Ponsel milik Steven bergetar, padahal ia baru saja ingin menghampiri Celine. Ia melihat bahwa yang menghubunginya adalah Noah. Jika tidak penting maka Noah tidak akan berani untuk menghubunginya. Akhirnya Steven terpaksa membatalkan niatnya untuk menghampiri Celine, sebaliknya ia menerima telepon dari Noah.“Ya, Noah. Ada apa?” tanya Steven cepat.“Mr. Gagnon! Gawat! Kita harus bicara. Bisakah kita bertemu di ruangan sekarang?” tanya Noah terdengar khawatir.“Baiklah!” jawab Steven.Steven berputar arah dan segera menuju ke ruangan tempat di mana Noah berada. Ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Dan ia melihat Noah sedang berjalan mondar-mandir dengan tampang panik. Biasanya ia tidak pernah seperti ini. Pasti ada sesuatu hal yang cukup gawat telah terjadi.“Ada apa, Noah? Mengapa kau gelisah sekali?” tanya Steven kepada Noah.“Mr. Gagnon!” seru Noah segera begitu ia melihat Steven sudah datang.“Mr. Gagnon. Nyonya komisaris baru saja menghubungi saya!”“Apa katanya?” tanya Steven m
"Aku tahu dan aku sedang mengusahakannya!" Steven berkata dengan tak sabar."Baiklah. Aku akan memberimu waktu satu bulan lagi!" ucap Nyonya besar Gagnon."Aku mengerti! Apa Grandma sudah selesai?" tanya Steven dingin."Masih ada yang ingin kubicarakan denganmu. Tapi itu bisa menunggu nanti. Sekarang temukan buktinya agar Royce bisa masuk penjara!" Steven langsung pergi begitu neneknya selesai bicara. Tak sedetikpun ia betah berada di rumah itu walaupun terlihat megah dan mewah.Steven kembali naik mobil dan berniat untuk kembali ke perusahaan. Ia membuka ponselnya dan menemukan balasan dari Celine.[Tidak apa! Selesaikan saja pekerjaanmu dulu. I love you too!]Membaca pesan balasan dari Celine, membuat perasaan pria itu sedikit membaik. Ia jadi tak bisa berhenti tersenyum sendiri sepanjang perjalanan sehingga pengemudi yang mengantarkan Steven kembali ke kantor, heran dengan tingkahnya.Steven kembali mengetik pesan dan mengirimkannya kepada Celine.[Celine, aku sudah selesai menger
Celine berdiri dan melempar buket bunga yang tadi berikan Steven untuknya. Wajahnya terlihat kesal. Beberapa orang pengunjung yang sedang makan di sana otomatis langsung menoleh untuk menyaksikan drama pertunjukkan kecil itu."Bodohnya aku ini! Kukira kau benar-benar menyukaiku. Ternyata kau hanya ingin mencari informasi mengenai Miss Reynolds melalui aku." suara Celine bergetar."Tunggu! Celine. Kau salah paham. Aku tidak melakukan itu. Aku hanya sekedar ingin tahu saja bagaimana caranya kau bisa menempati posisi itu dan ….""Selamat tinggal, Steven!" Celine memotong kalimat Steven. Ia mengeluarkan sejumlah uang dan meletakkannya di meja. "Bagianku kubayar sendiri!"Setelah mengatakan demikian Celine langsung berjalan keluar meninggalkan Steven. Pria itu langsung buru-buru berdiri juga dan meninggalkan restaurant pasta setelah melemparkan sejumlah besar uang kertas lembaran. Ia langsung menyusul Celine."Celine! Celine! Tunggu!" Steven mengejar Celine yang berjalan bagaikan sebuah k
