Sesampai di rumah, sang ibu masih saja mengomel. Damar tidak bisa lama-lama karena Erika sudah menunggunya.
"Pokonya Ibu nggak bisa terima, Mar. Masa numpang hidup sama kamu?" Lagi, sang ibu kembali bersuara.Asih yang mendengarnya ikut merasa pusing juga. Ia ikut menenangkan sang ibu, tetapi tetap saja dibuat kesal juga."Bu, biarkan rumah tangga Mas Damar berjalan sesuai keinginan dia. Bukan keinginan Ibu," ujar Asih."Asih, kamu tahu apa? Ibu hanya menyelamatkan dia dari pengeluaran yang lebih banyak. Kamu pikir, nggak doubel pengeluaran kalau begitu?" "Oh, seperti kita dulu, saat Mas Damar membiayai kita. Aku dan Ibu saat masih bersama Mba Ayu? Sama, kan? Ada bedanya nggak? Apa sebelum Mba Ayu nggak keberatan?" "Diam kamu Asih!" "Bu, sudah cukup. Aku akan tetap membiayai ibu walau ada ibunya Erika. Lagi pula, kan kami makan bersama. Jadi, apa yang aku makan, dia juga makan. Sama saja,Wajah Damar masih saja ditekuk setelah kejadian di swalayan tadi. Ia memasukan beberapa belanjaan yang di beli Erika. Namun, ibu mertuanya begitu saja masuk ke rumah tanpa membereskan terlebih dahulu."Ibu kamu nggak merapikan dulu?" tanya Damar."Ehm, mungkin ibu lelah. Besok mungkin, biar aku saja yang merapikan." Erika gegas ke dapur membawa beberapa barang.Walau sedang kesal, Damar melangkah ke dapur dan membantu Erika membereskan belanjaan miliknya."Lain kali, aku mau kamu irit. Bukan karena aku pelit, tapi aku juga pernah berumah tangga. Apalagi anakku sudah dua, wajar aku merasa keberatan dengan belanjaan sebanyak ini." Sembari merapikan, Damar terus menasihati Erika."Ini masih wajar, Sayang. Lagi pula biar kita nggak belanja lagi.""Ya, kata kamu begitu. Coba lihat beberapa hari atau Minggu? Satu lagi, kalau bisa kita sarapan nggak usah beli nasi uduk. Lebih baik bikin sendiri, nasi goreng atau
"Kamu masih mau membahas yang kemarin, Vid?" tanya Ayu. Wanita berhijab hitam itu menaruh ponselnya setelah bervideo call bersama kedua anaknya."Iya, apalagi kamu kemarin bilang kalau aku calon suami kamu," ucap David sambil menggoda."Astaga, itu, kan hanya di depan Ibunya Mas Damar." Ayu mencoba memberi penjelasan."Aku maunya sungguhan." Lagi, David mencoba meyakinkan Ayu.Ayu terdiam, ia teringat perbincangan dengan kedua anaknya tadi malam. Si kecil bertanya tentang sang ayah, kemudian di susul dengan yang besar, ikut bertanya dan ingin bertemu dengan ayahnya. Walau bersama sang ibu, mungkin sosok ayah sangat mereka butuhkan.Sejak sibuk dengan pernikahannya, Damar belum sempat bertemu dengan kedua anaknya. Memang, pernah ada pesan dari Damar, kalau mungkin bukan ini ia sibuk. Nanti, setelah itu akan bertemu dengan kedua anaknya."Yu, masih dengar, aku, kan?"Panggilan David membuat Ayu terbangu
