27 ~ Sebuah PengorbananSenja belum sepenuhnya hilang. Semburat merah jingga masih tersisa di ufuk barat. Entah berapa lama Aksara bersimpuh dan memohon petunjuk pada Yang Maha Memelihara. Lafal doanya terdengar begitu lirih dan khusu saat dirasakannya ada keyakinan yang semakin kuat, untuk segera pergi meninggalkan sepenggal kisahnya di Kota Kembang. Tak ada yang harus diperjuangkan lagi di sini, kisahnya sudah selesai. Saat matanya menangkap siluet Hellena dalam gaun pengantinnya, hatinya berkata sudah saatnya dia pergi. Apapun tentang Hellena, sudah berakhir sudah. Aksara, membereskan selesai pakaiannya dan miliknya ke dalam kopor besar yang dibawanya dari Jakarta. Detak jam di kamar apartemennya terdengar lebih jelas suaranya. Setelah semua proses serah terima urusan perusahaan dengan Abizar, selesai tempo hari, rasanya kini dia bisa kembali ke Jakarta dengan tenang. Cukup sudah episode hidupnya di kota Kembang. Saatnya bersiap dengan kehidupan barunya, kembali ke Jakarta.
Abizar perlahan membuka matanya, tatapannya menyapu seisi ruangan yang didominasi warna puth. Beberapa perawat dan dokter terlihat berjalan hilir mudik melintasi samping jendela kamar ruang perawatan Abizar yang terbuka. Tangannya urung bergerak saat menyadari ada slang infus yang terpasang. Sementara tangannya tidak leluasa bergerak, Abizar merasakan kalau hidungnya juga masih dipasang alat bantu pernafasan. Sekujur tubuhnya terasa ngilu dan beberapa bagian malah terasa pedih. Beruntung sepertinya luka yang dideritanya tidak terlalu serius, bahkan luka bakarpun boleh dibilang tidak terlalu menghawatirkan. Sepertinya aksi cepat dan nekat Aksara banyak membantu Abizar untuk selamat dari kobaran api. Kepala Abizar masih terasa pusing saat mengingat-ngingat kronologi kecelakaan yang tengah menimpanya.Dia sedang mempersiapkan berkas malam itu, saat entah darimana api berasal, tahu-tahu dia terkepung di ruangan seorang diri. Sia-sia Abizar berteriak dan hendak berlari menyelamatkan di
Suara detak langkah Abizar terdengar nyaring saat melewati lorong apartemen yang sepi. Bergegas menemui Pak Rudi yang menunggunya di bassement, sebisa mungkin kembali ke rumah sakit secepatnya. Jalanan Bandung bersiram cahaya lampu yang memenuhi sepanjang jalan yang dilewati Abizar, kadang sinarnya beradu dengan cahaya mobil yang kebetulan berpapasan. Abizar duduk disamping Pak Rudi yang melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang, bibir Abizar rapat, sementara hati dan pikirannya melayang pada sosok Aksara yang masih diam membisu di ruang ICU. Gerimis menyambut Abizar di halaman parkir rumah sakit yang penuh dengan kendaraan. Sementara Pak Rudi tetap menunggunya di luar, Abizar bergegas memasuki gerbang utama rumah sakit, langkahnya lebar dan cepat menuju ruang ICU. Bau tanah yang basah berpadu angin dingin menampar tubuh Abizar yang berjalan cepat di koridor, menampar wajah tampannya yang datar dan dingin. Malam sudah menunjukan pukul sembilan kurang saat Abizar sampai di depan
