Bagas tersenyum lebar saat membaca pesan dari siswi kesayangan nya itu. [Saya sedang berhemat, Lin. Memang ada uang dari sertifikasi. Tapi saya ingin menabung untuk beli mobil. Jadi saya tidak bisa chek in di hotel.] Lina : [Pak Bagas tidak usah khawatir. Saya punya tempat yang aman untuk melakukannya.] Bagas mendelik membaca pesan balasan dari Lina. [Hah, bagaimana maksud nya? Kamu ingin kita melakukan nya dimana?] Lina segera membalas pesan dari Bagas. [Di rumah almarhumah nenek Ana. Penyewa nya tidak memperpanjang kontrak, jadi Ana meminta saya untuk mengiklankan rumah itu agar mendapatkan penyewa baru.] Bagas tertegun. [Apa aman? Saya tidak mau menanggung resiko, Lin. Bayangkan jika kita digerebek oleh tetangga. Karir saya dan kamu bisa dipertaruhkan.] Lina lalu mengirim kan voice note pada Bagas yang menceritakan kondisi rumah itu yang berlokasi di dalam perumahan yang semua penghuninya rata - rata berkarier, sehingga cuek dan acuh tak acuh pada kondisi tetangganya.
SKS 15 'Astaghfirullah, aku harus segera memperlihatkan rekaman cctv ini pada bu Renita,' batin Ana kemudian menelepon Renita. "Halo, Bu! Ikannya sudah tertangkap! Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Ana. Jantung Renita seakan berhenti berdetak karena menemukan bukti perselingkuhan sang suami. Rasa sedih, marah, bercampur dengan rasa lega dirasakan nya. Renita menatap ke arah Damar yang masih asik bermain sambil menyuapi nya makan. "Kamu tunggu di rumahmu saja, An. Saya akan menuju ke sana. Tapi saya harus menyuapi Damar dulu," ujar Renita dari seberang telepon. "Siap, Bu. Saya akan menunggu di rumah," ujar Ana. Dia lalu mengakhiri panggilan telepon nya. Renita bergegas menyuapi anak nya dengan perasaan tidak tenang, dan setelah makan siang anaknya habis, Renita segera bersiap menuju ke rumah Ana. 'Mas, kali ini bukti sudah di depan mata. Kamu tidak akan pernah bisa mengelak lagi. Kalau kamu tidak mau melepas kan ku dan Damar, aku yang akan menggugat cerai kamu d
Ana memijat punggung ibunya dengan penuh kasih sayang, sedangkan adiknya memijat kaki sang ibu. "Ibu nggak enak badan ya? Mungkin kecapean jualan, Bu. Sudah Ana bilang kalau Ana bisa menggantikan ibu jualan di pasar setelah pulang sekolah. Ana tidak mau ibu terlalu lelah sehingga sakit seperti ini," ujar Ana lembut. Ibu nya menggeleng. "Kamu dan adik kamu cukup sekolah saja dengan benar dan belajar yang rajin. Ibu ingin kalian bisa sekolah dan mendapatkan pekerjaan terbaik untuk kalian. Kamu dan adik kamu juga sudah membantu ibuk membersihkan rumah, memasak, dan mencuci setrika baju. Ibu sudah bersyukur sekali, Nduk," ujar Ibu Ana. Ana menghela napas panjang saat didengar nya suara batuk sang ibu. "Bu, ibu batuk sudah dua minggu. Ayo ke dokter? Ana ada kok uangnya. Kan Ana ikut menjual kan tahu baso buatan bude Nilam dari kelas ke kelas," tawar Ana. "Uhuk, uhuk, nggak usah, Ana. Uang itu kamu simpan saja. Semoga kelulusan tahun depan kamu bisa langsung kuliah ya." "Aamiin,
