Beranda / Romansa / SWEET CAKE / Kosakata yang Hilang

Share

Kosakata yang Hilang

Penulis: Rusmiko157
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sedikit demi sedikit kesehatan Lea mulai pulih. Clint dan timnya telah menyempurnakan penawar racun Manchineel. Dua hari yang lalu, Clint telah memberikan penawar itu kepada Lea. Zen sendiri yang memantau pemberian penawar itu.

"Kau yakin ramuan itu bisa menyembuhkannya?" Zen berdiri di dekat ranjang dengan tangan terlipat di depan dada. Kedua alisnya berkerut, nyaris bersatu di bagian pangkalnya saat melihat jarum yang disuntikkan pada lengan Lea. Obat penawar itu disuntikkan di sana agar langsung menyebar ke pembuluh darah Lea.

"Itulah gunanya pengujian berulang-ulang, Zen." Menoleh sekilas, Clint memberi tatapan jengah.

"Apa itu akan menyakitinya?" tanya Zen lagi.

Clint menarik satu sudut bibirnya ke atas sambil melirik pada Zen. Ibu jarinya menekan plunger hingga mendorong cairan berwarna kekuningan di dalam spuit itu masuk ke pembuluh darah Lea lalu mencabut jarum dan menekan bekas suntikan itu dengan kapas yang sudah dibasahi dengan antiseptik. Selesai

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SWEET CAKE   I'm All Yours

    Kebutaan yang dialami Lea sama sekali tidak menghalangi wanita itu untuk bersenang-senang. Insting Lea berperan penting dalam permainan mereka. Dia benar-benar tidak membutuhkan penglihatan untuk melakukan pekerjaan yang satu ini. Kalaupun penglihatannya normal, dia akan lebih suka menutup mata karena dia lebih bisa merasakan apa yang dia lakukan.Bermula dari kecupan-kecupan kecil hingga ciuman ringan, Lea ingin bermain dengan tempo lambat. Dia tidak ingin terburu-buru."Let's play slowly," bisik Lea di sela ciuman ringan yang dia lakukan."As you wish, Sweet Cake," balas Zen.Bibir pria itu menyeringai lantas kembali melumat bibir si wanita. Tak ingin hanya berdiri dan saling memagut, Zen mengarahkan tangannya ke bawah tubuh Lea lantas mengangkatnya seolah tanpa beban. Tanpa melepas pagutan, Zen menggendong, membawa Lea menuju sofa alih-alih membawanya ke ranjang.Zen mendaratkan wanitanya dengan perlahan sambil terus mempertahankan bibir mereka

  • SWEET CAKE   99's Hotel

    Kesenangan yang baru saja dia rasakan seolah menguap begitu saja saat Zen mendengar kabar bahwa Bram sedang berada di Brownsville. Pria itu pergi ke ruang kerja untuk mengambil Desert Eagle yang biasa menemaninya ke mana pun dia pergi ketika sedang berperan sebagai hakim kegelapan.Mengambil magazin dari kotak penyimpanan, Zen terus berpikir. Otak pria itu terus berputar, mencari cara agar dapat menghabisi ayah tiri Lea. Beberapa pola mulai terbentuk di otak Zen, namun dia harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana situasinya. Gegabah dalam merencanakan serangan hanya akan membuat mereka mati sia-sia. Maka dari itu, Zen tak hanya memikirkan satu cara untuk meringkus Bram."Aku akan pergi sendiri. Tetap siaga. Jangan biarkan siapa pun masuk ke mansion tanpa seizinku," kata Zen pada salah satu anak buahnya."Baik, Tuan," balas si anak buah.Tak ingin terlihat mencolok hingga menarik perhatian, Zen memilih sebuah mobil SUV untuk datang ke titik di mana Arthu

