***
Aku melajukan mobilku ke kantor. Hari ini aku datang siang karena memang sengaja ingin mengintai ke mana perginya Mami.
Sesampainya di kantor, Grecia menghampiriku dan bertanya, "Tuan muda kenapa baru datang? Apa ada sesuatu yang terjadi?"
Aku melenggang dengan santai tanpa menjawab pertanyaannya. Namun, wanita satu ini tidak menyerah begitu saja, ia mengejar langkahku hingga ke dalam ruangan.
"Kenapa Tuan muda bersikap seperti ini pada saya? Apa karena perjodohan waktu itu? Jika benar, bukankah saya juga tidak memaksa! Saya sudah melupakannya."
Aku terdiam, mungkin yang dikatakan Grecia ada benarnya juga. Grecia tidak pernah membahas perjodohan itu padaku, hanya Mami saja yang masih bersikeras memaksa kehendaknya.
Jika difikir-fikir, aku memang sudah keterlaluan pada Grecia.
"Baiklah, saya minta maaf. Sekarang saya lagi banyak masalah, mohon jangan diganggu!" Aku berkata dengan lembut.
Grecia mengangguk dan segera ke
***Hari berlalu, perasaanku makin bertumbuh dengan subur pada Dara.Siang ini aku beristirahat sambil menyantap makan siang di Restoran dekat dari kantor.Kemudian alat sadapku terdengar Mami sedang bicara dengan laki-laki."Sabar sayang! Setelah usaha kita berhasil, maka kita akan bersatu lagi," ujar Mami.Pembicaraan itu terdengar jelas melalui alat yang aku pasang kemarin.Laki-laki yang tengah bicara dengan Mami hanya berdehem menanggapi ucapan Mami itu.Aku semakin kesal, ternyata Mami berselingkuh di belakang Papi.Keterlaluan! Diusia yang sudah tak muda lagi, Mami masih bisa bermain api.Aku akan mencari tahu siapa laki-laki tersebut. Setelah mendapatkannya aku pasti akan menghajarnya habis-habisan.Selera makanku menjadi hilang, aku bergegas balik ke kantor.Grecia menyapaku lagi, "Tuan muda.""Iya," sahutku cuek."Sudah selesai makan siangnya?""Sudah, saya s
***Setelah selesai mengantar Papi ke tempat istirahatnya yang terakhir. Aku kembali ke rumah dengan langkah yang lemah.Hatiku belum bisa menerima kepergian Papi, rasanya ingin segera membalas perbuatan orang yang telah menyebabkan Papi jantungan saat itu."Rik," ucap Oma menarik tanganku lembut.Aku duduk di sofa digiring oleh Oma. Kenapa air mata ini tak bisa terjatuh, rasanya sesak jika harus tertahan di dalam mata."Ikhlaskan, Nak! Papi sudah bahagia di sana," ujar Oma lagi.Aku menatap Oma tanpa mengeluarkan suara. Mami turut menghampiri kami."Mami tahu kamu sangat bersedih, Rik. Mami juga merasakan hal yang sama, tapi kita harus bisa merelakannya!" Mami meraih tanganku."Tidak!" Aku menepis tangan Mami.Oma tampak heran melihat sikapku pada Mami."Rik!" Mami berteriak padaku.Aku berlalu menuju kamar dan meninggalkan mereka di ruang tengah.Perasaanku hancur, Mami masih saja berpura-pur
***POV Mery (Mami Riko)Aku sangat sedih mendapatkan perlakuan dingin dari putraku sendiri, padahal aku melakukan ini untuk dirinya, untuk masa depannya.Jika keluarga Suningrat mengetahui bahwa Riko bukan anak Rudy, maka warisan tidak akan jatuh padanya.Aku menyingkirkan Rudy selain untuk menguasai hartanya, juga karena ingin bersatu kembali dengan Mas Kevin."Mer, mau ke mana?" tanya Ibu saat melihatku ingin keluar."Ada urusan bentar Bu," jawabku gugup"Susana masih berduka, kenapa sudah