Reni hanya terdiam, mendengar penuturan Adelia, sebenarnya ia juga tidak mau bersikap demikian, hanya saja rasa kesal dan amarahnya, membuatnya tidak bisa menahan emosinya.“Baiklah, saya akan berbicara berdua saja dengan Adelia, maafkan saya yang telah bersikap kurang sopan kepada kalian semua.”Bagas beserta yang lainnya pindah ke meja depan, memberi kesempatan kepada Adelia dan Reni untuk menyelesaikan semuanya.“Yang lain sudah pergi, jadi silakan kamu jelaskan sedetail mungkin dan jangan ada yang terlewat, yakinkan hati saya, kalau memang Angga bersalah, bahwa dia yang menipu kita semua, seperti ucapan kamu, saya akan mendengarkan dengan seksama.” ucap Reni yang kini mulai melunak sikapnya.“Terima kasih Ren, kamu mau memberikan saya kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Awal aku mengenal Angga, di acara pernikahan Kaila, yang mana Angga adalah rekan satu kantor dengan suaminya Kaila, berawal dari situ, Angga terus mendekatiku dan berusaha meraih hatiku, yang saat itu, hatiku se
“Ren, kamu tunggu di sini saja, aku akan memanggil Susi dan yang lainnya, sekalian menelepon Angga di luar, bersyukurnya aku, kamu belum memberi tahu Angga akan masalah ini, kamu memang cukup sabar menyimpan masalah ini, karena kamu wanita baik dan hebat, kamu cukup bijak ingin mendengar penjelasan dari kedua belah pihak, Bagas benar tentang kamu.” Adelia tersenyum dengan ramah, seraya beranjak dari duduknya.Reni membalas senyuman Adelia dengan ramah, wajah yang tadi terlihat datar dan sikap yang dingin, kini mulai bersahabat.Adelia menghampiri Susi dan yang lainnya, memberitahukan bahwa masalahnya sudah terselesaikan dengan baik, dan Reni sedang menunggu, sementara dirinya akan menelepon Angga untuk membuktikan perkataannya kepada Reni.Adelia melangkah keluar kafe, segera menelepon Angga. Sementara di dalam kafe, Reni sedang berbincang – bincang dengan yang lainnya, membahas rencana Adelia di acara reuni dan ulang tahun hotel Arimbi.“Ren, kamu memang nggak masalah kalau sampai se
Mereka keluar dari kafe Laula. Theo pulang di jemput supir pribadinya. Bagas dan yang lainnya segera menuju Supermarket terdekat untuk membeli keperluan nanti malam. Setelah hampir satu jam berkeliling mencari bahan – bahan yang di perlukan, mereka segera pulang ke rumah Anita untuk menjemput Putri.Mobil memasuki pekarangan rumah Anita. Putri dan Anita yang sedang duduk di teras rumah, sudah menunggu kedatangan Bagas. Bagas sebelumnya sudah memberitahukan Anita tentang acara nanti malam di rumah Theo.Putri beranjak dari duduknya, berlari menghampiri Bagas, Adelia, Cindy dan Sinta yang baru saja turun dari mobil, seketika Putri langsung memeluk Adelia.“Tante cantik, Putri seperti bermimpi bisa bertemu Tante cantik lagi.” Bibir mungilnya mengulas senyum lebar.“Putri apa kabar?” sapa Adelia yang kini dalam posisi jongkok. Memeluk Putri seraya membelai rambut Putri yang terurai.“Kabar Putri baik Tante cantik. Tante cantik ikut, kan? bermalam di rumah Om Theo?”“Ikut Sayang, makanya s