SKS 16"Waalaikumsalam, Bagas! Kok bisa sih ada video por no kamu sama perempuan tersebar di internet?!" tanya Ibunya dengan suara keras membuat Bagas terkejut bukan main."Hah, apa, Bu????!" tanya Bagas. Lelaki itu memucat. Renita yang berada di samping Bagas hanya bisa menebak - nebak apa yang diucapkan oleh mertuanya sampai sang suami berubah ekspresi seperti melihat hantu. Renita memang tidak bisa mendengar kan kata - kata mertua nya karena memang Bagas tidak mengaktifkan pengeras suara. "Bagas! Kurang apa keluarga kamu!? Sampai kamu harus selingkuh dengan perempuan lain. Apa kamu tidak takut dipecat dari guru honorer di tempat kamu mengajar?" tanya ibu Bagas lagi. Lelaki itu melirik ke arah Renita yang masih kebingungan dengan perubahan ekspresi sang suami. "Ada apa, Mas? Apa ibu ada masalah!?" tanya Renita cemas. Bagas berdiri dan mengayunkan tangan kanan nya ke arah Renita, seolah memberi tanda agar istrinya jangan ikut bicara dulu. Renita hanya bisa terdiam saat Bagas kemu
"Melakukan apa?" tanya Renita pura - pura tenang. Tentu saja dia sudah mengerti apa yang terjadi, walaupun Bagas tidak menyalakan pengeras suara, tapi Renita pura - pura tidak mengetahui nya, 'lagipula bukan aku yang menyebarkan nya,' batin Renita. "Jangan pura-pura tidak tahu, Ren. Selama ini hanya kamu yang mempunyai motif untuk mencurigai ku dan Lina. Aku tidak tahu bagaimana pada akhir nya kamu bisa bersekutu dengan Ana, tapi tidak tahu kah kamu jika yang kamu lakukan ini egois dan membuat Damar merasa malu ke depannya?" tanya Bagas memberondong dengan pertanyaan. Renita terdiam sesaat, balik menatap tajam pada Bagas. "Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, Mas. Tapi yang aku tahu, kamu sudah berselingkuh dan aku tidak akan memaafkan mu," ujar Renita tegas. "Berarti benar kalau kamu tahu sesuatu tentang tersebar nya video aku dan Lina? Apa jangan - jangan kamu bekerja sama dengan Ana dan menjebak aku serta Lina? Kalau itu yang terjadi, kamu menang, Ren. Hidup ku dan Lina suda
SKS 17 Beberapa saat sebelum nya, Ana sampai di teras rumah nya, lalu mencari ibu dan adiknya. "Buk, Dek! HP ku ilang!" ujar Ana panik dan kebingungan. Ibu dan adiknya sontak mengerumuninya. "Astaghfirullah! Kok bisa, Nduk?" tanya Ibunya sedih. "Ya, Bu. Ternyata saku celana aku bolong," sahut Ana murung. "Lalu obatnya untuk ibu sudah kamu belikan, Mbak?" tanya adik Ana. Ana menggeleng. "Belum, tadi aku baru sadar kalau kehilangan HP saat baru sampai di halaman apotik, terus langsung pulang sebelum beli obatnya," ujar Ana. Adiknya berpikir sejenak. "Gini aja. Mbak Ana kembali lagi ke apotik, cari hp mu lagi pelan- pelan di sepanjang jalan ke apotik, biar aku dan ibu yang mencari di sini. Siapa tahu kan jatuh di rumah," sahut adik Ana. Ana menatap ke arah ibu dan adiknya. Hpnya memang dikunci, tapi dengan pola segitiga sederhana. Semoga jika adik atau ibunya yang menemukan nya, mereka tidak membuka atau melihat - lihat hp nya. "Mbak, lo kok bengong?! Ayo buruan ca
"Whatsapp grup ibu, Na. Ada yang menyebarkan foto dan video mesum."Mata Ana membulat mendengar kan ucapan sang ibu. "Masalahnya kata para tetangga, video itu adalah guru kamu. Guru dari SMA Negeri 01 Mawar melati dan wajah yang peremp," ujar ibunya."Sekolah kamu viral, Mbak! Aku juga yang barusan beli lotion nyamuk di warung sebelah juga ditanya- tanya tentang sekolah kakak oleh para tetangga!!!" lapor Adik Ana membuat Ana lemas. Gadis itu menepuk keningnya. 'Ya allah, apa yang kutakutkan terjadi! Bagaimana ini?!' batin Ana bingung. Baru saja dia hendak memikirkan apa yang harus dilakukan nya, saat tiba - tiba terdengar suara gedoran dari ruang tamu. "Ana! Ana brengsek! Keluar kamu!"Ana terperanjat. Itu suara Lina! Adik dan ibunya nyaris terlompat karena mendengar suara mengejutkan itu. "Astaghfirullah, Nak! Siapa yang datang malam - malam ke rumah kita dengan cara tidak sopan seperti itu?" tanya ibu Ana.Ana menatap ke arah ibu dan adiknya. "Yang datang itu, Lina, Bu. Ibu pe