  • SWEET CAKE   EMP

    Kedua tangan Zen mengepal kuat karena apa yang baru saja dia dengar. Rahangnya mengetat, seiring dengan deru napas yang memburu. Hasrat untuk membunuhnya sudah berteriak, meminta dipuaskan. Terlebih lagi, saat ini target yang dia incar berada di dekatnya. Sungguh, godaan yang sangat besar untuk segera menarik pisau lipat yang terselip di sepatu kanannya dan mengoyak jantung Bram tanpa ampun.Tidak, Zen tidak akan memilih senjata api untuk membunuh Bram. Terlalu mudah. Bajingan seperti Bram tidak pantas mati dengan mudah. Pisau lipat, adalah pilihan yang sempurna. Zen akan menyayat arteri Bram hingga pria tersebut mati perlahan-lahan karena kehabisan darah. Oh, tentu saja tidak hanya dengan satu sayatan! Mudah sekali! Zen akan menusuk dada Bram, lantas melubangi jantung busuk pria itu dan membiarkan detaknya perlahan melemah. Hingga dia bisa menyaksikan ayah tiri Lea itu berpikir, mati adalah pilihan yang lebih baik."Bajingan!" Zen mengumpat tertahan.Dadanya su

  • SWEET CAKE   Timer

    Rasanya sudah sampai di ubun-ubun amarah yang bergelora di dalam dada Zen. Melihat Lea yang tergeletak tak berdaya, membuat Zen semakin geram."Apa dia masih hidup?" tanya Zen dengan nada dingin.Alih-alih terlihat cemas terhadap kondisi Lea, Zen justru tampak sangat marah dengan wajah yang merah padam. Pria itu juga hanya melihat kondisi Lea dari posisinya yang berdiri. Namun percayalah, saat ini ... dia bukan hanya marah, tapi juga sangat mengkhawatirkan kondisi wanita itu. Hanya saja, Zen tidak suka menunjukkan apa yang dia rasa kepada orang lain.Clint yang berdiri di sebelah Zen, menatap Lea sembari menggeleng lemah."Denyut nadinya lemah sekali. Entahlah, aku belum bisa memastikan. Kurasa ada yang memasukkan sesuatu pada makanan atau minuman yang dikonsumsi Lea. Karena dia baik-baik saja sebelumnya. Aku perlu memeriksanya lebih lanjut, tapi ... sialnya listrik padam." Clint menjawab seperti yang dia ketahui."Lakukan apa pun yang harus kau la

  • SWEET CAKE   Cover Each Other

    Pergerakan waktu yang begitu cepat, memaksa Zen untuk berpikir cepat pula."Berlindung!!!" teriak Zen seraya membalik badan dan berlari keluar dari ruangan itu.Anak buah Zen pun langsung berhamburan keluar untuk mencari tempat berlindung meski terlihat sia-sia. Karena mereka tidak tahu seberapa besar dampak ledakan yang dapat ditimbulkan oleh bom itu.Namun, hingga beberapa saat mereka berlari, tak ada tanda-tanda bom itu meledak. Zen seketika menghentikan langkah. Dia mengangkat kepalan tangan, mengisyaratkan anak buahnya untuk berhenti panik. Kemudian dia menoleh ke belakang. Kedua matanya awas, meneliti pintu ruang kendali generator."Ada sesuatu yang salah di sini," ujarnya.Lantas, dia memutar badan dan berjalan dengan hati-hati ke arah ruangan yang baru saja dia tinggalkan dengan tergesa-gesa."Tuan!" seru anak buahnya yang merasa khawatir.Zen berhenti melangkah, lantas menoleh ke arah anak buahnya."Bukankah seharusnya

  • SWEET CAKE   Datura Stramonium

    Lea koma.Setengah tak percaya dengan apa yang dia dengar. Zen memastikan sekali lagi bahwa dia tidak salah mendengar ucapan Clint."Iya, Zen. Lea koma." Clint menegaskan sekali lagi.Kepala Zen berputar, mengarah pada wanita yang sedang terjebak di antara dua dunia itu. Seolah bisa melihat Lea yang tengah berjalan di atas tambang untuk menuju cahaya, namun di bawahnya berkobar api neraka yang mengerikan. Seolah wanita itu memang sudah mati dan sedang menunggu peradilan di akhirat."Fungsi otaknya menurun drastis hingga dia kehilangan sebagian kendali atas kinerja organ di dalam tubuh yang mengakibatkannnya menjadi seperti ini." Clint menunjukkan hasil CT scan kepada Zen yang hanya direspons dengan lirikan oleh pria itu."Apa tidak ada yang bisa kau lakukan untuk membuatnya hidup lagi?" tanya Zen tanpa berpaling dari Lea.Pertanyaan itu lebih terdengar seperti candaan di telinga Clint. Hingga dia melemaskan bahu seraya menatap lelah pada san

