Aku sudah tidak tahan lagi untuk hidup bersama mas Arman. Apalagi ibu nya mas Arman selalu ikut campur rumah tangga ku dengan mas Arman. Hari ini sepertinya keputusan ku sudah bulat. Pergi dari rumah itu adalah yang terbaik walaupun sebenarnya berat tapi aku harus kuat.Setelah mengantar kue pesanan Mbak Santi dan mengantar Dani ke sekolah, aku langsung pergi kerumah orang tuaku. Kebetulan sekolah Dani tidak terlalu jauh dari rumah orangtua ku."Asalamulikum," sapa ku saat tiba di depan rumah ibu. Tidak terlalu bagus memang, tapi rumah ini terasa lebih nyaman dari rumah mas Arman, atau lebih tepatnya rumah orangtuanya mas Arman!"Waalaikumsalam ... Eh, Kirani cucu ku ... ." Ibu ku langsung meriah Kirani dari gendongan ku. Dengan wajah yang sumringah, ibu ku langsung mengajakku masuk dan aku patuh, lalu duduk di sofa."Suami kamu mana, Rin?" tanya bapak.Deg!Aku terkejut saat bapak bertanya seperti itu padaku. Baru saja tiba, tapi sudah ditanya soal mas Amran. Males sebenarnya untuk m
"Ratan?" Aku cukup terkejut saat melihat Ratna sudah ada di belakang ku. Wanita itu langsung berlari menghampiriku dengan wajah yang ceria."Rina, kamu kemana saja sih? Tadi aku kesini kata suamimu, kamu lagi pergi kerumah orangtuamu. Aku samperin kesana, eh kamu nya malah pergi kesini. Jadi aku buntutin kamu kesini deh. Oh iya, Rina. Aku mau pesan kue buatan mu untuk acara syukuran di rumah ku, kamu bisa kan? Dan ada lagi yang pengen aku obrolin sama kamu, Rina. Apa kamu ada waktu?" tanya nya."Rat, maaf banget. Bisa nggak? Kita bahas soal itu nya nanti dulu. Aku lagi bingung, Dani hilang," ujar ku."Apa? Dani hilang? Kok bisa? Gimana ceritanya?" tanya nya."Cerita nya panjang, Rat. Nanti aku ceritain sama kamu. Soal kue, nanti kalau Dani sudah ketemu, aku kabarin yah bisa atau enggak nya," jawab ku."Itu bisa di atur. Yang terpenting sekarang Dani ketemu dan mudah-mudahan dalam keadaan baik-baik saja.""Mabk, apa nggak sebaiknya kita pergi kerumah orangtuanya mas Amran saja? Siapa t
Jantung ku berdetak hebat saat mendengar suara putra kecil ku dari belakang, dengan sesungging senyuman aku kembali menoleh ke belakang dan melihat Dani melambaikan tangan nya dari jendela lantai dua."Dani!" teriak ku."Mamah, tolongin Dani, Mah. Nenek sama Tante Nita mengunci pintu nya," ujarnya terlihat sedih."Kamu tenang yah sayang. Mamah pasti tolongin kamu," ucap ku sembari berlari menuju rumah itu lagi."Rina kamu mau kemana?""Dani ada di rumah itu. Kalian lihat, dia ada di sana." Aku menunjuk ke arah kamar yang ada di lantai dua rumah mertua ku dan kami semua melihat Dani ada di sana sedang berdiri menghadap jendela sembari melambaikan tangan.Aku segera berlari menuju rumah itu lagi dan kebetulan pak RT dan para warga masih ada di sana. Sebagian sudah ada yang pulang dan sebagian lagi masih ada disini.Mertuaku menatapku sinis saat melihat aku datang lagi kerumahnya."Mau ngapain lagi kamu?" tanya nya ketus."Aku mau jemput Dani. Kalian sudah menyembunyikan Dani dari ku, i
