Tuan Theo menatap putranya dan Jo bergantian. "Ditanya malah bisik-bisik. Mana berkas hasil meeting kemarin?!"Jo sekali lagi menyenggol lengan Arlando, tapi yang disenggol malah menghindar. "Tanya ke Jo, semuanya dia yang simpan." Selesai bicara Arlando pergi ke luar membawa senyum tipis tersungging di bibirnya."Hah," mata Jo nyaris ke luar. "Bos! Kok tanya saya?! Bos!" panggil Jo.Arlando dalam hati tertawa. "Rasain! Apa guna, digaji gede kalau tidak bisa menghadapi Papi. Ha-ha-ha.""Selamat pagi Pak Presdir.""Pagi, Sinta," jawab Arlando menghentikan langkah, di depannya berdiri asisten pribadi si Jo.Seorang gadis muda berpakaian seksi dengan riasan wajah tebal tersenyum menggoda. "Bagaimana undangannya, apa sudah disebar?!" tanya Arlando."Beres Bos!" jawab Sinta manja sambil memainkan ujung rambutnya sendiri."Good!" Arlando hendak melanjutkan lagi langkahnya, tapi Sinta dengan nada manja kembali bicara, "Bos, kok lesu amat?!" "Lesu?!" Sinta mengangguk. "Iya. Jadi pengantin
Wajah Qeiza pucat, matanya melotot. "Aaa!" jeritnya kencang memecah kesunyian dalam kegelapan. Suara langkah kaki terdengar dari berbagai arah berlarian ke dapur."Ada apa?!"Arlando yang pertama kali datang, disusul Papi, Mami, Bibi dan dua orang penjaga yang bertugas di depan. "Ha-han-tuuu," jawab Qeiza gagap, ketakutan melihat benda putih di depannya bergerak-gerak.KLIK!Ruangan jadi terang benderang setelah Mami menekan stop kontak. "Qei?!" Mami mendekati menantunya. "Ada apa?!" "Ha-hantu, Mam!" tunjuk Qeiza dengan wajah ketakutan. Semua orang melihat ke arah yang ditunjuk Qeiza, nampak sopir pribadi mereka sedang berdiri memakai kain sarung menutupi kepala dan sebagian tubuhnya."Hantu apa?! Itu Mang Udin!" tegas Mami.Mang Udin membuka kain sarung yang menutupi kepalanya. "Ini saya Non, Mang Udin," ucapnya dengan logat Sunda.Qeiza melihat Mang Udin dari atas sampai bawah. "Bukan hantu toh?!""He-he. Bukan Non! Saya orang, bukan hantu. Ini lihat," Mang Ujang menunjuk pada k
Armand mengeluarkan sesuatu dari dalam tas. "Coba buka sepatumu sebentar.""Buka sepatu?!" tanya Qeiza bingung. "Untuk apa?!""Lukamu itu nanti bertambah perih kalau tidak diobati bahkan bisa infeksi," jawab Armand bangun dari duduk."Eh, kamu mau apa?!" tanya Qeiza kaget melihat Armand jongkok di depannya meraih kaki."Aku mau mengobati lukamu dengan plester ini." Armand memperlihatkan plester kecil di tangan kemudian tanpa rasa canggung sedikitpun membuka sepatu high heels yang Qeiza pakai. "Lukamu bisa bertambah besar kalau tidak dipasang plester."Semua yang dilakukan Armand pada Qeiza tak luput dari penglihatan Arlando. Berdiri di depan pintu toko perhiasan. "Terima kasih," ucap Qeiza begitu Armand selesai memasang plester dan duduk kembali di sampingnya."Sepertinya kamu tidak terbiasa berjalan jauh," ucap Armand."Aku jarang berjalan jauh," jawab Qeiza kembali memakai sepatu. "Kebanyakan semua aktifitasku hanya di butik."Setelah Qeiza merasa nyaman dan kakinya tidak pegal lag
