STRUK BELANJA DI KANTUNG CELANA SUAMIKUBAB 33POV: Indri"Indri." Panggil Mas Yoga. Kubuang jauh pandangan mataku saat ia berdiri di hadapanku. Aku marah? Ya. Aku marah. Orang yang aku pilih menjadi pendamping hidupku, tega mengatai aku mandul, padahal ia tahu persis aku pernah mengandung anaknya, itu cukup menjadi bukti bahwa rahimku baik-baik saja.Aku yakin semua yang terjadi dalam hidupku adalah kehendak Sang Ilahi Rabbi. Aku juga percaya semua ini terjadi atas kehendak-Nya, apa pun itu, aku sudah ikhlas menjalani ini semua.Tentang Mas Yoga, aku sudah tidak peduli lagi padanya, bukan karena kehadiran Dina dan Yuna, melainkan sikapnya yang sudah tidak membuatku nyaman, berbohong salah satunya. Aku rasa ini adalah konsekwensinya terhadap keputusannya. Kehilangan cintaku untuk selama-lamanya."Hallo, Yoga!" Candra Dinata akhirnya menyapa Mas Yoga. Melihatku tak menghiraukan sapaan dari Mas Yoga, dia mengulurkan tangan ingin menjabat tangan lelaki yang kulirik masih menatapku."Ok,
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 34***"Terima kasih," ucapku ketika mobil Mas Candra sudah berhenti tepat di depan pagar rumahku."Tidak menawarkan aku singgah?" tanyanya. Lalu Ia tersenyum simpul.Aku menggeleng."Kenapa?" tanyanya lagi."Aku tinggal sendiri, jika ada laki-laki yang kuajak kerumah, sudah dipastikan, aku akan menjadi bahan gunjingan orang sekitar rumahku."Ternyata kamu masih seperti yang dulu, masih mementingkan ucapan orang lain terhadapmu. Hanya sekedar singgah tidak berarti akan terjadi hal buruk di antara kita.""Aku tahu kamu tidak akan berbuat buruk, tapi inilah peraturan yang tak tertulis di lingkunganku. Di mana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Permisi!" Lalu aku memutuskan membuka belt dan segera turun dari mobilnya.Aku tak lagi menoleh padanya saat masuk ke dalam rumah, ketika ingin menutup pintu pun aku tetap tak mau menoleh. Hingga pintu itu benar-benar tertutup, barulah aku sedikit menyingkap gorden dan mengintip. Mobil itu masih di sana,
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 35"Apa aku tidak salah lihat?" Kupercepat langkahku memasuki area pemakaman.Sepagi ini dia sudah membututiku. Seperti tidak punya kerjaan saja. Bisikku dalam hati."Mas Candra!" Panggilku.Dia menoleh."Indri. Sedang apa kamu disini, kamu ziarah ke kuburan keluargamu? Kebetulan sekali kita bertemu di sini." Senyumnya mengembang ketika aku makin dekat dengannya."Justru aku yang harus bertanya padamu, Mas. Apa niatmu mengikuti aku terus. Aku memang akan berpisah dari Mas Yoga, tapi bukan berarti mau didekatimu secepat itu," ucapku terus terang."Aku mengikutimu? Untuk apa?" Wajahnya menunjukan kebingungan."Sudahlah, Mas. Tidak usah berpura-pura. Kemarin kamu juga kan yang menghubungiku dengan nomor yang tidak aku kenal! Dari mana kamu tahu nomorku?" Aku berterus terang."Indri-Indri .... Jangan kamu samakan semua lelaki seperti Yoga. Aku tidak pernah menelponmu. Aku juga tidak tahu pagi ini kamu akan datang ke sini," jelasnya."Jadi untuk apa
