“Hari ini aku seneng banget, Mas. Gaunnya cantik. Nggak sabar deh jadinya. Aku pengen cepet-cepet memakainya, Mas.”
“Iya, Dek. Mas juga. Tadi aja kamu cantik banget, apalagi nanti kalau udah resepsi. Pasti lebih cantik.”“Jangan gitu dong, Mas. Kamu tahu kan, aku itu malu kalau dipuji kayak gitu.”“Tapi bener loh, Dek. Mas nggak bohong.”“Iya! Iya! Tapi udah, jangan puji lagi. Kamu sengaja mau bikin wajahku kayak udang rebus?”Percakapan antara Elsa dan Rio diselimuti atmosfer cinta yang begitu kuat. Kedua anak manusia itu memutuskan untuk mengakhiri masa lajang dalam waktu dekat.Persiapan menjelang pernikahan itu sudah direncanakan secara matang. Hanya menunggu hari H sekitar dua minggu mendatang.“Tambah cantik kalau kamu lagi malu-malu gitu, Sayang,” goda Rio, jemarinya mencubit hidung mancung Elsa secara lembut.“Mas! Aku malu! Jangan gitu ah!”Rio tersenyum melihat calon istrinya semakin salah tingkah.“Gemesnya ....”Tatapan Rio tiba-tiba beralih saat Vela berjalan tak jauh dari mereka.“Kamu lihat apa, Mas?” tanya Elsa seketika mengikuti arah tatapan calon suaminya.“Udah coba gaunnya, Mbak? Pasti cantik,” ucap Vela.“Oh, kamu, Vel. Iya, karena rancangannya memang khusus dibuat untukku.”Raut wajah Elsa yang tadi ceria, kini berubah ketus. Hubungan kakak beradik yang memang tak sedarah itu bisa dikatakan buruk.Elsa adalah seorang anak yang diadopsi oleh keluarga pengusaha kaya raya dari sebuah panti asuhan saat usianya sekitar tujuh tahun. Sedangkan Vela, lahir dari wanita yang dinikahi secara siri oleh Handi—ayah yang mengadopsi Elsa.Dengan demikian, Handi lebih menyayangi Vela karena di dalam tubuh gadis itu mengalir darahnya. Ditambah lagi mendapat hasutan-hasutan dari istri sirinya itu.Handi memutuskan menikahi Nani—ibu kandung Vela—secara resmi ketika istri pertamanya—Wulan—dan anaknya yang masih berusia tiga tahun dinyatakan hilang.Pernikahan secara resmi itu terjadi saat keluarga Handi sudah menyerah mencari keberadaan Wulan dan anaknya sekitar hampir enam tahun.Bahkan, demi menemukan keduanya, keluarga Handi menerima syarat untuk mengadopsi seorang yatim piatu. Dengan seperti itu, ada yang menyebutkan kalau keajaiban nantinya akan menuntun mereka untuk menemukan keberadaan Wulan dan anaknya yang telah hilang.Pada kenyataannya, hingga Elsa hampir menikah, tidak ada tanda-tanda Wulan dan anaknya ditemukan.Bertambahnya hari, kasih sayang yang Elsa dapatkan kian memudar. Ditambah kedatangan Nani dan Vela, kehidupan Elsa semakin memilukan. Handi begitu percaya pada Nani, hingga menyerahkan urusan Elsa kecil seutuhnya pada istrinya itu.Elsa yang hanya anak adopsi harus merelakan kehidupannya yang bisa dikatakan menderita setiap hari.Meski begitu, Elsa tetap bertahan hingga dewasa. Wanita berambut panjang itu selalu menunjukkan dedikasinya saat bekerja di perusahaan keluarga angkatnya.Semua yang dikerjakan oleh Elsa menunjukkan progres yang sangat baik. Hingga mau tak mau, keluarga angkatnya harus mengakui kerja keras Elsa yang memang sangat kompeten.