Aku membatalkan pernikahan kita. Aku sudah mengembalikan cincin Jenna, juga sudah mengganti semua uang yang kamu keluarkan untuk pernikahan ke rekeningmu. Setelan jas pernikahan untukmu tetap menjadi milikmu. Aku meletakkannya di kursi.Ada kartu undangan pernikahan untukmu di meja. Ayah dan ibuku akan menikah untuk menggantikan pernikahan kita. Aku tidak berharap kamu datang karena ayahku dan Jeremy pasti akan sangat marah jika tahu apa yang terjadi. Aku memberikan kartu undangan itu hanya agar kamu tahu.Aku berharap mengatakan semua ini padamu secara langsung. Aku sudah mengatakan beberapa hal yang ingin kukatakan, tapi kamu mungkin tidak akan mengingatnya saat bangun. Aku mencintaimu. Sungguh. Cintaku padamu masih sama saat aku menuliskan ini. Aku membatalkan pernikahan bukan karena membencimu.Saat pertama bertemu denganmu, aku menganggapmu sinting kamu karena melamarku sebelum mengenalku dengan baik. Aku tidak pernah tertarik untuk jatuh cinta sebelum bertemu denganmu, tapi keh
"Bagaimana jika aku bukan orang yang kamu maksud?"Eddison menghela napas lega setelah mendengar suara Bonita. Wanita penyebab kegaduhan yang terjadi sepanjang hari itu akhirnya meneleponnya. Lebih dari itu, dia merasa senang karena Bonita memilih untuk menghubunginya. Masih segar di ingatannya saat dia menolak tawaran nomor telepon baru dari Bonita."Maaf sudah merepotkanmu, Edd, dan terima kasih. Aku sudah melihat foto-foto pernikahan ayah dan ibuku di sosial media milik Velica, tapi aku ingin meminta foto pernikahan resmi mereka darimu.""Kamu harus membayar untuk itu, Boo." Ujar Eddison dengan senyum lebar. "Beritahu aku kamu sedang berada di mana.""Seingatku aku hanya pernah menawari nomor telepon baru, bukan menawari untuk memberitahu di mana lokasiku. Jika saja kamu lupa, saat itu kamu sudah menolak tawaranku. Sekarang aku sangat terpaksa menelepon dengan nomor ini untuk berterima kasih." Ujar Bonita dengan nada suara yang dibuat-buat agar Eddison luluh dengan permintaannya."D
Ketertarikan pada Irena membuat Bonita menyewa kamar di penginapan lebih lama. Wanita tua yang sulit didekati itu, akhirnya menjadi sedikit terbuka setelah Bonita membelikan setengah lusin donat saat berjalan-jalan di sekitar penginapan. Sebagai gantinya, Irena memberikan secangkir kopi secara cuma-cuma.Irena mengerucutkan bibir setelah menyesap kopinya sendiri, "Apa yang kamu inginkan dariku?""Aku ingin mengenalmu.""Itu saja? Tidak ada rasa iba karena aku hidup sebatang kara di kota yang bukan tempat kelahiranku?""Tidak. Menurutku kamu hebat karena bisa membangun penginapan seperti ini seorang diri.""Jangan menjadi sepertiku, Anak Muda. Hidup seorang diri sepertiku ini menyedihkan. Aku tidak memiliki seseorang untuk diajak bicara ...,"Bonita tersenyum simpul, "Aku bisa menjadi temanmu."Irena menghela napas, "Kamu tetap akan menjadi orang asing bagiku. Cepat atau lambat kamu akan pergi dari sini. Yang aku maksud seseorang itu adalah orang yang bisa menjadi tempat bercerita sepan