Ruang perawatan tampak lebih semarak. Sebuket bunga warna -warni teronggok manis di atas nakas di samping tempat tidur Aksara. Suasana jauh lebih berwarna dibanding saat Aksara masih diam membisu di ruang ICU. Ada celoteh riang Clarissa, juga ada senyum dan sapa lembut Hellena. Abizar yang kalem sesekali menimpali seloroh Clarissa yang memang sepertinya terlahir dengan hati yang riang dan tanpa beban. Aksara juga sudah bisa tersenyum. Tak ada lagi alat bandu fungsi organ tubuh yang terpasang di tubuhnya, satu-satunya yang terpasang tinggal slang infusan, yang terkadang membuat dia susah bergerak dan hrus dibantu Abizar. Jangan sangsikan kasih sayang Allah, Allah selalu punya jawaban untuk manusia yang berikhtiar dan berdoa. Setelah melewati masa sulit berhari-hari akhirnya kondisi Aksara stabil dan bisa dipindah ke ruang perawatan. Angin segar masuk lewat jendela yang terbuka, menyapu wajah teduh Hellena yang tampak berdiri tidak jauh dengan Clarissa. Meski diam wajah Hellena tamp
Hellena dengan lembut memakaikan rangkaian bunga melati putih di kepala Clarissa, berpadu dengan hiasan yang telah dipakaikan Sang perias pengantin dengan cantiknya. Ditaapnya wajah jelita Clarissa dari pantulan cermin, wajah itu tampak bahagia. Hari ini, ijab kabul dilaksanakan di kediaman Clarissa. Beruntung sekali Abizar mendapatkan seorang Clarissa yang memiliki orang tua yan bukan hanya kaya dan terpandang tapi juga sangat berpendidikan. Tak harus melewati proses yang ribet, Ayah dan Ibu clarissa menyetujui pernikahan putri semata wayangnya. Bagi mereka kebahagiaan Clarissa lebih utama, lagipula Abizar bukan pria asing bagi keluarga Clarissa. Dua tahun Clarissa bergabung di perusahaan Abizar, sepertinya menjadi salah satu alasan bagi Papa dan Mama Clarissa mempercayai sosok Abizar untuk menjadi suami putrinya."Selamat ya Cha, tersenyumlah. Kau sebentar lagi akan menemukan imam terbaikmu." Senyum Hellena menyapu wajah cantik Clarissa yang berbusana pengantin putih bersih. Ren
32 ~ Aku MenunggumuHellena merasakan pipinya memanas. Pertanyaan yang lembut tapi sungguh menampar hatinya, angannya melayang pada, kenangan saat dia pergi dari rumah Aksara membawa luka dan kata talak. Waktu memang telah pergi dan menjauh, tapi luka akibat perceraiannya dengan Aksara masih tersimpan rapi di sudut hatinya. "Elle, jawablah." Suara Aksara sendu, menyelinap diantara nyanyian syahdu di atas panggung."Seandainya kata maaf itu tidak ada, aku mengerti."Hellena kembali menunduk. Samar dia merasakan sesuatu yang hangat di sudut matanya. Perlahan, diliriknya Aksara yang pandangannya menerawang kepada dua mempelai. "Mas," panggil Hellen lirih. "Aku belum bisa menjawabnya saat ini." Hellena menyeka butiran air bening yang tiba-tiba lancang menghiasi matanya. "Sudah berbulan lamanya kau ucapkan kata talak itu, tapi lukanya masih belum hilang, Mas."Aksara tersenyum getir, penyesalan itu perlahan kembali membuatnya terluka.Menyakiti dan disakiti ternyata sama sakitnya. Aks
Tak terasa enam bulan sudah Aksara kembali ke Jakarta. Memulai hari-harinya, seperti dulu. Mengambil alih perusahaan dari orang yang dipercayanya dan menjalankan sendiri seperti biasa. Tak banyak yang berubah, beruntung Aksara memilih orang yang tepat untuk menggantikan sementara selama dia di Bandung. Perusahaaan tidak kurang satu apapun dan berjalan lancar. Sesekali Aksara berkirim pesan dengan Abizar dan Clarissa. Perusaahaan yang dulu mereka tangani sudah berjalan normal kembali, kini Clarissalah yang memegang kendali. Clarissa ternyata tak hanya seorang desainer yang handal tapi juga seorang pebisnis yang tangguh. Dengan cepat perusahaan itu berkembang dan memiliki brand tersendiri di jajaran produk ofice wear karena memang perusahaan mereka memfokuskan rancangan dan produknya dengan pangsa pasar wanita karier.Aksara membetulkan letak duduknya, angin senja mulai terasa menerobos jendela kantornya yang sedikit terbuka. Entah sampai kapan dia betah berlama-lama di kantor menghi
