Beranda / Romansa / Sad Boy / 55. Memupuk Dendam

Share

55. Memupuk Dendam

Penulis: Nila Zulkifli
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kapalan tangan Seon sangat erat, giginya gemelatuk. Bersamaan hujan menghapus air matanya, ia masih duduk sembari memeluk nisan sang kakak. Entah bagaimana ia harus melanjutkan hidup tanpa Isan lagi? 

Meski sudah terbiasa hidup di kelurga Amara, tapi ia belum puas membalas rindu yang telah bertahun-tahun disimpan dalam dadanya. Kini, Seon benar-benar hidup sebatang kara dengan harta yang melimpah, orang tuanya telah meninggal sejak 10 tahun yang lalu.

Meninggal dalam sebuah kecelakaan, setelah turun dari bandara. Mobil yang di kendarai keduanya, rem blong dan menghantam sebuah truk besar yang ada di depannya.

Isan pernah berkata padanya saat mereka telah bertemu, "Seon, kakak curiga kematian kedua orang tua kita sangatlah tak wajar."

"Maksud kakak apa?" tanya Seon bingung. Dia tak paham dengan dunia Isan, meski menguasai bisnis dan menjadi

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sad Boy   56. Kemesraan Dalam Luka

    Kapalan tangan Seon sangat erat, giginya gemelatuk. Bersamaan hujan menghapus air matanya, ia masih duduk sembari memeluk nisan sang kakak. Entah bagaimana ia harus melanjutkan hidup tanpa Isan lagi?Meski sudah terbiasa hidup di kelurga Amara, tapi ia belum puas membalas rindu yang telah bertahun-tahun disimpan dalam dadanya. Kini, Seon benar-benar hidup sebatang kara dengan harta yang melimpah, orang tuanya telah meninggal sejak 10 tahun yang lalu.Meninggal dalam sebuah kecelakaan, setelah turun dari bandara. Mobil yang di kendarai keduanya, rem blong dan menghantam sebuah truk besar yang ada di depannya.Isan pernah berkata padanya saat mereka telah bertemu, "Seon, kakak curiga kematian kedua orang tua kita sangatlah tak wajar.""Maksud kakak apa?" tanya Seon bingung. Dia tak paham dengan dunia Isan, meski menguasai bisnis dan menjadi

  • Sad Boy   57. Seon Yang Tidak Sengaja

    Sebelum tiga puluh menit, lelaki itu keluar dengan wajah yang terlihat segar dan gagah seperti biasanya. Amara sangat senang melihat Seon telah kembali lagi seperti dulu."Jadi, ngga kita keluar?" tanya Seon datar."Datar amat, Kak," tegur Mayra sewot."Ya, udah aku masuk kembali," kata Seon sembari membalikkan badan, tapi di cegat Mayra dengan menarik lengannya."Bawa perasaan amat, sih Kak. Aku kan bercanda.""Ya, ayo!" ajak Seon tanpa mengubah ekspresinya.Meski masih dirundung masa berkabung, tapi Seon mencoba untuk tidak menampakkan hal itu pada Mayra. Terlebih, ia sangat senang tatkala sang adik ingin menemani dirinya sampai hatinya membaik.Amara sangat tahu apa yang sangat dibutuhkannya, tentu saja putri semata

  • Sad Boy   58. Canggung

    "Kak, kamu!" Mata Mayra membulat sembari memegangi bibirnya. Seon meringis kesakitan.Seon menyadari tatapan aneh dari Mayra merasa tak enak sudah berlaku seperti itu padanya. Haruskah ia mengakui semuanya malam ini?"A-aku...," Seon tak mampu melanjutkan perkataannya. Jarak di antara mereka cukup jauh, Mayra secepat kilat menghindar agar tak terjadi hal lebih lagi."Gila kamu, Kak!" seru Mayra tak percaya. Antara syok dan bingung yang menghampirinya saat ini."Ma-maaf! Aku benar-benar kalut," ujar Seon dengan perasaan yang sulit di artikan. Perasaan yang menyatu sekaligus, canggung, bersalah dan malu."Kalut sih kalut, aku paham kakak lagi patah hati. Jadi, sad boy karena cinta, tapi masa adikmu sendiri pelampiasan kerinduanmu,," papar Mayra dengan mimik wajah polos.