Rencana perjalanan yang sudah Bonita buat sejak di rumah Edith berubah setelah memiliki campervan. Itu berlaku baik waktu maupun tempat tujuannya. Dia pergi ke arah yang sebelumnya tidak pernah masuk ke dalam rencana, juga tinggal di suatu area dengan waktu yang tidak dibatasi berapa lama.Dia pernah menetap selama beberapa hari di tengah hutan yang jauh dari pemukiman. Suara hewan dan air sungai yang mengalir sedikit meredakan patah hatinya. Kesunyian tanpa adanya manusia yang mengganggu membuat jiwanya lebih segar dengan cara yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.Kebiasaan membeli pakaian dan aksesoris bermerek seperti tas dan perhiasan secara berkala menghilang. Bonita lebih selektif memilih apa saja yang akan dibeli dan itu mengejutkannya karena ternyata cara itu berhasil mengurangi tingkat stres yang dia rasakan. Dia senang saat menyadari ada perasaan lega saat dirinya dikelilingi sedikit barang.Eddison mengirim foto-foto pernikahan resmi Nolan dan Edith saat Bonita sedang b
Saat Bonita membagikan pengalaman perjalanannya di blog dan media sosial, Benjamin kesulitan bahkan untuk sejenak menulis tentang perasaan kehilangan mantan tunangan di buku catatannya. Saat Bonita merasa malas melanjutkan perjalanan, Benjamin masih mencari cara agar bisa menemukan Bonita secepatnya. Saat Bonita tertawa bersama orang-orang baru yang ditemui, Benjamin frustrasi hingga mengutuk dirinya sendiri karena tidak juga menemukan kekasih hatinya. Saat Bonita tidur di dalam campervan di tengah hutan, Benjamin tidur di tepi jalan di dalam mobil Jeep kesayangannya.Benjamin melewati perbatasan negara lebih dulu dibandingkan Bonita. Dia menyetir menuju Gunung Roraima karena mengira Bonita mungkin akan ke sana. Tanpa dia tahu, Bonita sudah mengubah rencana perjalanan untuk mengunjungi semua tempat yang dirasa dekat sebelum mengunjungi yang jauh.Benjamin merupakan seorang petualang yang terbiasa menghabiskan waktu di alam. Dia tidak keberatan tidur dengan alas tanah atau berkemah di p
Tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk mencari Bonita, Benjamin hampir tergoda dengan tawaran teman lamanya yang secara tiba-tiba muncul. Kekuasaan dan jejaring sosial luas yang dimiliki keluarga pria itu membuat Benjamin hampir menyerahkan data diri Bonita. Walau mereka memiliki kewarganegaraan berbeda, bukan hal sulit bagi pria itu untuk mencari jejak seorang wanita yang keliling dunia.Untuk menutupi betapa lemah hatinya, Benjamin menerima tawaran minum-minum di kamar hotel. Terlambat dia sadari, ternyata teman lamanya menyewa beberapa wanita penghibur."Aku akan meninggalkan kalian." Ujar Benjamin setelah menenggak segelas minumannya yang terakhir. Dia bangkit dengan tubuh terhuyung hingga harus menopang tangan pada dinding."Ayolah. Mereka hanya menemani kita minum. Mereka tidak akan menggodamu jika kamu tidak mengizinkan mereka menyentuhmu." Ujar Tristan dengan kedua tangan terentang. Di tangan kanannya tergenggam segelas minuman yang tersisa setengah."Mereka hanya akan menem
"Bisakah kamu berhenti mencemaskan adikmu? Dia bukan anak-anak. Dia pasti pulang jika sudah puas bersenang-senang." Ujar Nolan seraya menutup buku karena Jeremy lagi-lagi masuk ke ruang kerjanya tanpa mengetuk pintu."Tidak bisakah kamu sedikit mengkhawatirkannya? Dia anakmu!" Hardik Jeremy seraya mengempaskan tubuh di kursi."Seperti yang kamu katakan: aku mengkhawatirkannya karena dia anakku, tapi aku percaya dia akan baik-baik saja. Dia sedang patah hati. Biarkan dia melakukan apapun yang dia inginkan. Dia yang memutuskan untuk pergi. Tidak bisakah kamu mengerti keinginannya?""Sungguh, aku tidak mengerti. Dia tidak pernah pergi dari rumah ini dalam waktu lama. Rumah ini satu-satunya tempat untuknya pulang. Jika memang dia ingin hidup sendiri, dia pasti sudah membeli rumah atau apartemen sejak dulu.""Segalanya berubah. Adikmu sudah pergi dan keputusan itu dibuat atas kesadarannya sendiri. Terimalah kenyataan itu." Ujar Nolan kesal hingga sudut bibirnya bergetar.Kedua alis Jeremy h
