Setelah mengurus semua tentang pembatalan pernikahan, dan akhirnya perkara ini sudah selesai dengan baik. Kini sesosok Regantara tercatat masih berstatus; belum kawin, begitu juga dengan Zivanya. Meski mereka telah menikah, namun kendati demikian status dalam kartu tanda penduduk mereka masih single atau belum kawin.
Hari ini Regan berniat untuk datang berkunjung ke rumah mertuanya. Namun, sebuah mobil truk berukuran besar telah bertengger di depan halaman rumah Bramono.
Merasa ada sesuatu yang tidak diketahui membuat Regan segera turun dari mobil dan berlari menuju ke dalam rumah Bramono. Di sana terdapat Bramono, Marina, namun tidak ada Ziva di sana.
“Pa, Ma,” sapa-nya ketika netra mata mereka bertemu.
“Kamu ngapain ke sini?” tanya Bramono, jutek.
“Papa jadi pindahan?” tanya Regan, memastikan.
“Ya iyalah. Mata kamu rabun?” sarkas Bramono. Kakinya segera melangkah keluar untuk memanta
Pagi ini Regan, Narendra, Maya, dan tak lupa juga Ziva, Bramono serta Marina. Mereka berenam kini sama-sama pergi secara bersama menuju ke area pemakaman Celine untuk berziarah sesuai yang diinginkan oleh Ziva kemarin kepada Regan.Tak ingin membuang waktu pun akhirnya Regan segera menjalankan apa saja keinginan istrinya. Regan sudah tidak sabar ingin menikahi Ziva secara sah di mata agama maupun negara. Meski di mata agama sah, akan tetapi kehidupan yang dijalani seperti masih menyisahkan benteng yang cukup tinggi antara keduanya.Mereka pergi menggunakan satu mobil agar lebih bisa menghabiskan waktu bersama. Regan yang duduk sebagai kemudi hanya bisa menatap istrinya yang memang duduk paling belakang. Di samping Regan terdapat Bramono. Dan jok kedua diisi oleh Maya serta Narendra. Ziva dan Marina memilih duduk paling belakang.Tidak ada obrolan yang tercipta. Hanya Regan saja yang membuka pembicaraan soal pekerjaan dengan ayahnya serta bergantian bertanya-tany
Hari ini adalah acara wisuda dari Ziva. Semuanya sibuk dan heboh berdandan untuk tampil cantik. Bahkan salon yang sudah Ziva sewa itupun dibayar ganti ruginya oleh Maya karena perempuan itu sudah memesan MUA andalannya. Kebaya yang Ziva sewa juga dikembalikan karena melihat warna yang sudah usang membuat Maya segera mencarikan tempat penyewaan pakaian terbaik untuk sang menantu. Katakanlah kalau Maya ini sangat berlebihan dan sedikit egois soal Ziva. Lagipula Maya serta-merta melakukan ini karena ingin memberikan yang terbaik untuk sang menantu—terlebih ada calon cucunya di dalam perut Ziva. Maya ingin kalau menantunya tampil sangat begitu cetar memesona.Bahkan semalam Bramono dan Marina menginap di rumah Narendra. Mereka menghabiskan malam dengan saling bercengkerama soal kehidupan. Tak pelak mereka juga menggunakan momen semalam untuk membakar sosis dan menikmati dengan kebersamaan.Lain hal dengan Ziva yang justru pusing melihat kesibukan Maya saat ini. Perem
Meski diundangan hanya mendapat dua kursi saja, dengan power orang dalam Regan, Narendra, Maya pun mendapatkan kursi tempat duduk di barisan kedua. Mereka berpisah tempat duduk dengan Bramono dan Marina. Awalnya Narendra ingin sejajar dengan besannya, namun mengingat semua kursi sudah diurutkan berdasarkan nama undangan membuat mereka tidak bisa duduk bersama.Niatnya mereka tidak ingin menggunakan power mereka, namun demi Ziva akhirnya mereka terpaksa mengeluarkan power yang dimiliki agar mendapatkan akses masuk dan tempat duduk.Regan bahkan sudah menyiapkan kamera digitalnya untuk memotret Ziva nanti-nya. Ia sudah tidak sabar melihat sang istri untuk naik ke atas panggung.Tak lama acara wisuda dimulai dengan berbagai serangkaian acara—hingga akhirnya jatuh ke acara yang sangat dinanti-nantikan—pemberian ijasah untuk wisudawan dan wisudawati serta pemindahan tali toga dari kiri ke sebelah kanan oleh Rektor.“Ziva cantik banget. Menant