SKS 18 Beberapa jam sebelum nya, Bagas dengan mengendarai motor dan membawa tasnya berkeliling kota mencari hotel murah yang diperkirakan bisa ditempatinya selama beberapa hari. Dia lalu memesan kamar hotel di resepsionis dengan biaya sewa kamar sehari seratus ribu. Bagas langsung membayar untuk lima hari. Lelaki itu kemudian masuk ke kamar hotel yang telah disewanya dan berbaring di atas ranjang. Terbayang di dalam benaknya bahwa dia akan kehilangan semua yang telah diperjuangkan nya selama ini. Keluarga, pekerjaan, dan masa depan. Bagas mengusap wajah nya dengan kasar. 'Huft, apa yang harus kulakukan, Ya Allah! Puyeng banget!' gumam Bagas dalam hati. Dia mengeluarkan ponsel yang dimatikannya dari saku. Ada rasa takut yang luar biasa untuk mengaktifkan ponselnya lagi. "Sekarang pasti bapak, ibu, dan Lina, telah mencariku, kepala sekolah pun besok ingin menemuiku. Lebih baik aku tidak masuk sekolah dulu. Aku takut jika dihakimi massa. Kenapa sampai kecolongan dan aku tidak me
"Kamu tahu nggak apa persamaan antara cintaku padamu dengan isi kartu ATM ini?" tanya Arjuna dengan senyum dikulum. Renita menggeleng. "Emang apa persamaannya?!" tanya Renita bingung. "Persamaan antara isi kartu ATM ini dengan perasaanku padamu adalah sama - sama unlimited, jadi jangan ragu - ragu kalau kamu ingin beli apapun, Yang," ujar Arjuna sambil meraih tangan Renita dan memberikan black cardnya. Renita melongo. Diraihnya tangan Arjuna dan dikembalikan lagi kartu itu pada si empunya kartu. "Lho kenapa dibalikin, Yang? Kamu nggak butuh duit?" tanya Arjuna heran. Renita tertawa. "Haha, siapa sih di dunia ini yang nggak butuh duit? Tapi nanti saja deh, kalau kita sudah menikah, baru aku mau menerima nafkah dari mu. Kalau sekarang, jangan dulu. Kan kamu juga sudah membantuku untuk mendapatkan pekerjaan," ujar Renita tersenyum. Arjuna pun manggut-manggut. "Ya sudah kalau keinginanmu seperti itu. Hm, ngomong - ngomong soal menikah, aku ingin menikah langsung setelah aku lulus k
Semakin orang gila itu mendekat ke arah Renita, Renita pun terkejut saat melihat siapa sebenarnya perempuan gila yang disoraki oleh anak-anak, karena perempuan gila itu adalah Lina! Renita menahan nafas saat Lina semakin mendekat ke arahnya. Sesaat dia ragu jika perempuan gila yang sedang disoraki oleh anak - anak kecil itu adalah Lina, tapi semakin sosok itu mendekat ke arah Renita, dia pun semakin yakin bahwa perempuan ODGJ itu adalah perempuan yang sama yang telah merebut suaminya. "Lina? Apa yang terjadi padamu? Kenapa kulit dan pikiran kamu rusak?" desis Renita saat Lina tepat berada di hadapannya. Tanpa diduga Lina berhenti di hadapan Renita sejenak, lalu mereka bertatapan. Dan mendadak Lina tertawa terbahak. "Hahaha! Ada set an! Haaa haaa haa!” seru Lina sambil menunjuk ke wajah Renita. Renita terperanjat dan sama sekali tidak menyangka jika Lina akan menyapanya dengan cara seperti itu. "Arghh! Setan! Setan!" seru Lina sambil merentangkan kedua tangannya dan berusaha menja