ingin keluyuran di luar?" hardik Ibu dengan sorot mata tajam.Aku benci sekali wanita tua ini, ia selalu saja protes tentang apa pun yang ingin aku lakukan.Aku juga akan segera menyingkirkannya setelah harta warisan dipindahkan atas nama Riko."Saya hanya sebentar, Bu. Ada yang harus saya beli," ujarku dengan lembut.Ibu hanya berdehem pelan, aku langsung bergegas keluar.Saat di depan halaman, Dara
***Aku pergi bersama Grecia sore ini, ia tampak bahagia saat berdua denganku di dalam mobil."Tuan muda, kita mau ke mana?" tanya-nya."Keliling aja temani saya berbagi kesedihan, saya tidak tahu harus bercerita pada siapa," sahutku bersandiwara."Saya dengan senang hati mendengarkan semua cerita Tuan muda, mulai saat ini Tuan muda tidak usah sungkan."Grecia sangat antusias mendengarkan keluhanku."Terima kasih banyak, kamu memang wanita idaman," godaku memancingnya."Ah, Tuan muda bisa aja," Grecia tertunduk malu.Aku akan memulai rencanaku, Grecia pasti mudah buka mulut dengan rayuan mautku."Oya, kemarin yang datang bersamamu dan Om Brito itu siapa?""Om Kevin, dia sahabat Papa." Grecia menjawab dengan santai."Oh, Mami saya juga kenal dekatkah dengan Om Kevin?" Aku mencoba mengorek informasi."Iya, mereka bertiga sangat dekat. Setahuku Om Kevin itu ...." Grecia tidak melanjutkan uca
***Aku berjalan kaki menuju minimarket terdekat, Nyonya Mery sepertinya sengaja memberikan aku tugas.Aku berjalan dengan santai, ketika aku sampai di jalan yang lumayan sepi tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di dekatku.Seseorang turun dari mobil itu, aku menatapnya sekilas, kemudian berlalu.Namun, orang itu meraih tanganku, dan dengan sigap membekap mulutku.Aku dibawa paksa masuk ke dalam mobil. Aku ingin teriak, tapi mulutku di sumpal olehnya.Wajah pria ini seperti tidak asing. Entah di mana aku pernah melihatnya.Tetapi apa alasan ia menculikku?"Tuan muda, tolong!" lirihku dalam hati.Air mataku mulai berjatuhan, aku takut ....Cukup jauh pria ini membawaku, hingga ia berhenti di sebuah tempat."Ayo turun!" ucapnya menarik tanganku.Seketika penutup mulutku dibuka olehnya."Siapa anda? Apa salah saya?" tanyaku gemetar."Nanti kamu akan tahu sendiri," sahutnya.Aku ditarik
***Aku pulang ke rumah. Namun, Dara tak ditemukan.Aku mencari ke sekeliling halaman, bahkan Si Mbok juga tampak sangat khawatir.Oma sedih dan cemas, Mami menjelaskan bahwa tadi Dara diminta untuk belanja tapi sampai sekarang belum kembali."Kenapa Mami menyuruh Dara berjalan kaki?" tanyaku curiga."Kan gak terlalu jauh, makanya Mami meminta Dara jalan kaki saja," ujar Mami.Aku semakin curiga. Oma dan si Mbok terlihat gelisah."Baiklah, aku akan mencari Dara."Aku mengajak Pak Tarjo menuju mini market itu. Aku juga meminta Pak Tarjo untuk mengecek ke dalamnya.Namun, Dara tak ada di sana. Aku semakin gusar.Kemana perginya Dara?Hari semakin gelap, aku dan Pak Tarjo masih berkeliling mencari keberadaan Dara.Lagi-lagi kami tidak menemukan apa-apa."Kita pulang dulu, Pak!" perintahku."Baik Tuan muda."Pak Tarjo memutar balik mobil menuju ke rumah.Sampai di rumah,
***Setelah kejadian kemarin, aku berangkat kerja dengan perasaan yang tak tenang.Aku menaruh beberapa kamera pengintai di area tersembunyi. Aku