Hari mulai malam, motor Lukman melaju di jalan dengan sangat kencang.
“Aku harus segera pulang, kasihan ibu pasti belum makan.”
Tiba tiba mobil putih menyenggol motor Lukman hingga membuat Lukman terjatuh.
Dan mobil tersebut berhenti, seorang wanita keluar dari mobil itu dan menghampiri Lukman.
“Hai lo bisa bawak motor gak si? Nanti mobil gue lecet gimana?”
“Maaf, bukannya mbk sendiri yang menyenggol motor saya,” sambil bangkit.
“Ih lu nyalain balik lagi, asal lu tahu mobil gue ini bisa buat beli 20 motor butut lu, tau gak si.”
“Ya sudah saya minta maaf.”
“Maaf maaf baru nyadar salah.”
“Cewek mana mau di salahin,” kata lukman sambil berbisik bisik.
“Apa lu bilang?”
“Enggak, saya gak bilang apa apa mbak.”
“Barusan lu bilang sesuat
Adita sedang duduk di meja kerjanya dan sibuk dengan komputernya, tiba tiba seseorang menaruh sebuah paket di meja kerjanya.“Apaan ni?”“Entahla, bapak pengantar paket tadi memberikannya dan untukmu.”“Aku tidak merasa memesan apa pun kok.”“ Coba kamu buka saja.”Adita membuka paket tersebut dan ia terkejut dengan isi paket tersebut.“Ponsel?”Teman adita yang melihat isi paket tersebut terkejut“Masya allah itu iphone keluaran terbaru, cie lu banyak uang sekarang dita sampai beli gituan.”“Eh enggak kok, gue gak ngerasa beli ginian dan seandainya gue ada uang mending gue tabung saja”Sebuah kertas jatuh dari dalam paket tersebut dengan tulisan‘SORRY, for F’“Wih siapa tu F ? pacar atau masih calon pacar?” ledakan teman
Faqih menunggu makanan yang di pesan oleh Adita di warteg tersebut dan ia sesekali melihat ke layar ponsel dan ke arah jam tangannya.“Apa kamu ada pekerjaan lain?”“Oh tidak, hanya saja aku takut...” Faqih menghentikan ucapannya.Ibu penjual membawah makanan dan di hidangkan di atas meja meraka.Faqih melihat semua hidangan tersebut.“Aku harap, kamu suka dengan makanan yang aku pesan ini.”“Terlihat sangat lezat sekali ini, dan ini lebih nikmat jika di makan dengan tangan saja tidak perlu sendok.”“Apa kamu tidak jijik? Jika hanya dengan tangan?”“ Tentu saja tidak.”Faqih mulai menyantap makan tersebut dengan tangan yang sudah ia berisikan terlebih dahulu.Faqih memakan makananya dengan sangat lahap sedangkan Adita hanya melihatnya.“Dia seperti orang kelaparan, memangny
Usai mengeburi sang ibu, Lukman di rangkul oleh Syahid untuk pulang ke rumahnya.“Coba kamu cubit diriku,” kata Lukman dengan tatapan kosongnya.“Luk jangan seperti ini,”Isah tangis mulai terjadi pada Lukman.“Terkadang yang namanya kenyataan memang sangat pahit sekali tetapi pasti ada hikmah di balik ini semua”Lukman mulai menghentikan Isah tangisnya.Mereka duduk di ruang tamu rumah Lukman, tiba tiba seorang lelaki setengah bayah terik teriak dari luar rumah Lukman.“Lukman, keluar kamu.”Mendengar suara tersebut Lukman dan Syahid bergegas menuju luar rumah. “Siapa dia Luk?” kata Syahid.“Dia pamanku,” kata Lukman“Ada apa paman?”“Jangan pura-pura tidak tahu kamu.”“Sungguh Lukman tidak mengerti apa m
Syahid bangun dari tempat tidurnya dan ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badannya dan ia bergegas menuju tempat tidurnya. “Sayang.” Syahid mengelus rambut Aisyah. “Apa?” kata Aisyah dengan mata terpejam. “Ayo bangun, kita tahajud bareng.” “Iya.” “Iya apa ? Itu masih merem, ayo bangun sayang.” Aisyah bangun dari tempat tidurnya. “Ayo cepat ke kamar mandi.” “Bentar sayang.” “Lama kamu.” Syahid menggendong Aisyah menuju kamar mandi. “Mirip bocah, mau mandi saja perlu di gendong dulu,” sambil menggendong Aisyah. “Nanti kalau punya anak, kamu tidak akan ada waktu lagi buat gendong ibu anak anak hehe.” Syahid hanya tersenyum. “Kamu mau turun apa mau langsung aku lemper ke bak mandi?” “Aku mau di gendong terus saja.” “Dirimu berat.”