"Kok tidak tahu!" seru Mami. "Istrinya sendiri kok tidak tahu.""Memang aku tidak tahu," jawab Arlando melengos. "Suami yang aneh!" Mami kemudian pergi ke luar kamar untuk menemui menantunya. "Bukannya dicari istrinya tidak keluar-keluar, ini malah ke sini!"Pintu kamar tertutup rapat begitu Mami sampai di depan kamar Qeiza. Tok tok tok tok!"Sayang!" panggil Mami nyaring. "Buka pintunya."Tak lama pintu dibuka dari dalam. "Kamu sudah selesai ...?!" Kalimat Mami terjeda, takjub melihat menantunya dari atas sampai bawah. "Kamu cantik banget. Mami pangling melihatmu."Qeiza berdiri depan pintu. "Apa gaun malam ini tidak terlalu terbuka Mi?!" tanyanya memutar tubuh memperlihatkan bagian punggung yang terbuka."Ya tidak dong sayang. Kamu kan desainer, jadi paham betul dengan baju yang seperti ini. Kamu cantik memakai baju ini. Mami sangat yakin, Arlando pasti sangat menyukainya melihatmu seperti ini.""Tapi Mam, apa aku tidak bakalan masuk angin?!" tanya Qeiza dengan polosnya.Mami ter
Qeiza mencari suaminya yang tak kunjung ketemu padahal tadi Sinta bilang suaminya sedang berbincang dengan tamu undangan. "Di mana si Arlando ini?!" Mata yang dihiasi bulu-bulu lentik mencari ke segala arah. "Tadi katanya jangan jauh-jauh darinya, tapi dia sendiri yang menghilang!"Senyum simpul menyapa Qeiza dari kejauhan tatkala kedua bola matanya bertabrakan dengan Tuan Evan, pemilik perusahaan yang bergerak dalam bidang properti.Sebagai tuan rumah yang baik, mau tidak mau Qeiza membalas senyum Tuan Evan. "Sayang," suara Mami memanggil dari belakang tubuh Qeiza."Mam," Qeiza membalikkan tubuhnya. "Kok sendirian?!" tanya Mami. "Di mana Arlando?!" "Aku sedang mencarinya Mam," jawab Qeiza kesal. "Entah ada di mana putramu itu," bisik hati Qeiza hanya berani diucapkan dalam hati."Sebentar lagi acara akan dimulai. Mami akan minta orang untuk mencari suamimu." Mami lalu memanggil salah satu orang kepercayaannya untuk mencarikan Tuan Arlando.Telah tiba waktunya, acara yang dihadiri
Alunan biola kembali mengalun begitu Arlando ke luar dari lantai dansa. "Sayang," Mami dan Papi datang mendekati putranya."Mana istrimu?!" tanya Papi. Arlando melengos, belum hilang rasa kesalnya pada Damar, sekarang Papinya malah menanyakan keberadaan Qeiza.Mami melihat ke arah lantai dansa. Sekarang baru paham kenapa wajah Arlando tidak enak dilihat. Mami menyenggol lengan suaminya agar melihat ke tempat dansa.Papi mengerti, senyum meledek terbersit di bibirnya. Bahu putra semata wayangnya ditepuk pelan. "Sabar Pak Presdir Meshach, jadilah tuan rumah yang baik. He-he. Menurut Papi, harusnya kamu bangga karena punya istri yang begitu mempesona."Arlando mendelik pada Papi. "Bangga sih bangga, tapi melihat seperti itu?! Suami mana yang tidak kesal?!"Tuan Theo malah terkekeh, "he-he-he. Kamu cemburu ya."Bibir Arlando diam, tapi di dalam hati bersuara. "Cemburu? Apa aku cemburu? Tapi atas dasar apa aku cemburu?! Bukankah, tidak ada cinta di hatinya pada Qeiza atau jangan-jangan?!
