Bibir Rex mendekat hingga embusan napas hangatnya terasa di wajah Lyra. Sebagai seorang lelaki normal yang memiliki hasrat, keinginannya saat ini adalah mengecup bibir wanita yang telah mendampinginya melewati malam-malam terburuk.Debaran kian menggila di dada Lyra saat mengetahui lelaki itu mendekatkan wajah mereka berdua sampai nyaris tak berjarak. Ia secara reflek memejamkan mata saking gugupnya dengan apa yang mungkin terjadi.Pun dengan Rexanda yang sekarang mulai memejamkan mata sedikit demi sedikit. Menahan napas, menahan engah, tanpa berpikir, hanya mengikuti apa yang ada di dalam hati.Detik demi detik, debaran melanda tidak karuan. Telapak tangan menjadi dingin!Jemari Rex meraba pipi Lyra, merayap ke belakang hingga menyentuh tengkuk lembut. Seolah aliran darah terbakar dengan kedekatan yang terjadi Namun, mendadak ….‘Apa kamu yakin Lyra mau menerimamu yang cacat ini, Rex?’ Suara batin sang pemuda menggedor keras hingga ia sontak menghentakkan kepala ke belakang. Apa ya
Lyra memandangi ponsel Rex dengan lirih. Berpikir dalam hati bagaimana mungkin dia bisa menyaingi pesona seorang Marina Kristanto di hadapan mantan suaminya? Menganggap mereka berdua bagai langit dan bumi. Terlebih, ia tahu kalau pemuda itu sering menghabiskan malam bersama sang foto model seksi. ‘Sedalam itu cintamu kepada dia, sampai Aldi sahabatmu pun mengirim fotonya untuk memberimu semangat. Aku memang terlalu jauh bermimpi. Aku terlalu membiarkan perasaanku terlarut kepadamu, Mas.’‘Padahal, kamu baik kepadaku pasti karena aku adalah perawatmu. Kamu sudah merasa cocok dengan caraku merawatmu dan tidak mau menggantiku. Tapi, di saat kamu nanti bisa berjalan, pasti aku akan ….’Kembali menarik napas sangat panjang dan berat. Layar ponsel Rex mendadak mati dan terkunci. Screenlock-nya sudah aktif setelah beberapa menit tidak aktif. Memandangi wajah tampan, jemari Lyra bergerak dengan sendirinya. Ia ingin membelai rambut hitam yang menuruni kening dan menutupi sebagian mata. Akan t
“Maksud Dokter?” Lyra memandang bingung. “Eh, maksud Ian?” ralatnya karena sudah sepakat tidak memanggil dengan kata dokter lagi. Ian tersenyum, menatap jemari wanita manis di sisinya. “Aku melihat tanganmu menggenggam tangan Tuan Rex saat tadi dia memaksa diri untuk menggerakkan jari kakinya.”“Sehingga?” Lyra tetap menatap tak mengerti dengan mata bundarnya itu. “Kenapa mesra sekali?”“Haa?” Melongo sudah bibir merah muda yang hanya dilapisi lipgloss tipis. “Mesra?”Ian mengangguk, “Aku melihatnya sebagai sebuah kemesraan. Kalian pacaran?” tembak sang dokter tanpa tedeng aling-aling lagi. Lyra cepat menggeleng, “Tidak! Tidak! Kami tidak berpacaran! Aduh, kenapa jadi berpikir begitu?” Ia entahi ingin tertawa atau menangis dengan pembicaraan ini. Sampai menggaruk kepala yang tidak gatal saking gugupnya. “Kalau pacaran juga tidak apa. Aku tidak akan membocorkannya. Aku hanya ingin tahu,” lanjut pemuda itu menyandarkan diri di sofa, lalu menatap lekat dengan wajah yang hampir setamp
Tertegun dengan apa yang dikatakan oleh Rexanda, seuatu meremas hati Lyra dengan kencang. Ada rasa sakit serta perih, kecewa …. Namun, ia tetap tersenyum dan menatap dengan nanar.“Semoga kamu bisa kembali dengan orang yang kamu sayangi dan berbahagia kembali,” ucap Lyra menahan rasa remuk karena mengira yang dimaksud adalah Marina. Rex mengangguk, “Aku baru saja memanadangi fotonya di ponselku. Aku … kecantikannya membuatku luluh," lanjut pemuda itu meremat ponsel. Wajah Lyra yang baru saja ia tatap terus menerus memang membuatnya luluh lantak, ingin mendekap, tetapi terlalu malu untuk berkata apa pun.Dengan kembali menarik napas panjang, mengembus pelan, Lyra mengangguk. ‘Memang Marina sangat cantik, Mas. Dia juga seksi, bukan? Kamu pasti baru saja melihat lagi fotonya berbikini kemarin? Atau mungkin foto kemesraan yang lain? Ah, kalian pasti merindukan masa-masa mesra berdua!’ desisnya dalam hati di balik senyum sendu. Sementara Rex, ia juga berkata dalam hati. ‘Seandainya k