POV Arman.Hari itu saat Rina pergi dari rumah membuat aku benar-benar kecewa. Aku sudah berusaha mencegah nya tapi dia tak mendengar ucapan ku. Rencananya siang itu Aku ingin menyusul nya di rumah orangtuanya. Namun aku urungkan niatku itu. Aku malah berpikir untuk membawa Dani pulang kerumah, namun saat itu aku ada urusan mendadak dan terpaksa harus menitipkan Dani di rumah ibu.Aku cukup kaget saat melihat di rumah banyak sekali orang, aku berpikir ada apa? Ternyata Rina datang dan membawa Dani dengan paksa. Tentu aku tidak terima di menuduhku telah menculik Dani. Mana ada orang tua di sebut penculik saat membawa anaknya sendiri.Awal nya aku tak terima saat Rina membawa Dani pergi dari rumah ibu, tapi ucapan Rina soal apa yang telah di lakukan oleh ibu dan adikku membuat aku terdiam."Bu, aku mohon jawab aku! Apa benar kalian sudah menyakiti Dani?" tanyaku."Iya! Kenapa emangnya? Ibu nggak suka sama anak-anaknya si Rina!" jawab nya.Aku menggelengkan kepala pelan, tak menyangka k
Satu bulan berlalu setelah kejadian itu, aku berusaha bangkit dari rasa keterpurukan. Diam saja tidak akan mengubah semuanya, apalagi ada kedua anakku yang masih memerlukan biaya yang tidak sedikit. Hari itu, setelah aku berhasil menemukan Dani, Ratan memberikan tawaran untuk berjualan skincare secara online, bukan hanya itu, Ratna juga ternyata menjajakan kue-kue buatan ku di lapak secara online. Mereka yang sudah tahu rasa kue buatan ku, tak ragu untuk memesan kue pada ku. Semenjak saat itu, kehidupanku sedikit berubah. Setiap harinya ada saja pesanan yang masuk, baik itu pesanan kue atau pun skincare.Alhamdulillah, Allah maha tahu, aku sangat bersyukur karena Allah masih memberikan aku jalan rejeki untuk menghidupi kedua anak-anakku. Setelah memliki tabungan, aku memutuskan untuk mengontrak rumah, walaupun kecil setidaknya aku tidak membebankan bapak dan ibu. Awal nya mereka tidak setuju, tapi aku meyakinkan mereka kalau aku ingin belajar hidup mandiri.Kebetulan kontrakan nya ti
Hancur sudah semuanya. Mungkin sudah menjadi garis takdir ku harus seperti ini. Rumah tangga yang telah terbina hampir sepuluh tahun lebih harus berakhir seperti ini.Sedih? Tentu saja. Semua orang menginginkan pernikahan nya langgeng hingga akhir hayat, namun semua kembali lagi kepada yang mahakuasa, jika Allah sudah menghendaki seperti ini? Aku bisa apa? Mungkin ini yang terbaik. Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa semua akan baik-baik saja dan insyaallah, aku sudah siap menerima setatus yang baru saat nanti nya pengadilan memutuskan pernikahan kami benar-benar berakhir."Minum dulu, Mbak." Andini membawakan segelas air putih untuk ku."Terimakasih, Dek," ucapku sambil mengambil air itu dari tangan Andini dan meneguknya sampai habis tak tersisa. Berdebat dengan ibu mertua, membuat tenggorokan ku terasa kering."Rin, apa kamu sudah yakin dengan keputusan mu untuk bercerai dengan Arman?" tanya bapak. "Jujur, bapak sedih melihat semu yang terjadi. Terutama melihat mereka berdua." Bapa
Setelah aku pikir-pikir, akhirnya aku memutuskan untuk membuka usaha warteg. Harga nya yang cukup murah supaya bisa terjangkau oleh semua kalangan. Kebetulan aku juga memiliki skill di dalam dunia masak-memasak. Karena dulu, sebelum aku menikah dengan mas Arman, aku bekerja di sebuah rumah makan dan di sana, aku menjadi koki nya. Sehingga Ratan memberi saran seperti itu aku langsung setuju."Ya Allah, semoga usaha ku lancar nantinya, doa kan yah, Bu," ucapku lirih saat aku tiba di rumah ibu."Amiin. Doa Ibu sama bapak akan selalu menyertai mu, Nak. Kapan rencananya kamu akan mulai berjualan?" tanya ibu."Pengen nya secepatnya, Bu. Tapi Rina bingung, tidak mungkin Rina mengerjakan nya seorang diri. Aku perlu seseorang untuk membantu aku di warung nantinya," ujar ku."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam. Siapa, Bu?" tanyaku.Terdengar seseorang mengucap salam dari luar, aku segera bangun dari tempat duduk dan berjalan menghampiri pintu.Cklek."Siapa Rin?" tanya ibu dari dalam."Mila, Bu
