"Kau mencintainya, Susan, " kata Eric ketika Rey baru saja pergi.
"Jangan sok tahu! " ketusku pura-pura acuh karena aku sedang tidak ingin mendapat simpati dari seorang Eric Northman.
"Aku mulai bisa membaca pikiranmu."
"Jadi itu hal tak berguna yang sedang kau pelajari selama banyak diam tadi," cemoohku dengan sinis.
Sudah cukup dia memegang kendali atas tubuhku, "Jangan harap kau bisa menyentuh pikiranku! " ketusku berulang kali dan entah kenapa tiba-tiba sepertinya aku hanya ingin memarahi Eric.
"Wanita memang aneh, " gerutu Eric dari dalam kepalaku.
"Pergi saja dari sana jika kau tidak suka! " usirku walau aku tahu dia tidak akan mendengarkanku.
"Bahkan kau tidak semarah ini saat mengetahui hubunganmu dan Nolan berakhir."
"Jangan membandingkan mereka berdua! "
"Kau lebih peduli dengan yang ini, apa karena dia yang pertama kali menciummu, Susan? " ejeknya kemudian dan aku segera berteriak.
"Menyingkirlah dari
[Susan share GPS, aku sudah di bandara] ketik Sidney dalam pesan singkatnya.Aku baru saja bangun dan sudah di buat terlonjak syok oleh pesan Sidney barusan."Eric! apa menurutmu dia serius?""Dia akan kemari, " jawab Eric santai meski aku tahu dia tadi juga sempat ikut terkejut.Tapi mungkin karena Eric sudah lebih lama mengenalnya jadi sepertinya dia juga sudah jauh lebih paham dengan sifat Sidney."Apa dia akan memecatku? " tanyaku buru-buru karena masih panik dan belum bisa berpikir masuk akal. Aku hanya ingat jika kemarin Sidney memang belum memberiku ijin untuk cuti."Dia tidak perlu datang kemarin jika hanya ingin memecatmu,
"Susan, apa dia temanmu? " tanya paman dan bibiku yang sepertinya juga terkejut ketika baru melihat Sidney."Dia--" belum sempat aku menjelaskan, Sidney sudah lebih dulu memotong."Aku teman, Susan, " kata Sidney."Dari kota? " kali ini bibiku yang bertanya, masih dengan ekspresi bengongnya yang agak lucu."Ya, " jawab Sidney singkat dan segera mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri.Paman dan bibiku sepertinya juga masih terkagum-kagum dengan seorang Sidney Parker. Menurutku wajar karena aku dulu juga pernah merasa seperti itu ketika pertama kali melihatnya. Apa lagi bagi orang kampung seperti paman dan bibiku yang tidak biasa bertemu dengan orang asing. Tampilan fisik Sidn
Aku segera masuk ke kamar setelah makan malam, aku hanya tidak ingin mendengar mereka terus bertanya macam-macam lagi tentang Sidney. Karena aku sendiri sebenarnya juga belum terlalu mengenalnya kecuali beberapa minggu ini dan sedikit tambahan informasi yang kurang valid dari seorang Eric Northman. Selebihnya aku belum tahu Sidney pria seperti apa.Sidney memang selalu baik padaku, bahkan dia sudah rela jauh-jauh datang kemari untukku, tapi aku juga tidak boleh lupa jika dia juga masih ingin meniduriku.Walau jujur aku juga masih tidak mengerti kenapa pria seperti Sidney sampai harus datang jauh-jauh kemari hanya untuk menggodaku seperti tadi. Dia muda, tampan, dan kaya, mustahil jika aku juga tidak menginginkannya. Tapi sekali lagi, aku tetap wanita yang punya keyakinan serta prinsip dan aku juga tidak sedang berkhayal jika pria sepert
Aku benar-benar sakit keesokan harinya, Eric sudah berulang kali membujukku untuk bangun tapi aku tetap masih malas bergeming dari dalam selimut. Aku tahu Eric juga merasakan hal yang sama, tapi sepertinya dia memang selalu lebih kuat dariku. "Ayo bangunlah, Susan," bujuk Eric untuk kesekian kalinya sambil menyibak selimut yang menutup tubuhku. "Aku kedinginan Eric," keluhku saat justru malah kembali ke dalam selimut. Saat itu kurasaan Eric coba memeluk tubuhku dengan lenganku sendiri dan berbisik. "Bangunlah, Susan..."______ "Kau hanya flu dan akan segera membaik jika kau mau bergerak dan membiarkan dirimu terkena sinar matahari." "Memang apa yang biasanya kau lakukan saat flu?" tanyaku heran.