Adakah yang lebih indah dari cinta yang kembali? Sekian purnama menanti dan menunggu bibir itu mengucap sepatah kata tentang sebuah harapan yang terbalas dan mimpi yang menjadi nyata? "Elle, benarkah? Katakan sekali lagi, katakan." Suara Aksara bergetar hebat, tak dihiraukannya sekujur tubuh lelahnya mulai basah. Cinta memberinya kekuatan. "Katakan, aku ingin mendengarnya seribu kali."Tangan aksara terasa kuat mencengkram teralis pagar gerbang Panti yang menghalangi dirinya dan Hellena. Ada energi yang membuatnya bisa berdiri lebih tegak. "Mas, aku... aku bersedia kembali padamu, merajut kembali cerita kita yang pernah kandas dan hilang." Tangis Hellena pecah sudah. Hujan tak hanya mengaburkan pandangannya pada sosok Aksara yang tampak samar berdiri kukuh dalam hujan tapi juga menghapus luka yang pernah ditorehkan laki-laki dihadapannya. Luka itu perlahan sirna bersama maaf yang dia berikan untuk ayah putrinya."Elle...""Iya, Mas.""Makasih, ya," bisik Aksara bergetar. Ya Alla
Tolong yang belum menikah dan dibawah umur skip ya sayangkuh.Aroma Melati menyerubak di kamar yang dihias sedemikian indah. Seprai sutra merah muda satu set dengan bantal bentuk hati nampak membuat kamar tanpak elegan. Sebuket besar bunga mawar tampak menghiasi nakas. Mata Hellena rasanya mengabur, mengingat di kamar ini begitu banyak kenangan yang tersimpan indah bersama Aksara saat mereka masih resmi menjadi suami istri. Kini dia kembali untuk mengukir cerita dan lembaran hidup yang baru. Dada Hellena berdesir. Tuhan, begitu mudah bagimu mengembalikan semua cerita yang pernah hilang dalam hidupnya. Masyaa Allah. Hellena mengurai rambut panjangnya di depan cermin, rasa dingin membelai lengan dan lehernya. Sia-sia dia membetulkan dan menarik baju tidurnya, sepertinya Aksara sengaja meminta Clarissa memilihkannya yang bikin dia masuk angin. Membuat lekuk tubuh indah Hellena tak bisa bersembunyi dengan sempurna. Sungguh Hellena malu. Entah berapa kali dia menatap pintu kamar yang
Wajah Mama membesi, mata dan mulutnya yang menarik garis lengkung kedalam menyiratkan rasa penolakan yang begitu dalam. Sungguh dia benci mendengar nama Hellena terucap kembali dari bibir Aksara. Dadanya masih berdesir panas tiap nama perempuan Panti itu disebut. Berpuluh purnama menghilang, kini Hellena akan kembali menjadi ratu dan nyonya di rumah besar ini? Wait. Mama menatap wajah Aksara, putra kebanggaan yang selama ini banyak memanjakannya dengan harta dan kemewahan tapi mulai berubah sejak hadirnya seorang wanita yang bernama Hellena. "Dengan Ra, Mama tak merestui pernikahan keduamu ini." Mama menajamkan pandangannya berharap Aksara akan mendengar dan patuh seperti biasa. Sepertinya waktu belum menghapus segwla murkanya. Kebenciannya kepada seorang Hellena belum usai. Malah rasa itu semakin dalam saat Aksara mulai berani membangkang. Mama merasa superioritasnya terancam. Cinta Aksara kepada Hellena, membuat dia tak lagi nomor satu di depan putranya. Sejak