"Rina?""Mas Arman," balas ku dengan wajah terkejut."Kamu kenal sama dia, Mas?" tanya wanita itu kepada mas Amran.Mas Arman tidak menjawab, dia hanya mengangguk mengiakan. Sementara wanita itu terlihat kebingungan melihat ekspresi mas Arman seperti itu, dan aku? Aku bisa saja walaupun sejujurnya hatiku sakit. Kami belum resmi bercerai tapi dia sudah mengandeng permpuaan lain di depan mataku sendiri. "Dia siap, Mas?" Kini giliran aku yang bertanya, aku penasaran siapa sebenarnya permpuaan ini."Dia_""Aku istri nya. Kenapa emang?" potong wanita itu.Deg!"Istri? Sejak kapan kalian menikah?" tanyaku dengan suara bergetar."Sudah hampir 8 tahun, kenapa emangnya? Terus ada urusan apa Anda menanyakan itu padaku?"Delapan tahun? Itu sama seperti usia pernikahan ku sama mas Arman. Apa mungkin selama ini? Tidak. Aku yakin mas Arman tidak pernah mengkhianati pernikahan kami, tidak. Ini tidak mungkin."Mbak yakin, kalau kalian sudah menikah selama 8 tahun sama lelaki ini?""Yakinlah, Mbak. M
POV author.Tangan Arman gemetar saat menerima kartu undangan pernikahan manatan istrinya. Bahkan ia tak berani untuk membuka apalagi membaca tulisan di dalamnya. Arman tak sanggup membaca nana mantan istrinya bersanding dengan lelaki lain.Dengan langkah gontai, lelaki itu masuk kedalam rumah nya sambil berlinang air mata. Entah mengapa rasa nya begitu sakit saat sang mantan akan menikah lagi. Padahal mereka sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Tapi tetap, hati Arman terasa amat sakit."Kartu apa itu, Arman?" tanya bu Nani s sambil mengambil kartu tersebut dari atas meja.Dengan cepat, Bu Nani membuka kartu tersebut tanpa membaca siapa pengirimnya. Wanita itu terkejut, matanya membulat serta mulutnya menganga."Ada apaan sih, Bu? Kok, ekspresi nya kayak gitu banget!" Anita datang dari arah belakang, dengan cepat gadis yang sekarang sedang hamil 3 bulan tersebut mengambil kartu undangan tersebut dari tangan sang ibu, lalu membacanya.Sama seperti Bu Nani. Gadis itu juga sangat terke
Aku terenyuh dengan ucapan mas Haikal. Kalau di lihat dari raut wajahnya, dia serius mengatakan itu. Tapi entah mengapa, mendengar semua itu hatiku malah merasa sedih. Kegagalan rumah tangga ku dengan mas Arman membuat aku trauma untuk memulai nya lagi."Maaf, Mas. Aku masih betah sendiri," ucapku."Tapi mau sampai kapan, Rina? Kamu bercerai udah mau dua tahun, harus butuh waktu berapa lama lagi untuk kamu bisa membuka hati untuk orang lain, setidaknya aku!" ucap mas Haikal.Tubuhku bergetar, hatiku semakin tidak karuan. "Tapi aku belum siap, Mas. Maaf, aku permisi."Aku segera beranjak pergi dari tempat itu dan meninggalkan mas Haikal sendiri di sana. Aku tahu dia pasti kecewa, namun aku juga tidak tahu apa aku mencintai nya atau tidak.Hari berganti malam, walaupun malam sudah larut tapi aku masih terjaga. Kata-kata mas Haikal masih terngiang jelas di telinga ku. Ingin melupakannya dan menganggap semua itu tidak pernah terjadi nyatanya tidak bisa. Di dalam kamar terasa panas, padaha