Rex makin meningkatkan teriakannya, berharap Lyra akan mendengar, lalu kembali. Namun, untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka bersama, wanita itu tidak mau menurut. Dengan tidak menoleh ke belakang, Lyra keluar dari pintu kamar, meninggalkan lelaki itu sendiri. Rex tentu saja berakhir dengan mengamuk bukan kepalang. Ponsel diambil, lalu menelepon terus menerus. Lyra merasa sakunya bergetar dan ada nada telepon masuk. Mengambil benda pipih, memandangi siapa yang menelepon, lalu menekan tombol merah.“Hah! Kamu menolak teleponku! Apa-apaan!” engah Rex memukuli kasur. Ia sama sekali tidak mengerti kenapa Lyra jadi seperti ini. “Berani sekali kamu menolak teleponku!”Tidak merasa bersalah karena dia tidak tahu Lyra kecewa. Tidak tahu kalau Lyra melihat foto Marina yang seksi. Pun Lyra, tidak merasa bersalah karena membuat bosnya uring-uringan. Baginya, ini wajar karena merasa Rex membuatnya bingung, memberi harapan palsu. Tidak tahu kalau sang lelaki benar-benar cemburu. “Kamu bena
“Apa katamu? Aku cemburu?” ulang Rex memandang angkuh pada Lyra. “Bisa-bisanya kamu bilang aku cemburu! Enak saja!”“Aku? Cemburu pada Dokter Sialan? Kamu waras? Ha-ha-ha! Ha-ha-ha!” tawanya dua kali lipat lebih angkuh. “Kalau tidak cemburu, kenapa marah-marah?” tukas Lyra memandang jengah, kesal, sakit hati, serta seluruh kejengkelan lain berkerumun di hati dan otak. “Karena aku takut kerjamu kacau! Seperti tadi, kamu pergi meninggalkan aku demi menemui dia! Bagaimana kalau kamu pergi lama dengan dia? Aku sendiri, siapa yang membantu kalau ada apa-apa?”Lyra tersenyum pura-pura tenang, “Oke, selama kita di Jepang, aku tidak akan pergi dengann Ian. Aku hanya akan bertemu dan bercengkrama dengannya di lobby saja. Jadi, kalau ada apa-apa, kamu tinggal menelepon dan aku akan segera kembali ke kamar.”“Tetap tidak boleh! Nanti konsentrasimu terpecah! Aku maunya kamu hanya perhatian kepadaku!” dengkus Rex melirik tajam.“Aku akan tetap perhatian kepadamu, sebagai seorang perawat kepada T
Debaran di dada Rexanda makin menggila saat Lyra berkata agar segera mengurus perceraian mereka setelah kaki lelaki itu bisa berjalan kembali. Bukan hanya ditampar atau disambar petir, tetapi permintaan itu mengoyak seisi relung batin. “Kamu ... kamu sungguh-sungguh menginginkan kita bercerai?” engah Rex menatap panik.Lyra mengangguk, “Aku tidak tahu apa yang kamu mau dariku. Rasanya ... aku sudah mencoba untuk selalu bersabar, menomorsatukan kamu. Ternyata, kamu terus saja mengamuk. Aku tidak pernah cukup baik untukmu, Mas?”Bibir Tuan Muda Adiwangsa berkali-kali terlihat ingin mengucap, tetapi di akhir tak ada satu kata pun yang terucap. Ini adalah hari ulang tahun yang telah berubah menjadi hari bencana untuknya. “Kamu juga sejak pertama sudah tidak sabar ingin segera bebas dariku, ‘kan? Jadi, tolong urus surat cerai kita secepat mungkin. Aku tidak tahu bagaimana mengurusnya, karena aku hanya orang bodoh.”Pening kepala lelaki itu mendengar Lyra berkata mengurus surat cerai beru