“Mbak, aku kan tanya baik-baik sama kamu, kenapa jawabanmu sinis begitu, Mbak. Padahal aku ikut senang melihat Mbak Elsa mau menikah loh, Mbak,” ucap Vela.“Iya, Dek. Adikmu kan perhatian sama kamu. Masa kamu gitu sih, Dek?” Kini giliran Rio yang mengatakannya.“Kamu kan nggak tahu apa-apa, Mas. Bagaimana aslinya Vela yang hanya ditunjukkan kepadaku, kamu nggak akan memahaminya, Mas.” Jawaban Elsa semakin ketus.“Mbak, aku salah apa sih memangnya? Kalau memang aku melakukan banyak kesalahan, aku minta maaf, Mbak,” pinta Vela dengan raut wajah memelas seraya meraih tangan Elsa.“Sudahlah! Nggak perlu berakting!” Elsa menepis tangan Vela dengan kasar.“Dek, kamu kok kasar begitu sama adikmu?”Pertanyaan yang terlontar dari mulut Rio membuat Elsa mengernyitkan kening.Elsa berdecap. “Kamu tahu apa sih, Mas? Kenapa malah peduli banget sama Vela?”“Bukan begitu, Dek.” Rio berusaha meluruskan kesalahpahaman yang mungkin terjadi.“Aku yang salah, Mas. Jangan bela aku. Kalian kan mau menikah, nggak baik kalau malah ribut begini.”“Sandiwaramu di depan orang lain memang hebat, Vel.” Elsa mendengus kesal. “Aku ambilkan minum dulu, Mas.”“Dek, kamu jangan salah paham. Aku bukan membela Vela, hanya saja, aku nggak mau melihat kalian selalu bertengkar.”Tanpa menjawab apa-apa, Elsa melangkah meninggalkan Rio. Vela pun sama. Namun, saat Elsa sudah tak terlihat, buru-buru Rio menghampiri Vela.Rio meraih lengan Vela dan menariknya pelan agar gadis berambut pendek itu mau mengikuti kemauannya.“Mas Rio! Kamu ngapain sih?” tanya Vela dengan suara lirih, tapi penuh penekanan.“Aku kangen kamu, Sayang. Beberapa hari ini, kamu susah dihubungi kan?” Suara lirih pula yang terlontar dari mulut Rio.“Iya, tapi lepas, jangan pegang begini, Mas. Aku takut kalau ada yang lihat. Kamu nggak mau pernikahanmu nanti gagal kan?” ancam Vela seraya melepaskan genggaman Rio.“Iya, tapi aku kangen. Kalau aku telepon, angkat dong.” Rio terpaksa melepaskan tangan Vela.“Kamu harus fokus sama pernikahanmu dulu, Mas. Nggak lucu kan, kalau tiba-tiba ada yang memergoki kita lagi teleponan?” Vela terus menyanggah keinginan dari laki-laki berkaca mata itu.“Kamu tahu kan, aku melakukan pernikahan ini karena permintaanmu. Aku nggak mencintai Elsa, Sayang. Aku mau menikahinya karena menurutmu dengan seperti itu hubungan kita akan semakin mudah. Aku mencintaimu, bahkan teramat sangat, Sayang. Jangan siksa aku begitu. Jangan cueki aku, Sayang,” pinta Rio, wajahnya begitu memelas.Rio berusaha meraih tangan Vela, tetapi ditolak oleh wanita berambut pendek itu.“Iya, ada saatnya nanti, Mas. Ini kan demi hubungan kita. Jangan sampai Mbak Elsa tahu, Mas. Aku harus pergi sebelum Mbak Elsa datang.”Rio membuang napasnya kasar. Apa yang diinginkan tidak bisa digapai sesuai harapan. Laki-laki tampan meski berkaca mata itu akhirnya mengalah. Semua karena rasa cintanya yang begitu besar pada Vela hingga dirinya mau melakukan apa saja. Bahkan untuk menikahi Elsa sekali pun.“Aku sangat mencintaimu, kamu harus tahu itu, Sayang.”