Bab 39 Lebih sepuluh menit Ulfa berusaha menenangkan Alea yang menangis tantrum memanggil ayahnya. Gadis kecil itu merindukan Sano karena bagaimana pun dulu mereka pernah akrab. Setiap hari, Alea akan menunggu kepulangan Sano di dekat pintu utama. Begitu pintu terbuka, dia akan berjingkrak senang tanpa peduli dengan ibunya sendiri. Alea begitu menyayangi Sano. Namun, sayang sekali karena lelaki itu telah mendua. Sano ibarat kata meninggalkan anak beserta istrinya demi wanita lain. Meskipun sekarang Ulfa belum tahu kabar Dita, tetap saja dia kesal. Entahlah, wanita itu bingung dengan perasaannya sendiri. "Ulfa!" panggil Kancana dari luar. "Masuk aja, Mbak. Nggak kekunci, kok." Pintu rumah kembali terbuka. Ulfa terperanjat begitu melihat Kancana berdiri bersama Sano. Apakah sejak tadi lelaki itu tidak beranjak dari tempatnya? Alea yang melihat, langsung berlari memeluk Sano. Ulfa memejamkan mata, hatinya perih melihat pemandangan itu. Melarang Alea untuk dekat dengan Sano juga tid
Bab 40 Ulfa tidak jadi berangkat jalan-jalan karena Alea menolak sebelum Sano kembali. Itu menambah beban. Bagaimana mungkin Ulfa mengajak suaminya pulang ke rumah itu sementara hubungan mereka tidak baik-baik saja. Minggu depan, suami Kancana juga akan pulang. Tentu saja wanita itu menghabiskan waktu bersama suaminya dan tidak memiliki kesempatan berbagi pikiran dengan Ulfa. Semua seketika menjadi rumit. Sampai setengah jam berlalu, Ulfa belum mendapat jawaban pasti dari Fajar. Dia hanya meminta Ulfa melakukan sesuatu yang membuatnya yakin telah nyaman walau nanti harus hidup bersama lagi. Setelah itu, ponselnya tidak aktif sampai saat ini. Dia seolah menghilang atau tepatnya menghindari Ulfa. Ada apa, padahal enam hari yang lalu mereka masih bertemu bahkan jalan-jalan bersama. "Belum ada balasan lagi, Mbak," gumam Ulfa dengan tampang putus asa ketika mengecek aplikasi hijau miliknya untuk ke sekian kali. "Aku juga sebenarnya bingung, Fa. Gini, kalau dari pandangan aku sebaiknya
Bab 41 "Mas, kamu nggak mandi? Alea aja udah selesai mandi itu. Ini mau aku cariin bajunya dalam lemari. Gak apa-apa ya aku buka, Mas?" Ulfa yang berdiri di beranda pintu langsung menuju ke arah lemari nuansa cokelat ketika melihat Sano mengangguk. Lelaki itu baru saja mengirim pesan pada rekan kerjanya kalau hari ini dia mau meminjam uang sebanyak dua ratus ribu dulu. Merasa kikuk, Sano segera menyambar handuk putih tebal, keluar dari kamar menuju ke belakang untuk membersihkan diri. Sekarang jam sudah menunjuk angka enam pagi. Sebenarnya Sano diminta menginap di kantor bersama karyawan lain, tetapi lelaki itu memohon agar bisa bolak-balik saja dengan alasan istrinya sakit, tidak ada yang mengurus. Ketika Ulfa memastikan Sano masuk kamar mandi, dia segera menyambar ponsel Sano yang sejak tadi menyala— tergeletak manja di tempat tidur. Ternyata ada pesan dari Dita dengan nama kontak 'Nenek Sihir'. Ulfa tahu kalau itu adalah madunya karena foto profil si pemilik akun. Tanpa sengaja
"Teman kamu?" Ulfa mengangguk. "Kamu juga ikut ke dalam, Mas, buat bantu aku memilihkan. Barangkali Alea juga pengen beli sesuatu. Tenang aja, pakai uang aku sendiri kok kalau misal kamu gak ada uang buat beliin Alea. Soalnya di dalam tersedia mainan anak-anak juga." Terlihat Sano menghela napas panjang. Lelaki itu merasa harga dirinya sudah jatuh di hadapan Ulfa. Dia benar-benar miskin sekarang dan tidak lagi dianggap penting mengingat Ulfa sudah bisa menghidupi dirinya sendiri. Lelaki itu masih masuk dalam kategori beruntung karena Ulfa belum menyampaikan masalah rumah tangganya pada keluarga di Makassar. Dia ingin menyelesaikannya tanpa melibatkan keluarga. "Ayo, Mas. Kita ke dalam!" ajak Ulfa lagi. Ah, sial. Wanita itu menepuk jidatnya karena lupa menanyakan jam berapa Dita akan ke Baby Shop. Dia menghela napas, tetapi ini adalah kesempatan besar karena nanti tidak tahu harus beralasan apa lagi. Ulfa merapalkan doa dalam hati berharap rencananya kali ini terwujud. Sekarang pi