"Telepon aku jika adikku menghubungimu, Ve." Ancam Jeremy saat akan memasuki gerbang keberangkatan di bandara. "Dia pasti menghubungimu jika ingin." Ujar Velica tanpa minat seraya memeluk Melissa. "Jaga dirimu baik-baik. Hidup bersamanya pasti tidak mudah."Melissa melirik ke arah Jeremy yang masih menggerutu, "Kami akan baik-baik saja, tapi tolong beritahu aku jika kamu memiliki kabar apapun dari adik iparku. Aku sangat mengkhawatirkannya. Dia memang mandiri, dapat diandalkan, dan sebagainya, tapi dia tetap adik iparku. Aku tidak ingin dia berada dalam kesulitan sedangkan tidak ada seorang pun yang mampu menolongnya.""Maaf, Mel. Jika saja Boo menghubungiku suatu hari nanti, aku akan tutup mulut karena tidak memercayaimu. Kamu pasti akan langsung melapor pada Benjamin.""Tidak. Aku berjanji tidak akan memberitahu apapun tentang Boo pada Benjamin. Jika saja kamu tahu, dia juga menghilang. Aku sulit sekali menghubunginya setelah acara pernikahan ...." Kata-kata Melissa terhenti saat be
Bermandi peluh dalam kenikmatan yang tidak terelakkan membuat Bonita dan Benjamin lupa segala yang terjadi di luar campervan. Sudah tidak terhitung berapa kali Jeremy mencoba menelepon pengantin baru yang menghilang di acara pernikahannya sendiri. Padahal dia sudah jauh-jauh datang mengitari setengah dunia demi menghadiri acara sakrat adiknya yang selalu bersikap seenaknya."Sudahlah, biarkan mereka berdua. Tidak akan terjadi apa-apa." Ujar Melissa yang mencoba membuat kemarahan Jeremy reda seraya menepuk punggung anak laki-laki mereka yang bernama Julian yang berada di pelukannya. "Bahkan jika terjadi sesuatu, mereka akan menemukan cara menyelesaikannya."Jeremy melirik ke arah Edith yang tersenyum simpul di sudut resort yang disewa sebagai tempat menginap selama menyiapkan acara pernikahan. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu dengan ibunya, perasaan benci yang dulu menggerogoti hatinya perlahan pudar."Edith tidak akan khawatir. Boo sudah membuktikan dirinya pantas berkeliling dunia
Cumbuan dalam dan hangat terjalin di antara sepasang suami istri yang baru saja menikah di altar yang dibangun di area air terjun yang dikelilingi kabut tipis. Keluarga dan sahabat kedua mempelai bersorak riang saat menyaksikan dua sejoli itu akhirnya bersatu dalam cinta setelah perjalanan panjang yang menghabiskan waktu bertahun-tahun dan jarak jauh hingga mengelilingi dunia.Hanya ada belasan orang di tengah dinginnya hawa pegunungan termasuk pengantin. Tempat yang tidak lazim untuk mengadakan pesta pernikahan tentu saja, tapi apapun akan dilakukan agar Bonita dan Benjamin yang sudah lama menjalin hubungan dalam ketidakpastian mampu melangkah ke jenjang pernikahan.Gaun dan jas yang dipakai mempelai pengantin merupakan gaun dan jas yang sudah mereka miliki sejak lama. Dekorasi altar pernikahan dibuat sederhana menggunakan bunga dan tanaman pohon lokal yang berada di sekitar lokasi pernikahan. Velica dan Melissa yang menyiapkannya selama beberapa hari. Sedangkan hidangan hangat yang m