juga membawa alat hubung sadap suara itu lagi.Aku masih harus mengungkap kasus perselingkuhan Mami, tapi sekarang masalah bertambah satu lagi. Aku juga harus mengungkap kasus hilangnya Dara kemarin.Sampai di kantor aku diinterogasi oleh Grecia, iya bertanya kenapa kemarin aku tidak merespon panggilan serta pesan darinya."Kemana Tuan muda kemarin? Kenapa tidak membalas pesan pesan yang saya kirim?" tanya Grecia."Saya kemarin sibuk mengurus urusan keluarga saya, jadi tidak tahu jika kamu menghubungi saya berkali-kali," jawabku dengan tenang."Oh begitu, saya kira Tuan muda sengaja menghindar.""Mana mungkin saya sengaja. Ya sudah, saya masuk ruangan dulu, kamu juga lanjutin pekerjaan kamu! ingat, jam kantor jangan dicampur dengan urusan pribadi!" paparku sembari be
***Waktu berjalan, malam sudah tiba. Grecia datang bersama Om Brito. Tak lama kemudian disusul oleh Om Kevin.Mami tampak cemas, sementara raut wajah Om Brito dan Grecia cukup cerah. Aku yakin Grecia sudah menceritakan tentang ucapanku tadi sore.Semua sudah berkumpul di meja makan. Dara masih di kamar, si Mbok tengah memanggilnya untuk turut keluar.Tadi aku juga sudah memperlihatkan photo Om Kevin. Dara ketakutan, dugaan diriku ternyata benar! Om Kevin dan Mami adalah dalang penculikan Dara."Selamat malam, Om! Mari duduk!" ujarku menyambutnya kedatangan Om Kevin.Mami semakin gelisah, wajahnya pucat berkeringat.Oma duduk manis di sebelahku, ia tak mengetahui rencanaku ini."Terima kasih banyak, Nak Riko," sahut Om Kevin."Oya, Tante. Mas Riko pasti belum memberitahu tujuannya mengundang kami makan malam bersama di sini." Grecia membuka suara dengan senyum bahagianya."Em, a-apa sebenarnya tujuan kalian? Kenapa
***Semalaman aku tak bisa tidur. Rasa bersalahku menghampiri.Kutatap lagi ke arah Dara yang sudah terlelap dalam pelukanku. Seketika sesal di dalam diri muncul.Saat ini istriku sedang mengandung, tapi aku malah mengkhianatinya. Air mata jatuh dengan begitu saja.***Entah kapan aku tertidur, saat aku membuka mata, ternyata hari sudah terang."Sayang, kenapa tidak membangunkan, Mas? Bukankah Mas sudah telat ke kantor," ucapku pada Dara yang terlihat mulai segar kembali."Ke kantor? Mas lupa kalau hari ini adalah hari Minggu?"Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aku memang lupa."Eh, he-he ... iya, Mas tak ingat.""Mentang-mentang ada Asisten baru, jadi mau ke kantor terus deh," goda Dara dengan nada bercanda.Aku langsung salah tingkah. Bagaimana jika Dara tahu, tentang kejadian kemarin?Bagaimana jika Puja meminta tanggung jawab karena aku telah mengambil mahkotanya?Ar
***Hari berikutnya, aku berangkat lagi ke kantor. Sedangkan Dara masih tak bisa ke mana-mana. Kehamilannya membuat ia sulit bangun. Maklum saja, karena ini adalah kehamilan pertama.Sampai di kantor, aku bertemu Puja lagi tentunya. Sosok Puja sangat membuat Dara cemburu. Padahal mereka belum pernah bertemu.Dan aku, entah kenapa ada perasaan gugup ketika berhadapan dengan Puja."Selamat pagi, Tuan muda." Puja menyapa."Pagi," sahutku singkat.Cepat-cepat aku melangkah ke dalam ruangan. Tak mau aku berlama-lama berada di dekat Puja.Hatiku berdebar, jiwa kejantananku bergetar. Aku memang suka bermain-main dengan