Qiana dengan percaya diri langsung duduk dipangkuan Noah dan memeluk pria itu. Noah menjadi semakin tegang. Ia tahan segala godaan. Tapi Qiana memang cantik dan sangat menggoda. Meski ia secara sadar menolak Qiana, tapi naluri alamiahnya sebagai seorang laki-laki tulen muncul diluar kendalinya. Dan sayangnya hal itu disadari oleh Qiana. "Ah, jadi kau menunjukkan reaksi rupanya!" bisik Qiana dengan suara seksi dengan jarak wajah antar mereka sangat dekat.Noah benar-benar dibuat bingung oleh Qiana. Ia ingin mengusir Qiana dengan tegas tapi ia juga takut Qiana akan mengadukan dirinya kepada Nyonya besar Gagnon. Jika sudah demikian maka kariernya akan tamat. Tapi jika ia meneruskan rasanya seperti berkhianat pada Steven. Apa yang harus ia lakukan? Rasanya untuk saat ini yang terbaik adalah diam saja dan mencari tahu apa keinginan Qiana sehingga ia tiba-tiba melakukan hal seperti ini."Nah, Noah … apa kau keberatan jika aku memanggilmu dengan namamu saja?" tanya Qiana.Noah hanya bisa me
Apa yang terjadi berikutnya di dalam cukup membuat keempat orang yang terlibat itu terperangah.Noah dan Qiana langsung menengok ke arah pintu yang menjeblak terbuka dan keduanya sama-sama terkejut ketika melihat siapa yang menerobos masuk.Sementara, baik Steven maupun Celine juga sama terperangahnya ketika melihat pemandangan yang ada di hadapan mereka berdua. Mereka melihat Noah sedang memangku Qiana dalam posisi yang pasti dikira oleh semua orang mereka sedang melakukan hubungan yang terlarang di kantor karena posisi mereka cukup intim.Begitu melihat Steven masuk, spontan Noah langsung berdiri sehingga Qiana yang sama sekali tidak siap langsung jatuh terjerembab ke lantai dengan kencang. Posisi jatuhnya sebenarnya cukup memalukan. Karena ia jatuh dalam posisi terjengkang yang membuat isi bagian dalam roknya terlihat. Tapi untung saja posisi jatuhnya terhalang oleh meja kerja Noah, sehingga Steven tidak perlu melihat hal memalukan yang merusak pemandangan seperti itu.Sesaat Noah
"Eh, saya tidak berani menjawab Mr. Gagnon," Noah menundukkan kepalanya."Saya tidak berani melanggar perintah Nyonya komisaris. Tapi saya juga tidak berani tidak mematuhi Anda!" Noah menjawab dengan serba salah.Steven terdiam setelah mendengar jawaban Noah. Memang benar. Walau bagaimanapun, Noah hanyalah seorang asisten pribadi yang bekerja untuk keluarga Gagnon. Posisinya sekarang pasti sangat tidak enak."Noah?""Ya, Mr. Gagnon?" jawab Noah sedikit takut."Seberapa baik kau bisa berakting?" tanya Steven tiba-tiba."Hah? Maksud Anda …." sebuah pemahaman muncul dalam benak Noah. "Betul! Kau cepat sekali paham!" Steven mengangguk.Ia memang akan meminta Noah untuk berpura-pura setuju dengan rencana yang dibeberkan oleh Qiana, agar ia bisa mendapatkan bukti yang diperlukannya untuk menggiring Royce Martin ke penjara. Ia membutuhkan segala bentuk bantuan yang ada. Sebab Royce ternyata sangat licin sekali seperti seekor belut. Ia menjaga ruangannya dengan baik dan tidak membiarkan ora