Syahid masuk ke dalam rumah kemudian di ikuti oleh Lukman dengan wajah murungnya.“Aku ke kamar dulu ya!”“Iya silakan."Lukman bergegas menuju kamarnya.“Eh sudah pulang mas?”Aisyah mencium tangan sang suami.“Iya.”“Bagaimana mas Lukman?”“Sepertinya di murung lagi.”“Kenapa?”“Tadi di masjid ustaz memberi kultmu tentang ibu, ya dia ingat ibunya lagi.”“Tidak apa apa, dia masih proses mas.”“Iya si.”“Hari ini apa jadwalmu?”“Ke pesantren mengejar santri kitab Al Hikam.”“Oh begitu, baiklah, Kamu mau sarapan apa ?”“Roti bakar saja sama susu hangat."“Baiklah!”Aisyah keluar dari kamarnya dan saat bersa
Aisyah membawa sarapan untuk Syahid yang sedang membaca koran di balkon rumahnya.Ia membawa nampan yang berisi susu hangat dan roti bakar yang kemudian ia letakkan di atas meja.“Terima kasih istriku.”“Sama-sama.”Aisyah kemudian memegang kepalanya.“Kenapa ?”“Tidak tahu, kok jadi pusing seperti ini.”“Kamu sakit?”Syahid memegang kepala sang istri.“Kamu demam sayang."Syahid menggotong sang istri menuju kamarnya dan ia letakkan Aisyah di tempat tidurnya kemudian ia menyelimuti Aisyah.“Kamu sudah makan?”Aisyah menggelengkan kepalanya.“Kenapa ?”“Tidak selera.”“Kamu mau apa? Atau ingin apa ? Biar m
Usai salat magrib berjamaah di masjid, Syahid dan Lukman di suguhkan dengan makan malam oleh mbak Sitti dia adalah Asisten rumah tangga Aisyah dan Syahid.Lukman dan Syahid langsung duduk di kursi meja makan.“Kita hanya makan berdua?” tanya Lukman.“Iya, kenapa?” jawab Syahid.“Aisyah kemana?”“Aisyah sedang tidak enak badan dan istirahat di kamar,”“Sakit apa?”“Entahlah dari pagi kepalanya pusing dan mual, ya mungkin asam lambungnya naik,”“Mungkin bukan asam lambung melainkan lagi isi.”“Isi? Isi air maksudnya heheh,”“Bukan, lagi hamil gitu!”“Masak si Aisyah hamil?”“Ya kalik saja.”“Tidak mungkin kayaknya,”“Eh apanya yang tidak mungkin? Gak mungkin dong s
Syahid membuka kedua matanya dan melihat sang istri sudah duduk di sampingnya sambil memandangi wajahnya.“Kamu baru bangun tidur apa memang tidak bisa tidur?”“Baru bangun tidur kok.”“Terus kenapa malah duduk dan melihat ke arah mas?”“Aku hanya ingin memandang wajahmu saja.”“Apa si kamu ini pagi-pagi sudah bikin baper.”“lelaki juga bisa baper?”“Bisa dung sayang.”Aisyah mendekatkan bibirnya pada telinga Syahid.“Barakallah Fii Umrik.”Syahid terkejut dengan apa yang dikatakan sang istri.“Kok kamu tahu?”“Mama memberi tahu bahwa dahulu kamu lahir di tanggal ini dan bulan ini.”Syahid tersenyum.“Kamu mau hadiah?” tanya Aisyah.“Tidak perlu, sem
Udarah subuh kala itu masuk ke kamar Aisyah dan Syahid memalui sela – sela jendela rumah mereka.Sebelum membangunkan Syahid, Aisyah terlebih dahulu mengambil wudu ke kamar mandi kemudian menggunakan mukena putihnya. Syahid masih berada di atas kasur dengan tubuh masih di tutupi oleh selimut..Aisyah perlahan berjalan menuju tempat tidur dimana suaminya masih terlelap.“Massssss,”bisik Aisyah pada telinga kanan Syahid.Syahid tak kunjung membuka matanya.“Sayanggggggggg,” tetap berbisik di telinga Syahid.Masih belum ada respon dari Syahid.“Dia tidur apa gladi mati? Susah sekali banguninnya.”“Sayang subuh, sayang bangun.”Tetap tidak ada respon dari Syahid.“Bangun yang, ih, ayo buka matanya.”“Aku mau buka mata asal di cium,” jawab syaid yang masih menutup matanya.“Oh modus rupanya dia, eh kamu yah.”
