukung penerus sah keluarga Martin. Dan saat ini, penerus sah keluarga Martin adalah Freesia, setelah neneknya. Namun, untuk Freesia melawan neneknya, itu adalah hal yang tak pernah terjadi sebelumnya. Tentu saja, tidak aka
“Kau dan Allen akan menikah?” Mata Lily berbinar ketika Freesia mengabarkan tentang itu saat mereka sarapan. Freesia mengangguk, membuat Lily seketika bersorak dan menghambur memeluk Freesia hingga ia nyaris jatuh dari kursinya jika Freesia tak menangkapnya. “Lily, itu bahaya!” tegur Freesia. Lily terkekeh. “Tapi aku sangat senang, Fleesia. Rasanya aku ingin melompat-lompat saking senangnya,” beber anak itu. Freesia tersenyum mendengar itu. “Kau sesenang itu?” tanyanya. “Ya!” seru Lily keras. “Aku saaangat senang!” Freesia memindahkan anak itu ke pangkuannya. “Kalau begitu, apa kau akan menjadi anak baik setelah aku menjadi mamamu nanti?” Freesia memastikan. “Tentu saja!” Lily mendongak menatap Freesia penuh tekad. “Aku akan menjadi anak baik dan mendengalkan semua kata-kata Mama.” Freesia menahan napas. Mendengar gadis kecil itu memanggilnya seperti itu membuat sesuatu yang terasa hangat, mengalir di dalam dadanya. Ia merasa sedih dan menyesal jika teringat, bukan Sonya yang m
“Fleesia!”Seruan itu diikuti masuknya Lily ke kamar Freesia ketika Freesia yang menunggu giliran karena staf yang akan membantunya bersiap dengan gaun pernikahannya, pergi membantu Lily bersiap dulu atas permintaan Freesia. Dan keputusannya itu sama sekali tidak mengecewakan. Ketika melihat Lily yang memakai gaun pesta putih dan mahkota bunga, Freesia memekik gemas.“Aw! Look at how cute you are!” Freesia yang duduk di tepi tempat tidur merentangkan lengan ke arah Lily dan membiarkan anak itu masuk ke pelukannya.Lily terkekeh. “Hali ini, kita akan memakai gaun yang sama, Fleesia,” ucap Lily bangga.“Yeah,” jawab Freesia. “Dan kau begitu cantik, seperti putri dalam dongeng.” Freesia mencolek pipi Lily gemas.Lily terkikik senang.Well, tadinya Freesia tak menginginkan hal seperti ini. Gaun pesta biasa rasanya sudah cukup. Namun, Lily tampak antusias ketika memilih gaun pernikahan Freesia kemarin.Persiapan pernikahan yang dilakukan satu hari kemarin menghasilkan gaun pernikahan Frees
Ini adalah malam pertama pernikahan Freesia dan Allen. Namun, mereka menghabiskannya dengan tidur bersama Lily. Well, Freesia tak bisa protes untuk itu. Ia justru ingin protes akan keberadaan Allen di sana. Namun, ia tak bisa mengusir Allen di depan Lily, mengingat saat ini mereka sudah menikah.Terlebih, sejak mereka resmi menjadi suami-istri tadi, Lily tak bisa berhenti memamerkan pada semua orang di rumah ini jika sekarang dia punya mama dan papa. Setidaknya setiap orang di rumah ini mendengar tiga sampai empat kali dari mulut Lily. Namun, tak seorang pun tampak keberatan dengan itu. Dan setiap kali mereka mendengar itu dari Lily, mereka selalu memberi ucapan selamat pada Lily.Freesia selalu berpikir jika rumah ini adalah penjara bagi Lily. Namun, mungkin ini bukan lingkungan seburuk yang Freesia pikir. Di sini, Lily memiliki keluarganya. Dan dengan Freesia bergabung di keluarga ini, dia harus menerima semua itu.“Ini tidak seperti yang kupikirkan,” celetuk Allen begitu Lily terti
Allen berusia sepuluh tahun saat itu. Ia mengepalkan tangan kuat dan mengatupkan bibir rapat, menahan satu pun suara agar tak keluar dari bibirnya meski seluruh tubuhnya terasa sakit tatkala tongkat kayu ayahnya terayun dan menghantam tubuhnya tanpa henti sejak sepuluh menit lalu.“Bagaimana bisa kemampuan menembakmu lebih buruk dari anak balita?! Apa kau bahkan anakku, hah?!” bentak ayahnya. “Ketika Brand seusiamu, dia sudah tidak pernah sekali pun meleset dari target. Bahkan Sonya yang tidak melatih itu untuk senjata utamanya saja, bisa melakukan itu lebih baik darimu! Apa sebenarnya yang bisa kau lakukan? Kau lemah dalam pertarungan tangan kosong. Kau tidak punya keahlian apa pun dalam senjata. Benar-benar anak tidak berguna!”Allen sudah terbiasa mendengar itu. Anak tidak berguna. Itu adalah julukannya di rumah ini. Karena seperti yang dikatakan ayahnya, dia sama sekali tak berbakat seperti kakak sulungnya, maupun kakak keduanya.Allen tak lagi menghitung berapa lama waktu yang ia
