"Nanti di antar kalau mau pulang, nggak mungkin aku membiarkan kamu dan teman - teman kamu naik kendaraan umum, ya udah sana, kamu hati - hati ya? salam buat ayah dan ibu mertua."
Adelia keluar dari mobil, menoleh ke arah Adam yang membungkukkan kepalanya kepada Adelia, sebenarnya masih banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam fikirannya, siapa sebenarnya Bagas, siapa orang yang kini Adelia lihat, dan mobil ini, namun Adelia tidak mau ambil pusing, Adelia tidak pernah perduli dari awal, tentang siapa Bagas dan pekerjaannya, karena Adelia mencintai Bagas dari hatinya, yang terpenting baginya saat ini adalah, ingin tahu kebenaran akan kejujuran Bagas soal Kaila yang buktinya berada di rumah Bagas.
Adelia sudah berada di kamarnya, sedang prepare baju dan barang - barang yang akan ia bawa, tak berapa lama Sinta dan Cindy masuk ke kamarnya dan duduk di ranjang menyimpan tas yang di bawanya.
"Del, kita serius mau ke Bandung? memang ada acara apa, atau kita akan survey
Saat Adam akan berbicara lagi, Bagas menepuk tangan Adam pelan, membuat Adam langsung terdiam dan melihat Bagas memberinya isyarat dengan menggelengkan kepalanya, agar Adam jangan merespon ucapannya Cindy. Bagas langsung mengambil alih obrolan dan mengalihkan pembicaraan ke topik lain, agar Cindy tidak kembali bertanya hal - hal yang nantinya, akan semakin memojokan posisi Bagas, Bagas hanya tidak ingin terjadi perdebatan panjang, karena Bagas tahu kalau Adam pasti tidak akan tinggal diam saat dirinya di rendahkan atau di hina orang lain.Bagas sedikit menoleh ke arah Adelia dan teman - temannya seraya tersenyum. "Bagaimana kalau kita makan dulu? kebetulan saya lapar, kalian juga pasti lapar, perjalanannya masih lumayan jauh. Om kita makan dulu, cari restoran yang berkelas dan suasana yang nyaman, tidak enak kalau mengajak mereka ke tempat biasa saja.""Baik Tuan, kalau begitu kita ke restoran Amuz Gourmet, letaknya tidak terlalu jauh dari sini?" ucap Adam yang tetap f
Sinta dan Cindy begitu juga Adelia menelan ludah, hanya untuk makanan saja sampai harus mencapai puluhan juta, Adelia menatap ke arah Bagas, melihat laki - laki yang ia cintai sedang menatap bill pembayaran, pasti Bagas sedang bingung bagaimana membayar tagihan segitu banyaknya, hatinya tidak tega kalau sampai Bagas harus di permalukan di restoran ini, belum lagi pasti teman - temannya akan habis - habisan menghina Bagas, walau Adelia sedikit kesal juga mengapa Bagas mengajaknya ke restoran yang memang sudah terkenal mahal di Jakarta, Adelia mengerti Bagas ingin membuatnya senang dan merasa istimewa, makanya mengajak ke tempat yang mahal, namun Bagas sepertinya tidak tahu kalau harganya memang sangat mahal sekali, Adelia meraih Pouch wallet miliknya untuk mengambil kartu Debit, Cindy yang mengetahui Adelia akan mengambil kartu Debit langsung menegurnya."Del, kamu tidak usah membantu Bagas untuk membayar semua tagihan ini, biar saja dia bayar sendiri, dia kan, yang mengajak k