“Iya,” jawab Vela seraya mengangguk. Ia bergegas pergi dari ruang tamu menuju kamarnya.“Oh, jadi selama ini, hubungan mereka sangat istimewa? Tanpa sepengetahuanku, mereka bermain cinta di belakangku? Mas Rio bahkan sangat mencintai Vela. Dan wanita kurang ajar itu pasti sengaja mempermainkan Mas Rio. Vela, apa dia selalu kurang puas kalau belum merebut kepunyaanku? Keberadaannya selalu mengusik kehidupanku,” gumam Elsa. Perasaan di dalam dadanya bergemuruh hebat.Sejak tadi, wanita berparas cantik dengan rambut panjang terurai itu sengaja berdiri di balik tembok untuk menguping pembicaraan adik tirinya dan calon suaminya. Elsa mendengar segalanya. Kenyataan pahit selalu menyertai kehidupannya selama ini.“Oke, kalau memang seperti itu permainan kalian, aku akan membalasnya. Untuk saat ini, aku akan berpura-pura bodoh. Ya, hanya untuk saat ini, setelahnya, jangan harap kalian akan bahagia.”Elsa masih bergumam. Namun, bibirnya kini menyimpulkan sebuah senyuman. Ia kembali melangkahkan kakinya menuju ke arah Rio yang sedang duduk seolah tak terjadi apa-apa.“Ini, Mas. Diminum,” ucap Elsa seraya meletakan segelas minuman di hadapan Rio.Sejak kejadian yang Elsa dengar tadi, sebenarnya membuat gejolak hebat di dalam dada. Amarah bercampur dendam mengendap di sana. Namun, Elsa berusaha bersikap seolah tak mendengar apa-apa. Karena gadis itu sedang memutar otaknya untuk membalas rasa sakit yang menyayat hatinya.“Baik, Sayang. Kok Cuma aku yang minum, kamu mana?” Laki-laki itu mengambil minumannya dan menyesap secara perlahan.“Aku nggak haus, Mas,” jawab Elsa dengan senyuman meski sudut bibirnya terasa kaku.“Kamu kenapa? Capek ya? Kok jadi nggak bersemangat gitu?” Rio meletakan kembali gelas yang sudah diminumnya.Laki-laki dengan parasnya yang tampan itu memang termasuk peka dalam segala hal. Perhatian pula dan sikapnya cenderung dewasa. Elsa tentu tak bisa menolak pesonanya itu.Awal pertemuan mereka terjadi ketika Rio mengantar ayahnya yang bekerja di keluarga Elsa sebagai sopir pribadi.Saat itu, Elsa tak sengaja tersandung dan terjatu
Hari berikutnya, setelah semalaman melampiaskan amarah yang teramat menggebu dengan rasa sakit atas pengkhianatan yang mengoyak hatinya, Elsa pergi ke tempat di mana gaun pernikahannya dibuat.“Oh, Mbak Elsa, ada yang bisa saya bantu? Gaun pengantinnya sudah disimpan, tinggal menunggu hari H saja.”Intan—orang yang khusus mendesain gaun itu—seketika menghampiri Elsa. Karena mungkin kliennya itu akan membicarakan tentang gaun yang akan dipakainya.“Iya. Tolong ambilkan gaun itu sekarang, Mbak,” jawab Elsa mengembangkan senyumnya.“Oh, baik, Mbak.”Tak menunggu lama, gaun pengantin berwarna putih sudah berada di hadapan Elsa.“Aku akan memakainya lagi,” ucap Elsa seraya melangkah ke arah fitting room.Intan heran. Namun, tak bisa berkata apa-apa karena Elsa langsung masuk untuk berganti pakaian.“Cantik, tapi sayang, aku nggak bisa memakainya saat resepsi yang akan kugagalkan. Lebih baik aku pakai sekarang,” gumam Elsa di depan cermin memandangi tubuhnya yang berbalut gaun putih itu.“M