DREET!DREET!Ponsel di saku celana Damar bergetar. Seulas senyum terbersit di bibir begitu melihat nama siapa yang tertera, "Ririn."Setelah itu, Damar pergi ke luar dari apartemen Sinta menuju ke tempat di mana Ririn memintanya untuk datang.TING!TONG!Bel ditekan Damar begitu sampai di depan pintu. Tak lama kemudian muncul Ririn, tubuh sintalnya hanya tertutup handuk sebatas dada. Membuka pintu lebar-lebar mempersilahkan Damar masuk.Damar menghempaskan tubuh lelah ke sofa, menatap Ririn dari atas sampai bawah yang berdiri di depan mata. "Ada apa kamu memintaku datang?!" Dengan gerakan sensual, Ririn duduk di depan Damar. "Apa kamu tidak merindukan aku?!"Ririn sengaja membusungkan dada sehingga dua bukit kembar besar miliknya hampir terlihat setengahnya menempel di tangan Damar. Entah baru menyadarinya sekarang atau memang dua bukit kembar Ririn sudah besar dari dulu, Damar tertegun melihatnya. "Buset dah, gede juga bolanya. Empuk banget kalau aku pegang."Mendapat respon dari D
Raut wajah Ririn begitu kecewa. Pelepasan yang hampir didapatnya dalam hitungan detik lagi, tak bisa diraih karena Damar menghentikan aksi jarinya dengan sengaja. "He-he," Damar terkekeh, duduk di antara kedua paha Ririn yang terbuka lebar. "Hh, kenapa berhenti?!" "Kenapa? He-he," Damar balik bertanya kemudian menggeser duduk ke samping tubuh Ririn."Sedikit lagi aku akan terbang melayang, kamu malah berhenti," omel Ririn membetulkan lingerie yang tersingkap sampai perut.Damar telentang di samping Ririn. "Manjakan punyaku terlebih dulu, baru aku akan memanjakan milikmu."Dengan malas Ririn bangun kemudian duduk di samping tubuh Damar. "Dasar curang.""Kalau tidak mau, ya sudah. Aku tidak memaksa. Lagipula, malam ini aku cape banget," ucap Damar pura-pura, perlahan memejamkan mata.Apa yang tertutup kain dan tersembunyi di dalam boxer, tak bisa membohongi Ririn. "Dasar licik, pake acara jual mahal. Matamu boleh terpejam, tapi lihat senjatamu itu hi-hi-hi berdiri tegak bak tiang pan
Setelah puas saling melepas rindu. Arlando dan Qeiza duduk. Tak sedikitpun Arlando melepaskan tangan Qeiza. "Aku seperti mimpi kamu datang ke sini," ucap Arlando memandang lekat wajah Qeiza. "Kamu tahu, aku sangat merindukanmu." "Kalau kamu begitu sangat merindukan ku, kenapa tidak pernah datang atau telepon?!" "Keadaan yang membuatku tidak bisa menghubungi kamu," jawab Arlando. "Tapi diluar itu semua, aku memang sengaja tidak menghubungi kamu untuk menguji perasaanku." "Maksudnya?!" "Aku ingin memastikan perasaanku sendiri. Apa aku ini mencintai kamu atau perasaanku ini hanya karena kita terikat pernikahan kontrak itu?!" jelas Arlando. "Lalu, sekarang bagaimana perasaanmu?!" tanya Qeiza. Arlando semakin memegang erat jari jemari lentik tangan istrinya. "Aku takut kehilangan kamu. Dengan kita terpisah beberapa hari ini, aku seperti kehilangan arah. Tidak tahu lagi tujuanku ini sebenarnya apa." Qeiza tersenyum, hatinya sangat senang mendengar kata-kata yang begitu tu
Qeiza berbaring ditempat tidur. Wajahnya semakin pucat. "Qei," mama masuk dengan tangan membawa sesuatu.Qeiza tidak menjawab. "Apa bulan ini kamu datang bulan?!" tanya mama."Datang bulan?!" Qeiza tertegun dengan pikiran mengingat-ingat sudah dapat atau belum bulan ini."Ini!" Mama memberikan test pack. "Coba kamu cek."Qeiza perlahan bangun. "Cek apa?!" "Kapan terakhir kali kamu datang bulan?!" tanya mama.Qeiza terdiam, mengingat-ingat tapi tidak ingat. "Entahlah, aku tidak ingat."Mama duduk di tepi tempat tidur. "Apa kamu dan Arlando pernah ,,,"Dengan cepat Qeiza mengambil test pack yang ada di tangan mama. "Biar aku coba!" lalu dengan terburu-buru turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi.Di dalam kamar mandi, Qeiza sejenak berdiri termangu bersandar pada daun pintu. "Apa mungkin aku hamil? Kalau benar berarti aku mengandung anaknya Arlando," gumam Qeiza memegang perutnya yang masih rata. Qeiza melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menguji keakuratan test pac