"Ya, Tuan Putri? Apa yang Anda inginkan akan saya kabulkan!" Steven merasa lega karena sepertinya Celine sudah tidak marah lagi padanya."Aku ingin kencan yang berkesan. Dan kau tidak boleh curiga lagi terhadapku! Katakan pada Mr. Noah, bahwa aku tidak terlibat dalam penggelapan dana dan jika diperlukan aku akan membantunya untuk mengumpulkan bukti." Celine memberitahukan keinginannya."Baik, Tuan Putri!" sahut Steven lagi menuruti Celine."Baik. Pertama. Karena aku masih lapar karena meninggalkan pastaku di restaurant sana tadi, kau harus memasak untukku! Aku ingin makan masakanmu!" Senyum Steven tiba-tiba berubah menjadi kaku. Memasak? Memasak bukanlah bidangnya. Lagipula, jika harus memasak sendiri, itu berarti ia harus meminjam apartemen Noah lagi. Ia tidak tahu di mana Noah berada sekarang dan apa apartemen Noah sedang digunakan atau tidak. Steven ingin menolak tapi ia sudah terlanjur menjanjikan bahwa ia akan memenuhi segala permintaan Celine."Ehm, kau tidak ingin makan di lua
"Steven!!!" seru Celine terkejut.Steven menyambar pinggang Celine yang ramping dengan mudah dan mendudukkan Celine di atas pangkuannya. Celine langsung merasakan ada sesuatu yang mengganjal dan wajahnya memerah."Steven … kau …."Steven menyentuh dagu Celine dan mengarahkan wajah Celine berhadapan dengan wajahnya. Kemudian ia mendaratkan bibirnya di atas bibir Celine.Ia memagut Celine dengan cepat dan rakus membuat Celine langsung lupa akan bagaimana caranya bernafas. Celine berusaha menyeimbangkan duduknya dan ia meletakkan kedua tangannya di atas dada bidang Steven sambil berusaha menghirup udara dan berusaha mengabaikan sesuatu yang keras yang sedang didudukinya.Steven memeluk tubuh Celine dengan erat, sementara bibirnya dengan ganas terus menyerang bibir Celine. Gadis itu mulai hanyut dan mabuk akan kecupan Steven.Dalam sekejap serangan Steven kembali beralih ke leher Celine membuat ruangan di sekitar Celine terasa berputar dengan liar."Steven … supnya … dingin …." Celine ter
Celine adalah putri angkat keluarga Reynolds? Saudari tiri dari Qiana Reynolds?Apakah itu berarti …."Steven!""Steven!"Suara panggilan Celine membawa Steven kembali dari lamunannya. "Eh, yah?" tanya Steven masih dengan wajah pucat dan suara sedikit gugup."Aku tanya padamu, apakah kau mau mampir dan bertemu dengan Nana? Ia seorang wanita tua yang lembut dan baik hati," Celine bertanya sekaligus mengajak Steven."Ehm, tidak usah! Aku baru ingat, aku juga ada janji dengan Mr. Noah untuk mengerjakan sesuatu!" tolak Steven dengan segera."Apa? Mr. Noah juga menyuruhmu untuk bekerja di akhir pekan?" tanya Celine terkejut."Yah, Mr. Noah membutuhkan aku untuk mengerjakan sesuatu untuknya terkait dengan masalah Mr. Martin," jawab Steven asal.Ia tidak bisa berkonsentrasi bicara sejak mengetahui bahwa Celine adalah anak yang diadopsi oleh keluarga Reynolds."Well, kalau begitu baiklah! Sampai nanti Steven. Rumah Nana ada di ujung sana. Aku bisa sendiri kok."Kemudian sesuatu yang membuat
"Cerewet! Cepat duduk dan berikan data yang kuminta!" sentak Steven membuat Noah bingung.Suasana hati Steven pasti sedang sangat buruk hari ini sehingga wajahnya terlipat seperti itu. Noah memperhatikan bahwa Steven pagi-pagi begini sudah kembali ke rumahnya sendiri. Dan ia sudah berganti pakaian. Steven memang telah pulang ke rumahnya dan mandi. Kini ia mengenakan sweater berwarna putih dan celana jeans denim. Penampilannya memang terlihat segar dan tampan. Tapi Noah yang sudah lama menjadi asisten pribadi Steven tahu bahwa wajah bosnya itu sedang kusut.'Apakah Mr. Gagnon gagal 'membobol gawang' Nona Celine semalam?' pikir Noah jahil tapi tak berani lagi mengungkapkan langsung pada Steven. Bisa-bisa ia dipecat oleh Steven. Di mana lagi ia bisa menemukan pekerjaan dengan gaji tinggi dan fasilitas yang sebagus ini?Noah akhirnya duduk di hadapan Steven yang sedang menatap layar laptopnya dengan serius."Mr. Gagnon, saya telah mencetak data yang Anda minta. Dan sejauh ini saya tidak