Sore ini keluarga Abimana sudah bersiap-siap untuk ikut mengantar pindahan dari kedua orangtua Ziva ke kota Cirebon. Awalnya, Regan tidak mengizinkan Ziva ikut karena melihat fisik perempuan itu yang masih belum seratus persen pulih. Namun, mendengar rengekan perempuan yang dicintai-nya membuat hati kecilnya tidak tega.Akhirnya Regan pun mengabulkan keinginan Ziva itu. Terlebih ia melihat senyuman manis yang terulas di bibir istrinya.“Pa, Ma, Ziva bakalan kangen banget sama kalian,” ujar Ziva, mengungkapkan isi hatinya.Kedua orangtuanya pun langsung memeluk dan membelai lembut anak perempuan satu-satunya ini. Mereka sejujurnya sedih, namun mereka harus ikhlas melepaskan anaknya karena sudah menjadi tanggung jawab Regan saat ini sebagai suami Ziva. Bramono pun hanya bisa menatap putrinya dengan senyum getir.“Jadi istri yang baik, ya,” kata Bramono memberikan pesan kepada Ziva.Ziva pun mengangguk pelan sebagai respon. Akh
Regan masih cengar-cengir melihat tingkah Ziva yang sangat di luar dugaan ini. Ia pun langsung menuntun Ziva menuju ke salah satu kamar dan menutupnya. Di sana Regan langsung membalas ciuman sangat istri dengan begitu rakus yang membuat Ziva terkejut.Melihat istrinya susah bernapas membuat Regan segera melepaskan ciuman itu. Ibu jarinya langsung mengusap lembut area bibir bawah milik Ziva.“Kenapa harus di kamar?” tanya Ziva dengan wajah begonya.“Kalau di luar nanti buat lansia pada ngiri.”Ziva terkekeh sendiri mendengar jawaban konyol dari Regan. Padahal wajah bunda sama ayahnya masih tampak muda, namun pria itu mengatakan lansia. Benar-benar anak kurang ajar.“Mereka masih muda tahu. Buktinya wajah bunda saja tampak masih gadis.”“Itu bantuan skincare sama perawatan dokter, sayang,” bisik Regan.Lagi-lagi Ziva terkekeh mendengar jawaban jujur dari Regan. Ia pun langsung memeluk suam
Senin pagi ini kegiatan rutinitas Ziva dan Regan seperti biasanya. Ziva akan sibuk membantu menyiapkan makanan untuk sarapan. Lain hal dengan Regan yang sibuk mempersiapkan diri untuk pergi ke kantor.Perseteruan dengan Ziva kemarin soal nama untuk calon anaknya masih berlangsung hingga saat ini. Perempuan itu masih saja mengambek hingga terus menerus mendiamkan Regan. Meski berlaku demikian, Ziva tetap menjalankan perannya sebagai istri dengan baik.“Pagi sayang, nanti sore kita jadi periksa ke rumah sakit, kan?” tanya Maya, menyapa menantunya yang tengah sibuk menata makanan di meja makan.Ziva mengangguk pelan sambil tersenyum malu-malu. Matanya bahkan bersirobok dengan Regan yang mulai memasuki ruang makan. Ia mulai merasa bingung kala Regan mulai menyapa bunda-nya sambil mencium pipi kanan dan kirinya seperti biasa.Tak lama Narendra mulai memasuki dengan penampilan yang tidak kalah rapi dan cool-nya. Mereka mulai menduduki kursi masing-m
