"Apa maksudmu? Apa kita akan tidur bersama di tempat tidur?" tanyaku terkejut."Ya, kenapa tidak? Kau lihat sendiri! Tempat tidurku cukup luas untuk kita berdua, jadi tidak ada salahnya berbagi. Lagipula Pedro dan Myrna suka masuk tiba-tiba ke kamarku di pagi hari. Bukankah melihat kita berdua di atas tempat tidur akan lebih meyakinkan mereka?" tanya Dante tenang.Benar juga. Kalau mereka melihat kami di tempat tidur maka permainan ini selesai. Pedro pasti akan melaporkan kepada kakek dan pria tua itu pasti akan langsung memberikan warisannya kepada Dante."Baiklah! Kau benar tempat tidurmu sangat besar. Kita pasti bisa tidur tanpa menganggu yang lain," jawabku dengan tawa canggung."Kalau begitu biasakan dirimu di kamar ini. Pakaianmu ada di ruang ganti, disana. Kau bisa membereskan sisa barangmu besok," ucap Dante sambil menunjuk sebuah pintu lalu barang-barangku yang sudah tersusun rapi dipojok kamar."Itu kamar mandinya kalau kau mau membersihkan diri. Tidurlah duluan, aku mau bic
"Nona, anda mau sarapan atau bawa bekal?" tanya Myrna begitu aku keluar dari kamar.Aku sengaja menunggu Dante pergi ke kantor, baru bangun dan bersiap-siap keluar. Sebenarnya aku tidak ada kuliah hari ini. Dosen yang seharusnya mengajar hari ini, membatalkan kelas karena ada urusan keluarga.Tapi, aku sedang tidak ingin berada di rumah ini. Rasanya pergi ke kampus lebih baik daripada duduk diam di kamar Dante."Aku rasa waktunya tidak cukup kalau aku sarapan di rumah. Bisakah aku membawa bekal saja?" pintaku pada Myrna yang langsung berlari kedapur dan mengambil tas bekal untukku.Aku mengucapkan terima kasih setelah menerima tas bekal pemberian Myrna. "Nona, silakan," ucap supir yang ternyata sudah menungguku sejak tadi. Aku masuk ke dalam mobil setelah mengucapkan terima kasih."Pak, boleh aku tahu siapa nama anda?" tanyaku setelah mobil mulai berjalan."Frans, Nona," jawab supir yang sudah puluhan kali mengantarku tapi tidak pernah kuketahui namanya itu."Pak Frans, tolong antar
"Kau cemburu? Kepada siapa? Apa senior yang kau sukai itu memiliki wanita lain?" tanyanya tampak kecewa lalu segera membalikkan tubuhnya hingga menghadap ke langit-langit kamar."Tidak. Aku tidak cemburu kepadanya ... tapi ... kepadamu," jawabku semakin berani.Dante langsung kembali menghadap ke arahku membuatku salah tingkah."Kau cemburu kepadaku? Apa kau menyukai Pedro dan masih berpikir kalau aku penyuka sesama jenis?" tanyanya dengan wajah kesal.Aku tersenyum, mencoba menahan tawa."Ada apa? Apa yang lucu?" tanyanya semakin kesal. Kali ini dia bangun dan duduk sambil menyilangkan tangan di depan dadanya.Aku ikut bangun lalu duduk bersandar di tempat tidur."Apa kau masih tidak percaya kalau aku bukan penyuka sesama jenis?" tanyanya ketus."Aku tahu kau bukan penyuka sesama jenis.""Lalu kenapa kau cemburu kepada Ped... tunggu dulu, kalau begitu apa yang kau cemburui?" tanyanya tersadar."Sudahlah, itu bukan hal yang penting," sahutku tiba-tiba merasa gelisah."Tidak. Sebaiknya
"Apa maksudmu dengan mengganggu? Aku tidak pernah mengganggunya," jawabku dengan tegas. Dia pikir karena dia jauh lebih pintar, lebih berkelas, lebih kaya dan lebih tua, aku akan takut menghadapinya. Siapa dia, berani mengancamku untuk tidak mengganggu Dante!"Ya, kau mengganggu hidupnya. Aku sangat mengenal Dante luar dan dalam. Apa kau tahu tujuan hidupnya hanya satu yaitu membalas dendam kepada pamannya demi ayahnya. Karena itu dia rela melakukan pernikahan palsu dengan siapapun."Aku menatap Naomi tajam, apa Dante menceritakan tentang kematian ayahnya dan orangtuaku? Atau sebenarnya Dante sudah tahu kalau pamannya yang membunuh ayahnya? Kenapa dia ingin membalas dendam kalau tidak tahu semua itu? Apa dia berbohong kepadaku waktu bilang dia baru tahu kalau pamannya yang membunuh ayahnya? "Kau cukup beruntung karena dari semua wanita yang ada di muka bumi ini, kau adalah salah satu wanita yang bisa menyentuhnya. Karena itu, aku yakin Dante tenggelam terlalu dalam ke permainan ini
