Aku terlalu banyak menghela napas di meja belajar. Entah kenapa hatiku menjadi tidak karuan saat bersama William. Tidak, jantung normal, tapi hati risih.
Tidak ada salahnya murid populer berpacaran dengan murid yang biasa saja, 'kan? Apalagi bersama gadis indigo sepertiku.
Diperjalanan ke rumah Teddy dan pulang tadi, kami tidak berbicara sama sekali.
Dia sempat menahanku sebelum masuk rumah dan bertanya kenapa. Aku jawab saja sedang pusing dan tidak enak badan.
Apakah ini ujian untuk orang yang berpacaran?
Kusibukkan saja tanganku dengan pensil dan jurnal. Menenangkan pikiranku dengan menggambar itu cukup bagus untukku. Mungkin saja aku dapat pencerahan.
Kenapa? Kenapa tidak ada perasaan ingin menggambar? Biasanya aku menggambar tanpa sadar.
Kutaruh kembali jurnal dan pensil, lalu menjatuhkan diri ke ranjang. "Aku ini kenapa? Saat jantungku berdisko di dekat Will
"Aku mau di bawa ke mana?"Aku lihat ada tiga orang yang datang ke rumah kosong. Dua perempuan yang membawa satu perempuan dengan wajah takut."Tenang saja, Laura. Kamu ingin bergabung dengan geng kami, 'kan? Ini adalah tantangan pertama untukmu. Jika kamu bisa melakukannya, maka kamu lolos!" seru perempuan dengan rambut berkepang satu."Apa tidak ada tantangan lain?" tanya Laura."Kalau kamu mundur, kamu tidak akan bergabung dengan kami yang terkenal di sekolah," jawab perempuan dengan jaket jeans.Jadi, Laura ingin bergabung dengan geng sekolah yang terkenal? Menurutku itu bodoh. Laura mudah dibodohi.Bagaimana aku bisa tahu? Karena aku sedang berada di mimpi, melihat masa lalu Laura sebelum meninggal."Kami berdua tunggu di luar. Kamu harus temukan hantunya, ya? Semangat!"
William hari ini pasti telat. Aku tidak melihatnya di parkiran dan juga kelas."Zoe, kemari." Angelita memanggil. Ada tiga murid perempuan yang juga berkumpul di mejanya dan juga banyak make up."Kamu jualan?" tanyaku pada Angelita.Dia tertawa ketika sedang memakai bedak wajah. "Tidak. Semua ini baru dibelikan oleh orang tuaku. Mau coba? Aku ada beberapa make up yang kubawa. Kalau kalian mau, ambil saja. Gratis," jawabnya membuat ketiga murid perempuan di sebelahku senang."Aku mau. Kemarin aku sedang mencari lipstick yang warnanya merah muda," pinta Diana.Aku sekalinya dandan hanya cukup menggunakan bedak wajah saja, kecuali ke acara penting."Memangnya sekolah mengijinkan kita membawa alat make up?" tanyaku lagi sambil melihat bedak wajah yang baru dipakai Angelita."Sstt ... " Angelita menaruh telunjuknya dibibir sendiri.
Gatal ... Banyak nyamukkah?Kugaruk pipi berkali-kali, tapi aku malah merasakan adanya panas diseluruh wajah. Yang tadinya panas biasa, menjadi panas seperti terbakar."Gatal dan panas!" Aku terbangun dan langsung pergi ke kamar mandi.Kubasuhkan air ke wajah, tapi panasnya tetap tidak hilang. Gatalnya pun juga semakin menjadi-jadi. Coba pakai sabun wajah. Ah sial, masih saja."Ibu! Ibu!" Kupukul pintu kamar ibu. Tapi yang kutemukan bukanlah ibuku, melainkan wanita lain dengan wajah sedikit galak."Dasar, kamu mengganggu tidurku saja! Ada apa kali ini?" tanyanya kesal.Aku tidak tahu siapa dia, tapi aku sudah tidak tahan. "Bu, wajahku gatal dan panas ... Sakit, Bu ... ""Alasan apa lagi yang kamu buat, Michelle? Sudah kubilang, jangan rusak wajahmu! Wajahmu itu sumber uang untuk kehidupan kita!"