Hampir satu mingguan ini sifat Ziva sangatlah manja kepada Regan. Terlebih perempuan itu merengek terus menerus agar keinginannya untuk makan nasi padang akan segera dikabulkan. Namun, pikiran Ziva salah. Pria itu justru tidak mewujudkannya dengan dalih itu hanya mitos saja jika anaknya kelak akan ileran.Masih dengan wajah yang cemberut, Ziva masih memunggungi posisi Regan yang duduk di sampingnya.“Sudahlah Regan turutin saja keinginan istrimu,” dukung Maya.Ziva mengangguk-angguk menyetujui ucapan ibu mertuanya. Lain hal dengan pria itu yang justru menggeleng kuat.“Warung nasi padang banyak, Bun. Ngapain jauh-jauh ke kota Padangnya. Di Jakarta juga banyak.”“Tuh, kan, Bun! Anak Bunda ini kurang peka.” Ziva kembali merajuk dan terus mencari bala dukungan dari Maya yang selalu memihaknya. “Biarin aja nanti anaknya ileran. Kalau pergi kemana-mana anaknya ngiler sampai panjang lima meter. Dia juga nanti yan
Ziva pikir jika ucapan suaminya waktu itu hanya bercanda semata atau ajang balas dendam karena ulahnya. Namun, ternyata dia benaran ingin bekerja selama tiga bulan ke luar kota.Ada kesedihan yang mendalam di lubuk hatinya saat ini. Terlebih ia saat ini sedang membantu mengemasi beberapa pakaian kerja sang suami untuk dibawa ke kota Malang besok pagi.Melihat suaminya selesai telepon dengan sekertarisnya membuat Ziva tersenyum getir. Regan langsung duduk di pinggiran ranjang sambil sibuk mengotak-atik ponselnya saat ini. Ziva yang melihat itu langsung menghampiri dan segera memeluknya erat.“Aku pasti akan kangen banget sama kamu,” ucapnya lirih.Regan pun langsung menjatuhkan ponselnya di atas ranjang. Ia segera membalas pelukan sang istri. Mengusap punggungnya dengan sangat lembut. “Aku juga pasti akan lebih kangen.”“Jangan selingkuh! Jangan lupain aku! Awas aja kalau ketahuan main sama perempuan lain. Aku enggak ma
Setelah lima hari kerja, kini Regan mengajak Ziva dan keluarganya untuk berkunjung ke makam Celine. Regan ingin melakukan ziarah ke makam perempuan yang dulu sempat dekat dengannya. Regan ingin memperbaiki semua agar hidup kedepannya lebih enak.Dan, kini di sinilah Regan bersama sang keluarga saat ini. Mengunjungi makan Celine sambil mendoakan untuk perempuan itu. Regan bahkan mengucapkan permintaan maaf terus karena menuruti keinginan Celine saat itu. Meski semua telat, namun pria itu tetap saja merasa bersalah.“Tidak usah disesali, sayang. Semua itu sudah pilihan Kak Celine.” Kini Ziva mengusap punggung sang suami—mencoba menenangkan dan menguatkan jika apa yang terjadi untuk pembelajaran ke depannya.Regan tersenyum tipis, ia pun menggenggam telapak tangan Ziva erat. “Celine, kini aku sudah hidup bahagia bersama adikmu. Bahkan kita berdua sudah dikaruniai anak yang sangat menggemaskan. Namanya Abbizar, dia anak yang lucu. Andai kamu
Regan dan Ziva kini pergi ke kantor unit agama untuk meluruskan semua data pernikahannya yang sangat berantakan. Semua itu disebabkan oleh Regan, dan pria itu kini sangat begitu gentle untuk menangani dan bertanggung jawab atas semua perbuatannya di masa lalu.Seluruh keluarga Abimana, dan kedua orangtua Ziva pun ikut mengantar anak-anak mereka yang akan meresmikan hubungan pernikahan ini ke tahap yang lebih kuat lagi.Jika selama ini mereka berdua hanya resmi menjadi suami istri yang sah di mata agama, kini mereka akan meresmikan agar sah di mata negara—terlebih Abbizar saat ini membutuhkan akta kelahiran.“Boleh nikah ulang enggak?” tanya Ziva, berbisik.Regan mengerutkan kening bingung. “Maksudnya?”“Kan, selama ini kita nikah siri, jadi biar tambah sah lagi aku pengin kita nikah ulang di sini. Kamu melakukan ijab qobul lagi di sini. Lagian kemarin nikah pakai data yang salah, dan enggak ada persiapan
