Setelah kejadian kemarin, David sudah merasa tenang dan ceria. Beban akan rasa bersalahnya sudah menghilang. Dia selalu pergi dan pulang sekolah bersama teman sekelas.
"Mendengar ceritamu kemarin, aku jadi tidak ingin membiarkan adikku sendirian." William membuka suara, ketika aku sudah tidak memperhatikan David lagi.
"Itu sudah pasti. Aku jadi ingin memiliki adik," ujarku sambil tersenyum.
"Wildan bisa menjadi adikmu," balas William membuatku menoleh dan bersorak bahagia.
Kelas yang biasa kami tempati sekarang harus ditutup untuk sementara. Guru bilang, kelas kami sedang dipakai untuk urusan penting. Entahlah, aku tidak terlalu memikirkan itu. Jadi, kami harus pindah ke lantai tiga untuk bergabung dengan kelas lain. Untung pelajarannya sama.
"Rasanya seperti menjadi murid baru, ya?" tanya William sambil terkekeh. "Aku tidak pernah ke lantai tiga sebelumnya. Untuk apa ke sana? Pemandangannya ju
"Kamu pegang ponselku, biar aku yang pegang kameramu."Aku sengaja memberikan ponsel pada Karen. Kalau William memberi kabar, dia yang membaca."Entah kenapa aku tidak yakin, Zoe." William menggelengkan kepala berkali-kali. Dia memang tidak mengatakan setuju tadi, tapi dia tidak bisa meninggalkanku sendirian. Ma-maksudku, aku juga butuh lelaki untuk pelindung."Ini tidak berbahaya. Kamu cukup menjadi pengawas saja," balasku mulai masuk bersama Karen. "Kami tidak akan lama."Aku mulai mengatur napas untuk menenangkan diri. Di sebalah, ada Karen yang menggandeng lengan kiriku. Kamera berada ditangan kananku, supaya dia bisa melihat juga."Dingin, ya?" tanya Karen sambil melihat ke arah lampu."Kamu juga merasakannya?" tanyaku balik, tanpa menjawab karena sudah terbiasa."Kadang-kadang," jawabnya singkat.Aku dan Karen sudah berdiri di depan kamar ma
Aku bersama William kembali memasuki kelas kemarin, karena kelas kami masih ditutup. Tapi sebelum itu, aku ijin pada William untuk ke kamar mandi lagi.Walaupun kamar mandi perempuan bukanlah tempat Stephanie dibunuh, tapi dia pasti bisa memberi petunjuk lain. Misal, muncul tulisan berembun dikaca atau membisikku sesuatu, seperti saat dia marah pada Karen.Sekarang aku berdiri di depan kaca. Berharap Stephanie bisa memberi petunjuk."Baiklah Stephanie, aku tidak punya banyak waktu. Kamu harus memberiku petunjuk lain. Aku tidak bisa diam tanpa petunjuk. Aku temukan apa yang kamu maksud, yaitu nama. Lalu, apa selanjutnya?"Lampu kamar mandi pun berkedip. Berikan aku petunjuk, Stephanie.Apa yang kuharapkan sirna. Lampu kembali normal, ketika ada beberapa murid perempuan masuk ke kamar mandi. Ini bukan waktu yang tepat."Bagaimana?" William bertanya padaku, saat aku keluar dari kam
"Apa?!"Karen sungguh terkejut mendengar penjelasanku, sampai beberapa murid kelas menoleh pada kami."Rekaman ini buktinya. Mereka akan mengajakmu ke kamar mandi, jika aku tidak berhenti. Tapi, jika aku berhenti, pasti Stephanie juga tidak akan membiarkanku diam," ujarku menjadi dilema.William terlihat marah. Dia tidak percaya akan menjadi sangat parah. "Kita harus melapor sekarang! Ini sudah tidak bisa dibiarkan!""Aku tidak yakin rekaman ini cukup untuk dijadikan bukti. Kita harus mencari saksi. Danny! Kita harus mencarinya nanti! Dan Karen, jika Kevin mengajakmu untuk ikut, jangan terima."Karen mengangguk setuju.Masalahnya sekarang, di mana Danny berada?Jika mereka bisa membuat rencana, kami pasti bisa juga.Bel pulang sekolah berbunyi, dengan cepat kami bertiga keluar dari kelas. Sebelum Pak Clint dan Kevin menemukan Danny, kami harus men