Adakah yang lebih indah dari cinta yang kembali? Sekian purnama menanti dan menunggu bibir itu mengucap sepatah kata tentang sebuah harapan yang terbalas dan mimpi yang menjadi nyata? "Elle, benarkah? Katakan sekali lagi, katakan." Suara Aksara bergetar hebat, tak dihiraukannya sekujur tubuh lelahnya mulai basah. Cinta memberinya kekuatan. "Katakan, aku ingin mendengarnya seribu kali."Tangan aksara terasa kuat mencengkram teralis pagar gerbang Panti yang menghalangi dirinya dan Hellena. Ada energi yang membuatnya bisa berdiri lebih tegak. "Mas, aku... aku bersedia kembali padamu, merajut kembali cerita kita yang pernah kandas dan hilang." Tangis Hellena pecah sudah. Hujan tak hanya mengaburkan pandangannya pada sosok Aksara yang tampak samar berdiri kukuh dalam hujan tapi juga menghapus luka yang pernah ditorehkan laki-laki dihadapannya. Luka itu perlahan sirna bersama maaf yang dia berikan untuk ayah putrinya."Elle...""Iya, Mas.""Makasih, ya," bisik Aksara bergetar. Ya Alla
Tak terasa enam bulan sudah Aksara kembali ke Jakarta. Memulai hari-harinya, seperti dulu. Mengambil alih perusahaan dari orang yang dipercayanya dan menjalankan sendiri seperti biasa. Tak banyak yang berubah, beruntung Aksara memilih orang yang tepat untuk menggantikan sementara selama dia di Bandung. Perusahaaan tidak kurang satu apapun dan berjalan lancar. Sesekali Aksara berkirim pesan dengan Abizar dan Clarissa. Perusaahaan yang dulu mereka tangani sudah berjalan normal kembali, kini Clarissalah yang memegang kendali. Clarissa ternyata tak hanya seorang desainer yang handal tapi juga seorang pebisnis yang tangguh. Dengan cepat perusahaan itu berkembang dan memiliki brand tersendiri di jajaran produk ofice wear karena memang perusahaan mereka memfokuskan rancangan dan produknya dengan pangsa pasar wanita karier.Aksara membetulkan letak duduknya, angin senja mulai terasa menerobos jendela kantornya yang sedikit terbuka. Entah sampai kapan dia betah berlama-lama di kantor menghi
32 ~ Aku MenunggumuHellena merasakan pipinya memanas. Pertanyaan yang lembut tapi sungguh menampar hatinya, angannya melayang pada, kenangan saat dia pergi dari rumah Aksara membawa luka dan kata talak. Waktu memang telah pergi dan menjauh, tapi luka akibat perceraiannya dengan Aksara masih tersimpan rapi di sudut hatinya. "Elle, jawablah." Suara Aksara sendu, menyelinap diantara nyanyian syahdu di atas panggung."Seandainya kata maaf itu tidak ada, aku mengerti."Hellena kembali menunduk. Samar dia merasakan sesuatu yang hangat di sudut matanya. Perlahan, diliriknya Aksara yang pandangannya menerawang kepada dua mempelai. "Mas," panggil Hellen lirih. "Aku belum bisa menjawabnya saat ini." Hellena menyeka butiran air bening yang tiba-tiba lancang menghiasi matanya. "Sudah berbulan lamanya kau ucapkan kata talak itu, tapi lukanya masih belum hilang, Mas."Aksara tersenyum getir, penyesalan itu perlahan kembali membuatnya terluka.Menyakiti dan disakiti ternyata sama sakitnya. Aks
Hellena dengan lembut memakaikan rangkaian bunga melati putih di kepala Clarissa, berpadu dengan hiasan yang telah dipakaikan Sang perias pengantin dengan cantiknya. Ditaapnya wajah jelita Clarissa dari pantulan cermin, wajah itu tampak bahagia. Hari ini, ijab kabul dilaksanakan di kediaman Clarissa. Beruntung sekali Abizar mendapatkan seorang Clarissa yang memiliki orang tua yan bukan hanya kaya dan terpandang tapi juga sangat berpendidikan. Tak harus melewati proses yang ribet, Ayah dan Ibu clarissa menyetujui pernikahan putri semata wayangnya. Bagi mereka kebahagiaan Clarissa lebih utama, lagipula Abizar bukan pria asing bagi keluarga Clarissa. Dua tahun Clarissa bergabung di perusahaan Abizar, sepertinya menjadi salah satu alasan bagi Papa dan Mama Clarissa mempercayai sosok Abizar untuk menjadi suami putrinya."Selamat ya Cha, tersenyumlah. Kau sebentar lagi akan menemukan imam terbaikmu." Senyum Hellena menyapu wajah cantik Clarissa yang berbusana pengantin putih bersih. Ren