Teman-teman Steven mulai ketakutan dan ribut saling menyalahkan. Kemudian Bradley menyuruh Steven yang masih syok dan tak mampu mengalihkan pandangannya dari mobil yang ringsek itu untuk membawa mobil mereka menjauh dari tempat kejadian."Steven! Apa yang kau lakukan?""Cepat pergi dari sini! Kita akan terlibat kesulitan jika sampai ada yang tahu kita menabrak mobil itu!" seru Bradley sambil mengguncang bahu Steven."Steven! Tunggu apa lagi! Ayo cepat!" teriak temannya yang lain.Mereka semua takut akan berurusan dengan hukum dan polisi karena mereka semua adalah anak-anak dari keluarga terpandang dan mereka baru akan memulai kehidupan baru mereka di universitas. Tak ada yang mau dihukum dan menjalani hukuman penjara di usia semuda itu."Kita harus menolong mereka!" seru Steven ketakutan."Jangan bodoh! Jika kita menolong mereka, kita bisa ditangkap dan dipenjara.""Betul! Steven cepat pergi dari sini! Ayahku akan membunuhku! Ini mobil ayahku!" teriak Greg, teman Steven yang lain yan
Sinta hampir saja terpesona dengan sosok Devan yang ada di hadapannya, kata-kata lembut namun teratur benar-benar membuat Sinta lupa diri sesaat.Tapi itu hanya terjadi beberapa menit saja sebelum Sinta menarik tangannya dengan tersenyum, merasa sedikit canggung dengan suasana yang tercipta saat ini. Devan pun merasakan hal itu, ia menggaruk kan tengkuknya yang tidak gatal untuk melepaskan kecanggungan yang tercipta itu."Oh iya, aku bersih diri dulu ya, badanku lengket-lengket semua. Kamu tidur aja dulu, lagian ini juga sudah malam, kasihan bayimu."Sinta menganggukkan kepalanya dan kemudian mereka berdua pun berpisah, dengan Sinta pergi ke jalur kanan menuju kamarnya Dan Devan pergi ke jalur kiri menuju kamarnya juga. Apartemen itu memiliki dua kamar, lumayan besar untuk mereka yang hanya tinggal berdua.Setelah sampai di kamarnya, Sinta menutup pintu. Tak lupa mengunci pintu agar Devan tidak bisa masuk.Ia memegang dadanya, detak jantung terasa begitu cepat sekali, Ada apa ini? apa
Shinta nampak tertunduk lesu, padahal dia hanya ingin mengirit uang yang dikeluarkan oleh Devan untuknya selama ini, laki-laki itu telah terlalu banyak mengeluarkan uang untuknya dan ia merasa sedikit tidak enak akan hal itu."Maaf, aku hanya tidak ingin terlalu banyak menggunakan uangmu. Apalagi beberapa peralatan bayi terbilang cukup mahal.""Aku sama sekali tidak masalah akan hal itu, kapan selama ini kamu mendengar aku mengungkit Semua pengeluaran untukmu?" jawab Devan, ia membantu dan mencukupi Sinta selama ini karena benar-benar tulus dari dasar hatinya yang paling dalam, bukan karena ada apanya. meskipun perasaannya ditolak mentah-mentah oleh Sinta, Ia tetap juga berbaik hati kepada wanita ini, bukan? jadi apalagi yang kurang saat ini?"Terima kasih Devan, terima kasih sekali. aku beruntung karena di saat seperti ini, Aku malah dipertemukan dengan orang sebaik kamu. jasamu tidak akan pernah bisa aku lupakan, bahkan sampai aku mati sekalipun nanti. Ketika anak ini lahir, aku aka