Aku yang tadinya berencana untuk menunggu Dante, memutuskan untuk segera pulang dengan taksi tanpa menemuinya. Sepanjang perjalanan kata-kata Naomi dan para pegawai Dante tadi terus terngiang di telingaku."Kita sudah sampai, Nona," ujar supir taksi membuyarkan lamunanku.Aku segera turun dari taksi setelah membayar, lalu berjalan masuk dengan langkah enggan. Aku harus berjalan cukup jauh dari gerbang dengan sepatu hak tinggiku dan itu semakin membuatku kesal."Nona, anda sudah pulang?" tanya Myrna heran. Aku menggangguk."Anda sendirian?" Aku kembali mengangguk."Aku lelah, jadi aku mau beristirahat dulu," ucapku pelan. Myrna langsung mengangguk sopan, dia pasti tahu kalau aku sedang tidak ingin diganggu.Aku baru saja masuk ke kamar, ketika teleponku berbunyi."Halo, dimana kau?" tanya Dante terdengar bingung."Aku baru saja sampai di rumah. Ada apa?""Kenapa tidak memberitahuku kalau kau akan kembali duluan? Aku mencarimu kemana-mana. Apa kau baik-baik saja?" "Ya, aku hanya lelah,
"Lalu kini aku juga tahu kalau selain pengkhianat, dia juga sanggup membunuh saudaranya sendiri!" ucap Dante geram."Naomi tahu semuanya. Hanya dia lah yang kuberi tahu kalau aku memergoki ibu dan pamanku bermesraan. Dan hanya dia juga yang tahu kalau aku ingin membalas dendam kepada pamanku.""Kenapa kau tidak memberitahu kakek?" tanyaku sambil mengernyitkan dahi."Aku tidak tega. Kehilangan putra sulung sudah cukup menghancurkannya, kalau dia tahu bahwa putra bungsunya seorang pengkhianat, aku tidak yakin dia akan bisa bertahan," jawab Dante dengan wajah sedih."Lalu dimana ibumu sekarang?""Setelah pemakaman ayahku, dia menghilang. Tidak ada yang tahu dia kemana, bahkan kakekku gagal menemukannya.""Setelah semua kejadian itu, perlahan-lahan aku menjauhi kehidupanku yang sebelumnya. Aku semakin sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain, lalu entah kapan aku mulai ketakutan bersentuhan dengan wanita.""Hingga akhirnya kakek tahu, lalu memasukkanku ke sekolah khusus pria. Dia juga
"Masih sempat-sempatnya kau bercanda. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu," jawab Dora sambil memukul lenganku."Aku tidak bercanda. Dia memang suamiku," jawabku serius."Ruby, sudahlah. Dora serius, tidak usah terus-terusan kau goda. Apa kau tidak tahu betapa paniknya dia ketika kau sama sekali tidak memberi kabar. Dia sampai mendatangi rumah lamamu dan menangis tersedu-sedu begitu melihat rumahmu ternyata sudah tidak ada lagi!" seru Rahul yang juga tidak mempercayai kata-kataku."Kau mendatangi rumahku? Untuk apa?""Karena aku tidak tahu, kemana lagi harus mencarimu!" jawab Dora dengan mata berkaca-kaca."Sekarang aku tidak mau tahu, kau harus memberitahu aku siapa suamimu dan dimana kalian tinggal! Aku tidak bisa membayangkan kalau sesuatu terjadi kepadamu dan aku tidak mengetahuinya," ucap Dora lagi, kali ini dengan airmata yang menetes ke pipinya."Dora, aku sudah mengatakannya kepadamu. Dante Randall adalah suamiku!" tegasku sambil menatap mata Dora.Kedua sahabatku itu saling ber