  • Sad Boy   59. Pertemuan Mayra dan Serra

    Keesokan paginya, mereka pulang setelah sarapan. Mayra masih memajang wajah cemberut dan Seon masih enggan menatap wajah gadis itu.Ciuman pertamanya teramat berkesan, meski dilakukan unsur ketidaksengajaan. Namun, Seon tidak akan bisa melupakan hal itu seumur hidup.Meski bagi Mayra ciuman semalam, diartikan sebagai hal wajar saat patah hati. Seon sendiri memang jelas memikirkan gadis yang duduk di sebelahnya. Namun, dia bersyukur dengan kepolosan sang adik yang masih belum curiga padanya.Dalam perjalanan segalanya hening, Seon juga tak mampu memecah keheningan seperti biasanya. Malu dan sedih, dua hal yang masih berpadu dalam hatinya. Hingga sikapnya dingin pada Mayra untuk menutupi kesalahan semalam.Setelah tiba di rumah Amara, sebelum pulang Mayra sempat mengobrol sedikit pada Seon.

  • Sad Boy   60. Gemuru Dalam Dada

    "Aku tetap pemenangnya," kata Serra menekankan seraya bangkit dari kursi dengan senyuman licik. Beranjak pergi dari meja gadis itu, tapi sebelum melangkah jauh. Mayra mengatakan hal yang dibuatnya tertegun."Sayangnya kemenanganmu hanya di hatinya, bukan dalam ikatan yang sah. Lantas, apa yang harus dibanggakan dari kemenanganmu? Setidaknya yang sah lebih bertamabat," balas Mayra acuh sembari meneguk air dalam gelas tanpa menoleh.Serra membeliak dan membalikkan kepalanya, tapi Mayra membelakangi wanita itu. Dia sudah yakin wajahnya pasti merah padam."Kamu tunggu saja," ancam Serra segera berlalu meninggalkan Mayra yang tak beranjak dan reaksi santai. Seakan tidak perlu takut dengan ancaman.*****Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Serra, gadis itu tak pernah melihat lagi Nalan pulang ke apartemen

  • Sad Boy   61. Apakah Ini Rasanya Jatuh Cinta?

    Desiran dalam dada mulai tak karuan, perasaan yang pertama kali dirasakan. Bahkan, irama detak jantung yang tak senada ini cukup mengganggu dalam pikiran dan hati Bryan.Tak pernah sama sekali ia merasakan detak jantung sehebat ini kala bertemu lawan jenis, hidupnya hanya terkungkung dalam cinta sang ibunda. Namun, hari ini yang terus terlintas dalam benaknya yaitu Mayra.Gadis yang awalnya Bryan bantu, karena merasa kasihan. Sorot mata yang selalu menampakkan kesedihan dan luka yang tersirat jelas dalam kedua bolat matanya.Pandangan mata yang saling tatap secara tak sengaja tadi, menampakkan perasaan yang seolah berbeda dari biasanya. Pertama kali tangannya sendiri menyentuh seorang perempuan, kecuali sang ibu."Perasaan apa ini?" gumam Bryan sembari memegangi dadanya yang terus saja berdegup kenca

  • Sad Boy   62. Tajamnya Lidah Nalan

    "Dari mana saja kau?" tanya Nalan menatap nyalang Mayra saat membuka pintu apartemen, terlebih lagi melihat siapa yang bersama istrinya. Amarah lelaki itu memuncak."Aku...," Mayra terhenti tatkala melihat ke arah Bryan. Ia sedikit cemas dengannya, takut kalau sang suami melakukan hal kejam pada dia."Ck! Setelah kau merebut kekasihku, sekarang istriku," decak Nalan sinis.Mayra tertunduk dengan linangan air mata, Bryan melihat hal itu menjadi sangat sedih. Dia tak mempedulikan ucapan Nalan sama sekali, dirinya fokus untuk menenangkan gadis itu."Jangan menangis, kau harus paham dengan sifatnya yang seperti itu," lirih Bryan mengulum senyum saat Mayra mendongak kepadanya."Pulanglah, kak Bay! Aku tidak ingin mendengar kata-kata menyakitkan keluar dari bibirn

  • Sad Boy   63. Cinta Datang Terlambat

    Darah Bryan mendidih, tersirat guratan amarah tatkala mengobati lengan Mayra yang memar. Sungguh, Nalan lelaki tega melakukan hal keji pada istrinya sendiri. Meski tak menyukai gadis itu, tak harus mengasari.Ditambah lagi, Mayra yang dari tadi meringis kesakitan ketika Bryan memberi alkohol menggunakan kapas.Cengkraman Nalan memang sungguh kuat, hampir meremukkan tulang. Namun, dibanding sakit pada lengan, hatinya lebih remuk lagi."Aku antar ke dokter saja, ya May," saran Bryan menatap serius memar itu. Dia nampak khawatir dengan bagian dalam yang memar, bagaimanapun tangan Nalan berotot. Mencengkram lengan yang perempuan sangat membahayakan."Tidak perlu, kak Bay!" tolak Mayra secepat kilat. Meski terasa sakit, tapi ia yakin hanya memar dan bengkak saja.