“Ma, apakah sangat penting dalam hidup kalian selalu saja ikut campur dalam setiap tarikan napasku? Aku masih 28 tahun, Ma. Ngapain nyuruh cepat-cepat nikah sih? Kakek juga, kalau mau kasih warisan, ya udah, kasih aja. Repot-repot bikin syarat yang membuat orang jadi marah saja,” jawab Bian secara ketus.“Bian! Kalau ngomong dipikir dulu. Coba dong, kasih Mama sedikit kebahagiaan karena sudah melahirkanmu, Bi. Selama ini, Mama mendapatkan kebahagiaan dan kebanggaan malah dari kakakmu yang bukan darah daging Mama. Coba tunjukan keberadaanmu, Bian. Nurut untuk sekali ini saja ya?” pinta Laras. Harapannya begitu besar agar Bian mau mendengar perkataannya.“Terus aja dibandingin sama Leo si munafik itu. Dia hanya pintar bersandiwara saja, Ma. Caranya licik. Demi nama baik, dia gunakan berbagai cara. Dia memperlakukanku sangat buruk, Ma.”“Bi, dari dulu, kenapa kamu selalu menjelekkan kakakmu sih? Meski bukan keluar dari rahim yang sama, dia tetap kakakmu. Kalian punya ayah yang sama.”“It
“Huwa! Mbak! Apa yang kamu lakukan!” pekik Vela seraya mengusap wajahnya yang baru disiram air.“Katamu, aku boleh memilih kebahagiaanku sendiri. Menyiram wajahmu dengan air adalah sesuatu yang bikin aku bahagia, Vel,” ucap Elsa seraya meletakan gelas kembali ke nampan. Raut wajahnya terlihat puas dengan senyum yang mengembang di bibir.“Apa maumu sebenarnya sih, Mbak? Aku hanya menasihatimu untuk kembali pada orang yang kamu cintai kok. Itu biar kamu bahagia, Mbak!”“Jangan sok peduli sama aku, Vel. Aku tahu akal busukmu. Kamu yang selalu ingin membuat hidupku menderita. Keluar sekarang juga dari kamarku, Vel!” usir Elsa.“Diberi kesempatan untuk bahagia malah dibuang begitu saja. Sombong banget kamu, Mbak.”“Nggak apa-apa kalau aku sombong. Lebih baik merasa sakit saat ini, daripada nantinya semakin sakit hati. Atau silakan kalau kamu mau memungut bekasku, Vel. Mas Rio sangat baik kan? Kamu pasti bahagia kalau hidup sama dia. Itu yang baru saja kamu katakan padaku bukan?”Tanpa menj
Kehadiran Elsa di dalam ruang VVIP sebuah rumah sakit ternama di negara ini disambut oleh senyuman hangat Wicaksono.Tumben, Kakek jadi bisa senyum gini. Sebelumnya, wajahnya ditekuk terus. Apa gara-gara penyakitnya kambuh lagi. Jadi bikin otaknya agak terganggu.Elsa yang heran dengan sikap kakek angkatnya yang tak biasanya itu hanya bisa membatin.Semenjak Nani dan Vela hadir di tengah-tengah keluarga, Elsa mulai terabaikan dan dianggap orang yang kebetulan menumpang sebab syarat untuk menemukan Wulan dan anaknya. Ada perjanjian pula yang mengikat keduanya. Wicaksono pun sikapnya makin dingin karena mendapat hasutan dari Nani.Namun, kali ini seakan berbeda, senyuman dan wajah yang tampak bahagia menghiasi wajah Wicaksono kala bertemu dengan Elsa.“Kakek senang, masih bisa bertemu denganmu, El.”Elsa makin bingung dengan perkataan yang baru saja terucap.“Kakek sudah membaik? Elsa juga senang bisa melihat Kakek tersenyum begitu.”Meski merasa aneh, Elsa tak mungkin bisa mengutarakan