Setelah menikah, Erika masih bekerja. Namun, dengan catatan berbeda kantor atau cabang dengan Damar. Akhirnya sang suami yang mengalah dan pindah di cabang Jakarta Selatan, sedangkan Erika masih tetap di cabang Jakarta Barat."Pengantin baru, hawanya adem kayanya," goda Bu Dinda pada Erika.Sementara, Erika hanya bisa tersenyum saat wanita paruh baya itu menggodanya. Hari pertama masuk ia sudah diberikan banyak tugas. Pekerjaan yang tertunda dan pekerjaan baru.Erika mengusap keringat yang membasahi dahi. Sejak semalam ia tidak bisa tidur karena sang ibu ngambek tidak mau masak dan hanya ingin memesan masakan online saja.Ia bangkit untuk mengambil air hangat ke pantry, sembari netranya mencari seseorang untuk bertanggung jawab pada hidupnya."Ayu, tunggu!" Erika menghampiri Ayu yang baru saja datang dan mau masuk ke ruangannya.Ayu menghentikan langkah dan menunggu Erika menghampirinya."Ada apa?" ta
"Kenapa diam?" Oma begitu sinis melihat mereka.Mereka terdiam dan tidak berkutik. Keluarga Hana pun tidak berani banyak bicara. Setelah selesai, mereka semua langsung pamit untuk meningkatkan restoran.Oma Meria tidak meneruskan pertanyaannya. Ia punya cara untuk meyelesaikannya sendiri."Oma, saya terima kasih untuk makan siangnya," ujar Ayu sekaligus pamit untuk pulang."Saya yang berterima kasih." Oma Meria tersenyum pada Ayu.Oma Meria mengamuk saat meeting tadi. Ia tidak menyangka selama lima tahun ada yang bermain di perusahaan miliknya. Menyalahgunakan uang perusahaan dan tidak bertanggung jawab."Setelah mengantar Ayu, temui Oma di ruang kerja Oma, Vid!" titah Oma."Baik, Oma."David pamit mengantar Ayu pulang. Sementara, Oma Meria menatap tidak suka pada Bu Jasmin. Wanita itu nampak sedang gugup dan menyembunyikan sesuatu. Bagaimana bisa, saham milik Ayahnya Hana dikatakan p
"Berengsek!" Damar menendang ban mobilnya dengan mulut terus mengoceh. Perut lapar, hati kesal lengkap sudah penderitaan pria dengan kaus merah itu.Dengan sisa putung rokok yang ia hisap, Damar terduduk lesu di halaman rumah. Hatinya masih sangat emosi, bukan karena apapun, tetapi karena masih mnghargai Erika sebagai istrinya."Astaga, dosa apa aku ini? Terus saja Erika membuat aku habis kesabaran." Lagi, ia mengoceh tentang kesialannya.Ia menikah karena ingin ada yang mengurusnya. Tingal bersama sang ibu membuatnya kehabisan uang. Namun, ternyata malah pernikahannya kali ini membuat ia selalu pusing kepala dengan tingkah sang istri juga mertuanya yang begitu menyebalkan.Ia mengambil ponsel untuk menelepon seseorang."Man, ngopi, yu, tempat biasa. Bisa nggak?""Boleh-boleh, gue juga baru otw, biar gue balik arah." Suara Arman terdengar antusias saat diajak bertemu Damar.Damar men
"Hampir saja," ujar Bu Jasmin saat sampai di rumah.Wanita itu gegas menemui sang suami untuk memberitahukan tentang pembatalan perjodohan Hana dan David. Ia tidak menduga jika Oma Meria akan langsung membatalkan rencana mereka."Mas, Ibu membatalkan rencana kita menjodohkan David dengan Hana," ujar Jasmin."Kok, bisa?" Sang suami bertanya heran."Iya, karena wanita itu. Wanita yang dipilih David menjadi calon istrinya." Jasmin seperti pasrah dengan keadaan."Bagaimana bisa Oma setuju dengan David?" Denis, ayah David pun ikut cemas dengan semuanya.Rencana selama tiga puluh sembilan tahun itu sudah matang dan akan menuai hasil. Namun, tiba-tiba hancur begitu saja oleh sang anak."Anak sialan, tidak tahu berterima kasih," keluh Denis.Dua orang itu seperti tidak tenang setelah Oma Meria membatalkan semua rencana mereka. Dengan sekejap, apa yang mereka bayangkan hancurlah sudah.