Siang itu aku mendapat telpon dari seorang karyawan yang bekerja di restoran ku. Katanya, di sana terjadi keributan oleh seseorang yang mengaku sebagai keluarga ku. Aku penasaran, siapa orang yang sudah mengaku sebagai saudara ku sehingga siang itu juga aku langsung datang ke TKP."Ada apa ini ribut-ribut?" tanyaku setibanya di sana. Semua orang diam saat mendengar suaraku. Dan kedua wanita itu berbalik badan menatap ku."Bu Nani, Anita?""Bu Rina, ini orangnya. Mereka sudah pesan makanan banyak di restoran kita, tapi mereka nggak mau bayar. Mereka bilang, katanya mereka saudara nya Bu Rina," pungkas karyawati yang menahan mereka berdua.Wajah ibu pucat pasi, begitu juga dengan Anita. Gadis yang dulu pernah menyiram ku dengan kuah bakso, dia terlihat tertunduk malu. Entah emang beneran malu atau ada alasan lain, ah aku nggak peduli lagi."Dulu memang mereka keluarga ku, tapi sekarang bukan," tegas ku."Tuh denger sendiri kan! Jadi kalian cepat bayar!" "Rina, saya ini masih nenek nya
POV Arman.Satu tahun terkahir, setelah aku resmi bercerai dari Rina dan menikah wanita pilihan ibu, kehidupanku ternyata tidak lebih baik saat aku masih mengarungi bahtera rumah tangga bersama Rina.Liana, wanita pilihan ibu, ternyata dia bukan wanita baik-baik. Dia mau menikah denganku karena mengincar sesuatu dariku, harta satu-satunya yang aku miliki telah dia jual demi menutupi hutang-hutang nya sebelum menikah dengan ku tanpa sepengetahuan ku. Kini hidupku semakin tidak jelas karena sudah tidak punya apapun, apalagi sekarang bapak sudah meninggal dan ternyata meninggalkan hutang yang jumlahnya sangat banyak sehingga aku dan ibu terpaksa menjual semua aset-aset yang kami miliki demi menutup hutang-hutang bapak. Hanya rumah ini satu-satunya yang kami miliki. Pekerjaan pun mendadak sepi, sehingga aku hanya mengandalkan dari hasil kerja serabutan itu pun kalau ada orang yang membutuhkan jasa ku. Dari hasil usaha ku aku harus membaginya dengan ibu, istri dan juga adik ku sehingga aku
Satu tahun sudah aku menyandang setatus janda. Tidak mudah bagiku melewati masa-masa itu, di mana aku harus menjadi ayah sekaligus ibu untuk kedua anakku. Setelah kami bercerai, mas Arman lepas tanggung jawab begitu saja, aku tidak masalah kalau dia tidak memberikan nafkah untuk anak ku, karena Alhamdulillah tanpa uang nya pun aku bisa memberikan materi yang cukup untuk anakku. Yang membuat aku merasa sedih, dia tidak pernah sekalipun mengunjungi anak-anaknya padahal aku tidak pernah melarangnya untuk bertemu dengan anak-anaknya.Dalam satu tahun ini Alhamdulillah usaha ku sudah berkembang. Dulu hanya warteg biasa, kini sudah menjadi rumah makan atau yang di sebut restoran. Omset yang di dapat dalam satu bulan, bisa mencapai puluhan atau bahkan ratusan juta itu total dari keseluruhan. Aku bersyukur atas semua rejeki yang Allah berikan padaku.Dari hasil kerja keras ku selama ini, aku berhasil membangun rumah impian di pinggir kota dengan model minimalis modern dan Alhamdulillah juga,
Hari ini, tepat di hari Senin aku dan mas Arman menggelar sidang putusan di pengadilan. Aku sudah tidak sabar menanti hari ini, setelah hari ini aku akan terbebas dari hubungan yang begitu menyiksa batin ku.Aku datang di temani oleh bapak, Ratna dan juga pengacara ku. Ibu sebenarnya ingin ikut, namun aku larang. Aku takut ibu sedih melihat aku seperti ini.Aku dan Ratan duduk di bangku sambil menunggu pak hakim dan yang lainnya datang termasuk mas Arman. Dari tadi aku belum melihat wajah nya, apa mungkin dia tidak datang lagi? Tapi rasanya tidak mungkin, ini adalah sidang terakhir untuk kami."Bu Rina, pak Arman kalian di panggil pak jaksa," ucap seseorang yang baru saja keluar dari ruangan itu.Deg!Aku terkejut saat nama ku di panggil. Jujur, aku sangat-sangat gugup sekaligus takut. Takut kalau mas Arman beneran tidak datang, tentu sidang nya bakal di tunda lagi dan itu sangat merugikan waktu ku.Hari ini aku sengaja tutup warung sementara, aku ingin masalah ku dengan mas Arman seg