Bab terbaru

  • Sad Boy   101. Sesal Tak Bertepi (Ekstra Part)

    Setelah mendengar kabar kematian Mayra, sang Ibu pun syok hingga membuatnya terkena serangan jantung mendadak. Amara dinyatakan meninggal saat tiba di rumah sakit, makin terpuruklah Seon.Sean yang masih berada dalam pengawasan psikolog, karena trauma berat dialami bocah berusia 3 tahun itu. Nalan memilih untuk menyerahkan diri ke polisi, membayar semua penyesalan terhadap Mayra.Seon saat itu tahu dan menolak keputusan Nalan, berusaha untuk mencegat. Sebab, masih ada Sean yang sangat membutuhkan sosok ayahnya."Aku akan melupakan dendam itu, jangan menyerahkan dirimu ke polisi. Kau harus memikirkan Sean," cegat Seon. Dipikirannya memang hanya Sean, tak ada keluarga. Amara yang dimiliki pun harus pergi untuk selamanya."Justru Sean akan berada di tangan yang tepat bersamamu, aku punya banyak musuh Seon." Nalan menerangkan

  • Sad Boy   100. Pergi Untuk Selamanya

    "Nalan!" seru mereka serempak."Mark aku tahu sekarang alasanmu membuat drama dalam hidupku, lepaskan mereka yang tidak bersalah. Urusanmu padaku," kata Nalan menatap tajam Mark dengan dada kembang kempis."Tidak semudah itu, Arback bawa mereka kemari," titah Mark menggunakan jarinya. Musuh yang teramat dibenci telah muncul, ia ingin nyawa Nalan."Lantas, kau mau apa?" tanya Nalan geram."Seon, bagaimana tawaranku tadi? Jika, kau bersedia. Maka aku akan melepaskan Mayra dan Sean," ujar Mark beralih ke Seon yang sedang menunduk.Dari pintu lain, terdengar suara Sean yang menangis dan Mayra meronta."Lepaskan, putraku!" seru Mayra memberontak. Namun, laki-laki yang memegangi sangatlah kuat."Mama! Tolong aku!"

  • Sad Boy   99. Kebenaran Tentang Isan, Bryan & Kinan

    Sejak tahu Isan tewas dalam keadaan tidak wajar, Seon memang berniat ingin balas dendam pada orang yang telah menghilangkan nyawa kakaknya. Namun, hal tak disangka pelaku pembunuhan adalah Nalan.Dia berpikir keras, jika membalaskan dendam tersebut. Maka, Mayra akan curiga dan bisa jadi hubungan mereka yang akan rusak. Tapi, di sisi lain Sean dan ibunya sedang membutuhkan pertolongan. Seorang diri di tempat ini, tanpa siapapun bisa menolong. Seon menjadi buntu."Tidakkah kau dendam pada Nalan? Hanya dengan membunuhnya, maka tidak ada penghalang lagi antara kau dan Mayra," bujuk Mark meracuni pikiran Seon yang masih saja terdiam.Tentu saja dia dendam dan sangat marah, tapi Seon tidak mau seegois itu. Demi mendapatkan cinta Mayra dan Sean, sampai mengorbankan perasaan putra angkatnya. Bocah itu pasti tidak akan mau menerima dirinya.

  • Sad Boy   98. Kembalinya Mark Eden

    "Papa, Ayah, kita main bola bertiga!" seru Sean riang. Mereka berempat ada di taman bermain yang tak jauh dari apartemen Nalan. Mayra menatap ketiganya dengan senyum kebahagiaan, itulah harapan terbesar seorang ibu menginginkan bahagia untuk anak-anaknya.Seon dan Nalan sementara berbaikan, semua dilakukan demi Sean. Bocah itu memang mudah membuat orang dewasa menjadi akur."Papa dan Ayah satu tim," titah Sean. Mayra tertawa mendengar hal itu."Apa? Kami setim? Lalu, kau?" tanya Nalan heran."Bagaimana ajak, Mama? Biar timnya adil," usul Seon."Tidak!" tolak Sean menggeleng. "Mama, lambat," selorohnya membuat Mayra manyun seketika. Nalan dan Seon terkekeh, mereka tidak berani tertawa besar di depan ibu satu anak itu."Beraninya

  • Sad Boy   97. Menjemput Asa Lagi

    "Bisakah, kalian ikut aku kembali? Kau berhutang penjelasan padaku," pinta Nalan pada Mayra, Sean masih tenang dalam gendongan lelaki berperawakan maskulin itu.Mayra melirik Seon sejenak, meminta izin pada sang Kakak untuk membawa Sean. Bagaimanapun, ia masih menghargai orang yang paling berjasa dalam hidup putranya."Pergilah!" angguk Seon mengulas senyum getir."Ayah, kenapa tidak ikut dengan kami?" Sean menatap heran pada Seon."Ini...," Mayra sedikit bingung menjelaskan.Seon mendekati Sean seraya menyunggingkan senyum manis pada putra angkatnya, tanpa ragu lelaki bertubuh tegap itu mengusap kepala di depan Nalan."Pergilah menghabiskan waktu dengan Papamu, nanti Ayah akan menemuimu jika kau merindukanku," tutur Seon. "Jangan nakal, nurutla

  • Sad Boy   96. Mama!