Ruang perawatan tampak lebih semarak. Sebuket bunga warna -warni teronggok manis di atas nakas di samping tempat tidur Aksara. Suasana jauh lebih berwarna dibanding saat Aksara masih diam membisu di ruang ICU. Ada celoteh riang Clarissa, juga ada senyum dan sapa lembut Hellena. Abizar yang kalem sesekali menimpali seloroh Clarissa yang memang sepertinya terlahir dengan hati yang riang dan tanpa beban. Aksara juga sudah bisa tersenyum. Tak ada lagi alat bandu fungsi organ tubuh yang terpasang di tubuhnya, satu-satunya yang terpasang tinggal slang infusan, yang terkadang membuat dia susah bergerak dan hrus dibantu Abizar. Jangan sangsikan kasih sayang Allah, Allah selalu punya jawaban untuk manusia yang berikhtiar dan berdoa. Setelah melewati masa sulit berhari-hari akhirnya kondisi Aksara stabil dan bisa dipindah ke ruang perawatan. Angin segar masuk lewat jendela yang terbuka, menyapu wajah teduh Hellena yang tampak berdiri tidak jauh dengan Clarissa. Meski diam wajah Hellena tamp
Suara detak langkah Abizar terdengar nyaring saat melewati lorong apartemen yang sepi. Bergegas menemui Pak Rudi yang menunggunya di bassement, sebisa mungkin kembali ke rumah sakit secepatnya. Jalanan Bandung bersiram cahaya lampu yang memenuhi sepanjang jalan yang dilewati Abizar, kadang sinarnya beradu dengan cahaya mobil yang kebetulan berpapasan. Abizar duduk disamping Pak Rudi yang melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang, bibir Abizar rapat, sementara hati dan pikirannya melayang pada sosok Aksara yang masih diam membisu di ruang ICU. Gerimis menyambut Abizar di halaman parkir rumah sakit yang penuh dengan kendaraan. Sementara Pak Rudi tetap menunggunya di luar, Abizar bergegas memasuki gerbang utama rumah sakit, langkahnya lebar dan cepat menuju ruang ICU. Bau tanah yang basah berpadu angin dingin menampar tubuh Abizar yang berjalan cepat di koridor, menampar wajah tampannya yang datar dan dingin. Malam sudah menunjukan pukul sembilan kurang saat Abizar sampai di depan
Abizar perlahan membuka matanya, tatapannya menyapu seisi ruangan yang didominasi warna puth. Beberapa perawat dan dokter terlihat berjalan hilir mudik melintasi samping jendela kamar ruang perawatan Abizar yang terbuka. Tangannya urung bergerak saat menyadari ada slang infus yang terpasang. Sementara tangannya tidak leluasa bergerak, Abizar merasakan kalau hidungnya juga masih dipasang alat bantu pernafasan. Sekujur tubuhnya terasa ngilu dan beberapa bagian malah terasa pedih. Beruntung sepertinya luka yang dideritanya tidak terlalu serius, bahkan luka bakarpun boleh dibilang tidak terlalu menghawatirkan. Sepertinya aksi cepat dan nekat Aksara banyak membantu Abizar untuk selamat dari kobaran api. Kepala Abizar masih terasa pusing saat mengingat-ngingat kronologi kecelakaan yang tengah menimpanya.Dia sedang mempersiapkan berkas malam itu, saat entah darimana api berasal, tahu-tahu dia terkepung di ruangan seorang diri. Sia-sia Abizar berteriak dan hendak berlari menyelamatkan di