Dokter Ian bagai disambar petir siang hari bolong saat mendengar ucapan Rex yang sedang menatapnya dengan senyum sinis dan dingin. “Terlibat pernikahan?” tanggapnya tidak mau percaya begitu saja.“Beberapa bulan lalu kami menikah. Kemudian, karena satu kesalahan, aku menjatuhkan talak padanya. Tapi, sampai sekarang kami masih bersama, bukan? Jadi … berhentilah mendekati istri orang,” ulang Rex melontarkan senyum jengkelnya sekali lagi.“Kesalahan? Kesalahan apa?”“Bukan urusanmu!”Ian terhenyak, “Jadi, dia masih istrimu atau tidak?”“Secara hukum negara, dia masih istriku. Belum ada surat perceraian di antara kami berdua. Mengerti?”“Tapi, kamu dan dia sudah kembali menjadi suami istri belum?”“Bukan urusanmu!” sinis Rex. Berhenti berucap sesaat, Ian berpikir dengan seksama. Lalu, ia kembali bertanya, “Kamu sudah menjatuhkan talak, berarti dia bukan istrimu lagi. Kecuali … kalian sudah rujuk?”“Tapi … saat aku tanya apa Lyra memiliki hubungan denganmu, dia mengatakan tidak ada apa-ap
BAB 62 Perlengkapan HoneymoonVisual tokoh bisa dilihat di IG Author @Rein_Angg, Tiktok @rein_angg47. Mau menghalu bareng pembaca lain, silakan join Grup Facebook: Rein Angg And Friends “Kita pindah rumah? Kamu serius, Mas? Tapi ... apa Papa dan Mama akan setuju? Ini sebuah hal yang besar, lho. Aku khawatir mereka tersinggung?” Lyra tertegun dengan usul tersebut. Bukannya dia tidak mau, tetapi justru khawatir menimbulkan perselisihan di antara keluarga Adiwangsa. “Aku akan rundingkan dengan Papa. Selama Papa mendukung, kita tenang saja,” senyum sang pemuda memandangi istrinya dengan teduh. “Pokoknya, aku tidak mau kita diganggu terus menerus. Aku tidak mau kamu disakiti lagi.”Lyra menghela, “Ya, sudah. Aku bagaimana baiknya menurutmu saja, Mas. Apa pun itu, aku percayakan kepadamu.”Rex mengangguk, memeluk lebih erat sembari mulai mengistirahatkan tubuh di atas pembaringan bersama sang istri. Keduanya saling bertatapan, bertukar senyum. “Lyra,” panggilnya sendu.“Ya?”“Kamu sejak
Betapa terkejutnya Lyra saat melihat suaminya sedang dipeluk oleh ... mantan.Rexanda terbelalak, spontan mendorong Marina hingga terlepaslah pelukan dari tangan lembut itu. Saking kerasnya ia mendorong, foto model seksi itu sampai terjerembab di atas lantai. “Aduh!” pekik Marina ketika bokong sintalnya menghentak lantai. Ajeng langsung berlari dan membantu Marina berdiri. “Aduh, maafkan Rex, ya. Dia cuma kaget saja.”“I-iya, tidak apa, Tante,” angguk Marina sembari merapikan rok mininya. Lyra berjalan dengan kedua tangan memegang kantung belanjaan berisi banyak juice buah yang dibeli di bawah. Ia meletakkan minuman itu di atas kursi, kemudian mendekati suaminya dengan sorot bertanya. Rex menggeleng, memberi jawaban bahwa dia pun bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Mereka hanya saling pandang dan dada pemuda tersebut kembang kempis. Melirik pada Marina, tatap Lyra memperlihatkan keberatan dengan apa yang baru saja wanita itu lakukan. Namun, ia enggan memaki atau berkata ka
Tuan Muda Adiwangsa menatap layar dengan gundah. Pertanyaan Marina membuat dada bergemuruh dengan berbagai emosi campur aduk. Berkali-kali mengetik, tetapi ia hapus lagi. Terus begitu hingga akhirnya memberi jawaban yang dirasa paling pas.Rex [Aku sibuk, tidak ada waktu untuk bertemu.]Marina [Apa iya sibuk tiap hari? Aku cuma minta bertemu sebentar saja. Sekadar mengobrol santai. Tidak masalah, bukan?]Rex [Sudah, ya. Aku mau istirahat.]Lalu, ia menutup layar ponsel, dan meletakkan di meja sebelah ranjang. Bersamaan dengan istrinya keluar dari kamar mandi. “Nah, sini, cepat ke sampingku. Aku kangen,” senyumnya merentangkan tangan, ingin agar Lyra segera hadir di pelukan. Saat mereka sudah bersama, lengan Rex memeluk erat, sembari mengecup kening sang istri. “Tidur saja denganku. Besok baru beres-beres. Terapiku masih dimulai dua hari lagi di rumah sakit. Kita santai dulu melepas lelah.”“Oke, Mas,” angguk Lyra membalas dengan satu kecupan di pipi sang suami. “Kok cuma cium pipi?