“Apakah kamu punya informasi pribadi tentang Bian Abimana? Saat ini aku membutuhkannya.”Elsa dan Rendi baru keluar dari ruangan tempat Wicaksono dirawat. Tanpa mengulur waktu, Elsa segera memulai rencananya untuk bertemu empat mata dengan Bian.“Memangnya kenapa, Mbak?” Bagaimanapun info yang Rendi miliki tidak boleh tersebar secara sembarangan meski pada Elsa sekalipun.“Aku sangat membutuhkannya. Bisakah kamu membantuku? Kalau kamu mau mengetahui cerita selengkapnya, ayo, kita cari tempat yang lebih nyaman. Aku harap, kamu bisa membantuku. Terima kasih juga sudah mau merawat Kakek selama ini. Setelah nanti Kakek dipindahkan, tolong jaga kerahasiaannya dari siapa saja.”“Iya, saya akan mendengarkan alasan Anda terlebih dulu. Tentang Direktur Utama, itu memang sudah menjadi tugas saya.”Elsa tak menjawab lagi, hanya anggukan dan senyum tipis yang menghiasi bibirnya. Mereka berjalan beriringan menuju ke tempat yang lebih nyaman.Suasana di sebuah kafe tampak ramai. Elsa dan Rendi suda
“Kamu bagaimana sih, Mas? Kenapa Mbak Elsa bisa membatalkan pernikahan kalian begitu saja? Apa kalian ada masalah? Kamu bikin dia marah kan, Mas?”Di Restoran Laria sudah ada Vela dan Rio. Sejak tadi, percakapan mereka dipenuhi emosi. Terlebih Vela yang banyak mencecar tuduhan demi tuduhan pada Rio.“Kamu ini, kenapa ikut saja menyalahkanku? Sayang, aku nggak tahu alasan Elsa membatalkan pernikahannya. Tiba-tiba saja dia melakukannya. Nggak ada masalah sama sekali sebelumnya. Kamu lihat kemarin kan, setelah mencoba gaun, kami baik-baik saja? Seharinya malah Elsa melakukan tindakan tak terduga sama sekali,” bela Rio.“Harusnya, kamu bisa mencegahnya, Mas.” Kemarahan tampak jelas di wajah Vela.“Bagaimana caranya? Elsa sudah lebih dulu bertindak. Dari gaun sampai masalah KUA sudah dibatalkan secara sepihak oleh Elsa, Sayang. Maafkan aku.”Rio bermaksud meraih tangan Vela yang tergelatak di meja, tetapi detik yang sama ditepis oleh Vela.“Sayang, apa lebih baik kita berkata jujur di hada
“Apa yang kamu lakukan?” Bian sangat terkejut hingga tubuhnya seakan membeku.“Diamlah. Saya hanya menempelkan sedikit bibir saya yang sangat berharga ke pipi Anda. Jangan salah paham. Karena di dekat sana ada Vela dan mantan calon suamiku yang sedang melihat kita. Bukankah Anda setuju dengan syarat saya tadi?” bisik Elsa tepat di dekat telinga Bian setelah melepas kecupannya.“Mbak Elsa! Apa yang kamu lakukan!” pekik Vela sambil berjalan tergesa makin mendekat.“Eh! Kenapa kamu ada di sini, Vel. Em ... tentang ini ....” Elsa berpura-pura mengalihkan fokusnya ke arah Rio. “Oh, kenapa kamu bersama Mas Rio? Akhirnya kamu mau memungutnya ya, Vel? Menurutmu kan, Mas Rio laki-laki yang sangat baik. Pantas sih, kamu mau menerimanya yang mungkin sedang patah hati gara-gara aku.” Justru Elsa sengaja membuat Vela makin meradang.“Mbak! Bukan itu yang harusnya dibahas, tapi harusnya tentang perbuatanmu tadi. Kamu nggak malu, Mbak? Di tempat umum seperti ini? Dengan calon suamiku?”Elsa berhasil