"Wa-wanita gatal?!" Ulfa tersenyum mengiyakan. Dia semakin tidak takut karena Alea ada bersama Sano. Dadanya bergemuruh hebat menahan amarah. Tangan Ulfa gatal, ingin menjambak rambut Dita. Namun, sayang sekali karena pemilik toko malah mengusir mereka. Ulfa tidak mau keluar, dia mengambil banyak mainan mana saja untuk diberikan pada Alea. "Sengaja beli banyak mainan biar disangka kaya, padahal biasa aja. Paling juga nangis karena kehabisan beras," cibir Mahika berlalu melewati menantu pertamanya. "Sayang sekali karena aku nggak pernah kehabisan beras kayak kalian." Ulfa membalas sambil menyerahkan sejumlah uang pada kasir. Tas besar itu Ulfa bawa, langsung menuju parkiran dan memasukkannya ke dalam bagasi. Sano rupanya membeli es krim untuk Alea agar anak itu tenang. Yang merusak mood Ulfa detik ini adalah ketika melihat Mahika menyeret tangan Dita, mendekat padanya. "Sano, antar kami pulang dulu. Masa ibu sama istri kamu harus nunggu taksi? Lagi hamil tua loh dia." Permintaan
Begitu tiba, mereka langsung ke tempat bermain. Pengunjung hari itu lumayan sepi karena bukan hari libur. Ulfa senang, dia bebas bermain bersama anak gadis kesayangannya. Ketika Alea sibuk menghitung bola warna-warni, Sano memberanikan diri memegang tangan wanita itu agar fokus padanya. Jantung Ulfa berdetak tidak karuan, bayangan masa lalu saat pertama mereka dinyatakan sah sebagai suami istri kembali mengganggu pikiran. Namun, Ulfa segera menepis bayangan itu karena pada kenyataannya setiap kenangan meskipun indah, selalu mengurai air mata. Apalagi dia yang kisah cintanya berakhir pilu setelah kedatangan Dita. "Mas minta maaf, Dek. Mas akui semua kesalahan ini, termasuk karena menikah diam-diam. Sekarang mas datang untuk menebus semua kesalahan itu. Mas siap kamu perlakukan kayak gimana pun, mas ikhlas." Terdengar lirih, tetapi Ulfa tidak tersentuh sama sekali. Hatinya beku. Lebih tepatnya dipaksa beku oleh setiap luka. Setelah berjuang selama lima bulan, sekarang Sano dengan ent
Sesampainya di dalam kamar yang pintunya tidak lupa dikunci, Ulfa langsung mengabari Fajar kalau Sano setuju. Dia juga meminta untuk menyampaikan pada boss mereka agar tidak menaikkan jabatan Sano lagi. Fajar tahu hubungan Umar Abdullah dengan Ulfa ketika tidak sengaja melihatnya bertemu di jalan di mana keduanya menggunakan Bahasa Indonesia versi Sulawesi padahal sudah sama-sama lama tinggal di Pulau Jawa. Hari itu, Ulfa sedang jalan-jalan bersama temannya sebelum memiliki Alea. Tanpa sengaja dia bertemu Umar dan meminta uang tanpa rasa sungkan karena sejak dulu dia sering bertemu. Namun, setelah itu mereka hilang kontak karena ponsel Ulfa hilang. Sekarang, mereka semakin jarang bertemu meski Umar kerap menanyakan kabar Fajar pada Ulfa. Dia juga tidak mengirimi pesan Whats-App karena istrinya sering cemburu pada wanita itu padahal usia mereka terpaut dua puluh tahun lebih. [Baiklah. Oh iya, kamu nggak sekalian mau ketemu sama Pak Umar?] balas Fajar lagi. [Nanti saja. Bilang kalau
"Kamu harus serius bekerja, Sano. Saya tidak mau kalau sampai kamu lalai gara-gara perempuan atau masalah pribadi kamu. Ingat, kamu kembali ke sini karena bantuan Fajar juga, berterima kasihlah padanya," ucap Umar Abdullah tegas, tatapannya sangat tidak bersahabat mengingat lelaki itu telah menduakan Ulfa. Namun, dia juga enggan memberitahu Sano kalau Ulfa itu adalah keponakannya sendiri karena Ulfa meminta untuk merahasiakan semuanya. Dia tidak ingin Sano pura-pura baik karena alasan itu. "Baik, Pak, saya mengerti. Saya akan bekerja keras di sini seperti saat pertama masuk dulu. Terima kasih sudah percaya pada saya lagi, Pak." Sano sedikit menundukkan kepalanya untuk memberi hormat, seperti orang Korea. "Jajanan di luar memang terlihat enak, tetapi apa yang istri siapkan di rumah itu tidak kalah istimewa. Mungkin kita melihat makanan di warung spesial karena kita merasa lapar atau lelah dengan pekerjaan, jadi melampiaskan pada makanan. Namun, di rumah semuanya dibuat dengan cinta.