"Ada apa kau kemari?" tanya Noah begitu melihat Qiana masuk tanpa mengetuk pintu lagi."Aku sudah mendapatkan apa yang kau butuhkan!" sahut Qiana dengan bangga sambil melambaikan flash disk di tangannya."Secepat itukah?" tanya Noah bengong. Bahkan dirinya dan Steven saja sudah berusaha berbulan-bulan tapi tidak menemukan hasil. Royce selalu menjaga kantornya seakan-akan itu adalah sarang paling berharga baginya. Tapi sepertinya Royce memiliki kelemahan terhadap wanita."Bagaimana caramu mendapatkannya?" tanya Noah tak habis pikir."Kau tak perlu tahu, yang penting aku sudah mendapatkannya!" jawab Qiana segera.Noah memandangi Qiana dan sepertinya ia paham apa yang telah dilakukan Qiana kepada Royce untuk mendapatkan data tersebut. Noah bergidik jijik."Berikan padaku!" ucap Noah cepat."Tidak!" jawab Qiana. "Tidak? Mengapa tidak?" tanya Noah bingung."Apa jaminanku bahwa kau akan menepati janjimu?" tanya Qiana."Aku tidak bisa menikahimu saat ini juga. Semua butuh persiapan. Aku jug
Mereka semua terpana ketika melihat pemandangan yang ada di hadapan mereka.Steven terlihat sangat percaya diri duduk di kursi pemimpin sementara Noah berdiri dengan sikap tegap di samping Steven."Hei, kau! Apa yang kau lakukan? Mengapa kau duduk di kursi Noah? Cepat pergi dari sana!" usir Qiana kasar."Ini memang kursiku, Qiana!" Steven membuka suara."Apa maksudmu? Noah, kenapa kau membiarkan dia bersikap kurang ajar seperti ini terhadapmu?" tanya Qiana mulai stress.Steven tidak langsung menjawab. Ia justru mengamati dan memeriksa file yang dibukakan oleh Noah dan buku tabungan yang tadi diambil oleh Celine. Mereka semua menunggu dalam diam. Kemudian Steven mendongak."Terima kasih karena telah membantuku membongkar kasus penggelapan uang yang dilakukan oleh Royce, Qiana!" ucap Steven."Nona Celine juga banyak membantu dalam hal ini!" Noah menambahkan sambil tersenyum.Steven melirik Celine dengan tatapan kagum tapi ia tidak mengatakan apa-apa."Kau … apa … bagaimana … apa maksudn
"Ouuchh, Celine! Kenapa kau melakukan hal itu?" suara Steven jadi terdengar aneh karena ia berbicara sambil menahan rasa sakit sekaligus."Rasanya … sakit sekali!" ucap Steven lagi masih dengan suara aneh tertahan dan tangannya masih memegangi bagian paling inti dari tubuhnya. Kedua matanya sampai berair saking sakitnya."Rasakan itu!" desis Celine."Itu hukuman yang pantas karena kau telah membohongi aku!" Celine berkata dengan marah dan ia bertolak pinggang."Aduh! Kau kan bisa saja menamparku tanpa perlu mengincar pusakaku. Sejak kita pertama kali bertemu di pesawat, lalu di lift. Kau selalu saja mengincarnya," keluh Steven.Celine sudah bersiap-siap keluar dari ruangan Steven, tapi Steven buru-buru menarik lengan Celine, sehingga langkah Celine menjadi tertahan.Steven ingin mengatakan sesuatu tapi belum ada suara yang keluar. Ia menarik nafas dan berkata,"Sebentar. Masih sedikit nyut-nyutan!" Steven kemudian menghembuskan nafas, kemudian ia berbicara lagi."Ayolah, Celine. Masa
"Awalnya iya!" Noah melotot ngeri ketika ia menyadari bahwa ia kelepasan bicara."Ma … mak … maksud saya, tidak! Anda sangat lurus, Mr. Gagnon! Sangat … sangat … lurus!" Noah langsung meralat ucapannya. Bisa-bisanya ia salah ucap disaat seperti ini."Hanya … setelah saya melihat Anda dekat dengan Nona Celine, perangai Anda jadi berubah, Sir!" Noah nekat meneruskan."Berubah? Apa maksudmu?" tanya Steven masih kesal."Lebih manusiawi!" jawab Noah cepat."Apa kau sedang mencari gara-gara denganku, Noah? Atau kau sudah bosan bekerja untukku?" tanya Steven sambil menggertakkan jari-jari tangannya. Jakun Noah bergerak-gerak ketika ia menelan lidahnya gugup."Sama sekali tidak, Mr. Gagnon! Saya berani mengatakan ini karena sejak Anda mengenal dan dekat dengan Nona Celine, Anda jadi lebih santai dan lebih banyak tertawa. Tidak melulu hanya tentang pekerjaan dan kaku seperti robot," Noah menjawab dengan lancar dan jujur. "Dan saya senang dengan perubahan positif itu, Mr. Gagnon! Anda terlihat