"Hentikan!" Tegur Bonita.Tawa Benjamin menggema di dinding batu. Poin-poin yang dituliskan Bonita sebagian besar masuk akal, walau ada poin yang menurutnya konyol, "Kamu yakin ingin tahu tentang itu? Kamu mungkin akan cemburu.""Aku tidak akan cemburu selama kamu jujur padaku. Aku tidak akan cemburu pada yang hal-hal sudah berlalu.""Baiklah." Ujar Benjamin seraya menggenggam tangan Bonita dan mengajaknya duduk di sofa. Tatapannya terpaku pada wanita yang paling bersinar di matanya itu, "Hanya agar segalanya jelas, apakah ini artinya aku diterima menjadi kekasihmu lagi?""Selama kamu memenuhi semua poin di kertas itu ..., maka: ya."Kecupan yang mendarat di bibir Bonita membuatnya terkejut dan canggung. Dia belum sempat berpikir lebih baik saat Benjamin meraih wajahnya seraya menggeser tubuh lebih dekat pada kekasih hatinya itu. Perlahan, Benjamin memimpin kecupan hingga berubah menjadi cumbuan lembut. Belum terbiasa bercumbu setelah bertahun-tahun berlalu, Bonita berusaha menyamakan
"Itu benar." Ujar Bonita dengan wajah tertunduk. Dia sudah memikirkan hal itu jutaan kali. Keputusan membatalkan pernikahan memang bukan hanya karena Mea. "Aku pergi mencari ibuku di hari seharusnya kita berkencan —di hari kamu bertemu Mea. Ibuku memberitahu semua yang terjadi dengan hubungannya dengan ayahku. Aku memang mencintaimu, tapi ... kupikir mungkin lebih baik jika aku kembali memikirkan apa landasanku jatuh cinta. Aku tidak tahu apakah cintaku padamu murni atau karena aku mencintai ide tentang jatuh cinta seperti yang dulu ibuku rasakan pada Frans."Angan Benjamin yang awalnya melayang, ditebas hingga roboh. Dia sadar harapannya masih ada, tapi alasan Bonita membatalkan pernikahan mereka membuatnya merasa hampa."Jujur saja, aku ragu apakah kamu benar-benar mencintaiku. Mencintai seseorang pada pandangan pertama terasa sangat sulit untuk kupercayai. Saat mengetahui tentang Mea, kupikir kamu hanya mencintaiku karena aku mungkin mirip dengannya.""Kalian sangat berbeda." Jelas
Semua jendela di rumah batu milik keluarga Tristan berteralis hingga membuat Bonita menyerah untuk kabur. Dia sudah mencari setiap sudut rumah yang sekiranya bisa dibuka, tapi tidak ada jalan untuk keluar. Dia sudah meminta tolong pada orang-orang yang lewat melalui jendela, tapi mereka semua mengabaikannya seolah tidak ingin memiliki masalah karena membantu tahanan.Bulan sabit muncul dengan cepat. Bonita memilih bersabar menunggu Tristan esok hari dan akan membuat perhitungan dengan pria itu karena menyekapnya bersama Benjamin walau perkataan Tristan tentang makanan dan kamar benar adanya.Benjamin sudah mandi dan berganti dengan pakaian yang ditemukannya dari dalam lemari. Dia meminta Bonita untuk mandi dan berganti pakaian sementara dia menghangatkan makanan yang ada di dalam kulkas, tapi Bonita terlalu kesal untuk menurut saat melihat semua pakaian wanita di lemari hanyalah gaun tidur seksi.Anting berlian dan gaun putih berenda masih membalut tubuh Bonita yang berbaring di tempat
"Apakah kamu sedang menggunakan metode yang sama seperti saat kamu meminta dekorasi bunga kesukaan Mea untuk tema pernikahan kita?" tanya Bonita dengan tatapan miris.Pertanyaan Bonita membuat tubuh Benjamin membeku. Dia tidak menyangka Bonita menaruh perhatian pada bunga itu hingga masih mengingatnya setelah bertahun-tahun berlalu."Kukira aku sudah menuliskan dengan jelas bahwa aku tidak sudi menjadi pengganti bagi wanita manapun.""Kamu tidak pernah menjadi pengganti wanita manapun, Boo.""Jangan!" Teriak Bonita penuh amarah seraya menunjuk ke wajah Benjamin. "Jangan memanggilku dengan sebutan itu! Aku tidak akan pernah mengizinkan kamu menyebutku seperti itu!""Baiklah. Akan kukatakan sekali lagi agar kamu mengerti. Kamu tidak pernah menjadi pengganti bagi wanita manapun, Bonita."Ujung jari Bonita terasa seolah terkena aliran listrik saat Benjamin menyebutkan namanya. Dia menurunkan telunjuknya dan menyilangkan lengan di depan dada untuk melindungi diri dari serangan yang mungkin