Dua minggu kemudian. Acara reuni dan perayaan hotel Arimbi. Bagas telah menyiapkan secara matang acara tersebut, dibantu Adam dan staf lainnya. Pukul 13.00 WIB acara reuni alumni satu angkatannya. Pukul 19.00 WIB acara perayaan ulang tahun hotel Arimbi.Awalnya Bagas akan menggabungkan kedua acara tersebut, namun atas permintaan Adelia, yang tidak ingin membuat Reni malu kepada semua teman satu angkatan, tentang kelakuan Angga. Adelia juga khawatir dan kasihan kepada Reni, kalau nantinya menjadi buah bibir dan cibiran semua teman – teman alumni satu angkatan. Tidak bisa mengurus rumah tangga, bukan isteri yang baik, dan lain sebagainya. Tidak semua isi kepala manusia sama, apalagi sudut pandang manusia yang selalu mengedepankan hal negatif ketibang hal positif, menerka - nerka tanpa tahu kebenarannya. Maka lebih baik saat acara perayaan ulang tahun hotel membuka kebusukan Angga, di depan semua tamu undangan yang tidak mengenal Reni dan Angga tetapi mengenal Danu, dan itu akan membuat
“Sayang, aku nggak menyangka circle kamu adalah para pengusaha kelas atas, di arah jam dua dari kamu, yang memakai jas coklat, itu adalah pemilik perusahaan tempat aku bekerja, kalau dia melihat aku di sini, pastinya dia tidak akan menyangka, seorang bawahannya bisa hadir di acara para pengusaha kelas atas.”“Aku juga pengusaha, jadi wajar kalau kita sekarang hadir di sini.”“Iya, aku semakin kagum dengan kamu, wanita yang mandiri dan hebat dalam berbisnis.”Angga dengan santai menggandeng lengan Adelia, berjalan menghampiri pemilik perusahaan tempatnya bekerja, seakan ingin menunjukan rasa bangga, karena bisa menghadiri acara ulang tahun hotel Arimbi yang di hadiri para pengusaha kelas atas. Angga ingin mendapatkan pengakuan betapa dirinya juga penting, sehingga memberi nilai plus di mata atasannya.“Pak, kebetulan sekali bertemu di sini?” sapa Angga dengan senyum lebar.“Maaf, Anda siapa?”“Saya pegawai Pak Robert, dari Departemen Marketing.”“Pegawai saya!” Robert menaikan sebelah
Adam berjalan lebih dulu, ketiganya mengikuti di belakang, memasuki salah satu ruangan metting, karena hanya ruang metting yang saat ini bisa dipergunakan tanpa ada orang lain yang berlalu – lalang atau mengusik mereka. Semua staf hotel sibuk di Ballroom.“Di sini lebih tertutup dan aman. Semoga masalahnya terselesaikan.”“Terima kasih, Pak Adam,” ucap Danu.Adam hanya mengganggukan kepala seraya mengulas senyum ramah. Adam bergegas keluar ruangan metting.Danu duduk menghadap Angga dan Adelia, menatap keduanya secara bergantian. Tatapan mata yang sangat tajam dipenuhi kemarahan.“Gara – gara sikap kalian!! Saya harus menahan malu kepada Pak Adam dan yang lainnya. Sebenarnya apa masalah kalian? Kamu. Angga, mengapa Kasar kepada Adelia?” telunjuk Danu mengarah kepada Angga, dengan wajah dipenuhi amarah.“Sa-saya…” Angga dengan terbata – bata. suara yang lirih dan bergetar.“Diam Angga!! saya belum selesai berbicara, jangan memotong. Saya tidak suka!” Matanya melotot menatap penuh amara
Ruangan metting seketika hening. Danu terus melihat arlojinya. Adelia duduk dengan santai, jari – jarinya mengetuk meja berulang kali. Angga terus menatap pintu masuk ruang metting, raut wajahnya sangat tegang.Pintu mulai terbuka. Susi dan Reni melangkah masuk dengan langkah santai, memilih tempat duduk tidak jauh dari Adelia. Reni menatap Angga dengan tatapan penuh amarah dan kebencian. Angga terlihat pucat pasi, menundukan kepalanya.“Perkenalkan. Saya Reni dan ini Susi, Om,” ucap Reni tersenyum sangat ramah.Danu membalas senyum ramah, “Kalian temannya Adelia?”“Tepatnya, teman baru, Om,” jawab Reni.“Pantas saya tidak mengenal kalian. Adelia tadi bilang sama saya, kalau kalian tahu soal Angga. Coba kalian Jelaskan?”“Saya yang akan menjelaskan, karena saya sangat mengenal Angga melebihi siapa pun,” tukas Reni tanpa ragu.“Tunggu! Om, mengapa harus percaya ucapan dia, seperti yang dia utarakan tadi, kalau dia sekedar teman baru Adelia, apakah Om akan mempercayai orang yang baru Om