"Tidak!"kemudian wanita itu berbalik dan mulai mengumpulkan barang-barangnya yang terjatuh tadi."Tidak?" Steven menaikkan sebelah alisnya tanda tak mengerti akan sikap keras kepala Celine.Ia mengambil posisi agar berhadapan dengan Celine lagi kemudian ikut berjongkok dan membantu Celine untuk memungut barang-barang yang terjatuh. Celine masih tidak merespons. Barang yang sudah dikumpulkan Steven langsung direbut kembali oleh Celine."Jangan sentuh barang-barangku!" tukas Celine galak sambil berdiri dan mengangkat barang bawaannya. Ia hampir saja terjungkal ke belakang karena beratnya kotak yang ia bawa dan ia menggunakan sepatu bertumit tinggi ketika itu yang membuatnya kehilangan keseimbangan.Untung saja ada Steven yang menahan punggungnya sehingga ia tidak jadi jatuh terlentang dan terlihat memalukan. Serta merta Steven langsung mengambil alih kotak barang yang dibawa Celine."Kembalikan barang-barangku!" Celine meminta. Kemarahannya sudah mulai berkurang, tapi harga dirinya seb
Sinta hampir saja terpesona dengan sosok Devan yang ada di hadapannya, kata-kata lembut namun teratur benar-benar membuat Sinta lupa diri sesaat.Tapi itu hanya terjadi beberapa menit saja sebelum Sinta menarik tangannya dengan tersenyum, merasa sedikit canggung dengan suasana yang tercipta saat ini. Devan pun merasakan hal itu, ia menggaruk kan tengkuknya yang tidak gatal untuk melepaskan kecanggungan yang tercipta itu."Oh iya, aku bersih diri dulu ya, badanku lengket-lengket semua. Kamu tidur aja dulu, lagian ini juga sudah malam, kasihan bayimu."Sinta menganggukkan kepalanya dan kemudian mereka berdua pun berpisah, dengan Sinta pergi ke jalur kanan menuju kamarnya Dan Devan pergi ke jalur kiri menuju kamarnya juga. Apartemen itu memiliki dua kamar, lumayan besar untuk mereka yang hanya tinggal berdua.Setelah sampai di kamarnya, Sinta menutup pintu. Tak lupa mengunci pintu agar Devan tidak bisa masuk.Ia memegang dadanya, detak jantung terasa begitu cepat sekali, Ada apa ini? apa
Shinta nampak tertunduk lesu, padahal dia hanya ingin mengirit uang yang dikeluarkan oleh Devan untuknya selama ini, laki-laki itu telah terlalu banyak mengeluarkan uang untuknya dan ia merasa sedikit tidak enak akan hal itu."Maaf, aku hanya tidak ingin terlalu banyak menggunakan uangmu. Apalagi beberapa peralatan bayi terbilang cukup mahal.""Aku sama sekali tidak masalah akan hal itu, kapan selama ini kamu mendengar aku mengungkit Semua pengeluaran untukmu?" jawab Devan, ia membantu dan mencukupi Sinta selama ini karena benar-benar tulus dari dasar hatinya yang paling dalam, bukan karena ada apanya. meskipun perasaannya ditolak mentah-mentah oleh Sinta, Ia tetap juga berbaik hati kepada wanita ini, bukan? jadi apalagi yang kurang saat ini?"Terima kasih Devan, terima kasih sekali. aku beruntung karena di saat seperti ini, Aku malah dipertemukan dengan orang sebaik kamu. jasamu tidak akan pernah bisa aku lupakan, bahkan sampai aku mati sekalipun nanti. Ketika anak ini lahir, aku aka