Setelah sudah cukup istirahat dan ibu membuatkanku sup, keesokan harinya aku sudah merasa jauh lebih baik. Eric langsung membangunkanku pagi-pagi dan mengajak keluar untuk berkeliling."Ayo Susan, jangan jadi pemalas!"Kali ini Eric benar- benar menarik tubuhku untuk berdiri meski aku masih mengeluh dan tidak mau dia tetap saja menyeretku keluar."Sungguh aku bisa gila jika kau terus mengurungku di kamar seperti ini!""Apa masalahmu, Eric? " tanyaku heran karena sepertinya Eric benar-benar tidak tahan jika kami hanya ada di dalam kamar tanpa melakukan apa-apa. Dia seperti sangat membutuhkan kegiatan untuk sekedar mengalihkan perhatiannya seolah kami benar-benar pria dan wanita yang cuma terkurung di dalam kamar berduaan.Begitulah akhirnya aku mau mengikuti sarannya untuk berolahraga dengan berlari menelusuri jalanan desa karena kebetulan tidak ada lapangan di dekat rumah bibiku. Mungkin saja aku akan nampak aneh karena tidak ada warga yang c
Aku tidak mendapatkan penerbangan lokal untuk bisa pulang akhir pekan ini, jadi aku terpakasa berangkat dari Surabaya karena senin aku harus mulai bekerja. Perjalanan dari kampung ke Surabaya sekitar tujuh jam, aku berangkat malam menggunakan travel dan sampai di bandara kepagian bahkan pintu bandara belum di buka. Eric sangat ribut karena sepertinya ini juga merupakan perjalanan darat terlamanya di dalam mobul yang tidak nyaman. Karena aku mengunakan penerbangan pertama aku pun segera cek in begitu pintu dibuka dan sekali lagi jadi pengangguran di ruang tunggu. "Lain kali kita sewa jet pribadi saja," kata Eric dari dalam kepalaku. "Kau pikir apa pekerjaanku sampai kemana-mana pakai jet pribadi. ""Ada uang di rekeningmu, Susan, dan kau bisa menggunakannya dari pada kau ikut menyiksaku di dalam mobil seperti gerobak tadi. ""Apa kau dulu anak Sultan sampai naik kendaraan umum saja tidak pernah
Susan curiga kenapa dari tadi Eric tidak bicara apa-apa."Eric, apa kau marah? " tanyaku sesaat setelah Sidney pergi."Untuk apa? kurasa kau juga tidak akan mendengarkanku. ""Maaf tentang Sidney, sungguh aku hanya tidak bisa menolaknya begitu saja. ""Apa karena dia tampan dan membawakanmu satu buket besar bunga.""Tolong Eric jangan mengajakku bertengkar, sungguh aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu. "Aku sendiri juga tidak tahu kenapa harus minta maaf pada Eric. Mungkin kami memang harus mulai saling belajar jika memang ternyata nanti kami akan hidup bersama selamanya. Kadang aku merasa kami sudah seperti pasangan muda yan
Hidup bersama Eric sama halnya seperti sedang mengupasi tiap lapisan masalah yang masih akan terus ada tanpa ada habisnya.Aku sengaja tidak mengajak Eric bicara sepanjang pagi ini, sepertinya dia tahu jika aku masih marah. Setelah mandi aku segera bersiap berangkat ke kantor, berpakaian sambil menyendok sereal. Eric pun tidak berani protes meskipun aku sengaja melanggar aturannya. Percaya atau tidak karena sepertinya aku ingin dia marah dan mengajaknya bertengkar. Sebenarnya aku hanya tidak tahu bagaimana caranya untuk menumpahkan kekesalanku padanya. Aku tidak bisa menghukumnya, parahnya aku juga tidak bisa menuduhnya menyetubuhiku karena nyatanya dia memang sudah berada di dalam tubuhku.Aku sudah melanggar semua aturan sepanjang pagi ini tapi dia juga masih tak bergeming. Sampai-sampai aku jadi berpikir seharusnya yang marah itu aku atau dia, karena rasanya malah seperti Eric yang mengacuhkanku.Sesampainya di kantor, aku agak terkejut karena ternyata Sidney