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 36"Iya, Bu Mila, kami kenal baik. Hari ini kami sudah bertemu dua kali," jelas Mas Candra."Wah, itu namanya jodoh." Bu Mila menepuk-nepuk pelan pundak Mas Candra.Ucapan Bu Mila makin menambahku malu, aku yakin wajahku kini mulai memerah. Dalam hati aku berharap Andi segera memanggilku untuk tujuan berikutnya.Lalu Candra melihat mobil tak jauh dari tempatku berdiri. "Kamu yang mengantar pesananku?" tanya Candra."Hem, ternyata kamu pemesan yang kami hubungi tak segera mau mengangkatnya?" tanyaku sambil menyindir."Oh, ya. Kamu meneleponku? Di pemakaman tadi Hape sengaja ku-silent. Sorry!" Ia menatapku lekat tanpa ekspresi. Membuatku menjadi kikuk."Bu Indri, sudah siang!" Akhirnya Andi turun dari mobil dan mengingatkanku."Terima kasih, Andi," ucapku sambil tersenyum. Wajah Andi terlihat bingung. Aku yakin ia tidak mengerti dari ucapan terimakasihku. Biarlah. Lalu aku tertawa kecil."Kalau begitu saya pergi dulu, Bu. Secepatnya saya akan kem
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 37Aku tak berani melirik pada sang pemilik suara tersebut. Malu. Lebih baik aku tak menjawab dan diam saja."Candra, Indrinya jangan digodain terus. Kasihan. Nanti dia kapok untuk datang ke sini lagi bagaimana?" Bu Mila mengedipkan mata pada Mas Candra, lalu tersenyum saat melihatku, ia juga menggenggam jemariku saat tanganku tak mau diam."Jangan dengarkan ucapan Candra ya, In!" Bu Mila berkata padaku sambil setengah berbisik.Padahal ucapan Mas Candra memanglah benar adanya. Tapi tidak mungkin juga kan aku berterus terang padanya. Bisa-bisa itu akan menjadi senjatanya untuk terus menggodaku."Kalau begitu, Indri pamit pulang, Bu. Besok Indri akan datang kembali lagi," gegas aku berajak dari kursi.Bu Mila pun ikut berdiri, Mas Candra yang dari tadi menatapku tajam, kulihat akhirnya mengedipkan mata dan berpindah posisi berdiri di sebelah Bu Mila."Aku antar pulang ya, In!" pintanya.Bu Mila menyikut tangan Mas Chandra. Lalu Mas Chandra ter
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 38"Nia, kalau sore nanti Mas Yoga datang lagi, bilang nggak usah nungguin aku. Aku nggak pasti bakal pulang jam berapa, kalau dia maksa kamu nanti telpon Pak RT atau siapalah untuk mengusirnya! Pokoknya jangan lagi kamu biarkan dia di sini." Kutekankan ucapanku. Sungguh aku tak mau Mas Yoga selalu membayangi hidupku."Iya, Mbak," ucap Nia singkat lalu aku bersiap ke depan menunggu taxi online yang sudah kupesan 15 menit yang lalu. Tak lama terdengar suara klakson mobil.Saat aku sudah berada di depan. Ternyata mobil Mas Yoga yang datang. Segera kulihat aplikasi pemesanan taxi onlineku. Sudah dekat.Tak mau berbasa basi. Aku melangkah mendekati Mas Yoga yang turun dari mobil dan membukakan pintu untukku."Aku sudah pesan taxi, Mas," ucapku sebelum sampai di dekatnya."Aku ingin bicara, Indri. Ini penting. Untuk terakhir kalinya, jika kamu sudah mendengarnya, aku akan meminta kamu mempertimbangkan keputusanmu untuk berpisah denganku." Lalu ia me
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 39"Berarti kamu tahu dengan ibunya bayi itu, Cha?" tanyaku."Tidak, Bu. Aku kan pergi pagi pulang malam. Belum pernah pertemu sama penghuni kontrakan itu. Orang bilang dia memang belum lama tinggal di sana, sekitar beberapa Minggu yang lalu kalau nggak salah.""Suaminya juga tidak pulang-pulang atau bagaimana?" tanyaku lagi semakin penasaran."Kata ibuku mereka cuma tinggal berdua. Mungkin janda kali, Bu. Nggak tau juga, sih," jelas Icha sambil