Di dalam rumah, Adelia dan kedua temannya di persilakan untuk duduk bersantai di ruang tamu. "Sayang aku tinggal sebentar dulu ya, kamu santai dulu saja di sini, bersama Sinta dan Cindy, nanti biar teh Euis membawakan minuman dan makanan ringan ke sini," ucap Bagas kepada Adelia dan mulai melangkah meninggalkan Adelia di ruang tamu. Euis membawakan makanan dan minuman ke ruang tamu, untuk di suguhkan kepada Adelia dan kedua temannya, Euis adalah pembantu di rumah Bagas yang merupakan asisten dari Mbok Saripah, Euis baru kembali setelah pulang kampung. "Teh, mangga di minum, upami bade aya priyogi nu sanes, panggil weh Euis?" ucap Euis ramah dengan logat sundanya. "Iya, tapi itu Teh Euis ngomong apa barusan, maaf kita nggak ngerti bahasa sunda," ucap Adelia. "Oh iya maaf Nona, kirain tiasa nyarios sunda, eh kirain bisa bahasa sunda, tadi Euis bilang, silakan di minum, kalau ada keperluan lain, silakan panggil Euis." "Oh iya Teh, terima
Pintu telah terbuka, terlihat Adelia dengan pakaian tidurnya, berdiri di ambang pintu menghadap Bagas."Boleh pinjam waktunya, Nona cantik." Goda Bagas yang tersenyum menatap Adelia."Mau kemana?" tanya Adelia, yang balik bertanya bukannya menjawab."Kesuatu tempat yang hanya ada kita berdua.""Harus sekarang, ya? tanya Adelia sambil tangannya menyeka matanya yang berair efek menguap."Kamu ngantuk? ya sudah besok saja kalau begitu, tadinya aku mau membuktikan ucapanku tentang Kaila.""Aku nggak ngantuk kok, ya sudah aku ganti pakaian dulu ya, masa keluar dengan pakaian tidur." Adelia Membalikan badannya untuk masuk ke dalam kamar, namun Bagas menahannya, dengan memegang tangan Adelia."Tidak perlu ganti pakaian, sudah cantik, aku mau bawa kamu, bukan untuk keluar tapi kita mengobrol di ruang keluarga, sekalian melepas rindu."Siapa yang rindu?""Aku...Bagas Ivander.""Hmm, rindu Kaila kali.""Tuh kan
"Sebelumnya aku minta maaf, karena baru cerita ke kamu, waktu itu, kita juga sedang tidak saling komunikasi, karena kamu salah paham kepadaku soal uang yang Tony akan berikan kepadaku, aku secara tidak sengaja bertemu dengan Moza, ia mantanku waktu SMA, aku sempat di rawat di rumah sakit, ia dan Syamsul yang menolongku.""Mengapa kamu tidak memberitahuku, kalau kamu masuk rumah sakit.""Aku, berkali - kali telepon dan chatting kamu, tp kamu tidak merespon, jadi aku fikir ya sudahlah, aku tidak ingin memaksa orang yang sudah tidak suka kepadaku.""Maaf ya sayang, saat itu kamu tahu sendiri kalau aku salah paham, seperti yang pernah aku ceritakan, sekali lagi maafkanlah pacarmu yang nyebelin ini," ucap Adelia tertunduk lesu."Nggak apa - apa sayang, dalam hubungan berantem, salah paham itu hal yang wajar, selama kita memang bisa saling intropeksi diri, selama hati kita saling terhubung, maka kita akan kembali bersatu lagi." Bagas membelai rambut Adelia deng
Bagas menghampiri mereka berdua, melakukan tos tangan yang di balas oleh Syamsul dan juga Joni."Bro, sini duduk kita berdendang ria menghibur hati, by the way, lama juga pulang kampungnya, kemarin aku sudah sampaikan kepada Pak Ali kalau kamu ijin nggak masuk, karena ada kepentingan keluarga, tumben respon Pak Ali biasa saja, biasanya suka sewot dan kasih wejangan dulu, alias ceramah ngalor ngidul," ucap Syamsul yang menggeserkan pantatnya untuk memberikan tempat duduk kepada Bagas."Iya, Syam, thanks ya, saya nggak ikut gabung dulu nih, badan rasanya lelah sekali, besok jatah piket, harus datang pagi - pagi.""Ok, Bro, istirahat saja, sebentar lagi juga kita nyusul istirahat, tadi tamu banyak sekali yang request room service, jadi lumayan pegal juga bolak baliknya," ucap Syamsul.Bagas mengeluarkan makanan ringan berupa kripik tempe dan kue brownise, meletakan di meja."Ada sedikit oleh - oleh, untuk menemani berdendang ria kalian, kalau begitu s