“Allen masih belum keluar dari ruang kerjanya sejak tadi pagi?” tanya Freesia pada Sean, orang kepercayaan Allen yang berjaga di depan pintu ruang kerja Allen.“Ya, Nyonya,” jawab Sean.“Apa dia bahkan makan sesuatu seharian ini?” Freesia mengecek.“Tidak, tapi Tuan baik-baik saja dan saat ini Tuan sedang sibuk dan tidak bisa diganggu,” beber Sean.“Kalau begitu, bagaimana dengan besok?” tanya Freesia. “Seharian tadi, Lily terus menanyakan Allen. Dia benar-benar ingin menghabiskan hari bersama aku dan Allen. Tak bisakah ia mengambil libur selama dua-tiga hari untuk itu?”“Maaf, Nyonya, saya tidak bisa memastikan itu,” jawab Sean.Ugh. Freesia harus bicara sendiri dengan Allen. Ia yakin, ada yang salah dengan Allen setelah pria itu terbangun karena mimpi buruknya. Jangan bilang … dia pingsan di dalam sana?“Hei, buka pintunya,” perintah Freesia kemudian. “Tadi pagi, Allen tampak pucat. Dia mungkin sakit. Jadi, apa yang kau lakukan dengan membiarkan dia di dalam sana sendirian tanpa mak
Allen memutuskan untuk ikut sarapan bersama Freesia dan Lily pagi itu karena tak ingin membuat Lily cemas. Toh setelah ini nanti dia akan keluar. Jadi, ia tak perlu menghindari mereka selama seharian ini.“Allen, apa kau masih sakit?” tanya Lily di tengah sarapan. “Fleesia bilang, kau butuh istilahat kalena kelelahan kemarin.”Allen tersenyum menenangkan Lily. “Aku baik-baik saja, Lily.”Mata Lily seketika berbinar penuh harap. “Kalau begitu, hali ini kita bisa …”“Tidak,” Allen menyela Lily. “Hari ini aku harus keluar karena urusan pekerjaan.”“Ah …” Kekecewaan tampak jelas di wajah anak itu. Allen tak tahu kapan terakhir kali ia melihat wajah kecewa itu karena alasan ini. Namun, ia tak akan pernah terbiasa dengan itu.“Lily, hari ini aku akan menemanimu bermain seharian,” Freesia menghibur Lily. “Oh, dan juga …” Freesia tiba-tiba membisikkan sesuatu pada Lily.Entah apa yang dibisikkan gadis itu pada Lily, tapi setelahnya, wajah Lily kembali penuh senyum. Ah, ia merasa tersisihkan.
Beberapa minggu kemudian …“Mama!” Lily berlari masuk ke rumah dengan membawa selembar kertas di tangannya.Freesia yang menunggu di ruang tamu seperti biasanya, meski kali ini tanpa Leon yang masih tidur, tersenyum menyambut kepulangan putrinya itu.“Bagaimana sekolahmu tadi, Kakak Lily?” tanya Freesia ketika Lily mencium pipinya.“Mama, lihat ini!” Lily mengangkat selembar kertas yang dibawanya tadi dan Freesia bisa melihat gambar di sana.Freesia ternganga takjub melihat gambar dirinya di sana. Freesia yang duduk di kursi santai di tepi kolam renang rumah Allen. Dan itu adalah gambar Freesia yang sedang tertawa. Dari semua fiture Freesia di gambar itu, ekspresi Freesia tampak begitu jelas. Kebahagiaan yang dirasakan Freesia tergambar dengan baik di sana.“Aku dan Reyn menggambar ini bersama-sama,” Lily berkata.Ah … jadi ini ekspresi yang disukai anak-anak ini dari Freesia? Freesia memeluk Lily.“Terima kasih, Sayang,” ucap Freesia sungguh-sungguh.Lily terkekeh bangga. “Reyn bilan