Akhirnya Sidney mengalah dan setuju untuk menjemput putra Paris. Selama ini anak itu tinggal bersama pengasuh di bawah perlindungan hukum. Biasanya Paris hanya diijinkan untuk berkunjung tanpa boleh mengajak anak itu keluar bersamanya."Aku tidak mau menangani bocah yang masih mengompol." Sidney tetap bersikeras tidak mau ikut campur jika nanti Susan mendapat masalah."Anak laki-laki tujuh tahun sudah tidak kencing di celana lagi, Sidney!"Kadang Susan juga masih kesal dengan sifat egois suaminya yang bisa sangat tidak masuk akal, Dia mau memiliki banyak anak tapi tidak mau repot mengurusi anak-anak."Kita harus melihatnya dulu siapa tahu nanti kau juga akan menyukaianya!"Susan memencet bel pintu sementara Sidney masih berdiri di undakan tangga paling bawah nampak tak berminat untuk ikut masuk. Sidney benar-benar lebih suka disuruh menunggu di dalam mobil dari pada ikut berbasa-basi seperti yang diajarkan Susan."Ingat kau cukup tersenyum j
Sidney sudah tidur ketika Susan pelan-pelan mengambil buku harian Jessy dari dalam laci. Sidney tidak suka jika Susan membaca buku itu karena biasanya Susan malah jadi menangis setelah membacanya dan Sidney tidak suka melihat Susan bersedih untuk sesuatu yang menurutnya percuma. Tapi tetap saja Susan sering diam-diam membacanya, Jessy memiliki tulisa yang sangat rapi sangat berbanding terbalik dengan dirinya. Membaca buku harian Jessy membuat Susan serasa ikut mengenal saudarinya meskipun mereka tidak pernah bertemu.***Jessy 12 Maret 2016***Bukannya aku tidak mau tinggal di kampung halama Paris, tapi aku sudah pernah mencobanya dan tidak bisa. Paris adalah orang yang sering bepergian dengan segala kesibukan pekerjaannya yang luar biasa. Paris juga melarangku bekerja lagi sejak kami menikah, sering kali aku merasa bosan ketika harus tinggal sendiri di rumah besarnya. Aku juga tidak punya teman atau keluarga di sana, semua yang kukenal adalah teman-teman Paris dan ling
Susan memperhatikan Sidney yang masih tertidur dan menyentuh bibir penuhnya yang sedikit terbuka. Ternyata pria seperti Sidney juga bisa nampak lucu ketika sedang tertidur dan Susan menyukainya karena jarang-jarang Sidney mau diganggu."Apa yang kau lakukan!" tegur Sidney yang ternyata sudah terbangun."Tidak ada," acuh Susan segera pura-pura mengabaikannya."Kemari kau!""Ao..!" Susan memekik kaget karena Sidney balas memukul bokongnya.Mereka masih sama-sama belum berpakaian sejak selesai bercinta tadi malam dan Tiba-tiba saja Sidney sudah kembali menerjang masuk dan menderanya."Sidney, ingat kau punya janji dengan Notarais pagi ini!"Susan coba mengingatkan tapi Sidney tetap mengabaikanya karena Susan memang bisa sangat cerewet meskipun sedang ia setubuhi. Gilanya Lagi Susan masih sempat meraih ponsel dan membalas pesan."Buang benda itu, Susan!" Sidney langsung membalik tubuh Susan dan merampas ponsel terkutuk itu dari tan
JESSY... Saat pertama kami bertemu dia adalah pemuda yang rupawan, berulang kali dia bertanya bagaimana untuk mendapatkan wanita sepertiku dengan sangat terus terang dan sedikit tidak tahu malu."Masukilah hatinya, maka kau akan mendapatkan segalanya," kataku saat menatap Netra biru gelapnya yang dalam ketika kami duduk di meja bar dan yakin pria tampan itu belum mabuk untuk merayuku. Aku tahu jika Paris Parker adalah pria yang cukup percaya diri untuk mendapatkan apapun keinginannya."Sebutkan apa saja yang bisa kudapatkan, setelah itu? " bisiknya saat mendekatkan bibirnya ke telingaku. "Love, loyalty, dan keberanian !" Walapun setiap hari aku bekerja di antara para wisatawan asing tapi memang tidak akan pernah kubiarkan diriku terlibat dengan mereka dalam urusan asmara. Namun sepertinya pengecualian utuk seorang Paris Parker, pria yang telah dengan begitu berani berlutut di depanku dan memohon untuk menjadikanku miliknya.
