Bagas tertegun saat melihat perselingkuhan nya dengan Lina terbongkar oleh Renita. Dia juga terkejut saat melihat Renita yang menantang nya untuk tes keperawanan Lina. Alih - alih meminta ijin pada Renita untuk menjadikan Lina sebagai adik madunya, Bagas merasa ketakutan dengan ancaman Renita yang akan meminta perpisahan dengannya jika Lina ketahuan tidak perawan. Tapi dengan piawainya, Bagas mencoba untuk mengganti permintaan Renita untuk tes keperawanan dengan sumpah al quran. 'Yang penting saat ini kondisi nya aman. Baik pekerjaan maupun pernikahan ku, yang penting sekarang bisa dihandel dulu,' pikir Bagas. Dan Bagas yang mengetahui bahwa HP nya telah disadap oleh sang istri, memutuskan untuk menjaga jarak dengan Lina sampai suasana aman. Tapi kejadian yang tidak disangkanya justru muncul dan menjadi pemicu Lina terpuruk, kakek nya jatuh dari kamar mandi dan langsung meninggal, sedangkan nenek nya yang tidak siap ditinggalkan oleh sang suami, mengalami stroke anggota tubu
SKS 13 "Nama kamu, Ana kan? Saya istri guru mu, Pak Bagas, dan... Lina, teman mu itu menjadi pelakor karena berselingkuh dengan suami saya," ujar Renita membuat Ana terkejut. Ana lalu menoleh ke arah budenya, yang merupakan penjaga kantin. "Bude, apa bude percaya cerita istri pak Bagas ini?" tanya Ana seraya menatap ke arah penjaga kantin. Penjaga kantin menatap balik keponakan nya. "Tentu saja bude percaya. Bude melihat sendiri foto Lina yang pakai baju kurang bahan dan dikirim ke HP pak Bagas kok, An," jawab penjaga kantin itu tegas. Ana mengalihkan pandangan matanya ke arah Renita. "Apa boleh saya melihat pesan dan foto Lina yang dikirim untuk pak Bagas!?" pinta Ana. Renita mengangguk. "Tentu saja. Kamu juga harus tahu tentang kelakuan teman kamu," ujar Renita lalu meraih ponsel dan menunjukkan beberapa foto vulgar serta pesan yang dikirim Lina untuk Bagas. Ana terhenyak dan menghela napas panjang. "Apa Lina tidak pernah menyebutkan tentang perselingkuhan atau mi
"Hm, ya sudah kalau gitu. Semangat ya, Mas. Semoga rejeki kamu dilancarkan." "Aamiin, Ren. Oh ya, kalau kamu mau tidur, tidur saja dulu. Damar kan sudah tidur, biasanya kamu ngelonin dia dan langsung tidur juga kan?" tanya Bagas sambil membubuhkan nilai ke salah satu lembar jawaban siswa. "Iya, setelah ini aku akan segera tidur. Tapi aku hanya heran, sebulan ini kamu kok nggak rewel minta jatah ya? Perasaan, kalau aku kecapekan dan ketiduran, kamu nggak pernah membangunkan untuk menagih jatah," ujar Renita. Bagas menghentikan gerakan nya mengoreksi jawaban ulangan murid- muridnya. "Ya, aku kasihan sama kamu, Yang. Kamu handle semua pekerjaan rumah dan merawat anak kita. Apa salahnya jika kamu istirahat? Ya kan? Aku maklum kok," sahut Bagas tersenyum. "Oh gitu. Kirain kamu nggak minta jatah karena sudah ada yang menjatah kamu di luar, Mas?" pancing Renita. Bagas mendelik. "Apa maksud kamu, Ren? Kamu curiga padaku?" "Aku cuma nanya lho. Maaf kalau membuat kamu tersinggung. O