Hari ini, aku tidak akan tinggal di rumah dengan menghabiskan banyak waktu hanya untuk tidur saja.Ibu mengajakku keluar kota selama empat hari, karena ada pelanggan yang menelpon untuk datang. Ingin meminta pendapat tentang dekorasi rumah.Di tengah jalan, kami juga sempat berhenti untuk mengisi bensin mobil, dan membeli cemilan serta minuman.Rasanya, ingin seperti ini terus, tapi kalau terlalu lama libur sekolah juga tidak menyenangkan.Kali ini, pelanggan yang kita temui memiliki rumah yang lumayan besar, jika dilihat dari luar. Jadi penasaran, isi rumahnya pasti luas sekali.Seorang wanita berambut pirang terang keluar dengan senyum bahagia. "Selamat datang. Maaf, jika aku menyulitkanmu sampai datang ke sini," ujarnya merasa tidak enak."Tidak masalah, Nyonya Ginger," balas ibu dengan tenang."Panggil saja Maddie, Maddie Ginger," balas Maddie.
"Sayang, ayo bangun."Kudengar suara Andrew sedang membangunkan Vinny. Ya, aku sudah terbangun sebelum Andrew datang, hanya pura-pura masih tidur.Vinny bergerak tanda sudah bangun.Entah pendengaranku yang salah atau masih mengantuk, kudengar ada suara kecupan. Pikiran buruk yang kemarin sudah hilang, seketika menjadi muncul kembali."Mandilah, Ayah ingin mengajakmu dan Zoe jalan-jalan," ujar Andrew membuat Vinny pergi dari kamar.Aku yang masih pura-pura tidur pun dihampiri juga olehnya."Zoe sayang, bangun. Ayah ingin mengajakmu pergi bersama Vinny."Sayang? Dan dia tidak sadar, daerah mana yang dia sentuh? Ingin sekali kuteriak."Zoe sayang ... " Seketika dia meremas sesuatu dibagian tubuhku, hingga aku melenguh dan menatapnya tajam. Dia ini sudah seperti penjahat kelamin.Aku langsung bergegas ke luar kamar. Sempat berhenti sambil menoleh padanya. "Lain kali, jika ingin membangunkan orang, jangan pernah sentuh bokongnya." Se
Kami berempat telah berkumpul di meja makan, kecuali Maddie. Sudah hampir dua jam Maddie tidak keluar dari kamar."Maddie belum bangun?" tanya ibu yang mulai khawatir. "Apa sakitnya semakin parah? Kita bawa saja ke rumah sakit," ajaknya ingin sekali pergi ke kamar.Andrew berdeham, lalu menjawab, "Sebenarnya ... dia sudah pergi ke rumah orang tuanya kemarin malam. Ayahnya tiba-tiba sakit, jadi tengah malam dia membangunkanku untuk minta diantar."Sedari tadi, aku melihat wajah Andrew dan Vinny yang ketakutan, seperti menyimpan suatu rahasia."Kenapa tiba-tiba sekali? Lalu bagaimana dengan dekorasinya?" tanya ibu yang terkejut."Aku ... juga sudah bilang itu, tapi dia bilang itu bisa diurus nanti," jawab Andrew lagi.Ini sungguh tidak beres. Tidak masuk akal. "Oh ya, dia meninggalkan pesan." Dia pergi ke kamar untuk mengambil uang tebal. Uang itu dia taruh di depan ibu.