Ajeng bukannya bahagia seperti Harlan, tetapi ia justru memekik seakan sebuah bencana baru saja terjadi. “Kenapa Rex bisa menikah lagi dengan Lyra!”Harlan menghela lirih, istrinya ini hingga sekarang tidak berubah sikapnya. Masih saja menganggap Lyra sebagai seseorang yang tidak ada harganya.“Mereka sudah rujuk. Rex dan Lyra saling mencintai sekarang. Aku senang sekali mendengarnya!” tukas Harlan tetap tersenyum dan menyenderkan punggung dengan lega.Ia ambil segelas teh dari atas meja, menenggak beberapa kali, lalu menatap serius pada Ajeng. “Sekitar dua minggu lagi mereka kembali ke Jakarta. Lyra akan tinggal bersama kita.”Ajeng melengos, yang tadinya hendak mengambil makan diurungkan. Mendadak nafsu makannya hilang begitu saja.“Aku mau kamu dan Eva tidak lagi memperlakukan dia dengan buruk. Dia istrinya Rex yang sah, dan anak kita mencintainya.”“Lyra orang yang baik. Lihatlah, saat anak kita lumpuh, dia tidak meninggalkannya. Meski Rex sudah menyakiti dia secara luar biasa, t
“B-ber ... bercin-cin ... apa, Mas?” Lyra sontak pucat pasi mendengar ucapan lelaki yang baru saja menjadi suaminya kembali. Napas memburu meski terasa sesak di tenggorokan.Rex semakin bersemangat menggoda wanita polos itu. “Bercinta, Sayang ... itu, tuh ... malam pertama suami dan istri di atas ranjang, seperti kita sekarang.”“Hah ...? A-aku ... aku ....” Lyra menggeleng, mengulum bibir, telapak tangan makin menjadi dingin.Terkekeh, memang pemuda itu suka menyiksa istrinya dengan godaan sensual, “Kamu kenapa? Mau malam pertama denganku? Ya, aku juga mau, kok. Yuk, kita ... ehm ...,” senyum lelaki tampan beralis tebal dan bertulang pipi tinggi makin lancar menjadikan hati istrinya bagai dihantam meriam.“Tapi ..., aku kan masih belum bisa push up sempurna, jadi ... sepertinya akan lebih baik kamu di atas.”“D-di ... di ... di mana?” Lyra ingin kabur dari kamar saja rasanya.“Di atas,” jelas Rex menahan tawa. “Tidak tahu, ya?”Menggeleng lemas, “Tidak tahu ....”Akhirnya, Tuan Muda
Lyra merasa kepala penuh dengan teriakannya sendiri. Belum siap untuk kemesraan yang menjelang, tetapi Rex seakan sudah tidak sabar untuk melakukan lebih dari yang namanya sekedar mantan suami dan istri.Berteriak bingung di dalam hati, matanya terbelalak lebar ketika ....Akhirnya bibir Rexanda menyentuh. Terasa lembut, hangat, dan mendebarkan. Embusan napas suaminya tersebut menerpa mulai dari kening hingga ke hidung.Mata Lyra pertamanya masih terbuka lebar pada detik-detik pertama bibir mereka bertemu. Ia bisa melihat bagaimana mata Rex terpejam ketika mencium.Namun, perlahan, dalam tiap pagutan yang dilakukan oleh lelaki tampan itu, menutup pula mata sang wanita. Membiarkan dirinya luruh dalam sentuhan, dalam cumbuan, dan dalam keintiman yang dilakukan sang suami. Ada dua hati yang sedang berdebar luar biasa. Gelitik manja di dalam perut, yang di sebut oleh orang luar sebagai “butterfly in my stomach.” Seakan ada kupu-kupu beterbangan di dalam perut, membuat sensasi aneh yang k