“Bebaskan aku! Aku nggak bersalah! Mas Aryo yang menyuruhku selama ini! Dia yang awalnya punya rencana busuk itu. Aku nggak bersalah!”Nani histeris kala hakim telah memvonis hukuman penjara selama beberapa tahun kepadanya.“Mas Aryo yang jahat! Dia yang bersalah! Bukan aku!” ulang Nani dengan suara yang masih lantang.“Kita sama-sama berbuat kejahatan. Kita yang merencanakan semuanya! Bukan hanya aku!” balas Aryo tak mau disalahkan.“Diam kamu! Aku nggak mau di penjara!” hardik Nani.“Kita sama-sama salah! Jangan limpahkan semua kesalahan kepadaku! Brengsek!” Aryo kesal karena Nani selalu menyalahkannya.“Tolong diam semuanya! Keputusan sudah ditentukan! Tidak ada gunanya kalian bertengkar seperti sekarang! Silakan bawa tersangka ke dalam sel yang telah disediakan.”Kemarahan Nani tak bisa dilampiaskan lagi karena memang telah mendapatkan keputusan dari pihak berwenang. Percuma saja meski dia marah hingga berteriak-teriak. Vonis itu akan tetap menimpa dirinya sebab perbuatan jahat ya
Kasus kejahatan yang dilakukan oleh Nani dan Aryo sudah ditangani pihak berwenang. Nani diringkus oleh pihak kepolisian. Namun, Handi memohon untuk menunda kepergian mereka sampai Vela datang.“Yah! Sebenarnya ada apa? Kenapa Ayah datang bersama polisi yang akan menangkapku? Aku nggak melakukan apa-apa, Yah!” bela Nani wajahnya memucat. Ia duduk dengan tangan yang telah diborgol.“Kau selingkuh dengan Aryo kan? Kalau mengelak, hukumanmu akan tambah berat,” ancam Handi.Kata-kata Handi yang Nani dengar itu bagai dentuman bom yang meluluh-lantahkan perasaan di dalam hatinya. Ada ketakutan yang dirasakan di detik yang sama. Tak menyangka, semua yang telah ditutup rapat-rapat akan terkuak begitu saja.“A—apa maksudmu, Yah?” Ya, tentu Nani tak akan mengakuinya dengan mudah meski nasibnya sudah di ujung tanduk.“Kau mendorong Pak Umar dari atas tangga gara-gara dia melihatmu sedang bermesraan dengan Aryo kan? Akui saja Nani.”Nani hanya menggelengkan kepalanya. Ia ingin menyangkal lagi, tet
Sehari setelah Wulan menyampaikan alasannya kepada orang-orang dari masa lalunya, menjadikan hubungan itu kembali membaik. Penyesalan dari masing-masing orang bisa saling diterima dengan lapang dada. Mereka saling memaafkan dan memulai dengan hubungan yang lebih baik dari sebelumnya.Handi dan Wulan belum membicarakan lagi tentang hubungan pernikahan keduanya. Mereka ingin fokus pada kesembuhan Elsa terlebih dulu.Ketika sedang bercengkerama, ponsel Handi berbunyi. Ia mengambil benda itu. Di layar itu tertulis istriku. Ya, Nani orang yang menelepon Handi.Aku harus mengganti nama kontak ini. Dia wanita jahat dan licik. Aku akan menyudahi hubungan pernikahan kami. Tapi, sampai Elsa belum bisa dibawa pulang, aku harus berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Ini demi kelancaran rencanaku untuk menjebloskannya ke penjara.Handi menyingkir dari orang-orang. Kemudian, mengangkat telepon yang berasal dari istrinya.“Halo, Yah. Ayah mau pulang kapan? Jangan lama-lama. Aku sendirian di rumah.”Nan