Bagus sekali. Kedua makhluk itu masih tidur di pagi hari, jadi ibu bisa pergi ke kantor polisi tanpa sepengetahuan mereka.Sedangkan aku, di sini sedang menonton televisi sambil menahan hawa dingin yang datang."Aku minta maaf atas apa yang kulakukan di kamar mandi saat itu." Maddie terduduk di sebelahku sambil ikut menonton televisi."Karena saat itu Andrew menginginkanmu pergi, aku tidak ingin hal itu terjadi. Tapi di sisi lain, aku juga marah karena tidak diberitahu.""Aku juga minta maaf, karena tidak memberitahumu. Saat itu, aku ingin mencari bukti terlebih dahulu. Jika aku langsung mengatakannya padamu tanpa bukti, sama saja dianggap penuduh. Aku tidak tahu, jika kondisimu sampai seperti ini ...,' balasku sambil menoleh padanya. "Tapi tenang saja, ibuku sedang pergi ke kantor polisi. Semua rahasia di rumahmu ini akan terbongkar," lanjutku meyakinkan."Aku akan membantu, jika kamu membutuhkanku," balasnya singkat. Dia menoleh padaku sambil tersenyu
"Oh, begitukah? Wah, pasti asik sekali menjadi Kakak.""Tidak begitu asik. Aku bukan orang yang suka diberi pujian, apalagi berlebihan."Aku sedang berbincang dengan Vinny tentang bagaimana aku di sekolah. Dari masih diganggu, sampai banyak murid bahkan guru dan staff memberi pujian setelah aku masuk televisi.Sambil membawa keranjang baju yang baru kusterika ke kamar, aku menjawab pertanyaan banyak Vinny yang sedari tadi tertarik dengan kehidupanku.Bukan ingin tertawa, tapi mengingat sikapnya kemarin ... sudahlah. Lupakan masa lalu."Lalu, lalu, apa Kak William itu tampan?"Aku terkekeh saat menaruh keranjang baju. "Dimata seluruh gadis begitu. Tapi bagiku, biasa saja," jawabku sambil mengambil sebagian baju untuk dimasukkan dalam lemari."Aku jadi ingin bertemu dengannya," tukas Vinny. Entah kenapa, aku merasa tidak ingin membiarkannya bertemu pada William.
Kubuka pintu dengan kunci cadangan, lalu masuk perlahan. Tidak ingin membuat mereka, lebih tepatnya Elizabeth terkejut. Menyerang dari belakang itu bagus.Aku lihat semuanya. William tiduran di ranjang dengan telanjang dada. Sedangkan Elizabeth, dia sangat liar dengan ciuman yang dia berikan.Sudah saatnya aku menarik dan membantingnya ke lantai.Tapi, sebelum hal itu terjadi, dia menoleh dan langsung mencekikku. Padahal, sudah sangat perlahan tanpa suara."Oh, ada tamu tak diundang ternyata." Dia mendorong masih dengan cekikan ke dinding, bahkan sampai membuatku tak menapak. "Aku sudah tahu, jika kamu akan datang untuk menyelamatkan sang pacar."Lengannya kupukul berkali-kali untuk berusaha lolos, tapi sulit."Kamu tahu? Mudah sekali membuatnya terpancing. Lelaki memang lemah akan sentuhan perempuan. Ingat saat kita di kafe? Ya, dia terkejut karena aku menyentuh pahanya. Dan ba
Aku tidak boleh menyerah. William tidak hanya pacar, tapi juga rekan. Ini tidak boleh terjadi. William pasti bisa menjaga janjinya, 'kan?Kudatangi rumah William dan bertemu dengan ibunya. "Halo tante, ada William?""Bukannya dia pergi menemuimu?" Ibu William saja terkejut mendengar pertanyaanku. Pasti William berbohong pada ibunya sendiri."Tidak. Dia bilang ingin pergi, tapi tidak bilang ke mana," jawabku jujur.Ibu William menghela napas. "Anak itu ... beraninya berbohong. Kutendang nanti bokongnya. Masuk dulu, yuk. Kasihan calon menantuku datang sendiri," ajaknya ke ruang tamu."Tante, apa ... William bertingkah aneh dari kemarin?" Aku tidak punya waktu untuk basa-basi. Aku datang hanya memastikan bahwa William berubah atau tidak. Ya ... aku ini pacarnya, pasti berhak tahu.Ibu William datang membawa air putih dengan wajah bingung. "Dia baik-baik saja kemarin. Ada apa? Kalia