wanita dulu.Akan tetapi itu dulu, sebelum aku memutuskan jatuh cinta pada Dara.Saat ini, aku merasakan gejolak itu lagi. Ingin rasanya aku menikmati permainanan yang dulu pernah aku gemari.Oh, Puja ....Kenapa lekuk tubuhnya tampak begitu menggoda. Aku tak boleh terus berpikir b
***Aku bergegas menuju arah pulang. Namun, sebelum itu aku singgah ke sebuah toko perhiasan.Kupilih dua kalung berbentuk hati."Berapa harga kalung ini?" tanyaku pada penjual berlian itu."Setengah M saja Tuan muda," ucapnya."Saya mau dua."Setelah selesai menggesekkan kartu ajaibku, kini aku pulang.Aku menyebut tabungan di setiap kartu ATM maupun kartu credit ini sebagai kartu ajaib.Mobilku melaju dengan cepat. Ada rasa bahagia yang tak bisa aku ucapkan dengan kata-kata saat ini.Sampai di depan halaman, aku melihat sosok laki-laki bergegas pergi ketika melihat mobilku menuju ke sana.Berjubah sangat panjang orang itu. Aku jadi penasaran. Bahkan aku sangat takut jika hal buruk sedang seseorang rencanakan.Kupercepat langkahku turun dari mobil. Akhir-akhir ini aku memang sering menyetir sendiri. Karena Pak Tarjo sudah aku perintahkan untuk mengawasi keadaan di rumah."Oma, aku
***Aku mendapat kabar dari Pak Tarjo bahwa istriku diculik. Detik itu juga aku langsung menghubungi polisi.Saat kami tiba di tempat penyekapan Dara, aku sangat terkejut menyaksikan Mami lagi yang melakukan tindak kejahatan itu. Namun, Mami tak sendiri kali ini. Ada Grecia yang menjadi rekan kerjanya.Aku sangat kesal. Emosiku sudah tak tertahan. Polisi pun melepaskan tembakan. Kini Mami dan Grecia sedang dalam perawatan medis. Setelah keduanya sadar nanti, maka aku akan tetap menjebloskan dalam penjara."Sayang, istirahatlah! Biar Mas saja yang ke rumah sakit melihat kondisi Mami dan Grecia," ujarku mengantar Dara ke dalam kamar.Dara mengangguk. Ia masih terlihat syok. Oma, dan mertuaku menemaninya.Kini aku berangkat dengan Pak Tarjo.Dua puluh menit berlalu ....Aku pun sampai di rumah sakit yang tak jauh dari penjara itu."Bagaimana keadaan mereka?" tanyaku." Pasien bernama Greci
***POV Dara.Aku berangkat ke kantor sendirian. Mas Riko pergi mencari pelaku kejahatan itu.Aku diantar Pak Tarjo. Namun, di jalan tiba-tiba ada yang menghadang mobil kami."Siapa itu, Pak?" tanyaku bingung."Saya juga tidak tahu, Non."Pak Tarjo turun, sedangkan aku tetap menunggu di dalam mobil.Bugh!Bugh!Dua pukulan mendarat di wajah Pak Tarjo. Aku jadi ketakutan. Sebenarnya siapa mereka?Pak Tarjo tersungkur lemah, kini dua pria berbadan kekar itu membuka pintu mobilku secara paksa."Ikut kami!" perintahnya menarik tanganku."Tidak! Lepaskan saya!" Aku mencoba berontak.Mereka terlalu kuat, aku tak mampu melawan. Kini aku dibawa paksa menggunakan mobilnya.Pak Tarjo hanya meringis sambil berteriak mencaci para penjahat ini.Kini aku sudah berada di dalam mobil mereka."Mau apa kalian? Lepaskan saya!" hardikku."Diamlah! Kau akan bertemu
***Seminggu berlalu, keadaan mertuaku mulai membaik. Namun, ia kehilangan suaranya.Menurut dokter ada yang meminumkan sesuatu padanya hingga mengakibatkan kehilangan suara.Tubuh mertuaku juga masih lemah. Tidak bisa dimintai keterangan saat ini.Sedangkan polisi sudah menemukan jejak pelaku. Robekkan