“You’re impressive,” Brand berkomentar sembari mengawasi Lily dan anak-anak panti asuhan Alia bermain di kolam renang dari balkon lantai dua. Ah, ada satu lagi, anak yang menjadi sumber keresahan Allen saat ini. Anak seusia Lily yang bernama Reyn.“Yeah, indeed,” timpal Val. “Aku takjub Freesia masih menerimamu sebagai suaminya.”“Huh! Kalian belum merasakan saja jika kalian punya anak perempuan,” cibir Allen. “Anak itu bahkan sudah berani menggandeng tangan Lily …”“Kudengar, Lily yang menggandeng tangannya dulu. Jangan memutarbalikkan fakta dan membuat anak orang lain menjadi kriminal,” tegur Brand.“Jika Lily menggandeng tangannya lebih dulu, bukankah seharusnya dia melepaskan tangan Lily jika dia memang seorang gentleman?” balas Allen.“Freesia benar,” tukas Val. “Kau tak masuk akal. He’s a baby, Dude! A freaking baby!” Val terdengar frustasi.“Allen, jika kau terus bersikap seperti itu, kau akan merepotkan Freesia.”Brand, Allen, dan Val menoleh ke sumber suara yang berada di pin
Sejak dia bangun tadi, Lily tampak sangat bahagia. Tidak, lebih tepatnya, sejak Allen mengatakan jika dia akan mengajak Freesia dan Leon mengantarkan Lily ke sekolah. Allen sudah memberitahukan Freesia tentang situasi Reyn dan dia ingin Freesia menemui Reyn agar anak itu tidak terlalu waspada pada orang dewasa.Mungkin karena perlakuan orang-orang panti asuhan, anak itu terlalu waspada pada orang dewasa. Karena itu, dia selalu menolak bantuan guru-guru sekolahnya. Dia pertama kali membuka diri pada Lily yang berkeras menemaninya seharian kemarin.Ketika mereka tiba di sekolah Lily, Leon tertidur. Kepala sekolah Lily yang sudah dihubungi Allen dan menyambut mereka di gerbang, mengantarkan Freesia ke ruang kesehatan agar Leon bisa tidur dengan nyenyak di sana. Freesia memercayakan Leon pada dua pengasuh dan dua pengawal sebelum dia pergi ke tempat Lily dan Reyn berada. Sementara, Allen pergi ke ruang kepala sekolah untuk membicarakan masalah panti asuhan Reyn dengan pihak sekolah.Salah
Lily baru masuk ke ruang kelasnya ketika melihat salah satu teman sekelasnya didorong temannya yang lain hingga jatuh terjengkang ke belakang.“Jangan dekat-dekat! Bajumu jelek!” hardik Lucy yang mendorong teman sekelas Lily yang lainnya tadi.Lily bergegas menghampiri Reyn, anak laki-laki yang didorong Lucy hingga jatuh tadi. Reyn adalah anak yang baru masuk beberapa hari terakhir ini. Dia adalah anak dari panti asuhan. Dia masuk ke sekolah ini sebagai murid beasiswa. Lily dengar, salah satu guru kesenian di sekolahnya melihat kemampuan menggambar Reyn dan menawarkan beasiswa untuk Reyn.“Kenapa kalian jahat sekali pada Reyn?!” tegur Lily.“Lily, kau jangan dekat-dekat dengan dia! Kau tidak lihat bajunya? Jelek dan kotor. Bajumu bisa ikut kotor!” Lucy heboh.Memang yang dikatakan Lucy tidak salah tentang baju seragam Reyn yang jelek karena warnanya pudar dan kotor karena noda yang tidak hilang meski telah dicuci. Sepertinya itu seragam bekas. Namun, dia tidak harus mengatakannya deng
Beberapa bulan kemudian …Pintu kamar tidur Allen dan Freesia terbuka lebar dan Lily yang sudah memakai seragam sekolah, menghambur masuk sembari berseru,“Selamat pagi, Mama, Papa, Leon!”“Selamat pagi, Kakak Lily,” Freesia yang duduk bersandar di kepala tempat tidur sembari menyusui putranya, Leon, membalas sembari tersenyum.“Lily, jangan ganggu adikmu,” Allen mengingatkan Lily.“Papa, kapan aku mengganggu Leon?” protes Lily sembari melepas sepatu sekolahnya dan naik ke tempat tidur.Bahkan setelah dia memprotes peringatan Allen, dia langsung menciumi pipi Leon yang sedang menyusu. Akhirnya, seperti biasa, Leon mulai risih dan merengek.“Lihat itu, kau mengganggunya!” tuding Allen.“Aku hanya memberinya ciuman selamat pagi,” Lily beralasan sembari mundur.Freesia hanya tersenyum geli sembari menenangkan Leon. “Leon sepertinya masih mengantuk. Nanti setelah dia tidur, kita sarapan bersama, ya, Kakak Lily?”“Ya, Mama,” jawab Lily riang.Setelah Leon tertidur, Allen memindahkan Leon k