"Hahahaha, biasa aja tuh muka, serius banget, barusan saya telepon Pak Adam kalau teman saya yang bernama Syamsul, bisa memperbaiki laptopnya." Bagas dengan terpaksa berbohong, agar Syamsul tidak curiga, sudah terlanjur Syamsul mendengar namanya di sebut, sehingga Bagas mencoba membalikan situasinya agar Syamsul percaya."Oh, iya, terus gimana respon Pak Adam?""Katanya minggu besok Pak Adam mau ke hotel, sekalian membawa laptopnya, mudah - mudahan bisa kamu perbaiki.""In Sya Allah, semoga saja bisa. Yuk ah, kita on the way sekarang, tapi sebentar aku telepon mereka dulu, biasanya suka nitip ingin di beliin sesuatu."Bagas menganggukan kepalanya, dan menunggu Syamsul yang sedang menelpon Heni, benar saja Heni dan Winda nitip di beliin nasi goreng, setelah menelpon, Bagas dan Syamsul segera meluncur ke tempat mereka, dan membeli nasi goreng seperti pesanan mereka.Bagas dan Syamsul sudah tiba di tempat Winda dan Heni, mereka duduk di teras de
"iya Hen, kamu benar, kalau cowok yang aku suka itu Bagas, tapi..." Winda menghentikan kalimatnya karena dadanya merasa sesak menahan tangis, harus menerima kenyataan, di saat hatinya sudah mulai terbuka oleh orang baru, setelah lama hatinya ia kunci rapat, terluka oleh seorang laki - laki pengkhianat, namun pada kenyataannya sekarang ia harus merasakan kembali terluka."Kalau kamu mau menangis, menangis saja, aku ngerti kok, bagaimana rasanya kalau kita mencintai orang yang ternyata tidak pernah mencintai kita, saran aku sebagai sahabatmu, lebih baik kamu membuang jauh - jauh perasaan itu, walaupun aku tahu itu sulit, tapi, bukankah kita akan lebih baik, bila melihat orang yang kita cintai bahagia bersama orang yang ia pilih, kamu berhak bahagia juga Win, dan tidak baik juga bila merusak kebahagiaan orang lain, setidaknya kamu dan Bagas masih bisa tetap berteman baik, dan biarkanlah tetap seperti itu, kalau memang Bagas jodohmu, pasti nggak akan kemana, kalau saja Bagas sing
“Adelia, kamu marah sama aku?” tanya Bagas menatap Adelia yang sedang sibuk dengan ponselnya.“Enggak,” ucap Adelia singkat, tanpa menatap Bagas.“Kita baru saja baikan, masa harus berjarak lagi, sini duduknya, dekat aku.”“Iya nanti,” tetap menunduk fokus dengan ponselnya.Cindy hanya menggelengkan kepala, melihat Adelia yang sebenarnya jelas ketara kalau sedang cemburu gara – gara tamu wanita yang sebenarnya tidak perlu di besar – besarkan masalahnya, karena Bagas sudah dengan tegas menolak kehadiran mereka.Sinta berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu, di ikuti tamu yang bukannya di suruh pergi namun di bawa masuk oleh Sinta. Bagas menatap kearah tamu, bibirnya mengulas senyum, baru saja akan membuka mulutnya untuk menyapa mereka, salah satu dari tamu memberi isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, sebagai tanda untuk jangan bersuara, begitu juga Cindy untuk jangan bersuara dan tetap tenang seperti sebelumnya. Salah satu tamu wanita menyapa Bagas dengan sedikit manja.“
Adam sudah berada di kamar Bagas, memapah Bagas duduk di kursi ruang tamu kamar. Adam duduk di depan Bagas mendengarkan dengan wajah serius.“Om, saya belum memberitahu Adelia tentang si pengemudi tersebut, saya hanya takut perkataan saya akan membuat Adelia merasa tidak nyaman, bahwa orang itu adalah Angga, mantan tunangannya, saya baru berbaikan sama Adelia, tidak ingin merusak suasana hatinya, Om belum memberitahu Adelia, kan?”“Selamat Tuan Muda, saya sangat senang mendengar Tuan muda dan Adelia sudah berbaikan. Saya belum bertemu dengan Adelia, setelah mengurus Angga dengan pihak yang berwajib, saya langsung menemui Tuan Muda.”“Syukurlah kalau Adelia belum tahu, saya takut Adelia salah paham harus tahu dari Om dan bukan dari saya, yang jelas – jelas tadi kita berbicara di telepon, Adelia juga pasti menyadari kejanggalan tatapan saya tadi, hanya saja mencoba percaya dengan apa yang saya katakan, seperti tidak ingin merusak suasana hati saya. Saya yang akan memberitahukan langsung