"Aku tidak mengatakan itu! Aku hanya ingin tahu apa maksudmu menyukaiku, lalu apa bedanya dengan mencintai? Sejak kapan kau menyukaiku? Kenapa kau tiba-tiba berubah padahal sebelumnya kau sangat kasar dan tampak membenciku," tanyaku tanpa bernapas. Selagi keberanianku masih ada, aku akan menanyakan semua yang ingin ku ketahui.Dante berdiri dari kursinya lalu berjalan mendekatiku. Jantungku! Kenapa selalu berdetak begitu cepat dan keras, setiap kali Dante mendekatiku?Dante duduk di dekat kakiku, membuatku otomatis melipat kakiku dan tetap menatapnya dengan waspada."Suka berarti aku tertarik kepadamu, karena berada bersamamu cukup menyenangkan. Apalagi setelah kita satu tim, rasanya aku mendapat tambahan amunisi untuk berperang. Selain itu, kau membuatku nyaman karena aku tidak merasa panik di dekatmu. Cinta tidak akan berhenti disitu, cinta membuat kita tinggal di sisi seseorang meskipun rasanya tidak menyenangkan, tidak nyaman atau bahkan menyakitkan. Cinta mampu membuat seseorang
"Kau magang disini? Bukankah kau baru masuk kuliah? Untuk apa kau magang disini? Apa Dante yang menyuruhmu?" tanya Naomi bingung."Sebenarnya dia baru tahu setelah aku diterima. Seniorku mengajakku magang untuk mengisi liburan dan menambah ilmu," jelasku, lalu masuk ke dalam lift yang sudah terbuka."Ilmu apa? Magang di tahun pertama, hanya akan menjadi pesuruh," cibir Naomi sambil menekan tombol ke lantai tujuan kami.Aku diam saja karena dia benar. Sejauh ini aku hanya menjadi pesuruh."Aku tidak menyangka kau sanggup melakukan apapun untuk mendekati Dante. Dalam hal itu, aku akui kau memang gigih. Tapi untuk menaklukkan hati pria, gigih saja tidak cukup!" tegas Naomi lalu keluar dari lift yang sudah terbuka dan meninggalkanku."Siapa yang mau mendekati Dante?" gumamku cemberut karena kata-kata Naomi.Aku baru masuk ketika Kitty berteriak memanggilku."Anak magang, cepat!"Aku langsung berlari dan menyerahkan pesanannya. Lalu kembali ke mejaku dan mengerjakan tugas yang membosankan
"Kenapa aku harus meninggalkan Dante hanya karena ancaman monster itu?" tanyaku bersikeras."Kau tidak tahu sejahat apa dia. Dia bahkan sanggup membunuh kakaknya sendiri! Jadi, dia pasti bisa melakukan hal yang lebih buruk lagi!""Aku tidak takut!""Tapi-""Aku dan Dante sudah bertekad kalau kami akan mengalahkan dan menghancurkannya. Jadi aku tidak akan mau menurutinya!' tegasku, meski sedikit ketakutan muncul di dalam hatiku."Mama khawatir kalian sudah hancur sebelum membalas dendam. Dia bisa melakukan apapun dan mama yakin bahkan setelah kalian bersatu pun, kalian akan kesulitan melawannya.""Aku tidak peduli. Aku akan tetap melawannya, jadi tidak usah halangi kami. Dan aku minta, jangan katakan ini kepada Dante. Aku tidak mau dia khawatir," sahutku mencoba untuk tetap tenang."Ruby, mama mohon. Mama tidak sanggup membayangkan sesuatu yang buruk terjadi kepadamu," isak ibuku sambil menggenggam tanganku.Hatiku begitu sakit melihatnya menangis ketakutan dan tanpa sadar tubuhku lang
"Dante? Apa yang kau lakukan disini?" tanyaku terkejut sekaligus lega."Aku sedang ada urusan. Kau sendiri?""Aku ditugaskan untuk meminta izin kunjungan tahanan.""Sendirian? Kenapa tidak ada yang menemanimu?" tanya Dante sambil melihat ke belakang."Entahlah! Pegawai-pegawaimu sangat menyebalkan. Apa mereka tidak tahu kalau aku sama sekali tidak punya pengalaman! Bisa-bisanya menyuruh anak magang, mahasiswa tingkat satu pergi sendirian seperti ini," keluhku hampir menangis."Kalau begitu berhenti saja," sahut Dante sambil tersenyum."Tidak! Aku akan bertahan! Tapi ... bisakah kau membantuku?""Aku? Kau bilang aku tidak boleh mempergunakan posisiku. Kenapa sekarang kau meminta bantuanku?" "Ayolah, bukan itu maksudku. Lagipula, aku hanya minta tolong diberitahu kemana aku harus pergi," pintaku dengan wajah memelas."Tidak!" tegasnya sambil berjalan masuk. Aku langsung berlari dan menghalanginya."Aku mohon. Tolong beritahu aku, kemana aku harus pergi. Itu saja."Aku kembali memohon d