“Mama masih sedih?” tanya Lily dengan nada sedih.Freesia tersenyum dan menggeleng. “Maaf, Mama membuatmu khawatir,” sesalnya.Lily menggeleng. “Mama jangan sedih lagi. Kan, Mama sudah bilang sendili, aku bisa belmain ke lumah itu lagi kapan pun aku ingin. Itu belalti, Mama juga bisa pelgi ke sana kapan pun Mama ingin.”Freesia tersenyum sendu dan mengangguk. Padahal ia yang mengatakan itu pada Lily, tapi justru Freesia yang bereaksi seperti ini. Lily bahkan tak menangis ketika berpisah dengan orang-orang rumah Allen tadi. Namun, justru Freesia yang menangis. Val bahkan menertawakan Freesia hingga Lily mengomelinya dan mereka berdebat sampai detik terakhir perpisahan mereka tadi.“Lily benar, Freesia,” ucap Allen sembari merangkul Freesia. Pria itu duduk di sebelah kanan Freesia. “Aku tak tahu apa yang membuatmu sesedih itu ketika rumah itu penuh dengan aturan yang tak bisa memberi kau atau Lily kebebasan.”“Tapi, itu adalah rumahmu, Allen,” Freesia berkata. “Aku tahu, kau punya banya
“Aku akan mendukung rencana kalian mengambil alih perusahaan keluarga Martin,” Brand berkata. “Dan kurasa, Mary juga pasti tidak akan keberatan dengan itu. Well, jika itu untuk cucunya, dia akan memberikan apa pun.”“Kau … mengenal nenekku?” Freesia tampak terkejut.Brand tersenyum. “Aku banyak belajar dari Mary tentang bisnis.”“Oh …”“Dia juga pernah memintaku untuk membantu cucunya jika suatu saat dia tertarik dengan bisnis keluarganya,” lanjut Brand.Freesia tersenyum sendu. “Aku benar-benar … sudah tidak adil pada nenekku,” ucapnya. “Aku selama ini selalu berpikir jika dia hanya memaksaku melakukan hal yang tak kuinginkan. Tapi, aku sekarang sadar, dia melakukan semua itu benar-benar untukku. Karena seandainya orang tuaku masih ada … dia hanya ingin aku melakukan apa yang kuinginkan.”Brand mengangguk. “Nenekmu punya impian untuk menghabiskan waktu tuanya bermain denganmu,” Brand berkata.Freesia mengernyit dan tampak akan menangis.“Aku tahu kau sudah salah paham tentang nenekmu
Ketika Lily tidur setelah makan siang, Allen mengajak Freesia ke ruang kerjanya karena Brand ingin bicara dengan mereka. Freesia tidak tahu banyak tentang Brand selain jika dia adalah kakak sulung Allen dan dia adalah bos di rumah ini sebelum Allen.Tunggu. Bagaimana jika Brand tak menyetujui hubungan Freesia dengan Allen? Dia mungkin akan memberi Freesia uang untuk meninggalkan Allen. Tidak, tidak. Dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Freesia juga sedang hamil anak Allen.Jika bukan itu … apa dia akan memarahi Freesia? Itu masuk akal. Mengingat bagaimana tadi pagi mereka semua berjemur di tepi kolam renang sambil mendengarkan lagu anak-anak. Meski ayah Allen sepertinya tak keberatan dan menikmati waktu bersantai mereka tadi, tapi Freesia tak tahu bagaimana reaksi Brand. Pria itu juga tak banyak bicara sepanjang pagi tadi.“Um … Allen,” panggil Freesia dalam perjalanan ke ruang kerja pria itu.“Kenapa, Freesia?” tanya pria itu.“Kakakmu itu … dia orang yang bagaimana?” tanya F
Freesia terkejut ketika melihat seorang pria yang tak dikenalinya ada di ruang makan saat ia masuk ke sana bersama Allen dan Lily untuk sarapan. Pria itu memakai topeng setengah wajah yang menutupi bagian mata kanan hingga pipinya. Lily yang juga tampaknya terkejut, menarik-narik ujung baju Freesia.Freesia menoleh dan mendapat Lily sudah bersembunyi di belakangnya. Reaksinya nyaris sama dengan saat ia bertemu ayah Allen. Freesia sudah akan menggendong Lily, tapi lagi-lagi Allen bergerak cepat dan menggendong anak itu lebih dulu.“Itu Brand,” Allen menyebutkan.Brand? Brand, kakak Allen? Namun, bukankah dia sudah …?“Bland?” tanya Lily.“Ya,” jawab Allen. “Dia kakakku. Jadi, dia adalah ommu.”“Om?” Lily mengerutkan kening. “Apa dia … kelualgaku?”Allen tersenyum kecil. “Ya. Dia keluargamu.”“Whoaaa …” Lily ternganga takjub. “Kelualgaku beltambah lagi. Setelah nenek, kakek, sekalang aku punya om!” Lily terkekeh.Freesia memperhatikan ekspresi sendu Brand yang tertuju pada Lily. Jadi …