Asih menaruh gelas setelah minum. Sang ibu terus saja mengikuti ke mana ia melangkah. Bu Andar ingin tahu tentang Damar, sejak beberapa hari menikah, ia masih kesal dan malas menelepon atau mengunjungi anaknya.Asih datang membawa berita tentang Damar yang datang ke kantor Laras."Kamu yang benar, Sih, Damar kurus sekarang?" tanya sang ibu."Iya, Bu. Masa Asih bohong, sih. Mana banyak jambang di wajahnya, pokoknya kusut, deh." Lagi, Asih sengaja memanasi sang ibu sesuai instruksi Laras."Kenapa malah punya istri jadi nggak keurus, si Damar? Weleh, apa istrinya nggak bisa ngurus dia?" Bu Andar begitu emosi mendengar cerita Asih, sedangkan Asih, sangat menikmati ocehan sang ibu."Besok, kan Minggu, kita samperin aja, Bu. Asih anter naik motor mau nggak?" Asih menawarkan untuk ke rumah Damar esok hari.Tanpa berpikir panjang sang ibu langsung setuju dengan ajakan Asih. Bu Andar sudah merencanakan hal yang akan memb
Damar mengacak-acak rambutnya, lalu menarik napas dalam. Ia tidak mengerti dengan kejadian yang terjadi begitu saja. Ibunya datang dan mengetahui semua keadaan yang memang seharusnya tidak terjadi."Aku bingung mau bagaimana? Mau bilang apa? Ibuku memang tidak salah, karena memang kamu tidak becus menjadi seorang istri!" hardik Damar."Kok, kamu jadi menyalahkan aku? Kamu saja yang tidak becus menjadi suami yang benar," balas Erika."Tidak benar bagaimana? Apa karena aku memberi jatah uang belanja tidak sesuai dengan keinginan kamu, lalu, bilang aku tidak becus? Harusnya aku yang tanya, peran kamu sebagai seorang istri mana? Apa hanya melayaniku di rajang saja kebisaanmu, hah?" Emosi Damar kian memuncak jika mengingat sejak awal menikah, sejak itulah kebiasaan jelek Erika terbuka.Tak kuasa mendengar ucapan Damar, Erika menampar keras pipi sang suami. Embun di matanya kini mulai luruh ke pipi.Hatinya begitu sakit dengan tudinga
Ibu Andar terduduk di teras rumah. Sudah semingguan acara pernikahan Damar berlangsung. Ia merasa lega karena kini penyesalan dirinya sudah terbayarkan.Ia menyesal karena dirinya, kebahagiaan anak-anaknya hilang. Mulai dari Laras, hubungan mereka renggang saat ia ikut campur dalam rumah tangga sang anak. Kedua, rumah tangga Damar yang hancur olehnya. Ketiga, masalah Asih yang membuatnya sangat bersalah.Ia teringat lima bulan yang lalu saat ia bertengkar hebat dengan tetangga beberapa gang dari rumahnya."Ya ampun, Bu Andar lihat, deh. Ini anakmu bagaimana, sih. Masa istri barunya jadi pemeran video porno. Iki, loh," tujuk Bu Sentot sambil memperlihatkan video Erika bersama Yuda.Wajah Bu Andar memerah menahan malu juga amarah. Lalu, ia merampas ponsel milik Bu Sentot dan menghapus videonya."Ih, Bu Andar, lancang sekali, sih. Ini hape saya, nggak ada tatakrama sekali, main ambil saja. Pantas saja anak-anak ibu pada
Menunggu jawaban dari Ayu membuat Damar tak sabar. Ia kembali bertanya dengan dada yang begitu berdebar.Sorot mata Ayu mengisyaratkan ia ingin kembali, tetapi keraguan kembali membuncah di dada."Yu, bagaimana? Demi aku dan anak-anak?" Lagi, pertanyaan itu terus mendesak Ayu.Batinnya pun tersiksa saat Damar memutuskan untuk tetap pergi ke Surabaya. Terkadang berkirim pesan dengan mengatas namankan anak membuatnya sedikit lega melihat aktivitas sang mantan suami."Yu, mau nggak? Kalau mau, nanti aku bawa keluarga aku untuk datang kembali, dan semoga saja ibu sudah bisa lebih baik.""Mas, apa kamu yakin?""Kalau aku nggak yakin, buat apa aku datang.""Aku--aaku, mau, Mas. Dengan syarat," ucap Ayu."Full gaji di transfer gitu?" Damar menaikkan kedua alisnya."Nggak, tapi janji, kamu mau berubah, tidak seperti dulu.""Janji, sih, mudah. Kamu bantu aku mengingatkan, bagim