Devan tersenyum, "memangnya apa yang ada dalam pikiranmu itu?" tanya Devan.Sinta mencoba membenarkan posisinya agar lebih terasa enak saat ini, Devan membantu Sinta untuk duduk."Tadi ketika aku pulang dan ingin ke kamarku, aku mendengar kamu menyebut mama, Itulah kenapa aku tahu kalau tadi kamu bermimpi tentang mama," jelas Devan yang langsung di anggukkan oleh Sinta, hampir saja ia menuduh Devan yang tidak, tidak.Ia menoleh ke arah jam di dinding yang saat ini sudah menunjukkan pukul 11.00 malam, apakah tadi ia tertidur setelah makan malam? Ah, memang rasanya sangat melelahkan sekali ternyata."Kamu baru pulang?" tanya Sinta."Iya, sekitar hampir 15 menitan yang lalu lah.""Kenapa begitu larut sekali pulangnya? apakah begitu banyak pekerjaan di kantor?" tanya Sinta.Devan menggelengkan kepalanya, "hanya ada beberapa berkas yang harus aku kerjakan saja, mengingat tadi pun kita sudah pergi hampir setengah hari.""Apa kamu sudah makan?"tanya Sinta, ia baru teringat bahwa masih ada be
Nadia kembali tertawa terbahak-bahak diseberang sana hingga menampakkan dua buah lubang pipih yang membuat wanita itu semakin cantik sekali Jika tertawa seperti ini."Oh iya, dia akan memanggil anda apa? Bunda? Mama? Mami? Ibu? atau apa?""Ah, benar juga ya, kenapa selama ini aku tidak kepikiran untuk memilih panggilan yang pas? menurutmu, cocoknya panggilannya apa ya?""Ibu,""Ah, tidak. terlalu gimana gitu. Aku tidak mau dipanggil ibu yang lain dong."Nampak Nadia sedikit berpikir untuk mencari panggilan yang pas saat ini."Mami.. Mungkin,"Kali ini Sinta pula yang tertawa terbahak-bahak, membuat Nadia bingung apa yang salah dengan yang ia ucapkan tadi."Kenapa Anda tertawa?""Kenapa harus mami? apakah kamu juga merasakan kalau panggilan itu tidak pas untukku?" tanya Sinta."Kenapa sampai tidak pas? banyak kok orang sekarang anak-anaknya memanggil dengan panggilan mami.""Tidak, aku tidak mau. cari yang lain saja,"Nadia sedikit kesal dengan ucapan dari Sinta itu, sejak tadi tidak m
Sinta menggelengkan kepalanya, jujur ia sendiri pun belum yakin dengan pasti tentang Apa yang dirasakan oleh hatinya itu terhadap Ethan.Galau atau dilema? kata apa yang pas untuk menggambarkan perasaannya saat ini.Di satu sisi, ia memikirkan tentang anak nya ini. disisi lain juga, ada Ethan yang kalaupun ia mencintai Demian, pastilah Ethan tidak akan ingin menerima anaknya ini. Apalagi jika ia memaksakan diri untuk menerima perasaan Devan. Meskipun saat ini Devan mengatakan ia akan menerima anaknya, tapi jelas berbeda rasanya jika nanti mereka memiliki anak. Pasti Devan akan lebih condong ke anak kandung daripada anak sambung nanti.Lagian baik Ethan ataupun juga Devan mereka berdua berhak mendapat gadis yang baik-baik, bukanlah dirinya ini yang sudah kotor bahkan tidak tahu siapa laki-laki yang telah membuat Ia hamil."Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu, semuanya masih terlalu abu-abu untuk aku berikan sebagai jawaban."Devan menganggukkan kepalanya, meskipun seperti itu, Ia te
Di ruangan yang terbilang cukup besar itu, Sinta duduk seorang diri. Ia masih teringat dengan jelas kejadian dulu, saat di mana Devan mengungkapkan perasaan padanya.Entahlah, bagaimanapun ia mencoba, ia tetap tidak bisa menjadi seperti apa yang diinginkan oleh Devan, meskipun hanya sedikit saja, rasa itu benar-benar tidak ada.Sinta menatap ke sekeliling ruangan yang hampir sudah 7 bulan ia tempati. tempat di mana ia berteduh dari panasnya matahari dan dinginnya hawa hujan yang turun, dan Devan adalah laki-laki yang telah membawa dirinya ke tempat ini.Ia menyandarkan dirinya pada sandaran sofa yang ada di dalam kamarnya sambil mengelus lembut perutnya itu. Tiba-tiba ia kembali teringat dengan percakapannya dengan Nadia tadi. Bisa ia lihat, Bagaimana frustasinya Nadia saat Ia menceritakan semuanya tadi.Ingatannya melayang di mana malam tragedi itu terjadi, obat perangsang yang menjalari tubuhnya itu, benar-benar sulit untuk ia kendalikan. Andai saja malam itu tidak pernah ada, mungk