  • SWEET CAKE   Pertikaian Berdarah

    Berada di ruangan itu hanya berdua dengan Lea, ditemani suara monitor yang menandakan bahwa alat vital di tubuh wanita itu masih berfungsi. Tentu saja dengan bantuan beberapa alat penunjang kehidupan. Jika tidak, bisa saja nyawa Lea saat ini sudah melayang. Zen duduk bertopang dagu, dengan siku yang bertumpu pada tepi ranjang Lea. Pria itu tidak mengatakan apa pun sejak dirinya meminta Clint meninggalkan ruangan tersebut. Kedua netranya terus menyorot pada wajah sang wanita. Menatap paras cantik dengan kelopak mata yang menyembunyikan iris hijau menawan yang biasanya selalu memancarkan keindahan.Beberapa orang, termasuk Clint merasa ada yang berubah dari sosok seorang Zen Aberdein. Pria berhati dingin yang tak kenal belas kasih itu seolah bermetamorfosa menjadi sosok yang menyimpan kepedulian begitu besar di dalam hatinya. Bahkan mereka berpikir, cinta telah menyentuh hati pria itu."Kehadiran Nona Lea telah membawa perubahan yang sangat besar pada Tuan Zen," ujar sal

  • SWEET CAKE   Tidur di Sampingmu

    Mengguyur kepalanya dengan air yang mengucur dari shower, Zen merasa sedikit lebih rileks. Penat yang dia rasa seolah ikut luruh bersama air yang mengalir melalui permukaan kulit. Dengan kedua tangan, pria itu mengusap wajah, menghalau aliran air yang menderas melalui wajah agar tetap dapat bernapas.Hanya satu yang tak bisa hilang ketika air mengalir deras dari ujung kepala hingga ujung kaki Zen, yaitu Lea. Senyum indah dan kilau mata yang berbinar di wajah wanita itu seakan tak mau pergi dari kepala Zen. Semua yang ada pada diri Lea, seolah menempel di otaknya seperti gurita yang mengikat musuh dengan tentakel."Sweet Cake ...." Tanpa sadar panggilan itu mengalun lirih dari bibir Zen.Pria itu memejam sembari menundukkan kepala. Kedua tangannya menapak pada kaca buram yang menjadi penyekat di dalam kamar mandi. Dia biarkan air mengalir melalui ujung hidung runcingnya dan berakhir di permukaan lantai kamar mandi hingga menimbulkan suara gemericik yang begitu ra

Bab terbaru

  • SWEET CAKE   S2.30. What Family Means (The End)

    Sebuah mobil jeep melaju dengan guncangan yang terasa lumayan keras di jalan yang bagian kanan dan kirinya ditumbuhi rumput liar. Sruktur tanah yang tidak rata menjadi penyebabnya. Sehingga, jalanan yang sebenarnya landai itu menimbulkan efek guncangan yang amat terasa. “Aku heran, kenapa Zen tidak membangun tempat ini dengan lebih baik,” ujar Clint yang tak melepaskan tangan dari pegangan agar tidak terlempar keluar dari jeep saat terjadi guncangan. “Aku rasa … ini adalah ide Nyonya Lea, Dokter,” sahut Arthur sembari mengatur kecepatan agar mobil yang dia kemudikan tetap dapat melaju dengan stabil meski harus berkali-kali merasakan sensasi seperti akan terbalik. “Ah, kau benar!” Clint berpaling ke arah Arthur. “Wanita itu adalah kryptonite bagi Zen.” Pria itu lantas menggeleng lalu mengalihkan pandangan pada tanaman anggur yang sedang berbuah di sepanjang kanan dan kiri jalan. “Dari seorang bajingan yang kejam, sekarang menjadi petani anggur.

  • SWEET CAKE   S2.29. Humanity

    Keinginan Lea memang terdengar seperti perintah bagi Zen. Dan ya, Lea menginginkan mereka untuk memiliki keturunan. Setelah berhasil mengungkap apa yang dia inginkan di hadapan sang suami, wanita itu semakin memperjelasnya dengan mengatakan bahwa setidaknya dia ingin memiliki dua anak, laki-laki dan perempuan.“Itu terdengar menyenangkan, Zen. Kelak kau bisa mengajari anak laki-laki kita berbisnis, untuk meneruskan tampuh kepemimpinan The Great Palace—no no no! Aku tidak akan mengizinkamu mengajarinya bisnis gelap. Cukup kau saja yang tersesat di sana. Aku tidak ingin anak-anakku ikut tersesat bersamamu.” Lea segera membenetengi ucapannya sebelum Zen menyela.Kemudian dia melanjutkan lagi apa yang dia ucapkan, karena memang belum selesai.“Lalu aku bisa mengajari anak perempuan kita untuk memasak, bermain musik, menanam bunga, dan menyulam. Kita bisa tinggal di rumah sederhana yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk masalah, t