Lima bulan berlalu begitu cepat. Kini, Ayu memulai semuanya dengan baik. Kabar pernikahan David pun membuat ia senang, walau tidak secara besar-besaran, pernikahan CEO itu mengundang banyak kontroversi karena anak yang di bawa Viola.Aku mengitari sebuah mall untuk membeli perlengkapan untuk kedua anaknya. Tanpa sengaja ia bertemu dengan Viola.Viola mengajak untuk berbincang di sebuah tempat makan. Ia pergi sendiri karena Gista bersama Oma Meria."Terima kasih, Yu. Kamu memberikan hari bahagia untuk anakku. Berkat kamu, anakku kembali tersenyum. Setiap malam tidur bersama ayahnya." Sembari menggenggam tangan Ayu, manik mata Viola itu meneteskan air mata."Maaf, aku mengambil kebahagiaanmu," ucap Viola lagi."Nggak, kok. Aku bahagia, memang aku dan David nggak berjodoh. Untuk apa memaksakan. Memang dia ada untuk kalian, bukan aku. Aku senang bisa memberikan kebahagiaan untuk kalian." Senyum tulus Ayu membuat dirinya semakin bers
David sengaja menunggu Ayu pulang dari kantor. Ia duduk di lobi kantor Laras. Sudah beberapa hari ia tidak bisa menghubungi Ayu."Yu, kita perlu bicara," ujar David saat melihat Ayu ke luar."Tidak ada yang perlu di bicarakan lagi." Ayu terlihat sangat sengit menatap David.David terus saja memohon untuk bicara. Laras yang sedang bersamanya, memberi kode untuk berbicara saja dengan pria itu. Lebih baik untuk menyelesaikan masalah mereka."Baik, kita bicara.""Ya."Mereka memilih berbicara di sebuah tempat makan tidak jauh dari kantor. Ayu memesan cokelat hangat, sedangkan David memilih hanya memesan teh hangat saja."Yu, dengarkan aku. Saat ini, hati aku hanya untuk kamu dan nggak akan pernah mendua. Viola hanya masa lalu aku," ujar David."Tapi ada anak itu diantara kalian." Ayu menarik napas panjang.Ia juga perempuan, memiliki anak dan pasti hatinya sakit melihat David t
"Aku pamit, Yu," ucap Damar saat menemui Ayu di kantor Laras.Pria itu sengaja berpamitan, untuk memberitahu jika dia akan ke Surabaya dan menetap lama di sana."Bagaimana dengan anak-anak jika bertanya tentang kamu?" tanya Ayu."Katakan saja seperti biasa. Aku sedang bekerja dan mencari uang untuk mereka. Aku janji, sebulan sekali atau ada kesempatan ke Jakarta, aku akan bertemu dengan kalian, maksud aku anak-anak." Sedikit lega karena Damar merasa lebih baik ia menjauh dari Ayu.Seperti ada yang hilang, tetapi Ayu mencoba menenangkan hatinya. Dirinya hanya merasa sedikit sedih saat Damar pergi. Bukan karena hal lainya. Hanya bingung bagaimana jika kedua anaknya bertanya tentang Papanya."Ini, uang bulanan mereka," ucap Damar.Ayu mengambilnya, ia memperhatikan wajah Damar yang terlihat berbeda dari biasanya. Ia begitu tirus dan kurus."Aku pamit.""Cie, ada yang sedih mau di t