mengedikkan bahunya."Feeling-ku jadi nggak enak. Jangan-jangan bayi itu ....Mengingat ucapan Mas Yoga pagi tentang Dina dan Yuna. Apa mungkin bayi itu adalah Yuna? Aku harus melihat wajahnya, nanti."Bu, habis ini aku pamit pulang, ya. Atau Ibu mau diantar pulang Andi terlebih dahulu?" tanya Icha mengejutkanku."Nggak papa kamu pulang saja lebih dulu, biar aku nanti pulang naik--""Bu Indri biar saya yang antar," ucap seorang lelaki yang sangat kuhapal suaranya.Aku dan Icha menoleh serempak kemudian
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 40"Kamu menunggu di rumahku lagi, Mas?" ucapku pelan sambil terus menempelkan handphone-ku di telinga.Lalu aku berjalan menjauh dari Bu Mila dan Mas Candra. Sempat kulirik mereka yang memperhatikan aku bicara, dan memutuskan meminta izin untuk keluar dengan anggukan isyarat."Sudah dari sore. Apa kamu bersama Candra lagi?" Suara Mas Yoga memelan.Haruskah aku mengatakan iya. Tapi, ini sudah bukan urusannya lagi. Jadi untuk apa aku harus menjelaskan bersama siapa aku sekarang."Jika benar, baiklah. Aku akan berhenti menunggumu di sini dan akan pulang sekarang. Setidaknya sudah ada seorang yang melindungi dan menjagamu," lanjutnya lagi. Mungkin karena aku tak segera menjawab, ia menebak kemungkinan keberadaanku bersama Candra. Biarlah. Aku tak peduli pemikirannya.Lama kami terdiam, memikirkan apa lagi yang penting harus dibicarakan. Lalu ia mengakhiri panggilan teleponnya karena kami tidak mengeluarkan kata apa-apa lagi. Pembicaraan itu berakh
STRUK BELANJA DI SAKI CELANA SUAMIKUBAB 50"Kamu cari apa, Can?" tanya Tante Purnomo pada anaknya."Ini, Ma." Candra menunjukan benda kecil berbungkus kain velvet berwarna merah yang baru saja ia keluarkan dari saku celananya.Tante Purnomo mengambilnya lalu membuka kotak tersebut. " Masya Allah, cantik banget, Can. Ini untuk Mama?" tanya Tante Purnomo pada Mas Candra.Aku tersenyum melihat pemandangan indah itu. Begitupun Pak Purnomo dan Mas Candra.Jadi acara makan-makan ini untuk memberi kejutan pada Tante Purnomo? Ulang tahun kah? Atau ini acara perayaan pernikahan mama dan papanya Mas Candra?"Ehem! Mama ini, nggak malu sama Indri?" Kini Pak Purnomo yang angkat bicara."Nggak apa-apa kok, Pak. Anggap aja Indri nggak lihat," ucapku sambil tersenyum."Ih, Indri ini. Jangan panggil Papa dan Mama dengan panggilan Pak, Bu!" Tante purnomo mengulum senyum lalu meletakan kotak kecil tempat cincin indah di meja menghadap padaku tanpa ia tutup kembali."Cincinnya bagus Tante, pasti cocok
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 49"Siapa yang ingin kita temui, Mas?""Nanti kamu akan tahu."Aku merasa diriku tidak sedang baik-baik saja. Jika orang yang mau kami temui itu orang penting, rasanya tidak pantas aku mendampingi Mas Candra. Lebih baik aku ke toilet untuk mencuci muka. Agar nantinya terlihat segar kembali.Ketika sudah melewati pintu masuk restaurat, aku memberitahu Mas Canda untuk pergi lebih dulu menemui orang yang Mas Candra maksud."Aku ingin membasuh mukaku, Mas. Rasanya wajaku terlihat kusut."Mas candra tersenyum. "Mau aku antar?"Aku terkejut mendengarnya. " Masa iya Mas mau mengantarku ke toilet?""Bu-bukan begitu, aku mengantarnya sampai di depan pintu saja, bisa dikeroyok ibu-ibu kalau aku masuk ke toilet wanita, Indri." Wajah Mas Candra memerah.Sikap salah tingkah Mas Candra membuatku tersenyum simpul. Begitupun Mas Candra, senyumnya mengembang seketika saat senyumku menjadi tawa."Syukurlah, aku senang melihat kamu bisa tersenyum lagi, Indri. Bai