  • SWEET CAKE   S2.28. Attention

    Melihat kedekatan Zen dan Zac membuat sudut hati Lea berdenyut. Ada rasa cemburu serta sedikit rasa terabaikan dengan pemandangan yang tersuguh itu.Semenjak kembali ke mansion beberapa waktu lalu, Zen bahkan belum menyentuh sesuatu yang lain selain Zac. Entah karena Zac yang merasakan kerinduan membuncah hingga tak ingin melepaskan Zen sedikit pun. Atau memang Zen yang merasa berat meninggalkan anak itu. Yang jelas, keduanya seperti tidak dapat terpisahkan.Lea memutar mata jengah sembari bernapas panjang dan dalam. Terdengar begitu berat. Sampai akhirnya wanita itu memutar badan, meninggalkan Zen dan Zac yang sedang bermain puzzle."Oh, yang benar saja?! Kenapa aku merasa cemburu pada Zac? Ayolah, Lea ... dia hanya anak kecil!"Dalam perjalanannya menuju kamar, Lea terus bergumam. Memarahi dirinya sendiri yang terlalu mudah cemburu oleh bocah laki-laki itu.Memasuki kamarnya, Lea berniat untuk segera membersihkan diri. Keringat berc

  • SWEET CAKE   S2.27. A Child

    Selama dalam perjalanan menuju mansion, Lea sama sekali tak melepaskan tangannya dari lengan Zen. Bahkan dia nyaris tidak pernah mengangkat kepalanya dari bahu sang suami.“Aku bersumpah aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi, Zen. Aku tidak akan sanggup hidup tanpa dirimu,” ungkap Lea seraya mendusal di dada Zen yang sengaja membuka tangan lalu meminta Lea untuk masuk dalam rengkuhannya.“Tidak akan, Sweet Cake. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi,” balas Zen.Melihat kemesraan Zen dan Lea, Arthur hanya bisa memalingkan wajah. Merutuki pikiran untuk memiliki seorang wanita yang dia cintai dan mencintai dirinya seperti sang tuan. Namun, sejenak kemudian, pria itu lantas menggeleng samar sambil memejamkan mata. Mengusir pemikiran yang dia rasa begitu konyol dan sangat bukan dirinya.Sayangnya … hal tersebut dapat dilihat oleh Zen. Apa yang dilakukan Arthur—menggeleng samar dengan wajah berpaling ke j

  • SWEET CAKE   S2.26. Detonator

    “Arthur!”Zen menjatuhkan lututnya di atas tanah, tepat di samping Arthur yang tergeletak dengan tubuh lemas. Ada perasaan tak bisa dimengerti yang bercokol di dalam dada pria tersebut. Kehilangan, kesedihan, kemarahan, semua bercampur menjadi satu hingga terasa begitu sulit untuk mengidentifikasinya sendiri.Matt bahkan menyusul dan berdiri di belakang Zen dengan raut cemas yang sama. Ingin menenangkan sang tuan, namun nyalinya tak cukup besar untuk melakukan hal itu. Dia tidak sama dengan Arthur yang sudah terasa seperti saudara sendiri oleh Zen. Matt hanyalah pengawal pribadi Lea yang selalu setia melindungi nyonyanya tersebut.“Aku tidak mengizinkamu mati hari ini, Art! Bangun, Keparat!” sentak Zen dengan raut panik saat melihat anak buahnya itu tidak berdaya.Sementara itu, beberapa meter darinya, Lea yang tergugu tampak berusaha untuk bangkit. Dengan tubuh gemetar dan wajah yang berlinang air mata berwarna kehit