Seorang pengurus rumah menemukan Paris Parker sudah terduduk kaku takbernyawa dengan bekas lobang peluru si pelipis kanannya. Tangan kanana masih memegang pitol dan sebuah ponsel terjatuh di lantai tak jauh dari tempat dududknya. Sebuah buku harian milik Jessy yang juga baru Paris temukan dari dalam laci masih terbuka di atas meja karena sepertinya pria itu juga belum selesai membacanya dan sudah tidak tahan.Pihak kepolisian menghubungi Sidney parker sebagai satu-satunya keluarga Paris. Sidney dan Susan juga langsung terbang ke Bali hari itu juga. Pihak kepolisian meminta Sidney untuk memutuskan bakal di makamkan di mana jenazah saudaranya. Sebenarnya Sidney sendiri juga tidak tahu karena hubungan mereka selama ini memang tidak seperti layaknya keluarga, tapi Susan yang langsung menyela dan minta agar Paris dimakamkan di samping saudarinya. Pihak kepolisian juga memberikan buku harian Jessy kepada Susan dan memberi tahu Sidney jika akan ada notarais dari Paris Parker yang ak
"Oh, Sayang apa yang kau pikirkan?" tanya Sidney pada wanita yang sedang berbaring di bawah naungan tubuhnya tapi entah pikiranya sedang melayang berada di mana."Tidak ada," bohong Susan sambil menggeleng saat Sidney menyentuh bibirnya dengan ibu jari."Aku bisa sangat cemburu jika kau memikirkan pria lain," sarkas Sidney yang sebenarnya juga tahu jika Susan sedang memikirkan Parish yang baru saja menelponya.Sidney merunduk untuk mencium Susan dan tetap bersikeras menahan wanita itu dalam ciumanya meskipun Susan agak enggan untuk menaggapinya."Sungguh aku mencemaskan Parish." Akhirnya Susan terus terang ketika tiba-tiba mendorong Sidney untuk berhenti sejenak."Sudah kubilang jangan memikirkan pria lain, apa lagi brengsek itu!" Sidney terdengar marah."Aku serius, sungguh perasaanku sedang tidak enak." Susan beringsut dari naungan tubuh Sidney dan kembali merapikan gaun tidurnya."Kau mau ke mana?"Sidney melihat Susan berja
Kenapa rasanya ini semakin sulit kujalani. Dulu kupikir cintaku akan cukup meredamnya, dulu aku pikir tubuhku akan kuat menanggungnya. Tapi tiap kali tangan-tangannya kembali merenggutku tanpa kebajikan, dia tetaplah wujud yang hanya peduli dengan kemauannya sendiri. Dia bukan orang yang dulu kukenal juga bukan orang yang akan peduli. Seperti membuka lembar buram yang tidak ingin kubaca atau kutulis. Karena di sini aku sudah tahu, mungkin aku hanya akan hancur sendiri atau hancur bersamanya. Tumpukan dosa yang dia tawarkan sudah seperti racun yang tidak akan bisa berhenti kuhirup, mungkin hingga kelak benar-benar habis nafasku. Jika dia mencintaiku, seharusnya dia tidak memperlakukanku seperti ini. Tubuhku masih sakit, menggigil di atas lantai dingin tempat terakhir aku dihempas oleh tinju dari kepalan tangan yang sama dari lengan yang kali ini juga sedang memelukku. Dengan nafas berge
Susan benar-benar tidak menyangka jika sebuah pesta sudah di siapkan sedemikian rupa untuk menyambut kedatangan mereka, dan Susan langsung tahu jika semua itu adalah perbuatan Sidney. Yang paling megejutkan bagi Susan ternyata tidak hanya ada ayah dan ibunya tapi ayah dan ibu Jessy juga ada di sana menyambut mereka. Tentu Susan sangat terharu menyaksikan orang tuanya berkumpul seperti itu dan terlihat sudah cukup akrab. Susan yang kemarin sempat merasa seperti orang asing tiba-tiba merasa seperti menjadi anak paling beruntung di muka bumi ini karena bisa berada di tengah-tengah semua keluarga yang mencintainya. Susan masih tidak tahu bagaimana Sidney bisa berbuat seperti ini dan tidak memberitahunya apa-apa. Semua itu memang perbuatan Sidney. Bahkan dia sendiri yang menjemput orang tua kandung susan dari Bali. Itulah kenapa kemarin Sidney sampai harus pulang menjelang pagi dan mendapati susan yang
Karena teleponya tidak pernah di angkat, akhirnya Paris nekat untuk menemui Susan meskipun dengan resiko bakal bertemu juga dengan Sidney, dan mungkin mereka akhirnya akan kembali bertikai. Paris benar-benar menghawatirkan Susan karena dia tahu pasti Susan masih syok setelah semua kejadian kemarin. Paris hanya ingin sekedar memastikan jika Susan baik-baik saja. Saat Paris datang ternyata Sidney sedang tidak ada di rumah, tapi Susan tidak memberi tahu Paris jika sebenarnya mereka berdua sedang bertengkar. Bahkan Susan tetap berpura-pura jika hubungan mereka sedang baik-baik saja. Susan yakin jika Sidney tidak akan suka jika dirinya masih menemui Parish, tapi sepertinya Susan juga mulai tidak perduli. Toh Sidney akan tetap marah. Susan tidak mengerti kenapa sekarang rasanya justru Sidney yang jadi sangat membenci Paris. Walaupun menurut Sidney, Paris jahat dan gila, tapi sepertinya