"Bagaimana kalau kamu juga bekerja di kantorku? Bu Renita kan juga sarjana komputer? Hitung-hitung membantu aku di perusahaan. Nanti aku tanyakan pada HRD, apa ada posisi kosong yang bisa diisi oleh bu Renita," ujar Arjuna mantap. "Ah tidak perlu. Aku tidak mau kalau mendapatkan pekerjaan dengan cara nepotisme," kata Renita. "Ini bukan nepotisme, ini hanya memberikan posisi pada orang yang membutuhkan. Begini, Bu, misalkan ada posisi di perusahaan yang sedang kosong, apakah lebih baik diberikan pada orang yang tidak kita kenal sama sekali atau kita berikan pekerjaan pada orang yang sudah kita kenal dengan baik dan terpercaya?" tanya Arjuna.Renita hanya manggut - manggut. "Ya, kamu benar. Ya sudah, kalau begitu besok aku akan melamar kerja ke perusahaan papa kamu," ujar Renita. "Sekarang kamu tidur ya, sudah malam,” sambung Renita lagi. "Iya, Bu. Tapi sebelum tidur, sebenarnya saya itu STNK sama gurunya," ujar Arjuna. Kening Renita mengerut. "Hah, apa itu STNK?" "STNK itu Selalu
Renita sedang mencari lowongan pekerjaan melalui media sosial nya saat sebuah pesan whatsapp masuk di ponselnya.Renita tersenyum saat membaca pesan whatsApp itu karena pesan itu dikirim oleh Arjuna.[Aku punya tebakan nih, Yang! Apa perbedaan antara akhir pekan dan cintaku padamu?]Renita dengan cepat membalas pesan Arjuna.[Tidak tahu. Memangnya apa bedanya, Jun?][Kalau akhir pekan itu weekend kalau cintaku padamu will never end]Balasan pesan dari Arjuna membuat Renita tersenyum. [Kamu bisa saja, Juna. Kamu belajar dari mana?][Belajar dari hati dong, Yang! Oh ya, kamu lahir tanggal satu ya?]Renita menjawab, [Enggak, emang kenapa?][Aku kira kamu lahir tanggal 1, karena kamulah satu-satunya tujuan hidupku.]Balasan chat dari Arjuna membuat Renita tertawa lepas.[Aku lahir tanggal 7 bulan depan.]Arjuna membalas dengan senyum terkembang. [Wah pantas saja kamu lahir tanggal 7, karena kamu adalah tujuan dari doa-doaku selama ini 🥰]Bunga - bunga di hati Renita seakan bermekaran.
Renita mengangguk, dia kemudian menggendong Damar dan berjalan menuju ke arah mobil Arjuna. Suasana hening saat mobil melaju. Damar yang semula merengek karena ingin bermain hujan, terdiam setelah Arjuna memberikan roti coklat yang memang sudah disiapkannya untuk calon anak sambungnya itu. "Kenapa kamu diam saja, Bu Ren?" tanya Arjuna melirik ke arah Renita yang sedang menatap kaca jendela yang basah oleh air hujan. "Apa ada hal berat yang sedang bu Nita pikirkan?" lanjut Arjuna lagi. Renita menghela napas panjang. "Aku masih merasa sangat bersalah pada Mas Bagas. Apa aku harus mengatakan pada orang tua Bagas bahwa anak bungsu mereka meninggal karena menyelamatkan aku?" tanya Renita. Arjuna menggeleng. "Menurut saya hal itu tidak perlu. Bukan kamu yang bersalah. Kamu kan tidak minta ditabrak, kamu juga tidak minta untuk diselamatkan oleh Bagas kan, Bu? Jadi tidak usah mengatakan hal yang akan membuat orang tua pak Bagas justru menaruh dendam pada bu Renita," ujar Arjuna panjang leb
Disusul dua batu yang mendarat dengan mulus di kaca belakang. Adi yang ketakutan, membeku di kursi belakang kemudi. Beberapa orang turun dari motor dan menyerbu mobil Adi. "Turun kamu! Atau mati!" teriak mereka murka. Adi menatap pada kerumunan orang yang berkeliling di depan mobilnya. "Ayo keluar dari mobil mu dan mempertanggungjawabkan perbuatanmu atau aku kami akan memberi pelajaran, biar kamu modyar sekalian!" teriak orang-orang yang berkerumun di depan mobil Adi.Adi sangat ketakutan. Tetapi dia tetap tidak mau keluar dari mobil karena khawatir akan diamuk massa. "Woi, budek ya?! Kalau kamu tidak mau keluar, kami akan menghancurkan mobilmu secara paksa dan menghajarmu!" teriak sebagian orang yang berkerumun di depan mobil Adi.Adi terdiam di belakang kemudi sehingga membuat jengkel orang - orang yang berkerumun di hadapannya. Dua orang lelaki yang membawa batu besar menghantamkan batunya ke kaca bagian depan mobil sehingga pecah berhamburan, tepat pada saat itu, Adi ditarik o