  • SWEET CAKE   S2.25. The Shot

    “Tidak!”Lea menjerit sambil mengerutkan badan. Menyembunyikan wajah di bahu karena dia tidak akan sanggup melihat orang kepercayaan suaminya itu terkena tembakan yang berasal dari senjata di tangannya.Namun, rupanya hingga beberapa saat kemudian, tidak terdengar suara letusan senjata api. Lea juga tak merasakan entakan kuat seperti saat dirinya menembakkan senjata sebelumnya.Sampai beberapa waktu kemudian, Lea merasakan genggaman tangan Jonathan di tangannya mengendur. Disusul suara kekehan dari balik kepalanya.Jonathan terkekeh, kemudian melepaskan tangannya dari Lea. Entah apa yang pria itu lakukan, namun Lea merasa seperti baru saja mendapatkan napasnya kembali.“Aku tidak akan melakukannya untukmu, My Dear,” ucap Jonathan seraya memberi jarak antara tubuhnya dengan Lea. Berjalan mundur dua langkah dengan kedua tangan yang terselip di saku celana.“Tidak! Aku tidak bisa melakukannya.”

  • SWEET CAKE   S2.24. The Agreement

    Tarikan napas panjang yang dilakukan Jonathan membuat dagu tertutup jambangnya terangkat. Pada saat mengembuskannya kembali, Jonathan terlihat seperti seorang ayah yang lagi-lagi mendapatkan laporan atas ulah nakal yang diperbuat oleh anaknya. Dari kejauhan, Zen dapat melihat pria itu tersenyum. Tampak dari garis wajahnya yang terangkat serta matanya yang sedikit menyipit seolah tertarik ke atas. Kemeja mahal yang membungkus tubuhnya terlihat begitu elegan. Tak berselang lama kemudian, deru mesin beberapa kendaraan terdengar kian mendekat. Sampai pada akhirnya Zen dapat melihat beberapa Range Rover masuk satu persatu ke arena pacuan kuda, berjajar di sisi kanan dan kiri helikopter. Atau lebih tepatnya mengapit pria yang mereka sebut “Superior”, seolah ingin menegaskan betapa besar kekuasaan yang dimiliki oleh seorang Jonathan Graham dari Ordo Messier. Berbeda dengan Zen, kali ini hanya ada dua mobil yang mengawal pria itu. Salah satunya adalah

  • SWEET CAKE   S2.23. Get the Party Started

    “Pesta dimulai!” gumam Zen seraya menginjak pedal gas secara perlahan, melajukan mobil yang dia kendarai menuju jalan raya.“Mereka mengikuti kita, Zen,” kata Lea seraya menoleh ke arah spion kanan di mana sebuah mobil terlihat berusaha mengejar laju mereka.Zen melirik spion dan dia juga melihat apa yang dilihat Lea, di mana sebuah mobil melaju zig zag seolah tak ingin kehilangan jejak.“Masih ada beberapa mobil lain di belakangnya,” kata Zen seraya mengarahkan pandangan pada jalanan di depan yang lumayan padat.“Kau yakin?” Lea berpaling sekilas ke arah Zen.“Kau akan mengetahuinya lagi nanti setelah kita tiba di St. Robert Avenue. Jalanan di sana sepi. Aku memprediksi mereka akan memblokade jalan kita di sana,” kata Zen.“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” Lea terlihat panik, cemas, khawatir, dan … takut.“Kau tenang saja. Aku sudah

  • SWEET CAKE   S2.22. The Big Day has Come

    Padang rumput yang membentang sejauh mata memandang, menampakkan beberapa bunga ilalang yang terbang terkena embusan angin. Beberapa kuda yang tampak berlari bebas saling berkejaran, seolah tak bertuan. Rumah kayu bercat putih yang terlihat begitu lengang, nyatanya menyembunyikan sepasang suami dan istri yang tengah bersiap untuk menghadapi hari besar.“Kau yakin tetap akan melakukannya?” tanya Zen kepada Lea saat wanita itu mengikat sabuk dengan sebuah revolver kecil pada pahanya.Lea menegakkan punggung seraya menurunkan bawahan gaun sutera panjang berwarna hitam yang memiliki belahan samping hingga setengah paha. Gaun model simple dengan tali spaghetti yang menggantung di bahu itu sungguh terlihat begitu elegan ketika melekat di tubuh proporsional Lea. Lipstik warna merah menyala yang memoles bibir wanita itu pun menambah kesan seksi dan berbahaya yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya merasa terintimidasi oleh Lea.Menarik na

DMCA.com Protection Status