Nafisa sedang duduk di ruang tamu rumahnya sambil merajut dan ditemani oleh abahnya yang sedang meperhatikan dirinya. “Ada apa abah?” Abah hanya tersenyum melihat sang putri yang sedang duduk di sampingnya sambil menggenakan mukena putih. “Sayang!” “Iya? Kenapa?” “Rumah kita sepi nak!” “Jika baba ingin ramai ke masjid saja, para santri bisanya sedang ngaji kalau jam segini.” “Bukan itu maksud baba nak! Ah kamu ini tidak pekaan.” Nafisa tersenyum dan menaruh hasil rajutnya di meja di depannya. “Terus apa?” “Baba ingin mendengar suara tangisan bayi.” “Hah? Apa sih ba mulai deh.” “Memangnya kamu tidak ingin menikah?” “Keingin itu selalu ada dan pasti ada, cuman untuk punya bayi harus nikah dulu!” “Seandainya babah carikan santri babah mau?” Nafasi terdiam dan mulai menatap abahnya. Nafisa meraih tangan abahnya. “Bukannya sudah ada? Kenapa tidak babah car
Syahid duduk di balkon rumahnya sambil memegang kitab Al Hikam.Aisyah membawakan secangkir teh hangat untuk Syahid yang sedang menyantai di rumahnya."Masku sayang, Aisyah bawakan teh hangat untuk kamu.""Adu Istri mas yang cantik ini sangat perhatian.""Aisyah cantik?""Masak ganteng?""Iya enggak lah, sayang.""Kita mau belajar bareng yuk!""Belajar apa sayang?""Belajar Al hikam, mau?""Mau dong sayang.""Baik kita bahas tentang "Dia telah memberikan padamu nikmat, yang pertama adalah nikmat penciptaan dan kemudian dipenuhi (disempurnakan) pemberian-Nya itu secara terus-menerus.""Maksudnya gimana?"“Tidakkah kamu perhatikan, sesungguhnya Allah telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu p
Usai menghabiskan waktu dengan Aisyah Syahid tak lantas pulang, dia mengajak Aisyah jalan-jalan ke pusat perbelanjaan.Syahid berniat membalikan baju baru untuk sang istri. Saat sampai di are parkir Syahid tak menemukan tempat untuk memarkir mobilnya dan dia berinisiatif memarkir di luar parkirkan pusat perbelanjaan tersebut.Usai memarkir mobilnya, Syahid keluar dan berlari menuju pintu mobil Aisyah untuk membukakannya."Maaf ya sayang kita harus agak jalan sedikit.""Tidak apa-apa mas, biar sedikit olah raga."Mereka berjalan beriringan. Aisyah berjalan sambil memegangi lengan Syahid. Saat sedang asyik berjalan tiba-tiba mereka berpapasan dengan seorang wanita yang dikenal. Melihat wanita itu Syahid langsung memegang tangan Aisyah yang posisinya merangkul tangannya."Neng Nafisa?""Mas Syahid!" sambil melihat ke arah tangan Syahid yang memegang tangan Aisyah yang posisinya merangkul lengannya.&nbs
Nafisa sedang berkaca di meja hiasnya dan tanpa disadari abahnya memperhatikan dari luar kamar. pintu kamar Nafisa sedikit terbuka dan dari cela itu abah Nafisa melihat putrinya yang sedang berias."Cantik anak babah.""Eh ada babah ternyata.""Mau ke mana?""Mau ke toko buku. oh iya belum izin ke babah, boleh ya!""Iya boleh! asal ajak santri juga jangan sendiri.""Siap!""Kok tambah besar kamu tambah mirip ummimu.""Allah ingin ketika babah rindu ummi cukup lihat wajah Nafisa saja.""Babah takut nanti kalau kamu sudah menikah kamu akan meninggalkan babah dan pesantren ini.""Jika nikahnya masa mas Syahid tentu saja Nafisa akan tetap tinggal di sini bah, dan pastinya mas Syahid mau diajak tinggal di sini."Abah Nafisa terkejut dengan pernyataan putrinya tersebut."Bercanda bah, ih si babah tidak bisa diajak bercanda," jawab Nafisa yan
