Tara dan Erica kembali ke Bali keesokan harinya masih dengan bermotor. Mereka belum sampai masuk kota Denpasar ketika tiba-tiba hujan kembali turun, bukan gerimis lagi tapi hujan lebat yang datang tiba-tiba. Jadilah mereka langsung basah kuyup. Karena sudah terlanjur basah Tara memutuskan untuk tetap menerjang hujan, tidak berhenti berteduh sama sama sekali sebab hari juga sudah cukup sore.
Erica semakin merapat memeluk pinggang pemuda itu erat-erat karena pakaiannya juga sudah basah tembus sampai ke dalam, rasanya mulai dingin dan hanya punggung Tara yang teras hangat.Tara membawa Erica kembali ke tempat kosnya dulu walau sebenarnya tadi Erica mau langsung ke hotel, sebab penerbangannya masih baru besok pagi. Tapi rasanya tidak mungkin dia pergi ke hotel dengan badan basah kuyup seperti itu.
Dengan sisa air hujan yang masih
Ketika Tara keluar dari kamarnya Erica sedang duduk di sofa sambil memeriksa pesan di ponselnya. Hujan sudah reda dan di luar juga sudah sempurna gelap gulita. Tara menyalakan lampu di teras sebelum kemudian berjalan menghampiri Erica."Apa kau mau kuantar ke hotel?"Erica langsung mendongak dari layar ponselnya untuk melihat Tara dengan tatapan bingung karena jujur saja Erica memang belum berpikir bakal bermalam di mana."Kau juga boleh menginap," Tara menawarkan ranjangnya," aku bisa tidur di sofa.""Kau juga boleh mengunci pintunya jika tidak percaya," tambah Tara dan Erica malah justru tertawa menanggapi keseriusannya."Apanya yang lucu?"
Sesampainya di Jakarta Erica langsung di jemput oleh Nicola. Sebenarnya Erica tidak mau merepotkan tapi dari kemarin pria itu memang bersikeras untuk menjemputnya. Apa lagi nanti Nichola juga yang akan menemani Erica untuk bertemu dengan sahabat bibinya yang hendak menjadi donatur untuk yayasan mereka. Jadilah Erica semakin tidak bisa menolak."Apa Kau juga mengenal nyonya Marisa?" tanya Erica ketika dirinya sudah berada di dalam mobil Nicola."Dia adalah sahabat lama keluarga kami, aku sudah mengenalnya bahkan sejak masih anak-anak. Adam juga mengenalnya."Nicola adalah pemuda yang baik dan menyenangkan. Walau lebih banyak besar di Boston tapi dia tidak pernah lupa budaya Timur. Dia juga hampir mirip dengan Adam cuma dengan warna kulit lebih terang dan lebih bersahabat untuk bergaul d
Bukanya Tara tidak sempat membalas pesan sepele, tapi akhir pekan ini Tara harus bermotor bolak-balik ke kampungnya pulang pergi untuk segera mengurusi semua rencana pengembangan keramba yang sudah dia mulai dengan beberapa sahabatnya. Jadi selama ini Tara merekrut teman-teman sekolahnya dulu yang banyak tidak bekerja untuk ikut serta memberi penyuluhan dan mengajak para nelayan yang mau mereka bina.Tara juga bukan tipe pria yang akan selalu mengantongi smartphone di celananya, dia lebih nyaman mengunakan ponsel kecil tahan banting utuk dia kantongi kemana-mana tanpa repot bakal jatuh atau terjebur ke air ketika bekerja.Sejak pagi Tara sudah ikut hujan-hujanan untuk turun sendiri memastikan ke lokasi-lokasi keramba mereka. Tara memiliki tanggung jawab penuh untuk kegagalan dan keberhasilan semua usaha yang baru mulai dirin
Sudah lewat dua hari Erica belum juga mendapatkan kabar dari Tara bahkan pesannya masih centang satu sejak kemarin. Erica tahu Tara memang jarang memegang smartphone, kadang dia lupa membiarkan baterainya habis ketika benda itu hanya dia simpan di laci. Setelah memeriksa pesan masuknya sejenak, Erica kembali menekuni draf proposal di layar laptopnya. Sudah beberapa bulan ini Erica mulai membuat proposal untuk pembangunan rumah sakit bagi yayasannya. Beberapa donatur tetap sudah menyatakan bersedia untuk memberikan bantuan. Rencananya dua bulan lagi dirinya juga akan mengadakan charity tapi sebelumnya Erica harus menyelesaikan semua proposalnya agar para donatur bisa melihat visi, misi, dan konsepnya lebih mudah. Erica adalah wanita yang sangat disiplin, jeli, dan teliti dengan semua pekerjaannya. Semua harus sudah jelas dan terencana dengan detail sebelum dia berani mengajukan ke