Tuan Meshach masih memandang heran pada putranya. Kopi begitu wangi kenapa dibilang bau busuk. Arlando bersandar pada sandaran sofa yang ada di sudut ruangannya. "Ada apa pi, pagi-pagi sudah keruanganku?! Memangnya papi tak ada pekerjaan lain.""Ada sekretaris, ada asisten pribadi, ngapain papi masih repot-repot urus pekerjaan," jawab Tuan Meshach sekenanya. "Juga ada kamu."Arlando mendelik. "Sombong!"Papi duduk di samping putranya. "Bagaimana istri kontrakmu? Papi sudah lama tidak mendengar kabarnya. Apa kalian berdua sering bertemu?!""Telepon saja sendiri. Kalian semua yang memisahkan aku dan istrik!" jawab Arlando kesal. "He-he," papi malah terkekeh melihat putranya. "Makanya jangan main-main dengan kami. Tahu sendirikan akibatnya apa?! Menikah kok kontrak, kayak rumah saja dikontrak," ledek papi.Arlando lagi-lagi mendelik. "Semuanya juga gara-gara papi yang keras kepala! Kalau papi tidak memaksaku, tidak mungkin pernikahan kontrak itu terjadi!""Lho, kok jadi papi yang disal
"Tidak usah ma!" karena kesal dengan mama, Qeiza tanpa sadar mengencangkan suaranya. "Aku sedang menyetir ma. Jangan mengganggu konsentrasiku!""Ok!" Setelah itu, Mama tidak bicara apa-apa lagi. Qeiza menghela napas, berurusan dengan mama lebih menjengkelkan dari berurusan dengan para pelanggan di butik yang minta diubah gaunnya menjadi ini itu ini itu.Rumah kediaman Qeiza sudah depan mata. Setelah melewati pintu pagar dan parkir depan rumah, Qeiza segera turun dari mobil. "Dasar bocah!" gumam Mama melihat putrinya hampir saja jatuh terantuk lantai keramik saking tergesa-gesanya melangkah masuk ke dalam rumah."Nyonya!" panggil Mang Ujang."Lho kok Mang Ujang ada di rumah. Bukannya tadi suruh ke bengkel betulin mobil.""Mobilnya masih di bengkel," Mang Ujang lalu mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku celana panjangnya. "Apa ini?!" tanya Mama Qeiza mengambil kertas yang diberikan Mang Ujang. "Nota.""Belum juga dibenerin mobilnya sudah minta nota! Aneh!" gerutu Mama Qeiza ma
Qeiza rasanya ingin menghilang saat itu juga supaya bisa menghindari tatapan semua orang yang sekarang sedang menatapnya. "Ya Tuhan, kenapa masalahnya jadi seperti ini? Aku merasa jadi seorang terdakwa kelas kakap yang akan dihukum vonis mati."Baik Arlando maupun Qeiza tidak bisa menghindari keinginan kedua orangtua masing-masing memisahkan mereka berdua karena buktinya cukup kuat yakni pernikahan kontrak mereka satu tahun. Qeiza pergi dengan mamanya meninggalkan rumah kediaman Meshach tanpa bisa Arlando cegah. Semuanya jadi rumit apalagi Arlando tidak bisa menjelaskan alasan apa sampai mereka berdua bisa terikat pernikahan kontrak. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Qeiza lebih banyak diam. Tatapannya tak beralih melihat ke luar jendela mobil. Mama Qeiza duduk disampingnya sampai tak berani untuk mengajak putrinya bicara.Tak membutuhkan waktu lama dalam perjalanan, Qeiza telah sampai di rumah. Kamar yang telah berbulan-bulan ditinggalkan sekarang ditempati kembali oleh pemilik