Aisyah merapikan bajunya di depan meja hiasnya sedangkan syahid memperhatikan Aisyah.“Uda cantik, tak perlu di apa-apain lagi,” kata Syahid.Aisyah hanya tersenyum malu.Syahid mulai mendekati tubuh Aisyah dan memeluknya dari belakang sambil mencium bahu Aisyah.“Kalau begini sepertinya tak akan jadi jalan,” kata Aisyah.Syahid menaruh kepalanya pada pundak Aisyah.“Maaf jika selama ini mas belum bisa membahagiakanmu.”Mendengar kalimat tersebut Aisyah hanya tersenyum dan memegang kepala Syahid yang sedang tidur di bahunya.“Apa kamu kira istrimu ini belum bahagia?”Syahid hanya terdiam.“Ada di sisimu saja sudah cukup membuatku bahagia, dan tak perlu apa-apa lagi.”Aisyah membalikkan badannya dan mereka kini sedang berhadap-hadapan.Aisyah memegang kedua pipi Syahid dengan kedua
Angin malam mulai masuk ke kamar Aisyah dan Syahid melewati jendela kamar mereka, sementara Aisyah menaruh kepalanya di paha syahid yang sedang selonjoran sambil memandang wajah cantik Aisyah.“Jika anak kita berjenis kelamin wanita pastinya akan cantik seperti ibunya,” kata manis Syahid pada Aisyah.“Jika pria dia akan tampan seperti ayahnya,” jawab Aisyah.“Mau pria atau wanita yang terpenting dia akan menjadi orang bermanfaat nanti untuk orang di sekitarnya, negara dan agamanya,” kata Syahid sambil mengelus rambut Aisyah.“Amin.”“Jika dia seorang pria, aku berharap dia akan menjadi sosok seperti ayahnya, lelaki yang tampan, mapan dan juga Shalih dan sungguh dunia ini masih kekurangan pria Shalih sepertimu,” kata Aisyah sambil menatap dalam-dalam mata Syahid.“Andai dia wanita, aku harap dia akan jadi sosok pribadi yang lembut, cerdas dan Shali
Saat Aisyah sedang asyik bercengkrama dengan Syahid terdengar ketukan pintu dari luar kamar mereka.‘TUK,TUK,TUK’“Tuan ada tamu,” kata mbak siti asisten rumah tangga Syahid dan Aisyah.“Oh ya mbak,” kata Syahid menjawab mbak Siti.“Siapa mas? Teman mas?”“Enggak,” jawab syahid.“Ya sudah mas lihat dulu ya,” sambil berjalan menuju luar kamar.“Iya."“Kamu mandi saja dulu,” sebelum keluar dari pintu.“Siap, siap laksanakan perintah tuan raja,” dengan senyum manis Aisyah.Syahid bergegas keluar kamar dan menuju ruang tamu dan ia sangat terkejut dengan kedatangan seseorang yang sangat spesial di hatinya sebelum Aisyah.“Mama,” sambil mencium tangan sang ibu dan setelah itu sang ibu mencium kening Syahid.“Iya sayang, mana Aisy
Aisyah dan dokter Hana keluar dari ruang pemeriksaan.“Entah, saya harus senang atau sedih dengan semua ini, dan selamat untuk pernikahannya juga selamat untuk kehamilannya.”“Terimakasih dok.”“Dokter Aisyah gitu, tahu-tahu sudah nikah dan sekarang sedang mengandung.”Aisyah hanya tersenyum manis.“Siapa sosok beruntung itu dok? Sosok yang sekarang menjadi suami dokter.”“Bukan dia yang beruntung mendapatkan saya tetapi saya tetapi sayalah yang beruntung mendapatkannya."“Sesekali kenalkan gitu dok.”“Siap, hanya saja saya dan dia punya aktivitas masing-masing, untuk pergi berdua saja jarang-jangan, selama menikah baru sekali doang pergi jalan-jalan bareng dia.”“Ke depannya harus sering-sering dok.”Aisyah hanya tersenyum pada dokter Hana.Dokter Hana adalah spesialis k