Septi dan Wulan memasuki ruangan tempat Elsa terbaring tak berdaya. Orang-orang yang ada di ruangan itu, tentu menyambutnya dengan senyum yang lebar. Namun, kala menyadari kalau Wulan adalah orangnya, Wicaksono dan Elsa tercengang. Keduanya tak percaya kalau Wulan masih hidup dan sekarang berdiri di hadapan mereka.“Apa benar kamu Wulan?” tanya Wicaksono menghampiri wanita yang berdiri di sebelah Septi.Wulan mengangguk sambil menahan rasa khawatir. Lisannya bagai terkunci. Meski senang bisa berjumpa lagi dengan mertuanya, tetap ada rasa tidak nyaman yang menyeruak dari lubuk hati terdalam.“Kakek mengenalnya?” Laras tentu tak tahu apa-apa. Juga, suasana ruangan itu berubah canggung karena pertemuan mereka. Hingga Laras makin penasaran.Wicaksono malah terdiam. Pelan-pelan sorot matanya tertuju ke arah Elsa. Hatinya yang mendesir pun mengundang perasaan haru.“El, ternyata bundamu masih hidup. Apa yang kamu lihat, mungkin memang dia. Ini benar-benar keajaiban,” kata Wicaksono pada Els
“Pak, saya mau mengabarkan berita bahagia tentang Ayah saya. Beliau sudah mulai bisa berbicara. Ayah saya ingin mengatakan tentang kejadian saat beliau jatuh di tangga. Kalau berkenan, saya akan mengeraskan suara panggilan ini agar Anda bisa mendengarnya juga. Saya akan merekamnya sekalian sebagai bukti kalau seandainya nanti dibutuhkan.”Rendi menjelaskan tujuannya sebelum Umar mengatakan apa yang ia alami di masa lalu.“Oh, syukurlah kalau memang begitu. Loadspeaker saja, biar kami ikut mendengar,” jawab Handi, kini lebih menghargai Rendi.“Ayah saya masih terbata-bata saat berbicara, mohon pengertiannya kalau ucapannya sulit dipahami.” Rendi menjelaskan lagi secara spesifik tentang kondisi ayahnya.“Tidak masalah, Ren.”“Baik, Pak. Terima kasih.”Apa nantinya, kebusukan Mama Nani akan terbongkar? Menurut Elsa dari ceritanya dulu kan, Mama Nani orang yang sudah mendorong ayahnya Rendi. Kira-kira, apa sebabnya ya?Bian hanya diam saat Rendi mengatakan tujuannya. Ia masih menutupi rah
“Di mana bajingan itu, ha! Sudah diberi kepercayaan, tapi malah berniat membunuh Elsa? Apa alasan bajingan itu, ha! Pengkhianat!”Ketika Handi dan yang lain sudah sampai di rumah sakit tempat Aryo dirawat, ia tak bisa membendung emosinya lagi. Ia tak sabar ingin bertemu dengan Aryo yang mungkin sedang terkulai tak berdaya di ranjang pesakitan.“Mari, Pak. Saya antar.” Salah satu bodyguard mempersilakan mereka untuk mengikutinya ke ruangan tempat Aryo dirawat.“Iya! Cepat antar aku ke sana!” jawab Handi makin geram sambil melangkahkan kakinya.Kemurkaan terlukis di wajahnya. Orang yang begitu dipercaya, ternyata menusuknya dari belakang. Apalagi Handi telah tahu siapa Elsa sebenarnya, kemarahan makin tak terbendung.Sampai di ruangan tempat Aryo dirawat, Handi menautkan alisnya seraya menatap tajam ke arah Aryo yang terbaring lemah. Orang itu telah sadar setelah tadi sempat pingsan.“Yo! Apa maksudmu! Kamu sengaja mencelakai Elsa? Kamu berniat membunuhnya, ha! Apa yang ada di pikiranmu