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 48"Mas, kamu!" Aku langsung berdiri ketika melihat sosok yang berdiri di hadapanku."Bu, mau aku panggilkan Andi?" tanya Icha. Icha sama kagetnya denganku. Aku mengangguk lalu Icha bergegas keluar."Tenang, Indri. Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya ingin sekedar bertemu denganmu. Salahkah aku mengkhawatirkan keadaanmu. Aku hanya ingin melihat apakah kamu baik-baik saja atau tidak. Susah payah aku mencari keneradaanmu, sengaja kah kamu meghindari aku?"Wajah Mas Yoga terlihat kusut, rambutnya sudah terlihat memanjang. Begitupun di bawah matanya, seperti ada bayang hitam. Ah, apa peduliku padanya. Aku sudah bukan siapa siapanya lagi kali ini."Kita sudah tidak ada hubungan lagi, Mas. Sekarang kita telah resmi berpisah. Buat apa kamu harus tahu urusanku? Aku minta kamu pergi dari sini! Sebelum Andi menarikmu keluar." Aku mengancam Mas Yoga.Dalam hati aku berharap agar Andi cepat datang. Aku tidak mau Mas Yoga berbuat hal yang tidak-tidak di r
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 47"Aku akan menelpon Mas Yoga supaya dia tau kamu ada di sini." Kuletakkan gelas dari tanganku ke meja.Dina menggeleng. "Aku mohon jangan, Bu!" Dina menempelkan kedua telapak tangannya untuk memohon."Indri ini sudah malam. Apa lebih baik kita selesaikan besok saja." Mas Candra memberi saran."Tidak, Mas. Lebih baik suaminya tahu. Ada istri dan anaknya di sini," jelasku pada Mas Candra."Tapi, Ndri. Apa ini tidak menyakitkan untukmu." Mas Candra berkata pelan.Aku menoleh pada Mas Candra. "Maksud Mas apa?" tanyaku."Bukan kah kamu dan Yoga sudah memutuskan bercerai? Jadi untuk apa lagi kamu mengurusi hidup Yoga?" Mas Yoga menatapku dalam.Ucapan Mas Candra sukses membuatku merasa tertampar. Mas Yoga bukan lagi bagian dari hidupku, jadi untuk apa aku harus ikut campur dengan masalah antara Dina, Mas Yoga dan Yuna.Benar juga kata Mas Candra, apa tidak akan menyakitkan melihat Dina, Mas Yoga dan Yuna bersama. Bukan aku tak rela. Tetapi, luka it
STRUK BELANJA DISAKU CELANA SUAMIKUBAB 46"Nanti saja jika kita punya waktu berdua. Sekarang di sini ada Candra." Bu Mila terkekeh.Mendengar ucapan Bu Mila wajah Mas Candra terlihat aneh, ia melirik pada Bu Mila lalu melirikku, begitu terus berkali-kali. "Rahasia apa, Bu? Kok aku nggak boleh dengar?" Mas Candra protes."Hais, mana boleh ngasih tau ke orang yang sedang ingin Ibu gosipi." Dari wajah Bu Mila terlihat senang menggoda Mas Candra.Ketika aku dan Mas Candra saling tatap karena aneh melihat sikap Bu Mila, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruangan ini."Masuk!" Teriak Bu Mila.Ternyata Sari--salah satu perawat anak-anak panti yang melakukan itu."Bu, ada tamu yang cari Bu Mila," ucap Sari. Aku menoleh ke arah Sari."Malam-malam begini? Suruh masuk saja!" Wajah Bu Mila berubah serius.Akhirnya Sari keluar ruangan ini, ia menuruti perintah Bu Mila untuk memangil tamu yang datang. Karena pintu tidak Sari tutup ketika ia masuk, aku dapat melihat punggung perempuan yang bertamu.