“Ren, kamu baik – baik saja, kan?” Susi menatap wajah Reni yang terlihat murung.“Saya baik – baik saja, kamu jangan khawatir. Tadi saya butuh waktu sendiri, maaf meninggalkan kamu di sana.”“Ponsel kamu kenapa mati? saya diminta Om Danu untuk menelepon kamu.”“Mau ngapain? belum cukup bukti dari saya.”“Bilangnya mau minta maaf.”“Minta maaf untuk apa?”“Sebenarnya Om Danu dan Adelia menunggu kamu di depan kamar, lebih baik kamu temui.”“Iya.”Keduanya keluar dari kamar hotel. Danu langsung menghampiri Reni.“Reni, maaf atas sikap Om yang keterlaluan. Tidak percaya sama Reni dan meminta Reni untuk keluar dari ruangan metting. Apakah Reni bersedia memaafkan Om? Om tidak tahu kalau Angga sudah menikah dan Reni isterinya.”“Seharusnya Om minta maaf kepada Adelia, karena Om tidak mempercayainya. Soal apa yang terjadi, saya sudah ihklas, itu bukan kesalahan Om atau Adelia, memang Angga yang bersalah, kalian juga sudah tertipu.”“Ya Allah. Hati kamu benar – benar baik. Terima kasih.”“Iya,
“Adelia, kamu marah sama aku?” tanya Bagas menatap Adelia yang sedang sibuk dengan ponselnya.“Enggak,” ucap Adelia singkat, tanpa menatap Bagas.“Kita baru saja baikan, masa harus berjarak lagi, sini duduknya, dekat aku.”“Iya nanti,” tetap menunduk fokus dengan ponselnya.Cindy hanya menggelengkan kepala, melihat Adelia yang sebenarnya jelas ketara kalau sedang cemburu gara – gara tamu wanita yang sebenarnya tidak perlu di besar – besarkan masalahnya, karena Bagas sudah dengan tegas menolak kehadiran mereka.Sinta berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu, di ikuti tamu yang bukannya di suruh pergi namun di bawa masuk oleh Sinta. Bagas menatap kearah tamu, bibirnya mengulas senyum, baru saja akan membuka mulutnya untuk menyapa mereka, salah satu dari tamu memberi isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, sebagai tanda untuk jangan bersuara, begitu juga Cindy untuk jangan bersuara dan tetap tenang seperti sebelumnya. Salah satu tamu wanita menyapa Bagas dengan sedikit manja.“
Adam sudah berada di kamar Bagas, memapah Bagas duduk di kursi ruang tamu kamar. Adam duduk di depan Bagas mendengarkan dengan wajah serius.“Om, saya belum memberitahu Adelia tentang si pengemudi tersebut, saya hanya takut perkataan saya akan membuat Adelia merasa tidak nyaman, bahwa orang itu adalah Angga, mantan tunangannya, saya baru berbaikan sama Adelia, tidak ingin merusak suasana hatinya, Om belum memberitahu Adelia, kan?”“Selamat Tuan Muda, saya sangat senang mendengar Tuan muda dan Adelia sudah berbaikan. Saya belum bertemu dengan Adelia, setelah mengurus Angga dengan pihak yang berwajib, saya langsung menemui Tuan Muda.”“Syukurlah kalau Adelia belum tahu, saya takut Adelia salah paham harus tahu dari Om dan bukan dari saya, yang jelas – jelas tadi kita berbicara di telepon, Adelia juga pasti menyadari kejanggalan tatapan saya tadi, hanya saja mencoba percaya dengan apa yang saya katakan, seperti tidak ingin merusak suasana hati saya. Saya yang akan memberitahukan langsung