SKS 14Beberapa hari sebelum nya, Ana mengirim pesan pada Renita, karena dia sudah menemukan cara untuk menjebak Lina. [Bu, apa bisa kita bertemu di rumah saya? Saya ingin mencari CCTV untuk dipasang di rumah almarhumah nenek saya karena kebetulan penyewa rumah itu tidak memperpanjang masa sewa.]Renita membalas pesan dari Ana dengan segera. [Kamu tidak usah bingung. Saya yang akan membeli kannya. Sekarang kita langsung ke rumah almarhumah nenek kamu saja. Nanti kita bahas rencana saat sudah di sana, sekaligus saya ingin memastikan CCTV yang paling cocok untuk dipasang di rumah almarhumah nenek kamu.]Ana : [ Baiklah, bu. Kalau begitu saya tunggu kedatangan nya besok siang sepulangnya saya sekolah di rumah nenek saya. Nanti saya share loct. Untuk saat ini saya berikan alamat nya secara tertulis lebih dulu.]Renita : [Oke. Saya tunggu alamatnya sekarang.]***Renita tersenyum puas saat dia sudah memasang lima CCTV di dalam rumah almarhumah nenek Ana. Dia lalu menoleh ke arah Ana, ya
Bagas tersenyum lebar saat membaca pesan dari siswi kesayangan nya itu. [Saya sedang berhemat, Lin. Memang ada uang dari sertifikasi. Tapi saya ingin menabung untuk beli mobil. Jadi saya tidak bisa chek in di hotel.] Lina : [Pak Bagas tidak usah khawatir. Saya punya tempat yang aman untuk melakukannya.] Bagas mendelik membaca pesan balasan dari Lina. [Hah, bagaimana maksud nya? Kamu ingin kita melakukan nya dimana?] Lina segera membalas pesan dari Bagas. [Di rumah almarhumah nenek Ana. Penyewa nya tidak memperpanjang kontrak, jadi Ana meminta saya untuk mengiklankan rumah itu agar mendapatkan penyewa baru.] Bagas tertegun. [Apa aman? Saya tidak mau menanggung resiko, Lin. Bayangkan jika kita digerebek oleh tetangga. Karir saya dan kamu bisa dipertaruhkan.] Lina lalu mengirim kan voice note pada Bagas yang menceritakan kondisi rumah itu yang berlokasi di dalam perumahan yang semua penghuninya rata - rata berkarier, sehingga cuek dan acuh tak acuh pada kondisi tetangganya.
SKS 15 'Astaghfirullah, aku harus segera memperlihatkan rekaman cctv ini pada bu Renita,' batin Ana kemudian menelepon Renita. "Halo, Bu! Ikannya sudah tertangkap! Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Ana. Jantung Renita seakan berhenti berdetak karena menemukan bukti perselingkuhan sang suami. Rasa sedih, marah, bercampur dengan rasa lega dirasakan nya. Renita menatap ke arah Damar yang masih asik bermain sambil menyuapi nya makan. "Kamu tunggu di rumahmu saja, An. Saya akan menuju ke sana. Tapi saya harus menyuapi Damar dulu," ujar Renita dari seberang telepon. "Siap, Bu. Saya akan menunggu di rumah," ujar Ana. Dia lalu mengakhiri panggilan telepon nya. Renita bergegas menyuapi anak nya dengan perasaan tidak tenang, dan setelah makan siang anaknya habis, Renita segera bersiap menuju ke rumah Ana. 'Mas, kali ini bukti sudah di depan mata. Kamu tidak akan pernah bisa mengelak lagi. Kalau kamu tidak mau melepas kan ku dan Damar, aku yang akan menggugat cerai kamu d
Ana memijat punggung ibunya dengan penuh kasih sayang, sedangkan adiknya memijat kaki sang ibu. "Ibu nggak enak badan ya? Mungkin kecapean jualan, Bu. Sudah Ana bilang kalau Ana bisa menggantikan ibu jualan di pasar setelah pulang sekolah. Ana tidak mau ibu terlalu lelah sehingga sakit seperti ini," ujar Ana lembut. Ibu nya menggeleng. "Kamu dan adik kamu cukup sekolah saja dengan benar dan belajar yang rajin. Ibu ingin kalian bisa sekolah dan mendapatkan pekerjaan terbaik untuk kalian. Kamu dan adik kamu juga sudah membantu ibuk membersihkan rumah, memasak, dan mencuci setrika baju. Ibu sudah bersyukur sekali, Nduk," ujar Ibu Ana. Ana menghela napas panjang saat didengar nya suara batuk sang ibu. "Bu, ibu batuk sudah dua minggu. Ayo ke dokter? Ana ada kok uangnya. Kan Ana ikut menjual kan tahu baso buatan bude Nilam dari kelas ke kelas," tawar Ana. "Uhuk, uhuk, nggak usah, Ana. Uang itu kamu simpan saja. Semoga kelulusan tahun depan kamu bisa langsung kuliah ya." "Aamiin,