Sudah lima hari kami berkabung. Tidak baik selalu berada pada kesedihan. Vinny kembali sekolah dan ibu sudah mulai bekerja lagi.Dan aku, memutuskan untuk jalan-jalan tanpa William. Dia harus menjaga Wildan sementara.Kesedihanku berubah menjadi khawatir. Ada teman dari grup kelas mengatakan bahwa ada kanibal. Sulit untuk percaya, tapi hal itu memang ada.Katanya, ditemukan pria tewas dengan tubuh yang telah tercabik, seakan telah dimakan hewan buas. Korban ditemukan di sebuah gang kecil yang gelap. Apa ada hewan buas yang lepas?Yang aku bingungkan adalah, bekas cabikan bukanlah dari hewan buas, tapi juga bukan dari manusia. Lalu, di mana kanibalnya?Ada saksi yang tidak sengaja melihat manusia sedang memakan manusia.Biar kusimpulkan. Ada saksi yang melihat manusia memakan manusia yang tidak memiliki gigi manusia, dan juga kuku yang seperti hewan buas. Hey, itu bisa saja terja
Esok hari, aku dan William sudah berada di kantor polisi, berdiskusi dengan Opsir Justin di kantor meja yang sedikit berantakan."Aku sudah menyuruh anak buahku untuk mencari nama dari orang yang membebaskan ayahmu. Namanya Benedict Thorez. Katanya, dia salah satu keluarga ayahmu.""Keluarga? Ayahku anak tunggal dan tidak memiliki saudara atau sepupu," balasku sambil terkejut.Opsir Justin mengangguk. "Itu yang kucurigakan. Dilaporan tentang nomor plat mobil Ferrari, yang sahabatmu katakan kemarin, itu milik Benedict Alfred."Entah kenapa, setelah mendengar nama belakang Alferd, tubuhku seakan membeku. Ada apa ini?"Jadi maksudmu, ada dua pelaku bernama Benedict dengan nama belakang berbeda?" tanya William kebingungan."Aku tidak yakin dengan itu. Karena, hasil dari rekaman CCTV dan biodatanya, mereka adalah orang yang sama," balas Opsir Justin.Mereka berbincang
Pagi ini, kami semua sudah bersiap untuk pulang. Aku berniat untuk pergi menemui ayah dulu bersama William. Ibu dan Vinny kusuruh pulang terlebih dahulu.Tapi, entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal dihati. Seperti ada sesuatu yang buruk akan terjadi. Ayolah, Zoe. Kamu baru saja berulang tahun.Sedang asik minum teh, ayah William membuatku menoleh. Ada kado besar yang ayah William bawa."Kado untukku?" tanyaku mendekat."Ayah menemukan itu di depan pintu. Tidak ada pengirim nama, hanya ucapan selamat ulang tahun."Hal ini membuat kami yang berada disatu ruangan menjadi penasaran. Mereka mendekat ingin tahu."Apakah isinya televisi?""Itu pasti mainan!""Entahlah, tunggu Zoe buka kadonya dulu."Sebelum kubuka, aku membaca dulu kartu ucapan yang ada di atas kado. Isinya, selamat ulang tahun Zoe Veronica. Semoga suka dengan kado yan
Entah kenapa, aku ingin sekali bangun di subuh hari. Anginnya dingin sejuk, bukan hawa dingin. Kubuka jendela untuk melihat pemandangan yang sudah sering kulihat."Kak, tutup jendelanya. Dingin tahu." Vinny menarik selimut sampai menutupi kepala. Pakai AC saja bisa, masa kena udara saja tidak.Aku biasanya tidak terlalu memikirkan hadiah ulang tahun karena ... jarang sekali dirayakan. Cukup bermodalkan ucapan saja sudah senang. Masih ada orang yang ingat dengan kelahiranku.Karena sekarang William yang mengurus semua, aku jadi penasaran sekali. Tempat sudah dia pilih, dekorasi katanya dia juga, ibu, orang tua William, dan para sahabat. Belum lagi kado ulang tahun. Sangat penasaran.Terlalu lama penasaran malah jadi halu. Mandi sajalah."Anak Ibu sudah rapi saja. Mau ke mana?" Tiba-tiba ibu mengecup pipiku dari belakang, sebelum bertanya. "Selamat ulang tahun, sayang.""