baju itu, benar-benar milik Mbok Inem. Akan tetapi Mbok Inem hanya menjalankan tugas. Ada seseorang yang mengendalikannya.Aku sampai di kantor polisi sendirian. Mbok Inem sudah ditangkap."Pelaku masih tidak ingin mengatakan siapa yang menyuruhnya," ujar polisi."Izinkan saya bicara pada Mbok Inem, Pak!""Baiklah."Kini Mbok Inem sedang dibawa menuju ke hadapanku."Tu-tuan muda," lirihnya menunduk."Mbok, katakan yang sebenarnya! Siapa yang menyuruh si Mbok melakukan perbuatan tercela itu?" Aku menatap serius."Maafkan si Mbok, Tuan muda. Mbok terpaksa karena diancam.""Apapu
***Dara histeris ketika mendapati sang Ibu sudah tergeletak bersimbah darah."Bu, bangun!" teriak Dara sambil mengguncang tubuh sang Ibu.Aku terdiam tak berdaya. Apa yang telah terjadi di keluargaku?"Ayo kita bawa ke rumah sakit," ujarku.Ibu mertuaku itu masih bernafas, aku harap kami tidak terlambat sampai di rumah sakit.Setelah menempuh kurang lebih tiga puluh menit. Kini aku dan Dara sampai di depan rumah sakit.Ibu langsung ditangani oleh ahlinya. Aku dan Dara saling menguatkan tanpa banyak bicara.Seketika aku teringat pada Oma. Jangan sampai ada yang berniat buruk juga terhadapnya.Aku mencoba menelepon dan memberitahunya."Halo, Oma.""Iya, sayang. Ada apa?""Mertuaku tadi tergelak bersimbah darah di rumah. Sekarang kami semua sudah berada di rumah sakit.""Apa?!"Oma terdengar sangat terjejut."Iya, Oma. Aku sangat khawatir dengan kondisi Oma yang tinggal s
***Pagi tiba, aku dan Dara bangun bersamaan. Istri cantikku ini tersenyum sangat manis di pagi hari."Selamat pagi istriku," sapaku mesra."Pagi juga, Tuan muda.""Tuan muda? Ganti ah, gak seru," godaku."Ganti apa ya?" Dara berpikir sambil memutar matanya ke atas."Panggil Mas aja, nanti kalau kita sudah punya Anak, baru deh panggil Ayah," ujarku.Dara mengangguk setuju. Setelah puas bercanda di pagi hari. Kini kami mandi bersama. Malam pertama yang tertunda, terlaksana di pagi harinya.***Setelah selesai, aku dan Dara memakai baju untuk keluar bersarapan.Oma sudah menunggu di meja makan. Wajah Oma cerah, tampak sangat bahagia."Selamat pagi, Oma." Aku menyapa."Pagi juga Cucu tampan, Oma."Aku sangat tersanjung, Oma masih menyayangiku. Tak ada perubahan di dirinya.Ibu mertuaku sudah datang menyiapkan makanan."Darmi, ayo duduk di sini! Mulai hari ini kamu tidak pe
***Cukup lama Oma pergi, kini ia telah kembali. Aku menghampiri Oma yang tengah beristirahat di ruang tengah."Oma dari mana?" tanyaku sedikit canggung."Ada urusan. Oya, Rik. Kapan kamu akan menikahi Dara?""Belum kepikiran Oma. Apa lagi sekarang masalah yang kita hadapi sangat berat.""Sudah, lupakan saja! Sekarang fokus pada hubungan kalian! Masalah Mamimu biar Oma yang mengurusnya," ujar Oma.Aku menatap Oma cukup lama. Aku bukan Cucu kandungnya. Apakah kasih sayang Oma terhadapku akan pudar."Oma tahu apa yang sekarang sedang kamu pikirkan. Jangan khawatir, Oma tetap menyayangimu, tidak ada yang berubah."Mendengar ucapan Oma itu, aku langsung memeluk Oma dengan erat."Terima kasih, Oma. Aku sungguh malu menerima kenyataan ini. Jika bisa memilih, maka aku akan lebih memilih untuk tidak dilahirkan saja," paparku yang semakin sedih."Jangan berkata seperti itu! Kamu tetaplah