Setibanya di kamar hotel. Syamsul menurunkan Bagas dengan hati – hati untuk berbaring di kasur. Adelia dengan sigap segera mengambil air hangat dan lap kering, membasuh luka – luka Bagas dengan perlahan. Tidak berapa lama Dokter Anwar sudah tiba di kamar Bagas dan segera memeriksa luka – luka Bagas, serta memberikan obat Pereda sakit. setelah selesai mengobati luka – luka Bagas, Dokter Anwar pamit untuk pulang, diantar Syamsul sampai ambang pintu.“Lebih baik kamu istirahat dan minum obatnya, biar nggak demam, aku balik ke ruanganku lagi, ya?” tukas Syamsul.“Terima kasih, Syam.”“Iya, lekas sembuh. nanti aku ke sini lagi sama Heni dan Winda, sekalian nginep nemenin kamu.”"Iya."Syamsul pamit kepada Adelia, Sinta dan Cindy, segera meninggalkan kamar Bagas menuju ruangan kerjanya.“Del, ayo balik kamar, Bagas butuh istirahat,” ucap Sinta.“Kalian balik saja duluan, aku masih ingin disini,” tukas Adelia.Sinta dan Cindy saling tatap, mendengar ucapan Adelia. Cindy memberi kode dalam is
Bagas menghelas napas Panjang dan menghembuskannya perlahan, diletakannya kembali es milo disebelahnya. Membuka kedua tangannya, merasakan tetesan air hujan yang turun perlahan di kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus kedepan, bibirnya tersenyum dalam kesedihan.Sementara di kafe tempat Adelia bersama kedua temannya tidak ada lagi perbincangan, ketiganya saling membisu, seakan larut dalam alunan musik yang mengiringi rintik hujan, gemericiknya seakan menyatu dalam suasana saat itu. Mata cindy tidak sengaja beberapa kali memergoki Adelia yang menengok terus ke arloji.“Adelia, temui saja Bagas,” ucap Cindy.“Maksudnya?”“Del, aku sudah mengenal kamu sangat lama, aku tahu saat ini kamu sedang gelisah. Sudahlah, Del jangan ikuti ego kamu, jangan sampai semuanya terlambat kamu mengerti dan pada akhirnya kamu yang akan menyesal.”“Aku masih belum menemukan jawaban dari keinginanku sendiri, pastinya Bagas juga sudah pergi. Di luar hujan, nggak mungkin dia terus menunggu kedatanga
Mentari pagi bersinar sangat terang, menyinari bumi yang basah akibat hujan semalam. Adelia bersama kedua sahabatnya sudah duduk santai di warung seberang hotel, menikmati sarapan ditemani secangkir es milo racikan si pemilik warung yang nikmatnya tiada duanya, bagi mereka.Mereka membahas prihal ACSMart yang akan membuka cabang lagi di Surabaya, setidaknya ada Reni dan Susi yang bisa di singgahi dan diajak kumpul – kumpul di kala kunjungannya nanti. Rencananya minggu depan mereka akan terbang ke Surabaya, mencari lokasi yang cocok dengan usaha mereka. Mereka bertiga memang berencana dari jaman dulu, membuka usaha bersama. Mendirikan usaha di berbagai kota, agar mereka bisa sekalian traveling juga.“Cin, untuk lokasinya, kita minta bantuan Susi atau Reni saja, mereka lebih hapal daerah sana. Tempat yang ramai tapi belum terlalu banyak pesaing dalam usaha kita,” ucap Adelia.“Boleh, tuh. By the way. Susi dan Reni pada kemana, ya? Aku kirim pesan belum di balas.”“masih tidur, kayaknya!