SKS 16"Waalaikumsalam, Bagas! Kok bisa sih ada video por no kamu sama perempuan tersebar di internet?!" tanya Ibunya dengan suara keras membuat Bagas terkejut bukan main."Hah, apa, Bu????!" tanya Bagas. Lelaki itu memucat. Renita yang berada di samping Bagas hanya bisa menebak - nebak apa yang diucapkan oleh mertuanya sampai sang suami berubah ekspresi seperti melihat hantu. Renita memang tidak bisa mendengar kan kata - kata mertua nya karena memang Bagas tidak mengaktifkan pengeras suara. "Bagas! Kurang apa keluarga kamu!? Sampai kamu harus selingkuh dengan perempuan lain. Apa kamu tidak takut dipecat dari guru honorer di tempat kamu mengajar?" tanya ibu Bagas lagi. Lelaki itu melirik ke arah Renita yang masih kebingungan dengan perubahan ekspresi sang suami. "Ada apa, Mas? Apa ibu ada masalah!?" tanya Renita cemas. Bagas berdiri dan mengayunkan tangan kanan nya ke arah Renita, seolah memberi tanda agar istrinya jangan ikut bicara dulu. Renita hanya bisa terdiam saat Bagas kemu
"Kamu tahu nggak apa persamaan antara cintaku padamu dengan isi kartu ATM ini?" tanya Arjuna dengan senyum dikulum. Renita menggeleng. "Emang apa persamaannya?!" tanya Renita bingung. "Persamaan antara isi kartu ATM ini dengan perasaanku padamu adalah sama - sama unlimited, jadi jangan ragu - ragu kalau kamu ingin beli apapun, Yang," ujar Arjuna sambil meraih tangan Renita dan memberikan black cardnya. Renita melongo. Diraihnya tangan Arjuna dan dikembalikan lagi kartu itu pada si empunya kartu. "Lho kenapa dibalikin, Yang? Kamu nggak butuh duit?" tanya Arjuna heran. Renita tertawa. "Haha, siapa sih di dunia ini yang nggak butuh duit? Tapi nanti saja deh, kalau kita sudah menikah, baru aku mau menerima nafkah dari mu. Kalau sekarang, jangan dulu. Kan kamu juga sudah membantuku untuk mendapatkan pekerjaan," ujar Renita tersenyum. Arjuna pun manggut-manggut. "Ya sudah kalau keinginanmu seperti itu. Hm, ngomong - ngomong soal menikah, aku ingin menikah langsung setelah aku lulus k
Semakin orang gila itu mendekat ke arah Renita, Renita pun terkejut saat melihat siapa sebenarnya perempuan gila yang disoraki oleh anak-anak, karena perempuan gila itu adalah Lina! Renita menahan nafas saat Lina semakin mendekat ke arahnya. Sesaat dia ragu jika perempuan gila yang sedang disoraki oleh anak - anak kecil itu adalah Lina, tapi semakin sosok itu mendekat ke arah Renita, dia pun semakin yakin bahwa perempuan ODGJ itu adalah perempuan yang sama yang telah merebut suaminya. "Lina? Apa yang terjadi padamu? Kenapa kulit dan pikiran kamu rusak?" desis Renita saat Lina tepat berada di hadapannya. Tanpa diduga Lina berhenti di hadapan Renita sejenak, lalu mereka bertatapan. Dan mendadak Lina tertawa terbahak. "Hahaha! Ada set an! Haaa haaa haa!β seru Lina sambil menunjuk ke wajah Renita. Renita terperanjat dan sama sekali tidak menyangka jika Lina akan menyapanya dengan cara seperti itu. "Arghh! Setan! Setan!" seru Lina sambil merentangkan kedua tangannya dan berusaha menja