Melelahkan sekali hari ini. Besok masih ada satu hari lagi sebelum hari ulang tahun. Aku ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat, supaya tidak menjadi beban nantinya.Aku baru saja pulang dari rumah Opsir Justin. Sudah kuceritakan semua apa yang kulakukan bersama Vinny. Dan juga rambut hantu itu, juga sudah kuberikan.Untung saja dia sudah membaik. Kalau masih dalam keadaan sakit, aku yang dimarahi oleh istrinya.Oh ya, ngomong-ngomong ... William apa kabar, ya? Terakhir dia hanya mengabari kalau tidak bisa ikut ke TKP. Apa urusan keluarganya masih lama?Aku tidak enak mengganggunya. Telpon? Beri pesan?Hey, Will. Apa urusan keluargamu sudah selesai? Tidak, terlihat sekali aku sedang kesepian.Kamu sedang apa? Tidak, terlalu formal.Harus dengan kalimat apa aku mulai? Ah, sudahlah. Aku berendam saja dulu. Membersihkan diri setelah bertemu dengan hantu rambut hi
"Vin, tolong turunkan baju belakangku. Tanganku tidak sampai." Aku meminta tolong karena selain tanganku tidak sampai, jahitan dipunggung masih sedikit nyeri."Masih sakit, Kak?" tanyanya sambil meraba jahitan dipunggungku."Jangan sentuh tepat di situ," larangku sambil menahan nyeri. "Jika disentuh, ketika aku membungkuk, atau tiduran di tempat yang keras, rasanya nyeri. Kata dokter, rasa nyeri akan hilang sekitar satu minggu."Vinny mengangguk mengerti. "Untung Kakak bukan akrobat, yang suka salto dan kayang," ejeknya dengan tawa keras.Aku ikut tertawa ketika ada notifikasi pesan masuk."Aku tidak bisa menemanimu ke TKP. Ada urusan keluarga. Ayah memintaku untuk tidak pergi ke mana-mana hari ini."Tawaku berubah menjadi cemberut. Aku juga tidak bisa memaksa, apalagi tentang keluarganya. Ya sudah, satu-satunya orang yang bisa menemani adalah orang yang ada di depanku sekarang.
Air dingin ini menenangkan. Pikiranku yang runyam, seketika hilang begitu saja. Mandi di tengah malam ternyata asik juga. Kutambahkan banyak sabun cair supaya bisa mandi busa.Ketika menuangkan sabun cair, ada sesuatu yang muncul dari belakang, berwarna hitam seperti rambut.Ini tidak masuk akal. Rambutku berwarna cokelat, dan juga dijepit ke atas. Bagaimana bisa ada rambut hitam yang muncul di bathub? Apa muncul dari punggungku?Kuraba punggung yang ternyata memang tidak ada apa-apa.Akan kulihat melalui cermin- Ah! Rambut-rambut ini mengikat kakiku!"Lepas!" Rambut-rambut ini semakin mengencangkan ikatan. Bahkan, rambut yang sedang kulepas sekarang malah berpindah ke tangan.Seperti benang layangan yang mudah membuat luka, rambut ini juga. Kaki dan tanganku sekarang sudah mengeluarkan darah, sehingga air di bathub berub