Adelia sudah berada di dalam kamar hotel, menyimpan sebuket bunga di meja sebelah televisi, diraihnya secarik kertas yang menyelip di tengah – tengah hiasan bunga.Adelia berjalan menuju kursi, duduk dengan menyilangkan kakinya, perlahan tanganya membuka secarik kertas tersebut.***Tahukah kamu…hari – hari yang kulalui, ‘Kesedihan dan kehampaan’.Tahukah kamu…berapa berat waktu yang kulalui, ‘Rindu dalam diam’.Tahukah kamu…Kesedihan, Kehampaan, dan Rindu, mengikat hatiku dalam namamu, ‘Adelia Maheswari’.Betapa bodohnya aku, mengatakan semua ini setelah menyakitimu sangat dalam.Aku datang bukan untuk memintamu memahamiku, tentang betapa rapuhnya aku tanpamu,Tapi, untuk cinta dan masa depan kita,Karena aku datang bukan untuk pergi, ingin menetap selamanya, sebagai rumah yang nyaman.Dan aku tahu, cinta tidak bisa dipaksa, begitu juga hatimu.Aku Tunggu di tempat pertama kali kita bertemu, di waktu yang sama.Entah menjadi saksi bisu yang sama atau saksi bisu tentang luka untukku.
Malam kian beranjak, hanya suara rintik hujan yang menemani kesunyian. Bagas memandang langit dari balkon kamarnya, tiada bintang, terselimut awan hitam pekat. Bagas begitu mendambakan kehadiran sosok Adelia, hatinya pilu membaur bersama kerinduan yang kerap menyelimuti setiap detak napasnya, mengalun dalam irama tak betepi, begitu dekat namun seakan jauh, karena Adelia seakan menutup jalan untuknya.Beberapa kali Bagas melihat layar ponselnya, pesan yang dari siang ia kirim kepada Adelia tiada kunjung balasan, hidupnya seakan terasa hampa.Bagas melangkah masuk ke dalam, duduk menghadap televisi yang terpampang lebar, pandangannya terus menatap layar televisi, dalam batinnya, ‘Hitam pekat membentang, seperti rusak tidak bergambar, hanya memantulkan sosok yang menatapnya’. Bagas terdiam seketika, seakan sedang berpikir dengan ucapannya.Wajahnya yang suram kembali tersenyum, batinnya kembali berkecamuk, ‘Bodohnya aku, sampai harus menyerah begitu saja, hanya karena sikap Adelia yang c
Setelah hampir tiga jam berada di rumah Heni, mereka berlima segera pamit untuk pulang. Danu sudah menghubungi Adelia, dikarenakan akan segera kembali ke Jakarta.Setibanya di hotel. Danu sudah menunggu Adelia di lobi hotel, dengan pakaian rapi, menenteng koper kecil di tangan kirinya.“Adelia, Ayah harus segera pulang. Ayah akan menghadiri rapat tentang hasil kontrak kerja baru dengan perusahaan Ivander Group yang sudah di Acc, sekaligus menyusun anggaran dan rancangan kerja bersama para staf Ayah. Adelia pulang bersama Sinta dan Cindy, ya? Atau mau beberapa hari di sini juga Ayah tidak keberatan, nanti Ayah yang bicara sama Ibu. Ayah juga sudah berbicara dengan Bagas, soal kamar yang kamu tempati, apabila kamu masih ingin di sini.”“Soal kamar, Adel bisa cek-in sekarang, tidak enak sama Bagas harus menginap gratis sampai beberapa hari.”“Bagas tidak keberatan! Kamu nggak usah mempermasalhkannya. Jangan menolak kebaikan seseorang. Nikmati saja waktumu, setelah melalui hal tidak menge
Bagas sudah berada di kamar hotel. Merebahkan badannya yang terasa lelah, matanya terus menatap foto Adelia di ponselnya. Satu notif pesan masuk, tertera nama Cindy. Bagas segera membuka pesan tersebut, dengan cepat membalas pesan Cindy. Bagas memandang langit – langit kamar hotel, bibirnya mengulas senyum ceria. Berguman lirih, ‘Setidaknya orang – orang yang dulu membenciku, kini mau mendukungku untuk kembali kepadamu, Adelia Maheswari. Semoga kamu bersedia membuka jalan untukku, menuju hatimu, aku janji, tidak akan membuatmu menangis lagi’. Perlahan mata Bagas mulai meredup dan melabuhkan diri dalam peraduan mimpi.Keesokan harinya, tepat pukul delapan pagi. Bagas bergegas menuju taman belakang hotel untuk menemui Cindy dan Sinta.“Maaf, sudah menunggu,” ucap Bagas yang masih ngos – ngosan mengatur napasnya, setelah berlari menuju taman belakang.“Santai saja, kita juga sambil menikmati udara pagi,” tukas Sinta.“Kalian sudah sarapan?” tanya Bagas.“Belum.” Sinta dan Cindy menjawab