Kini mereka sudah berada di apartemen. Tak ada satu peralatan bayi pun yang mereka bawa.Bi Diah datang tergopoh-gopoh dari arah dapur untuk menyambut kedatangan majikannya.Alisnya naik ke atas ketika tidak melihat satu barang pun yang dibawa oleh Devan maupun Sinta."Di mana belanjaannya Mas dan Mbak? "Tanya bi dia.Mendengar itu Devan dan juga Sinta langsung saling adu tetap satu sama lainnya. Bertemu dengan Nadia dan mengobrol dengan wanita itu membuat ia lupa dengan tujuan awal pergi ke mall."Tadi kita hanya lihat-lihat saja kok, pas ada yang suka tapi warnanya terlalu norak, pas warnanya bagus eh motifnya yang tidak sesuai keinginan Sinta, jadi untuk hari ini kami memutuskan tidak membeli apapun. Mungkin aku akan mencari lagi waktu yang pas agar kami berdua bisa berbelanja peralatan bayi." Jawab Devan.Sebenarnya Devan tidak perlu berbohong pun, Bi Diah tidak akan memaksa majikannya untuk menjawab, toh Ia hanya sekedar berbasa-basi saja tadi.Bi Diah menganggukkan kepalanya dan
Rasa haru benar-benar tak bisa untuk di tepis. Tak pernah mereka sangka bahwa mereka akan di pertemukan lagi seperti ini."Aku rindu sekali dengan Nona muda.""Sama Nad, sama banget. Aku juga merindukan kamu. Selama ini aku coba mencari kamu, tahu."Setelah merasa cukup puas saling melepaskan rindu satu sama lainnya, kembali mereka saling tatap."Apa yang terjadi Nad?" tanya Sinta setelah cukup lama memperhatikan sosok Nadia itu.Alih-alih menjawab, Nadia malah balik bertanya, "Bagaimana dengan anda Nona? Kapan akan melahirkan? Bolehkah saya memegang perut Anda?"Sinta menganggukkan kepala, ia mengambil tangan Nadia dan membawa tangan itu untuk mengusap lembut perutnya yang buncit.Dari sana, Nadia bisa untuk merasakan tendangan bayi di dalam perut. Sepertinya anak Sinta sangat aktif Sekali."Aktif sekali ya, nona?""Iya, tapi aku cukup senang merasakan pergerakannya selama ini." jawab Sinta, meskipun belum tahu siapa ayah dari anak yang ia kandung, tapi ia benar-benar menyukai anak i
“Pagi ...”Devan sedikit terkejut saat Sinta tiba-tiba menyapanya pagi ini, di saat dia berpikir, jika gadis ini akan kembali menghindarinya karena pembicaraan mereka tadi malam.“O-oh, pagi,” balas Devan kemudian, terlihat kikuk dan salah tingkah.Devan pun memperhatikan Sinta dengan seksama, memastikan tidak ada yang aneh dari gadis itu.“Kenapa kamu lihatin aku kayak gitu? Aku tambah gendutan?” seloroh Sinta, memprotes dan bersikap seperti biasanya.“H-huh? O-oh, nggak kok ... namanya juga Ibu hamil ‘kan?” Devan lantas menyahut dan tersenyum dengan canggung.Dia benar-benar tidak mengerti, kenapa Sinta tetap bersikap biasa kepadanya? Apa gadis itu tidak marah kepadanya?Setelah semua hal yang terjadi tadi malam?“Omong-omong ...” Sinta lantas kembali bersuara sambil memoleskan selai kacang pada roti gandumnya. “Mulai hari dan seterusnya, aku nggak akan keluar dari apartement lagi. Aku juga ... nggak akan berhubungan dengan bosmu lagi,” terang Sinta yang jelas saja tak membuat Devan