Setibanya di kamar hotel. Syamsul menurunkan Bagas dengan hati – hati untuk berbaring di kasur. Adelia dengan sigap segera mengambil air hangat dan lap kering, membasuh luka – luka Bagas dengan perlahan. Tidak berapa lama Dokter Anwar sudah tiba di kamar Bagas dan segera memeriksa luka – luka Bagas, serta memberikan obat Pereda sakit. setelah selesai mengobati luka – luka Bagas, Dokter Anwar pamit untuk pulang, diantar Syamsul sampai ambang pintu.“Lebih baik kamu istirahat dan minum obatnya, biar nggak demam, aku balik ke ruanganku lagi, ya?” tukas Syamsul.“Terima kasih, Syam.”“Iya, lekas sembuh. nanti aku ke sini lagi sama Heni dan Winda, sekalian nginep nemenin kamu.”"Iya."Syamsul pamit kepada Adelia, Sinta dan Cindy, segera meninggalkan kamar Bagas menuju ruangan kerjanya.“Del, ayo balik kamar, Bagas butuh istirahat,” ucap Sinta.“Kalian balik saja duluan, aku masih ingin disini,” tukas Adelia.Sinta dan Cindy saling tatap, mendengar ucapan Adelia. Cindy memberi kode dalam is
Bagas menghelas napas Panjang dan menghembuskannya perlahan, diletakannya kembali es milo disebelahnya. Membuka kedua tangannya, merasakan tetesan air hujan yang turun perlahan di kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus kedepan, bibirnya tersenyum dalam kesedihan.Sementara di kafe tempat Adelia bersama kedua temannya tidak ada lagi perbincangan, ketiganya saling membisu, seakan larut dalam alunan musik yang mengiringi rintik hujan, gemericiknya seakan menyatu dalam suasana saat itu. Mata cindy tidak sengaja beberapa kali memergoki Adelia yang menengok terus ke arloji.“Adelia, temui saja Bagas,” ucap Cindy.“Maksudnya?”“Del, aku sudah mengenal kamu sangat lama, aku tahu saat ini kamu sedang gelisah. Sudahlah, Del jangan ikuti ego kamu, jangan sampai semuanya terlambat kamu mengerti dan pada akhirnya kamu yang akan menyesal.”“Aku masih belum menemukan jawaban dari keinginanku sendiri, pastinya Bagas juga sudah pergi. Di luar hujan, nggak mungkin dia terus menunggu kedatanga
Mentari pagi bersinar sangat terang, menyinari bumi yang basah akibat hujan semalam. Adelia bersama kedua sahabatnya sudah duduk santai di warung seberang hotel, menikmati sarapan ditemani secangkir es milo racikan si pemilik warung yang nikmatnya tiada duanya, bagi mereka.Mereka membahas prihal ACSMart yang akan membuka cabang lagi di Surabaya, setidaknya ada Reni dan Susi yang bisa di singgahi dan diajak kumpul – kumpul di kala kunjungannya nanti. Rencananya minggu depan mereka akan terbang ke Surabaya, mencari lokasi yang cocok dengan usaha mereka. Mereka bertiga memang berencana dari jaman dulu, membuka usaha bersama. Mendirikan usaha di berbagai kota, agar mereka bisa sekalian traveling juga.“Cin, untuk lokasinya, kita minta bantuan Susi atau Reni saja, mereka lebih hapal daerah sana. Tempat yang ramai tapi belum terlalu banyak pesaing dalam usaha kita,” ucap Adelia.“Boleh, tuh. By the way. Susi dan Reni pada kemana, ya? Aku kirim pesan belum di balas.”“masih tidur, kayaknya!
Adelia sudah berada di dalam kamar hotel, menyimpan sebuket bunga di meja sebelah televisi, diraihnya secarik kertas yang menyelip di tengah – tengah hiasan bunga.Adelia berjalan menuju kursi, duduk dengan menyilangkan kakinya, perlahan tanganya membuka secarik kertas tersebut.***Tahukah kamu…hari – hari yang kulalui, ‘Kesedihan dan kehampaan’.Tahukah kamu…berapa berat waktu yang kulalui, ‘Rindu dalam diam’.Tahukah kamu…Kesedihan, Kehampaan, dan Rindu, mengikat hatiku dalam namamu, ‘Adelia Maheswari’.Betapa bodohnya aku, mengatakan semua ini setelah menyakitimu sangat dalam.Aku datang bukan untuk memintamu memahamiku, tentang betapa rapuhnya aku tanpamu,Tapi, untuk cinta dan masa depan kita,Karena aku datang bukan untuk pergi, ingin menetap selamanya, sebagai rumah yang nyaman.Dan aku tahu, cinta tidak bisa dipaksa, begitu juga hatimu.Aku Tunggu di tempat pertama kali kita bertemu, di waktu yang sama.Entah menjadi saksi bisu yang sama atau saksi bisu tentang luka untukku.