Devan tersenyum, "memangnya apa yang ada dalam pikiranmu itu?" tanya Devan.Sinta mencoba membenarkan posisinya agar lebih terasa enak saat ini, Devan membantu Sinta untuk duduk."Tadi ketika aku pulang dan ingin ke kamarku, aku mendengar kamu menyebut mama, Itulah kenapa aku tahu kalau tadi kamu bermimpi tentang mama," jelas Devan yang langsung di anggukkan oleh Sinta, hampir saja ia menuduh Devan yang tidak, tidak.Ia menoleh ke arah jam di dinding yang saat ini sudah menunjukkan pukul 11.00 malam, apakah tadi ia tertidur setelah makan malam? Ah, memang rasanya sangat melelahkan sekali ternyata."Kamu baru pulang?" tanya Sinta."Iya, sekitar hampir 15 menitan yang lalu lah.""Kenapa begitu larut sekali pulangnya? apakah begitu banyak pekerjaan di kantor?" tanya Sinta.Devan menggelengkan kepalanya, "hanya ada beberapa berkas yang harus aku kerjakan saja, mengingat tadi pun kita sudah pergi hampir setengah hari.""Apa kamu sudah makan?"tanya Sinta, ia baru teringat bahwa masih ada be
Nadia kembali tertawa terbahak-bahak diseberang sana hingga menampakkan dua buah lubang pipih yang membuat wanita itu semakin cantik sekali Jika tertawa seperti ini."Oh iya, dia akan memanggil anda apa? Bunda? Mama? Mami? Ibu? atau apa?""Ah, benar juga ya, kenapa selama ini aku tidak kepikiran untuk memilih panggilan yang pas? menurutmu, cocoknya panggilannya apa ya?""Ibu,""Ah, tidak. terlalu gimana gitu. Aku tidak mau dipanggil ibu yang lain dong."Nampak Nadia sedikit berpikir untuk mencari panggilan yang pas saat ini."Mami.. Mungkin,"Kali ini Sinta pula yang tertawa terbahak-bahak, membuat Nadia bingung apa yang salah dengan yang ia ucapkan tadi."Kenapa Anda tertawa?""Kenapa harus mami? apakah kamu juga merasakan kalau panggilan itu tidak pas untukku?" tanya Sinta."Kenapa sampai tidak pas? banyak kok orang sekarang anak-anaknya memanggil dengan panggilan mami.""Tidak, aku tidak mau. cari yang lain saja,"Nadia sedikit kesal dengan ucapan dari Sinta itu, sejak tadi tidak m
Sinta menggelengkan kepalanya, jujur ia sendiri pun belum yakin dengan pasti tentang Apa yang dirasakan oleh hatinya itu terhadap Ethan.Galau atau dilema? kata apa yang pas untuk menggambarkan perasaannya saat ini.Di satu sisi, ia memikirkan tentang anak nya ini. disisi lain juga, ada Ethan yang kalaupun ia mencintai Demian, pastilah Ethan tidak akan ingin menerima anaknya ini. Apalagi jika ia memaksakan diri untuk menerima perasaan Devan. Meskipun saat ini Devan mengatakan ia akan menerima anaknya, tapi jelas berbeda rasanya jika nanti mereka memiliki anak. Pasti Devan akan lebih condong ke anak kandung daripada anak sambung nanti.Lagian baik Ethan ataupun juga Devan mereka berdua berhak mendapat gadis yang baik-baik, bukanlah dirinya ini yang sudah kotor bahkan tidak tahu siapa laki-laki yang telah membuat Ia hamil."Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu, semuanya masih terlalu abu-abu untuk aku berikan sebagai jawaban."Devan menganggukkan kepalanya, meskipun seperti itu, Ia te
Di ruangan yang terbilang cukup besar itu, Sinta duduk seorang diri. Ia masih teringat dengan jelas kejadian dulu, saat di mana Devan mengungkapkan perasaan padanya.Entahlah, bagaimanapun ia mencoba, ia tetap tidak bisa menjadi seperti apa yang diinginkan oleh Devan, meskipun hanya sedikit saja, rasa itu benar-benar tidak ada.Sinta menatap ke sekeliling ruangan yang hampir sudah 7 bulan ia tempati. tempat di mana ia berteduh dari panasnya matahari dan dinginnya hawa hujan yang turun, dan Devan adalah laki-laki yang telah membawa dirinya ke tempat ini.Ia menyandarkan dirinya pada sandaran sofa yang ada di dalam kamarnya sambil mengelus lembut perutnya itu. Tiba-tiba ia kembali teringat dengan percakapannya dengan Nadia tadi. Bisa ia lihat, Bagaimana frustasinya Nadia saat Ia menceritakan semuanya tadi.Ingatannya melayang di mana malam tragedi itu terjadi, obat perangsang yang menjalari tubuhnya itu, benar-benar sulit untuk ia kendalikan. Andai saja malam itu tidak pernah ada, mungk