"Bagaimana kalau kamu juga bekerja di kantorku? Bu Renita kan juga sarjana komputer? Hitung-hitung membantu aku di perusahaan. Nanti aku tanyakan pada HRD, apa ada posisi kosong yang bisa diisi oleh bu Renita," ujar Arjuna mantap. "Ah tidak perlu. Aku tidak mau kalau mendapatkan pekerjaan dengan cara nepotisme," kata Renita. "Ini bukan nepotisme, ini hanya memberikan posisi pada orang yang membutuhkan. Begini, Bu, misalkan ada posisi di perusahaan yang sedang kosong, apakah lebih baik diberikan pada orang yang tidak kita kenal sama sekali atau kita berikan pekerjaan pada orang yang sudah kita kenal dengan baik dan terpercaya?" tanya Arjuna.Renita hanya manggut - manggut. "Ya, kamu benar. Ya sudah, kalau begitu besok aku akan melamar kerja ke perusahaan papa kamu," ujar Renita. "Sekarang kamu tidur ya, sudah malam,β sambung Renita lagi. "Iya, Bu. Tapi sebelum tidur, sebenarnya saya itu STNK sama gurunya," ujar Arjuna. Kening Renita mengerut. "Hah, apa itu STNK?" "STNK itu Selalu
Renita sedang mencari lowongan pekerjaan melalui media sosial nya saat sebuah pesan whatsapp masuk di ponselnya.Renita tersenyum saat membaca pesan whatsApp itu karena pesan itu dikirim oleh Arjuna.[Aku punya tebakan nih, Yang! Apa perbedaan antara akhir pekan dan cintaku padamu?]Renita dengan cepat membalas pesan Arjuna.[Tidak tahu. Memangnya apa bedanya, Jun?][Kalau akhir pekan itu weekend kalau cintaku padamu will never end]Balasan pesan dari Arjuna membuat Renita tersenyum. [Kamu bisa saja, Juna. Kamu belajar dari mana?][Belajar dari hati dong, Yang! Oh ya, kamu lahir tanggal satu ya?]Renita menjawab, [Enggak, emang kenapa?][Aku kira kamu lahir tanggal 1, karena kamulah satu-satunya tujuan hidupku.]Balasan chat dari Arjuna membuat Renita tertawa lepas.[Aku lahir tanggal 7 bulan depan.]Arjuna membalas dengan senyum terkembang. [Wah pantas saja kamu lahir tanggal 7, karena kamu adalah tujuan dari doa-doaku selama ini π₯°]Bunga - bunga di hati Renita seakan bermekaran.
Renita mengangguk, dia kemudian menggendong Damar dan berjalan menuju ke arah mobil Arjuna. Suasana hening saat mobil melaju. Damar yang semula merengek karena ingin bermain hujan, terdiam setelah Arjuna memberikan roti coklat yang memang sudah disiapkannya untuk calon anak sambungnya itu. "Kenapa kamu diam saja, Bu Ren?" tanya Arjuna melirik ke arah Renita yang sedang menatap kaca jendela yang basah oleh air hujan. "Apa ada hal berat yang sedang bu Nita pikirkan?" lanjut Arjuna lagi. Renita menghela napas panjang. "Aku masih merasa sangat bersalah pada Mas Bagas. Apa aku harus mengatakan pada orang tua Bagas bahwa anak bungsu mereka meninggal karena menyelamatkan aku?" tanya Renita. Arjuna menggeleng. "Menurut saya hal itu tidak perlu. Bukan kamu yang bersalah. Kamu kan tidak minta ditabrak, kamu juga tidak minta untuk diselamatkan oleh Bagas kan, Bu? Jadi tidak usah mengatakan hal yang akan membuat orang tua pak Bagas justru menaruh dendam pada bu Renita," ujar Arjuna panjang leb
Disusul dua batu yang mendarat dengan mulus di kaca belakang. Adi yang ketakutan, membeku di kursi belakang kemudi. Beberapa orang turun dari motor dan menyerbu mobil Adi. "Turun kamu! Atau mati!" teriak mereka murka. Adi menatap pada kerumunan orang yang berkeliling di depan mobilnya. "Ayo keluar dari mobil mu dan mempertanggungjawabkan perbuatanmu atau aku kami akan memberi pelajaran, biar kamu modyar sekalian!" teriak orang-orang yang berkerumun di depan mobil Adi.Adi sangat ketakutan. Tetapi dia tetap tidak mau keluar dari mobil karena khawatir akan diamuk massa. "Woi, budek ya?! Kalau kamu tidak mau keluar, kami akan menghancurkan mobilmu secara paksa dan menghajarmu!" teriak sebagian orang yang berkerumun di depan mobil Adi.Adi terdiam di belakang kemudi sehingga membuat jengkel orang - orang yang berkerumun di hadapannya. Dua orang lelaki yang membawa batu besar menghantamkan batunya ke kaca bagian depan mobil sehingga pecah berhamburan, tepat pada saat itu, Adi ditarik o