Damar menaruh kembali ponsel di nakas. Ia kembali mengerjakan beberapa pekerjaan miliknya. Ia tidak mau membahas lagi tentang Erika, baginya, perselingkuhan tidak bisa di tolerir walau dengan kata maaf.Beberapa karyawan sudah berbicara dengannya. Banyak yang bersimpati dengan pria dua anak itu. Bahkan, ia pun di panggil oleh atasannya."Pak Damar, di panggil pak bos," ujar Simon."Iya, aku ke sana."Dengan langkah gontai, Damar menuju ruang bos. Mengetuk pintu dan ia segera masuk ke dalam."Ada apa, Pak?" tanya Damar."Saya sudah melihat video istri kamu, kamu oke?" Pak Mario mempertanyakan kondisi Damar."Saya oke, ya, walau sedikit perih." Damar menjawab dengan tawa."Saya mau memastikan kamu baik-baik saja.""Saya masih bisa bekerja dengan baik kok, Pak. Tenang saja," jawab Damar."Baik, begini, Pak Damar, kami ada cabang perusahaan di kota Surabaya, di sana
"Mas bagaimana ini?" Erika panik bukan main.Begitu juga ibunya Erika, wanita tua itu tidak mengerti bisa berada dalam situasi seperti itu. Bu Hindun panas dingin, seketika dadanya terasa sesak kian mendalam."Rik, duh dada ibu sesak ini," keluhnya."Aduh ibu, kenapa?"Geduran keras dari luar memaksa Yudi dan Erika akhirnya ke luar dari mobil. Maria dengan puas tersenyum sinis.Ia menarik Erika dan mendorong tubuh itu hingga terjatuh di tanah. Tidak terima, Erika bangkit dan ingin mendorong Maria, tetapi oleh teman Maria di tarik kembali."Jadi ini, wanita pelakor itu? Dih, nggak tahu malu merebut suami orang." Salah satu teman Maria berteriak kencang hingga mengundang banyak orang memperhatikannya."Heh, suami situ yang emang nggak suka lagi sama kamu. Sadar diri dong, dia milih aku karena aku lebih dari kamu," ujar Erika membela diri."Dih, nggak punya malu, sudah merebut, malah membangga
"Oma, Maaf, aku belum bisa mengatakan ia atau tidaknya. Ini bukan pernikahan pertamaku dan aku sudah gagal dalam pernikahan pertamaku. Aku mohon, beri aku waktu utuk berpikir." Ayu berharap sang oma mau menerima alasannya."Baik, Yu. Kalau itu keputusan kamu, Oma dan David menunggu kabar baik dari kamu," ujar Oma Meria.Davit terlihat kecewa, tetapi ia harus menerima apa yang diputuskan oleh Ayu. Mungkin tidak lama lagi ia akan memberikan kabar baik untuknya.Beberapa menit mengobrol, akhirnya David dan Oma Meria pamit pulang. Sudah terlalu malam hingga mereka lupa waktu.Ayu bisa berbapas lega, ibunya pun ikut lega dengan keputusan sang anak. Baginya, pernikahan itu tidak bisa terburu-buru. Apalagi Ayu pernah gagal."Ibu setuju sama kamu, pokoknya pikirkan yang terbaik, ya, Sayang.""Iya, Bu. Aku juga takut gagal lagi," ucap Ayu.Ayu melihat keadaan kedua anaknya, mereka sudah tertidur nyenyak.
Kondisi Bagas sudah membaik, kemarin sudah pulang dan di jemput oleh Damar. Pria itu dengan telaten mengajak sang anak main dalam beberapa jam sebelum pulang.Berulang kali Bagas membujuk ayahnya untuk tetap tinggal. Namun, itu tidak mungkin karena Ayu dan dirinya sudah berpisah. Tidak mungkin bisa untuk bersama."Kalau kamu mau, nanti nginep di rumah papa, bagaimana?" Damar mencoba membujuk Bagas.Anak laki-laki itu mengerucutkan bibir. Ia sama sekali tidak mau melepaskan pelukan sang ayah. Rasa rindunya kian membuncah, saat ia terbangun melihat hanya sosok ibunya yang ada."Nanti Papa main lagi, Bagas sama Mama dulu, ya," bujuk sang ibu.Beruntungnya Bagas menurut dengan apa yang dikatakan sang ibu. Walaupun dengan wajah masam, anak itu tetap mengantar sang ayah sampai ke halaman rumah."Yu, pamit," ucap Damar."Iya, Mas."Setelah Damar pulang, Ayu kembali membujuk sang anak u