"Sudah? Puasa, kalian menghina ku sekarang! Kalau sudah silahkan pergi dari sini," usir ku pada ibu mertuaku dan juga permpuaan itu.Tadi aku hanya diam karena ingin melihat sampai di mana dia akan menghina ku. Kini akan ku tunjukkan siapa aku yang sekarang."Kamu ngusir saya?" bentak nya geram."Iya," tegasn ku sambil melipat kedua tangan ku di dada."Berani kamu sekarang sama saya!" sentak nya sembari mengangkat tangan ke atas, dia berniat memukul ku namun aku berhasil meraih tangan itu sebelum tangan nya menyentuh pipi ku."Pergi dari sini atau terpaksa aku akan menyeret kalian dari warung ku," desis ku sembari menatap wajah mereka dengan tatapan tajam."Ha ... Ha ... Ha ... Dia memang gila, Rini. Dia merasa kalau ini adalah warung milik nya. Sampe segitunya orang miskin berkhayal jadi orang kaya, sehingga babu berasa menjadi majikan," cibir nya sambil berceloteh ria mengejekku."Oh sepertinya kalain memang perlu di usir. Mila, bawa keluar mereka sekarang juga!" titah ku."Baik, M
POV Arman.Hari ini, setelah hampir 3 bulan aku tidak bertemu dengan Rina, secara tak senja aku bertemu lagi dengan nya namun dengan situasi yang tidak baik.Siang itu, aku dan Rini, wanita yang dipilihkan ibu sebagai pengganti Rina kelak setelah kami resmi bercerai datang kesebuah warung makan yang ada di pinggir jalan kota. Namun tak menyangka, di sana aku malah bertemu dengan Rina. Terkejut? Sangat! Aku sangat-sangat terkejut melihatnya ada di sana. Entah apa yang sedang Rina lakukan di warung itu? Tapi sepertinya, dia bekerja di warung tersebut dan wanita yang seperti nya majikan nya itu menghalangi langkah ku saat aku mencoba untuk mengejar Rina ke belakang.Sial! Aku tahu dia pasti sangat-sangat kecewa dengan ucapan yang terlontar dari Rini. Mungkin dia berpikir kalau aku sudah mengkhianati cinta nya padahal tidak sama sekali. Aku juga tidak tahu kalau Rini akan berkata seperti itu. Saat aku ingin menjelaskan semuanya tapi Rina sudah tidak ingin mendengarkan apapun lagi dari ku.
"Rina?""Mas Arman," balas ku dengan wajah terkejut."Kamu kenal sama dia, Mas?" tanya wanita itu kepada mas Amran.Mas Arman tidak menjawab, dia hanya mengangguk mengiakan. Sementara wanita itu terlihat kebingungan melihat ekspresi mas Arman seperti itu, dan aku? Aku bisa saja walaupun sejujurnya hatiku sakit. Kami belum resmi bercerai tapi dia sudah mengandeng permpuaan lain di depan mataku sendiri. "Dia siap, Mas?" Kini giliran aku yang bertanya, aku penasaran siapa sebenarnya permpuaan ini."Dia_""Aku istri nya. Kenapa emang?" potong wanita itu.Deg!"Istri? Sejak kapan kalian menikah?" tanyaku dengan suara bergetar."Sudah hampir 8 tahun, kenapa emangnya? Terus ada urusan apa Anda menanyakan itu padaku?"Delapan tahun? Itu sama seperti usia pernikahan ku sama mas Arman. Apa mungkin selama ini? Tidak. Aku yakin mas Arman tidak pernah mengkhianati pernikahan kami, tidak. Ini tidak mungkin."Mbak yakin, kalau kalian sudah menikah selama 8 tahun sama lelaki ini?""Yakinlah, Mbak. M