Malam kian beranjak, hanya suara rintik hujan yang menemani kesunyian. Bagas memandang langit dari balkon kamarnya, tiada bintang, terselimut awan hitam pekat. Bagas begitu mendambakan kehadiran sosok Adelia, hatinya pilu membaur bersama kerinduan yang kerap menyelimuti setiap detak napasnya, mengalun dalam irama tak betepi, begitu dekat namun seakan jauh, karena Adelia seakan menutup jalan untuknya.Beberapa kali Bagas melihat layar ponselnya, pesan yang dari siang ia kirim kepada Adelia tiada kunjung balasan, hidupnya seakan terasa hampa.Bagas melangkah masuk ke dalam, duduk menghadap televisi yang terpampang lebar, pandangannya terus menatap layar televisi, dalam batinnya, ‘Hitam pekat membentang, seperti rusak tidak bergambar, hanya memantulkan sosok yang menatapnya’. Bagas terdiam seketika, seakan sedang berpikir dengan ucapannya.Wajahnya yang suram kembali tersenyum, batinnya kembali berkecamuk, ‘Bodohnya aku, sampai harus menyerah begitu saja, hanya karena sikap Adelia yang c
Setelah hampir tiga jam berada di rumah Heni, mereka berlima segera pamit untuk pulang. Danu sudah menghubungi Adelia, dikarenakan akan segera kembali ke Jakarta.Setibanya di hotel. Danu sudah menunggu Adelia di lobi hotel, dengan pakaian rapi, menenteng koper kecil di tangan kirinya.“Adelia, Ayah harus segera pulang. Ayah akan menghadiri rapat tentang hasil kontrak kerja baru dengan perusahaan Ivander Group yang sudah di Acc, sekaligus menyusun anggaran dan rancangan kerja bersama para staf Ayah. Adelia pulang bersama Sinta dan Cindy, ya? Atau mau beberapa hari di sini juga Ayah tidak keberatan, nanti Ayah yang bicara sama Ibu. Ayah juga sudah berbicara dengan Bagas, soal kamar yang kamu tempati, apabila kamu masih ingin di sini.”“Soal kamar, Adel bisa cek-in sekarang, tidak enak sama Bagas harus menginap gratis sampai beberapa hari.”“Bagas tidak keberatan! Kamu nggak usah mempermasalhkannya. Jangan menolak kebaikan seseorang. Nikmati saja waktumu, setelah melalui hal tidak menge
Bagas sudah berada di kamar hotel. Merebahkan badannya yang terasa lelah, matanya terus menatap foto Adelia di ponselnya. Satu notif pesan masuk, tertera nama Cindy. Bagas segera membuka pesan tersebut, dengan cepat membalas pesan Cindy. Bagas memandang langit – langit kamar hotel, bibirnya mengulas senyum ceria. Berguman lirih, ‘Setidaknya orang – orang yang dulu membenciku, kini mau mendukungku untuk kembali kepadamu, Adelia Maheswari. Semoga kamu bersedia membuka jalan untukku, menuju hatimu, aku janji, tidak akan membuatmu menangis lagi’. Perlahan mata Bagas mulai meredup dan melabuhkan diri dalam peraduan mimpi.Keesokan harinya, tepat pukul delapan pagi. Bagas bergegas menuju taman belakang hotel untuk menemui Cindy dan Sinta.“Maaf, sudah menunggu,” ucap Bagas yang masih ngos – ngosan mengatur napasnya, setelah berlari menuju taman belakang.“Santai saja, kita juga sambil menikmati udara pagi,” tukas Sinta.“Kalian sudah sarapan?” tanya Bagas.“Belum.” Sinta dan Cindy menjawab