"Sebagai manusia biasa, aku kecewa pada almarhum papamu, tapi bagaimana pun juga, papamu kan harus mendapatkan keadilan, terlepas apa yang pernah beliau lakukan padaku?!" tanya Renita balik. Arjuna manggut-manggut, lalu tersenyum pada Renita, merasa semakin yakin jika Renita adalah pasangan yang ditakdirkan oleh Tuhan untuknya. ***Malam itu, Adi sedang berada di rumah seorang teman, jauh dari hiruk pikuk rumahnya sendiri. Dia menikmati malam dengan tawa, mencoba melupakan keheningan dingin yang selalu menyelimuti rumah setelah kepergian Bisma, ayah tirinya. Sekaligus ingin mengerjakan tugas kuliahnya secara berkelompok.Tiba-tiba, suara notifikasi pesan memenuhi ruangan, memberitahunya bahwa sesuatu terjadi di rumahnya."Den Adi, pulanglah sekarang," bunyi pesan dari salah satu asisten rumah tangganya. "Polisi datang menangkap Nyonya Sisi."Seakan tersambar petir, Adi segera meraih jaket dan helmnya. Ia tidak berpikir panjang. Motor melaju cepat melewati jalan gelap menuju rumahnya
Arjuna gemetaran. Ia mundur beberapa langkah dari meja, dadanya sesak. Ternyata selama ini kecurigaannya benar. Ibu tirinya adalah dalang di balik kematian ayahnya.Setelah menarik napas panjang, Arjuna kembali duduk. Dia tidak boleh membiarkan bukti ini hilang. Tangannya gemetar saat ia menyalin rekaman itu ke sebuah flashdisk yang tergeletak di laci meja. Setelah itu, dia juga mengirimkan file rekaman ke ponselnya sebagai cadangan. Namun, dia merasa bukti ini perlu dilindungi dengan lebih baik. Ia teringat pada Renita, sang kekasih hati yang selalu bisa menenangkannya. Arjuna mengirimkan video itu ke nomor Renita. "Renita harus tahu. Dia bisa membantu," gumamnya pelan.Tidak lama setelah mengirim pesan, ponselnya berdering. Nama Renita muncul di layar. Namun, Arjuna tidak ingin membicarakan hal ini melalui telepon. Dia mematikan ponselnya, memastikan ruangan kerja ayahnya kembali seperti semula, lalu bergegas mengambil kunci motor.Udara malam itu dingin menusuk. Angin yang bertiup
Suasana di makam yang mendung, membuat hati Arjuna gerimis. Dia seolah lemas dan tak bertulang saat turun ke galian tanah untuk menerima jasad papanya. Wangi kamboja yang ditiup semilir angin tak mampu meredakan kesedihan dan kecurigaannya atas kematian Bisma. Lagi, air matanya jatuh menetes di pipi. Renita yang datang melayat tanpa mengajak Damar, dengan leluasa memegang bahunya lembut, seolah menularkan kekuatan. Tapi Arjuna hanya terdiam, sebenarnya dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Renita, tapi salah satu sisi hatinya meminta untuk bersandar pada perempuan itu. Arjuna menahan keinginan untuk menangis di bahu Renita, dia tidak ingin membuat Renita khawatir. Setelah pemakaman selesai, suasana di rumah kembali sunyi. Arjuna duduk di ruang tamu dengan tatapan kosong. Sisi terlihat masih sibuk melayani tamu-tamu yang datang. Namun tak lama kemudian, seorang pria berkacamata masuk dan memperkenalkan diri sebagai pengacara almarhum Bisma.βMohon maaf, saya ingin berbicara denga