AC-nya terlalu dingin atau aku merasa ada hawa dingin? Selimut saja kalah untuk menahan dingin. Aku jadi terbangun, tapi ... kenapa aku tidak bisa menggerakkan tubuh?Tak sengaja aku menangkap sosok perempuan di meja belajar. Siapa itu? Eh, Michelle?Dia menoleh, lalu mendekatiku untuk duduk di sisi ranjang. Wajahnya benar-benar sangat rusak. Merah dan banyak bekas gatal, bahkan banyak nanah yang keluar. Aku jadi tidak bisa menahan baunya."Aku dan ibuku saat itu jatuh miskin, setelah meninggalnya ayah. Ibu dipecat dari kerjanya entah karena apa. Lalu, karena kami harus membutuhkan uang untuk hidup, ibuku menggunakanku untuk lelaki hidung belang. Semakin banyak uang yang dia dapat, semakin pelit dia menggunakannya. Seperti alat make up yang dia beli.""Dia asal membeli tanpa tahu bagus tidaknya?"Dia mengangguk sedih. "Aku pernah kabur dari rumah. Ibu melapor pada polisi denga
Ini aku di mana lagi? Mobil? Jalan-jalan gratis, boleh juga.Aku sangat yakin jika sedang berada dimimpi, karena pria yang sedang menyetir ini tidak bisa melihatku. Sedari tadi, dia memegangi lehernya terus. Dan sekarang dia mulai terbatuk-batuk.Apa tidak ada sesuatu yang bisa membuatnya tidak batuk lagi? Air putih? Tidak ada sama sekali.Tiba-tiba mobil membelok dan menabrak pohon besar.Aku yang terbentur langsung terbangun dari mimpi. Astaga ... kepalaku sakit. Sejak kapan aku tidur di lantai? Jangan bilang aku terjatuh.Seketika aku melihat pria yang menyetir tadi di atas ranjang. Dia menatapku dengan wajah yang sangat dingin. Keningnya berdarah dan mulutnya mengeluarkan busa.Aku langsung mundur dengan perlahan. Bukan takut, tapi ini terlalu dingin. Padahal AC sudah dimatikan."Tolong ... ""Kakak
Aku disuruh untuk menunggu di ruang introgasi, selagi Opsir Justin memberikan minuman apel itu pada tim penyidik.Setidaknya masih ada dia, jika William tidak ada. Hanya dia saja.Karen sudah mulai diperhatikan dengan ketat oleh keluarganya. Vinny harus fokus belajar, terkadang ada tugas kelompok. Mana mungkin aku mengajak ibu."Sudah tenang, Nona Veronica?" Opsir Justin datang dengan membawa dua gelas kertas. "Air putih bagus untuk menenangkan diri," ujarnya memberikan satu gelas kertas.Aku hanya menatap gelas itu saja tanpa menerima. Menjadi takut jika minuman itu bisa membuatku sama seperti William, padahal dari polisi langsung."Jadi bagaimana? Apa yang terjadi?" tanyanya setelah meminum minumannya."Aku menemukan minuman apel itu di lokerku, tidak tahu siapa pengirimnya. Hanya catatan semoga harimu menyenangkan. Lalu William meminum itu dan ... dia terbaring di rumah sakit
"Hasil dari minuman apel yang kamu bawa kemarin memang ada kandungan racunnya, yaitu Ricin.""Tolong perjelaskan apa itu Ricin," pintaku pada Opsir Justin yang sedang berbicara melalui ponsel. Di tengah perjalanan, aku mendapat telpon darinya."Racun alami ini diekstraksi dari biji minyak jarak. Ini bisa masuk ke tubuh manusia lewat inhalasi, suntikan, atau konsumsi. Minuman apel itulah yang telah disuntik."Aku mengerti sekarang. Abigail niat sekali membuat racun dari biji minyak jarak."Berarti, Abigail sudah bisa ditangkap, 'kan? Barang buktinya sudah ada dua, minuman apel dan kopi yang sudah diracuni. Alasannya membunuh Paul juga sudah sangat jelas, dia berselingkuh tapi tidak ingin mengaku."Kututup telpon sambil menghela napas berat. Pelipis kupijat lagi. Kasus ini membuatku kesal setengah mati.Seketika Vinny langsung memijat lenganku ketika kami masih berjalan. "Dua hari
Akhirnya! Selesai sudah ujian sekolah! Apalagi aku tidak diganggu hantu. Sepertinya, mereka mengerti dengan kehidupanku.Saat istirahat, Sam menginginkanku, William, Noah, Robert, Karen dan Melissa untuk bergabung di kantin. Katanya Sam, ada sesuatu yang ingin disampaikan."Ujian selesai, kita liburan! Mau pergi ke pantai?" tawar Sam sambil berdiri. Dia belum duduk sedari tadi."Boleh juga. Sudah lama tidak ke pantai!" Melissa setuju dengan semangat."Ayahku menawar kemarin. Katanya, aku boleh membawa kalian ke villa. Gratis!""Sungguh? Asik!"Pergi ke pantai dan menginap di villa? Boleh tidak, ya? Biasanya, kalau aku pergi jauh itu bersama ibu atau William. Kalau pergi sendiri, hanya di sekitar lingkungan rumah. Ingin sekali ikut.Sedang asik melamun, aku merasa ada sesuatu yang bergerak dihidungku. "Jorok!"William memainkan tisu dihidungku! Sek