"Aku tidak memercayai ramalan.""Hidupmu pasti membosankan." Celoteh Tristan dengan langkah menjauh. Dia mengeluarkan ponsel dari saku dan menerima telepon dengan mata bersinar. "Aku akan mengantarnya. Tunggu saja di sana dan siapkan penampilan terbaikmu.""Kamu bekerja untuk teater?" tanya Bonita asal saja karena menganggap penampilan yang Tristan sebutkan ada hubungannya dengan itu.Tristan tertawa seraya mengembalikan ponsel ke saku, "Tidak. Aku memiliki perkebunan buah di daerah barat. Dekat dengan tempat tinggal ibuku.""Wah, aku merasa tersanjung karena mengenal orang penting." Ujar Bonita dengan senyum simpul."Percuma saja karena kamu sudah menolak ajakan kencanku.""Haruskah aku menyesal?" sindir Bonita."Seharusnya ya, tapi tidak. Kamu sudah memiliki kekasih. Aku tidak akan merebut wanita manapun demi kesenangan pribadi."Bonita menatap Tristan lekat, "Aku bisa mengenalkanmu dengan Velica. Dia sahabatku. Dia sudah lama melajang sejak sebelum aku berkeliling dunia. Tertarik un
"Itu kekasihmu?" tanya pria asing itu dengan tatapan tertambat pada foto di samping kemudi campervan Bonita. Ingatan pria itu timbul tenggelam saat mencoba kembali menatap wajah Bonita lebih serius.Bonita tidak menanggapi. Dia tahu foto yang dimaksud pria asing itu merupakan foto Benjamin. Foto itu memang sudah lama tertempel di sana."Lupakan candaanku tentang menjadi kekasihmu. Aku tidak bersungguh-sungguh.""Aku tidak akan menerima ajakan kencanmu walaupun kamu bersungguh-sungguh.""Tenang saja, aku tidak akan menghitung makan siang yang kutawarkan tadi sebagai kencan. Restoran itu berjarak dua jam dari sini, tapi sebaiknya kamu memiliki pakaian yang sedikit pantas untuk makan di tempat yang berkelas."Bonita tersenyum lebar, "Kurasa ini saat yang tepat untuk memakai gaun kesukaanku lagi.""Kamu memiliki gaun?" tanya pria asing itu dengan sudut mata memicing."Tentu saja. Sebetulnya aku mewarisi bridal keluarga. Aku berpakaian seperti ini," ujar Bonita seraya menunjuk kaus dan cela
Minggu, bulan, tahun demi tahun berganti. Keinginan Benjamin untuk menemukan Bonita tidak pernah surut. Dia sudah benar-benar melupakan Mea. Di hatinya hanya ada Bonita. Wanita-wanita lain yang menggodanya selama di perjalanan mencari mantan tunangannya bahkan tidak ada seorang pun yang mampu membuat hatinya berpaling walau hanya seperseribu detik.Satu yang dipelajari Benjamin dari petualangan mencari kekasih hatinya, yaitu dia yakin mereka akan dipertemukan di saat yang lebih tepat. Itu sebabnya dia bersabar dengan apapun yang terjadi di hidupnya. Jika memang harus menempuh dunia ratusan keliling pun, dia sanggup asalkan pada akhirnya dia bisa bertemu dengan Bonita.Namun, Benjamin tidak tahu Bonita menghindari tempat-tempat yang pernah mereka bahas bersama. Bonita lebih memilih pergi ke tempat lain sementara Benjamin mencarinya di tempat-tempat yang dulu pernah menjadi calon destinasi bulan madu mereka. Benjamin menatap kanguru dari kejauhan di Australia, saat Bonita berpesta deng