Hari sudah hampir kembali pagi dan Tara hanya duduk di lorong rumah sakit semalaman tanpa bisa memejamkan mata. Ketika dirinya masuk kembali ke dalan ruang perawatan dia melihat Mina sudah bangun dan tersenyum padanya sementara Larisa masih tertidur dengan kepala yang hanya asal dia letakkan di tepi ranjang sambil masih terduduk di kursi plastik. Semalaman Larisa memang tidak mau pulang dan bersikeras ingin ikut menemani Mina.Mina memberi isyarat pada Tara agar pelan -pelan supaya Larisa tidak terbangun. Belakangan ini Tara melihat Larisa memang semakin dekat dengan Mina. Mina sepertinya juga sudah mulai menyukainya. Mungkin karena Mina memang tidak pernah merasa memiliki teman perempuan.Mina memberi isyarat tangan bahwa dirinya sudah tidak apa-apa agar kakak laki-lakinya tidak khawatir.Semalaman ponsel Tara sudah mati kehabisan baterei dan tidak membawa charger. Tara minta ijin untuk keluar sebentar membeli charger sekaligus mencari makanan untuk ibunya dan
Kangker Mina sudah pada stadium 4 tanpa perlu dijelaskan secara rinci pun Tara sudah tahu apa artinya. Mina sudah tidak bisa di tolong dan hanya seperti sedang menunggu waktu dengan rasa sakit di setiap detiknya."Katakan apa yang bisa kuberikan padanya agar bisa hidup?""Tidak ada," pasrah Erica yang ikut duduk lemas di sampingnya.Tara benar-benar tidak tahan melihat Mina kesakitan. Sebentar saja Tara sudah tidak mampu, lebih baik dirinya saja yang menanggung rasa sakitnya."Jika kangkernya belum menyebar kami bisa melakukan amputasi dan radiasi untuk membunuh sisa sel kangkernya. Tapi kasusnya pada Mina kita sudah terlambat. Sel kangkernya sudah menyebar sampai ke paru-paru dan ginjal. Kami coba melakukan kemoterapi dengan ob
"Aku akan terus terang tentang pernikahan karena kita sudah sama-sama dewasa untuk membicarakannya dengan terbuka." Nico masih terlihat tenang ketika menatap Erica yang duduk di depannya."Aku akan menikahi wanita sepertimu, memperlakukanmu dengan layak dan tidak akan membuat orang tuamu dibicarakan orang lagi setelah kegagalan yang kemarin.""Mereka tidak pernah menuntutku untuk melakukan sesuatu.""Tapi aku bisa melihat apa yang mereka cemaskan ketika menatap putrinya."Nick paham jika Erica adalah wanita yang cerdas dan berpikiran terbuka. Wanita yang tidak akan membuat langkahnya buntu hanya karena perkara hati dan mengorbankan segalanya."Kuakui ibuku juga menyukaimu, aku hanya
Boston sendiri sebenarnya bukan kota yang asing buat Erica karena dia juga sempat mengenyam pendidikan kedokterannya di Harvard. Erica juga masih memiliki beberapa sahabat yang tinggal di Boston. Erica sudah lama tidak menghadiri reuni alumni sejak dirinya semakin sibuk dengan yayasan yang ia dirikan bersama ibu Adam. Karena diam-diam Erica juga rindu ingin bertemu teman-teman lamanya jadi Erica setuju ketika kemarin Nico mengajaknya."Maaf kemarin aku tidak bilang padamu jika aku memiliki jurnal kunjungan yang lain." Erica terlihat malu-malau mengakui hal itu pada Nico.Erica sudah bersiap keluar dari hotel ketika Nico tiba -tiba menjemputnya untuk undangan makan siang bersama keluarga besarnya. Nico memang mendadak karena setahu Erica pesta pernikahan saudarinya baru besok dan Erica pikir hari ini dirinya masih memiliki kesempatan untuk bertemu teman -teman lamanya."Mungkin keluargaku bisa menunggu, aku akan mengantar