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 45POV: Indri"Bu, ada tamu yang mencari Ibu." Tiba-tiba Icha masuk tanpa permisi."Icha, kamu bikin aku kaget saja." Sungguh aku salah tingkah melihat Icha memergokiku sedang menopang dagu berlandaskan meja, karena terkejut itu pula, lah. Daguku terpeleset dari topangan tangan."Maaf, Bu. Tadi pintunya udah kuketuk, tapi, nggak ada jawaban dari Ibu. Ya, udah aku masuk." Icha menunjukan baris giginya.Aku menghela nafas. Lalu menanyakan siapa tamu yang Icha maksudkan."Mungkin pelanggan tetap Ibu barang kali.""Mana ada pelanggan tetap mau datang ke sini sebelum bikin janji. Apa jangan-jangan ada yang mau komplain masakan kita, Cha? Suruh tamu itu masuk ke ruangan saya, Cha!" Aku merapihkan meja yang tak berantakan, juga merapihkan blazerku hitamku. Icha pun segera keluar menuruti perintahku.Tak lama terdengar suara ketukkan pintu. Lalu muncul lah sang tamu yang Icha maksud."Selamat siang, Bu Indri!" Laki-laki berjas hitam berjalan mendekati
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 44POV: CANDRAAku tahu betul maksud ucapan Papa, yang sebenarnya hanyalah untuk pelampiasan emosinya saja, aku juga yakin, bahwa bukan gosip di kantor tempatku bekerja yang menjadi pemicunya menjadi tidak sadarkan diri, dan mengakibatkan ia berada di rumah sakit ini sekarang.Kalau boleh aku menjawab ucapan Papa, ingin sekali rasanya aku mengatakan bahwa jangan pernah mengungkit mendiang istriku yang sudah tiada. Tapi sayangnya, Papa sedang tidak sehat, aku tidak mau memperburuk keadaan Papa. Lebih baik kali ini aku yang mengalah. Dan tidak mematik emosinya."Maaf, Pa. Aku memang salah." Ucapan itu meluncur begitu saja, entah karena aku malas melayani kemarahan Papa atau kasihan atas kondisinya yang sedang tidak sehat.Papa tersenyum sinis."Benar apa yang di katakan Bu Mila," lanjutku lagi. Lalu aku duduk kembali di kursi dekat Papa."Bu Mila panti?" tanyanya."Ya, Bu Mila mengatakan aku dan Papa sama-sama keras kepala. Dan aku tidak mau disa
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 43POV: Candra***"Ma, bagaimana keadaan Papa sekarang?" tanyaku saat menemui Mama yang baru saja keluar kamar perawatan.Mama tidak menjawabku, malah menoleh pada Indri yang bediri di belakangku. Aku bergeser, agar Mama bisa lebih jelas melihat Indri."Malam, Bu Purnomo!" Sapa Indri sambil melangkah mendekati Mama, lalu mengulurkan tangan, Mama mengganguk."Apa kita pernah bertemu?" tanya Mama, Mama akhirnya menyambut uluran tangan Indri."Dulu sekali, Ma." Sengaja aku yang menjawab pertanyaan Mama.Mama menoleh padaku, lalu mengangkat alisnya. Kemudian tangan mereka berlahan merenggang dan terlepas."Indri, dia pernah aku bawa ke rumah ketika kami masih kuliah, ah, Mama pasti lupa," lanjutku."Oh ..., ya, ya. Mama ingat. Mama mana bisa lupa, itu bukanya pertama kali kamu membawa gadis untuk diperkenalkan ke Mama," seloroh Mama."Ehem." Sengaja aku berdehem agar Mama tidak membuka kartuku dimasa lalu.Kulihat Indri melirikku."Indri temani Ta
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 42POV: Candra"Maksud Bapak perempuan itu Indri istriku?""Indri? Apa kamu yakin Indri itu perempuan spesial yang pantas aku miliki?" Aku berbalik tanya."Kita sama-sama tahu, Pak. Indri memang perempuan intimewa. Aku masih mencintainya dan aku yakin Indri juga, cinta kami tidak akan berubah, masih sama seperti di masa kita kuliah dulu." Yoga mengangkat alisnya. Lalu tersenyum sinis.Yoga memang bersikap formal terhadapku di kantor ini. Padahal ia sebenarnya tidak perlu melakukan itu. Jujur aku lebih senang kalau ia mau menganggapku sebagai kawan lamanya."Aku setuju atas ucapanmu Yoga, Indri memang istimewa. Tapi, apa kamu yakin Indri masih mencintaimu?" Sengaja aku mengatakan itu, agar ia tahu aku tidak akan mau mengalah lagi kali ini.Pintu lift terbuka, kutinggalkan Yoga. Reaksi yang kudapat dari jawaban Yoga tidak membuatku puas. Malah membuatku insecure atas niatku mencari jawaban hati Indri padaku nanti.Tak kusangka ternyata Yoga menge