    Nalan membawa Mayra kembali ke apartemen yang pernah mereka tempati dahulunya. Membawa masuk ke kamar di pakai tidur.Mayra tertegun saat melihat isi kamar tersebut dipenuhi fotonya. Segitu, besarkah perubahan Nalan selama tinggal di negara tetangga."Ap-apa ini, Nalan?" Mayra masih mendongak melihat sekeliling dinding kamar.Nalan menatap nanar ke arah istrinya, kejutan ini telah lama disiapkan untuk Mayra. Foto-foto itu menggambarkan isi hatinya, merindukan sang Istri dan penyesalan yang teramat dalam saat mereka berpisah."Apartemen ini sejak awal milikmu, kamar ini adalah saksi kita bercumbu, tidak mungkin aku melepaskan begitu saja, bukan?" Nalan meraih jari jemari Mayra dan mencium tangannya dengan lembut. Dia berjanji akan melakukan hal romantis setiap hari dan membahagiakan istrinya.

  • Sad Boy   95. Bertemu

    "Saya permisi keluar dulu," pamit Hans secepat kilat.Mayra termangu di tempat, tak sanggup menahan gejolak dalam dirinya. Sehingga, menundukkan kepala untuk menyembunyikan air matanya. Debaran di dada sangat sulit dikontrol, semakin cepat tatkala Nalan berjalan ke arahnya.Nalan mendekat secara pelan, ada bulir di matanya yang jatuh membasahi pipi. Betapa sangat tersiksa rindu yang tertahan beberapa tahun ini, wanita yang paling ingin di dekapnya telah muncul sekian lama pencarian.Nalan tepat berada di depannya, memegangi dagu Mayra agar bisa menatap dengan jarak dekat. Dia sangat bahagia setelah memastikan wanita tersebut adalah istri yang disia-siakan selama ini."Kau menangis?" tanya Nalan lembut.Mayra terhenyak, untuk pertama kali ia mendengar Nalan berkata lembut pa

  • Sad Boy   94. Kedatangan Mayra

    "May!" Seon memanggil adiknya yang sedang merenung, menanti jawaban."Em, ya! Kakak tadi bilang apa?" tanya Mayra linglung."Tidak usah pikirkan, jangan melamun terus," tutur Seon mengulas senyum. Mayra mengangguk."Mah, Papa kandung Sean orangnya seperti apa? Dia jahat ngga? Aku takut ketemu," ujarnya dengan wajah cemas. Seon dan Mayra berbalik sejenak menatap bocah menggemaskan tersebut dengan heran.Mereka bertiga saling pandang, bingung untuk menjawab. Anak sekecil Sean memang sangat cepat memahami setelah dijelaskan beberapa hari lalu tentang Nalan."Bagaimana kalau Papa kandung, Sean tak menyukaiku? Kita pulang saja, tidak masalah Ayah Seon menjadi ayahku saja, sudah cukup, Mah, Nek." Sekali lagi ucapan kecil yang keluar dari mulutnya membuat ketiga orang itu terhenyak.&nbs

  • Sad Boy   93. Kembali Ke Kota Himalaya

    Tiga tahun kemudian...."Sean, ayo sini peluk Ayah Seon," panggilnya sambil melebarkan kedua tangan dan menyamai ukuran tubuh bocah berusia tiga tahun itu."Ayah sudah pulang." Sean menyambut penuh keceriaan sambil berlari menghampiri Seon.Bocah berperawakan menggemaskan tersebut melompat ke dalam dekapan lelaki yang amat disayanginya.Mayra yang melihat pemandangan indah keduanya menjadi sangat haru, Sean tidak kekurangan kasih sayang dari sosok ayah atas adanya Seon. Semua tercurah untuk bocah lelaki yang sudah dianggap anak kandung sendiri. Saking sayangnya, kadang sang Kakak kelewatan dalam memanjakan."Bagaimana hari ini? Apa Ayah lelah?" tanya Sean bertubi-tubi. Kini, tubuh kecilnya sudah berada dalam gendongan Seon."Mau tahu?" Seon bertanya balik semba

DMCA.com Protection Status