"Sebagai manusia biasa, aku kecewa pada almarhum papamu, tapi bagaimana pun juga, papamu kan harus mendapatkan keadilan, terlepas apa yang pernah beliau lakukan padaku?!" tanya Renita balik. Arjuna manggut-manggut, lalu tersenyum pada Renita, merasa semakin yakin jika Renita adalah pasangan yang ditakdirkan oleh Tuhan untuknya. ***Malam itu, Adi sedang berada di rumah seorang teman, jauh dari hiruk pikuk rumahnya sendiri. Dia menikmati malam dengan tawa, mencoba melupakan keheningan dingin yang selalu menyelimuti rumah setelah kepergian Bisma, ayah tirinya. Sekaligus ingin mengerjakan tugas kuliahnya secara berkelompok.Tiba-tiba, suara notifikasi pesan memenuhi ruangan, memberitahunya bahwa sesuatu terjadi di rumahnya."Den Adi, pulanglah sekarang," bunyi pesan dari salah satu asisten rumah tangganya. "Polisi datang menangkap Nyonya Sisi."Seakan tersambar petir, Adi segera meraih jaket dan helmnya. Ia tidak berpikir panjang. Motor melaju cepat melewati jalan gelap menuju rumahnya
Arjuna gemetaran. Ia mundur beberapa langkah dari meja, dadanya sesak. Ternyata selama ini kecurigaannya benar. Ibu tirinya adalah dalang di balik kematian ayahnya.Setelah menarik napas panjang, Arjuna kembali duduk. Dia tidak boleh membiarkan bukti ini hilang. Tangannya gemetar saat ia menyalin rekaman itu ke sebuah flashdisk yang tergeletak di laci meja. Setelah itu, dia juga mengirimkan file rekaman ke ponselnya sebagai cadangan. Namun, dia merasa bukti ini perlu dilindungi dengan lebih baik. Ia teringat pada Renita, sang kekasih hati yang selalu bisa menenangkannya. Arjuna mengirimkan video itu ke nomor Renita. "Renita harus tahu. Dia bisa membantu," gumamnya pelan.Tidak lama setelah mengirim pesan, ponselnya berdering. Nama Renita muncul di layar. Namun, Arjuna tidak ingin membicarakan hal ini melalui telepon. Dia mematikan ponselnya, memastikan ruangan kerja ayahnya kembali seperti semula, lalu bergegas mengambil kunci motor.Udara malam itu dingin menusuk. Angin yang bertiup
Suasana di makam yang mendung, membuat hati Arjuna gerimis. Dia seolah lemas dan tak bertulang saat turun ke galian tanah untuk menerima jasad papanya. Wangi kamboja yang ditiup semilir angin tak mampu meredakan kesedihan dan kecurigaannya atas kematian Bisma. Lagi, air matanya jatuh menetes di pipi. Renita yang datang melayat tanpa mengajak Damar, dengan leluasa memegang bahunya lembut, seolah menularkan kekuatan. Tapi Arjuna hanya terdiam, sebenarnya dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Renita, tapi salah satu sisi hatinya meminta untuk bersandar pada perempuan itu. Arjuna menahan keinginan untuk menangis di bahu Renita, dia tidak ingin membuat Renita khawatir. Setelah pemakaman selesai, suasana di rumah kembali sunyi. Arjuna duduk di ruang tamu dengan tatapan kosong. Sisi terlihat masih sibuk melayani tamu-tamu yang datang. Namun tak lama kemudian, seorang pria berkacamata masuk dan memperkenalkan diri sebagai pengacara almarhum Bisma.“Mohon maaf, saya ingin berbicara denga