Pagi-pagi Qeiza sudah siap-siap berangkat ke butik. Walau semalam tidur sangat larut malam, tapi pagi-pagi sekali Qeiza sudah bangun. "Arlando!" Qeiza menepuk kaki suami kontraknya. "Bangun! Ini sudah siang!"Respon Arlando hanya menggeliat kecil, matanya sulit sekali untuk terbuka.Qeiza menggoyangkan tubuh Arlando. "Bangun! Katanya mau pergi ke kantor pagi-pagi."Ditunggu beberapa saat, tapi Arlando tidak bangun juga akhirnya Qeiza pergi ke luar dari kamar.Mami baru saja ke luar dari kamar. Setiap hari mami memang selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan suaminya."Qeiza!" panggil mami melihat menantunya sedang menuruni tangga."Iya mi," jawab Qeiza berhenti ditengah-tengah tangga, melihat mertuanya."Mami ingin bicara denganmu!" Deg!Jantung Qeiza langsung berdetak cepat. Apalagi melihat mami begitu serius menatap pada dirinya."Kamu pasti sudah tahu tentang permasalahan yang sekarang terjadi," ucap Mami tanpa basa basi."Masalah apa mi?!" tanya Qeiza pura-pura.Tatapan mami
"Iya, saya sangat setuju jeng!" seru Mama Qei. "Saya juga akan mencari tahu, kenapa putriku bisa-bisanya bertindak sampai sejauh itu. Sampai sekarang saya tak habis pikir, apa maksudnya Qeiza melakukan semua kebohongan ini." "Sama jeng, saya juga tak habis pikir dengan putraku itu. Kok bisa bohongi kita semua. Tapi terlepas dari itu semua, sebaiknya kita mencari tahu alasan yang sebenarnya kenapa sampai bisa terjadi pernikahan kontrak.""Jeng," Mama Qeiza menurunkan volume suara. "Qeiza dan putramu melakukan pernikahan kontrak, tapi mereka tidur dalam satu kamar. Bagaimana itu jeng?!"Mami Arlando tertegun. Apa yang dikatakan besannya benar, bahkan tadi pagi saat membangunkan putra dan menantunya mereka sedang tidur berpelukan. Lalu ,,, lalu, kepala mami jadi tambah pusing."Jeng," panggil Mama Qei melihat besannya hanya diam tertegun. "I-iya ,,,.""Mereka tidur dalam satu tempat tidur. Bagaimana jeng?" Mama Qeiza jadi khawatir. "Apa mereka telah ,,,,""Aduh, saya jadi tambah bingun
Arlando menggosok kedua mata. "Siapa sih yang buka jendela? Silau!" ucapnya bersuara serak ciri khas orang bangun tidur.Qeiza yang terlebih dahulu menyadari akan kehadiran mami segera menyenggol tubuh Arlando. "Mami ,,,"Mendengar kata mami, kesadaran Arlando langsung terkumpul sempurna. "Mami?!" Qeiza bangun. "Selamat pagi mami,' sapanya basa basi."Sudah siang masih tidur! Kalian tidak pergi bekerja?!" tanya mami."I-iya mam," jawab Qeiza gugup langsung turun dari atas tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Sementara Arlando kembali menarik selimut. "Aku masih mengantuk."Mami menarik selimut yang menutupi tubuh Arlando. "Bangun, ini sudah siang! Mami juga ingin bicara tentang pernikahan kontrakmu itu!"Deg!Jantung Arlando kaget. "Gawat! Pernikahan kontrak lagi yang mami bahas! Aku harus cari akal untuk menghindari mami," hati kecilnya bicara."Mami ingin bicara denganmu! Cepat bangun Arlando!" "Apa sih mami ini?! Pagi-pagi sudah marah-marah. Nanti kulitnya cepat keriput," u
Kediaman keluarga Meshach nampak sepi ketika Arlando dan Qeiza pulang. "Jam berapa?!" tanya Qeiza pada suaminya. "Sudah lewat dari tengah malam," bisik Arlando."Semua orang sudah tidur.""Baguslah," gumam Qeiza berjalan sangat hati-hati karena lampu ruang yang temaram.Klik!Lampu ruangan berubah terang, Qeiza hampir saja meloncat kaget. "Tuan muda, nyonya muda? Bibi pikir siapa," suara bibi memecah kesunyian. "Aduh bibi! Bikin kaget saja! Hampir copot jantungku!" "He-he, maaf nyonya. Bibi tidak bisa melihat dengan jelas, takutnya ada maling," bela bibi."Lampunya matiin lagi bi!" pinta Arlando kemudian menarik tangan Qeiza agar melanjutkan lagi langkahnya menuju kamar.Di dalam kamar, Qeiza langsung melepas sepatu high heelsnya. "Lelah banget, ingin cepat mandi dan tidur.""Aku duluan yang mandi!" Arlando buru-buru masuk ke kamar mandi. Qeiza menghempaskan tubuh di sofa. "Badan cape pikiran juga cape. Kenapa jadi seperti ini?!" gumamnya teringat kembali dengan pernikahan kontr