Kini mereka sudah berada di apartemen. Tak ada satu peralatan bayi pun yang mereka bawa.Bi Diah datang tergopoh-gopoh dari arah dapur untuk menyambut kedatangan majikannya.Alisnya naik ke atas ketika tidak melihat satu barang pun yang dibawa oleh Devan maupun Sinta."Di mana belanjaannya Mas dan Mbak? "Tanya bi dia.Mendengar itu Devan dan juga Sinta langsung saling adu tetap satu sama lainnya. Bertemu dengan Nadia dan mengobrol dengan wanita itu membuat ia lupa dengan tujuan awal pergi ke mall."Tadi kita hanya lihat-lihat saja kok, pas ada yang suka tapi warnanya terlalu norak, pas warnanya bagus eh motifnya yang tidak sesuai keinginan Sinta, jadi untuk hari ini kami memutuskan tidak membeli apapun. Mungkin aku akan mencari lagi waktu yang pas agar kami berdua bisa berbelanja peralatan bayi." Jawab Devan.Sebenarnya Devan tidak perlu berbohong pun, Bi Diah tidak akan memaksa majikannya untuk menjawab, toh Ia hanya sekedar berbasa-basi saja tadi.Bi Diah menganggukkan kepalanya dan
Rasa haru benar-benar tak bisa untuk di tepis. Tak pernah mereka sangka bahwa mereka akan di pertemukan lagi seperti ini."Aku rindu sekali dengan Nona muda.""Sama Nad, sama banget. Aku juga merindukan kamu. Selama ini aku coba mencari kamu, tahu."Setelah merasa cukup puas saling melepaskan rindu satu sama lainnya, kembali mereka saling tatap."Apa yang terjadi Nad?" tanya Sinta setelah cukup lama memperhatikan sosok Nadia itu.Alih-alih menjawab, Nadia malah balik bertanya, "Bagaimana dengan anda Nona? Kapan akan melahirkan? Bolehkah saya memegang perut Anda?"Sinta menganggukkan kepala, ia mengambil tangan Nadia dan membawa tangan itu untuk mengusap lembut perutnya yang buncit.Dari sana, Nadia bisa untuk merasakan tendangan bayi di dalam perut. Sepertinya anak Sinta sangat aktif Sekali."Aktif sekali ya, nona?""Iya, tapi aku cukup senang merasakan pergerakannya selama ini." jawab Sinta, meskipun belum tahu siapa ayah dari anak yang ia kandung, tapi ia benar-benar menyukai anak i
“Pagi ...”Devan sedikit terkejut saat Sinta tiba-tiba menyapanya pagi ini, di saat dia berpikir, jika gadis ini akan kembali menghindarinya karena pembicaraan mereka tadi malam.“O-oh, pagi,” balas Devan kemudian, terlihat kikuk dan salah tingkah.Devan pun memperhatikan Sinta dengan seksama, memastikan tidak ada yang aneh dari gadis itu.“Kenapa kamu lihatin aku kayak gitu? Aku tambah gendutan?” seloroh Sinta, memprotes dan bersikap seperti biasanya.“H-huh? O-oh, nggak kok ... namanya juga Ibu hamil ‘kan?” Devan lantas menyahut dan tersenyum dengan canggung.Dia benar-benar tidak mengerti, kenapa Sinta tetap bersikap biasa kepadanya? Apa gadis itu tidak marah kepadanya?Setelah semua hal yang terjadi tadi malam?“Omong-omong ...” Sinta lantas kembali bersuara sambil memoleskan selai kacang pada roti gandumnya. “Mulai hari dan seterusnya, aku nggak akan keluar dari apartement lagi. Aku juga ... nggak akan berhubungan dengan bosmu lagi,” terang Sinta yang jelas saja tak membuat Devan