Ziva kini sudah dipindahkan kembali ke ruang rawat inapnya bersama sang bayi. Bahkan, Ziva merasa takjub melihat tembok kamar rawat inapnya terdapat beberapa balon yang menempel disertai tulisan sambutan untuk sang anak.“Ini siapa yang dekor?” tanya Ziva.“Bunda sama Mama,” jawab Regan.“Mama sudah sampai sini?”“Iya, mereka lagi pada makan di kantin rumah sakit. Katanya laper pas nungguin kamu lama di ruangan bersalin tadi.”Ziva tersenyum meringis mendengar penjelasan dari Regan. “Iya, tadi jahitan dulu. Terus aku IMD, habis itu dicek dan diperiksa ke seluruh tubuh—memastikan tidak terjadi apa-apa.”“Terus sekarang sudah sehat gitu?”“Iya sehat, tapi seluruh badanku pegal semua.”Kini Regan membantu Ziva dari kursi roda menuju ke ranjang rawat inapnya. Perawat yang mendorong box bayi itu langsung pamit pergi setelah tugasnya selesai.
Pilihan untuk menginap di rumah sakit sudah sangat tepat. Hal yang ditakutkan oleh Maya bahkan kini terjadi. Menantunya—Ziva—mengalami kontraksi berulang—hingga akhirnya dia mengalami flek. Hal itu langsung dilaporkan oleh Maya agar diperiksa oleh dokter yang ternyata sudah memasuki pembukaan satu.Maya terus memijit pinggang Ziva yang merasakan pegal luar biasa. Menantunya terus menangis tersendu-sendu karena merasakan sakit sekaligus mulas yang sangat luar biasa hebat. Bahkan Ziva merasakan lima menit sekali perutnya terasa mulas yang amat begitu mulas.“Tarik napas, ya,” kata Regan, pria itu kini bahkan membolos kerja karena dari semalam istrinya sudah merasakan tidak enak—hingga membuat Ziva tidak bisa tidur dan memilih berjalan mondar-mandir seperti setrikaan.Dan, benar saja pas pagi dia mengalami flek saat ingin buang air kecil—hingga akhirnya dinyatakan sudah pembukaan satu. Namun, Ziva menolak saat dokter ingin
Saat ini di rumah Maya sedang ada tukang untuk merenovasi kamar yang tidak digunakan untuk menjadi kamar cucunya nanti. Maya sibuk bertemu arsitek untuk mendekor kamar calon cucunya itu. Tak lupa juga dia sibuk bertemu desain interior agar kamar cucunya menjadi begitu bagus, nyaman, dan sempurna.Maya pun setuju untuk menggabungkan dua ruangan menjadi satu. Semua ini tentu saja atas ide sang arsitek karena memang Maya menginginkan kamar yang luas untuk calon cucunya. Jadi, di dalam ruangan kamar itu akan ada konsep untuk area bermain bayi dan tempat duduk santai sang ibu jika sedang menyusui. Maya ingin memberikan kenyamanan sang cucu dan menantunya.“Bun, apa enggak terlalu besar kamarnya jika dua ruangan itu digabung?” tanya Ziva, tidak enak hati karena anaknya akan disambut begitu berlebihan oleh keluarga Regan.“Tidak sayang, ini sudah cocok untuk kamu dan cucuku nanti. Jadi dia bisa tidur dan bermain nanti di kamar. Soalnya bayi usia enam