Akhirnya pertanyaan yang ditahan selama ini meluncur juga dari bibir pemuda tampan tersebut. Wajah yang biasa dingin, datar, dan ketus berubah menjadi lembut dengan mata berbinar penuh harap.“Ru-rujuk?” gugup Ghea merasa sulit untuk bernapas normal. Semua ini diluar dugaan. Mulai dari pengakuan cinta mereka berdua hingga terucapnya kata-kata sakral tersebut. Rex mengangguk, “Masih sisa empat hari sebelum waktunya habis,” seringainya memamerkan deretan gigi putih nan rapi. “Jadi suami istri lagi, yuk?”Ajakan terakhir diucap dengan nada merajuk yang manja, ditambah dengan rengkuhan lebih erat di jemari lentik. Diakhiri dengan kecupan mesra di punggung tangan. “Aku ingin kamu jadi istriku lagi. Mau, ya?”Lyra mengembus napas dengan terengah. Saking gugupnya hingga pundak naik turun secara cepat. Mata menatap kian lekat pada lelaki di depan. “Kamu serius, Mas?” engahnya masih ragu.“Tentu saja serius. Kenapa kamu tidak percaya?” angguk Rex.“Iya ... uhm ... karena kamu ... aku hanya he
Jantung Lyra menghentak seperti irama disco. Pernyataan cinta dari mantan suaminya membuat berdebar hingga ingin pingsan. “Ka-kamu ... kamu apa?”Rex menggenggam jemari Lyra lebih erat. “Aku dulu tidak memiliki rasa apa pun denganmu, hanya kebencian. Tapi, sepertinya aku dulu memang orang bodoh yang buta.”“Aku sekarang jatuh cinta kepadamu, Lyra ....”Pengakuan yang nampak sangat tulus dari mata seorang lelaki bernama Rexanda Adiwangsa. Di mana beberapa bulan lalu, sorot itu hanya terus memandang dengan kebencian.Wanita berambut panjang menatap dengan tak percaya. “Kamu jatuh cinta kepadaku? Kenapa bisa jatuh cinta kepadaku?”Tawa Rex pelan terdengar. “Ya, aku juga tidak tahu. Mungkin karena kamu begitu baik kepadaku? Di saat semua meninggalkan aku, tidak peduli karena aku cacat, kamu justru tetap bertahan.”Jemari pemuda itu membelai pipi Lyra dengan perlahan, lembut. “Kamu tetap baik meski aku telah berbuat sangat jahat kepadamu. Karena itu ... aku ....”“Berawal dari rasa keterga
Rex bagai disambar geledek mendengar jawaban Lyra. Matanya melotot dan dada kembang kempis. “Jadi, kamu benar-benar sudah pacaran dengan dia?”“Kan aku sudah jawab, kalau iya, memangnya kenapa? Kita sebentar lagi bercerai. Ada masalah denganmu kalau aku pacaran dengan Ian? Toh, kamu sebentar lagi bisa berjalan dan tidak butuh aku untuk menjadi perawatmu?” angguk Lyra sengaja menutupi apa yang terjadi di cafe tadi, bahwa dia tidak bisa membalas perasaan Ian. “Aku ... aku ...,” gagap Rex kelimpungan. Pemuda itu merasa gila mendadak. “Bagaimana mungkin kamu bisa pacaran dengan dia? Kamu masih istriku secara hukum negara!”“Pernikahan kita hanya karena kamu menodai aku! Tidak usah seakan aku ini istrimu sungguhan! Kamu tidak pernah mencintai aku!”“Itu dulu!” bentak Rex ingin melempar remote televisi ke lantai saking emosinya, tetapi ditahan.Lyra megernyitkan kening. “Itu dulu? Maksudnya?”Napas Rex memburu sangat cepat, panas, tersengal. “Itu dulu ... aku dulu memang tidak pernah menci