“Baiklah, aku akan mengikuti solusimu. Aku ingin melihatnya dalam kondisi baik-baik saja, Sep. Jangan sampai aku menyesali seumur hidup.”Wulan menghapus air matanya. Ia telah menentukan pilihan yang paling baik menurutnya.“Itu pilihan yang paling tepat, Lan. Aku akan langsung mencari tiket pesawat untuk pergi ke tempat mereka setelah mendapat jawaban dari Bu Laras. Kamu persiapkan segalanya. Bawa hasil tes DNA-nya siapa tahu dibutuhkan.”“Baiklah, aku pulang dulu.”“Hati-hati. Jangan terlalu mencemaskan kondisi Elsa. Dia pasti ditangani sebaik mungkin.”Wulan menganggukkan kepala. Kemudian, bangkit dari kursi dan perlahan pergi dari toko bunga itu.Kamu harus baik-baik saja. Kita belum bertemu, Sayang. Bertahanlah.Air mata kembali luruh kala Wulan mengingat kondisi Elsa yang membuatnya merasa ketakutan sendiri.***“Ayo, Sayang. Minum jus jeruknya ya? Kamu harus cepat sembuh,” ucap Handi. Di tangannya sudah ada segelas jus jeruk.Sikap Handi kini berubah 180 derajat dari sebelumnya
“Bi, kenapa kamu duduk di situ?” tanya Elsa meski suaranya lemah. Ia juga mendengar kalimat terakhir yang Bian katakan sambil mengecup tangannya.“Elsa! Kamu sudah sadar, Sayang?” Bian seketika bangkit kala mendengar suara lirih itu.Kedua mata lelaki itu makin berbinar. Ia senang bercampur haru. Tatapannya lekat melihat gadis yang dicintainya itu telah pulih dari masa kritisnya.Elsa hanya tersenyum. Bian begitu mengkhawatirkannya terlihat dari raut wajahnya saat ini. Elsa tak mengingat sama sekali apa saja yang terjadi setelah mobilnya mengalami kecelakaan.“Aku takut banget, Sayang. Aku takut kamu nggak sadar lagi. Aku nggak tahu lagi kalau seandainya kamu meninggalkanku untuk selamanya. Aku nggak bisa, Sayang.”Bian memeluk Elsa meski hati-hati. Air matanya pun tumpah lagi. Di hadapan Elsa, lelaki itu begitu lemah. Rasa cintanya memang tulus. Bukan sekadar omong kosong belaka.“Bi, aku kan masih bisa ngobrol sama kamu. Jangan ngomong begitu.”“Darahmu banyak yang hilang, Sayang. W
“Oh, salam kenal. Saya Zeta, adiknya Mas Bian. Sesuai penjelasan yang Mbak Elsa katakan, saya hanya ingin berterima kasih kepadamu karena sudah mau membantu Mas Bian. Walau melalui Mbak Elsa, tetap saja saya harus berterima kasih padamu,” ucap Zeta sambil mengulurkan tangan.“Salam kenal, saya Rendi. Tentang masalah itu, memang sudah tugas saya. Tidak perlu berterima kasih, tidak masalah.” Rendi menyambut uluran tangan itu.“Baiklah.” Zeta bingung harus berbicara apa lagi.“Ya sudah, saya harus kembali bekerja. Permisi.”“Iya, Ren. Terima kasih sudah mau datang sebentar ke sini,” kata Elsa.Rendi mengangguk seraya pergi.“Dia nggak pernah tersenyum ya, Mbak?” bisik Zeta.“Iya, dia sangat serius orangnya.”“Oh, pantas, pasti nggak asik.”“Tapi, dia baik banget, Ze.”Zeta hanya mangut-mangut. Sorot matanya masih tertuju ke arah perginya Rendi.“Ayo, Sayang. Kita harus berangkat sekarang,” ajak Bian.“Ya udah, ayo!”Bian dan Elsa berpamitan pada semua orang yang telah mengantarnya. Merek