Malam ini Ziva tengah merendam kakinya yang bengkak dengan air hangat yang dicampur garam. Entah ini mitos atau fakta yang pasti ia hanya mengikuti saran dari sang mama.“Gimana? Sudah kempes?” tanya Regan, memastikan jika kaki sang istri akan kempes dalam waktu seketika.“Belum.”Regan mengangguk-angguk dengan tangan yang sibuk memegang ponsel. Pria itu tengah mencari tahu semua keluhan yang dialami wanita hamil di internet. Regan membaca-baca soal keluhan itu hingga menemukan kasus yang serupa—yang dialami sang istri.“Kata internet itu hal yang wajar sayang. Di sini dijelaskan karena adanya peningkatan cairan dan darah yang diproduksi.”Ziva hanya tersenyum lembut mendengar semua penuturan dari sang suami. Pasalnya hal itu sudah dijelaskan secara mendetail oleh dokter kandungannya. Dan, Ziva pun sudah mendapatkan solusi dari dokter kandungan agar posisi tidur lebih tinggi kaki dibanding kepala. Namun, na
Hari ini adalah hari yang begitu spesial untuk Ziva. Hari yang sudah sangat dia tunggu-tunggu sejak tiga bulan yang lalu. Ya, karena hari ini adalah jadwal kepulangan suaminya dari dinas luar kota. Ziva bahkan merasa deg-degan sendiri saat mendengar telepon bunda Maya dengan Regan yang mengatakan sudah sampai bandara dan sedang dalam perjalanan ke rumah.Entah kenapa ia merasa seperti anak ABG yang baru merasakan jatuh cinta. Hatinya deg-degan, bahkan kedua telapak tangannya dingin, perasaannya sangat gugup.“Kamu kenapa gugup begitu?” tanya Maya, tersenyum penuh arti.“Deg-degan, Bun,” jawab Ziva jujur.“Gugup mau ketemu misua, hm?” ledek Maya, terkekeh.Ziva langsung mesam-mesem sendiri mendengar ledekan sang bunda. Terlebih ibu mertuanya itu sangatlah paham bahasa anak-anak muda zaman sekarang. Awalnya Ziva terkejut, namun saat melihat interaksi ibu mertuanya dengan para teman-temannya di mall yang mengobrol d
Ziva pikir jika ucapan suaminya waktu itu hanya bercanda semata atau ajang balas dendam karena ulahnya. Namun, ternyata dia benaran ingin bekerja selama tiga bulan ke luar kota.Ada kesedihan yang mendalam di lubuk hatinya saat ini. Terlebih ia saat ini sedang membantu mengemasi beberapa pakaian kerja sang suami untuk dibawa ke kota Malang besok pagi.Melihat suaminya selesai telepon dengan sekertarisnya membuat Ziva tersenyum getir. Regan langsung duduk di pinggiran ranjang sambil sibuk mengotak-atik ponselnya saat ini. Ziva yang melihat itu langsung menghampiri dan segera memeluknya erat.“Aku pasti akan kangen banget sama kamu,” ucapnya lirih.Regan pun langsung menjatuhkan ponselnya di atas ranjang. Ia segera membalas pelukan sang istri. Mengusap punggungnya dengan sangat lembut. “Aku juga pasti akan lebih kangen.”“Jangan selingkuh! Jangan lupain aku! Awas aja kalau ketahuan main sama perempuan lain. Aku enggak ma
Hampir satu mingguan ini sifat Ziva sangatlah manja kepada Regan. Terlebih perempuan itu merengek terus menerus agar keinginannya untuk makan nasi padang akan segera dikabulkan. Namun, pikiran Ziva salah. Pria itu justru tidak mewujudkannya dengan dalih itu hanya mitos saja jika anaknya kelak akan ileran.Masih dengan wajah yang cemberut, Ziva masih memunggungi posisi Regan yang duduk di sampingnya.“Sudahlah Regan turutin saja keinginan istrimu,” dukung Maya.Ziva mengangguk-angguk menyetujui ucapan ibu mertuanya. Lain hal dengan pria itu yang justru menggeleng kuat.“Warung nasi padang banyak, Bun. Ngapain jauh-jauh ke kota Padangnya. Di Jakarta juga banyak.”“Tuh, kan, Bun! Anak Bunda ini kurang peka.” Ziva kembali merajuk dan terus mencari bala dukungan dari Maya yang selalu memihaknya. “Biarin aja nanti anaknya ileran. Kalau pergi kemana-mana anaknya ngiler sampai panjang lima meter. Dia juga nanti yan