"Dante," ucapku gugup sambil melihat sekelilingku.Untunglah ruangan ini sudah kosong, sepertinya semua pegawai sudah pulang kecuali aku."Apa yang kau lakukan disini? Semalam ini!" tanyanya dengan wajah serius."Aku ... aku sedang magang," jawabku dengan suara bergetar."Kau magang disini? Siapa yang mengizinkanmu magang?" "Aku ingin mengisi liburanku dengan hal yang berguna.""Kenapa tidak melakukan hal lain? Ambil kelas tambahan atau apapun itu. Untuk apa kau magang padahal kau hanya mahasiswa tahun pertama?" tanyanya dengan wajah kesal."Aku akan menjadi mahasiswa tahun kedua bulan depan. Dan kau tidak berhak mengatur bagaimana aku mengisi liburanku. Lagipula aku diterima magang karena kemampuanku. Buktinya mereka menerimaku meski tanpa bantuanmu!" bentakku ikut kesal.Kenapa dia tidak suka aku magang disini? Apa dia malu kalau orang-orang tahu aku istrinya?"Tentu saja mereka akan menerimamu! Apa kau tahu kalau firma hukum akan dengan senang hati menerima mahasiswa sepertimu? Ka
"Pedro!" seruku terkejut."Siapa dia?" tanya Joshua menatap aku dan Pedro bergantian."Dia kenalanku," jawabku cepat."Pedro, aku tidak tahu kalau kau bekerja disini. Ayo kita berbincang sebentar," ucapku sambil menarik lengan Pedro dan mengajaknya menjauhi Joshua.Pedro mengikutiku dengan wajah bingung."Nona, ada apa ini? Apa yang sedang anda lakukan disini?" tanya Pedro begitu kami sampai pantri yang kosong."Aku akan magang selama liburan di kantor ini. Dengar! Jangan katakan apapun kepada Dante!""Tapi, kenapa?" "Aku hanya akan magang selama sebulan, jadi dia tidak perlu tahu. Selain itu cobalah untuk menyapaku dengan biasa saja kalau kita bertemu, jangan bereaksi berlebihan seperti tadi. Aku tidak mau ada yang mengetahui hubunganku dengan Dante!" tegasku sambil menatapnya dengan tajam."Ba ... baik, Nona," jawabnya gugup.Aku segera meninggalkannya dan kembali ke ruang foto copy. Joshua sudah tidak ada, begitu juga dokumen yang harus aku perbanyak. Aku segera kembali ke ruangan
"Firma hukum siapa ini?" tanyaku untuk memastikan."Randall dan partner. Aku akan magang di kantor pengacara Dante Randall!" seru Joshua senang, sementara tubuhku terasa lemas."Kau terlihat sangat terkejut. Aku tahu, ini memang terdengar tidak masuk akal, karena masuk firma hukum sebesar ini, biasanya sangat berat dan hampir tidak mungkin. Tapi aku berhasil tanpa bantuan siapapun. Apa kau tahu, bahkan Tuan Dante tidak tahu kalau aku magang disini.""Aku rasa aku batal magang, aku akan menghabiskan liburanku dengan bersantai saja," jawabku cepat."Apa kau takut ditolak? Tenanglah, aku sudah bertanya kepada bagian HRD nya dan dia menyuruhmu ikut datang. Aku yakin mereka pasti akan menerimamu. Ayo, kita masuk," ajak Joshua sambil menarik lenganku."Ka, aku bukan takut ditolak tapi aku benar-benar tidak tertarik lagi untuk magang," tolakku mencoba untuk melarikan diri."Jangan berbohong. Tadi kau terlihat sangat bersemangat, begitu mengetahui ini kantor Tuan Dante kau langsung berubah pi
"Aku tidak mengatakan itu! Aku hanya ingin tahu apa maksudmu menyukaiku, lalu apa bedanya dengan mencintai? Sejak kapan kau menyukaiku? Kenapa kau tiba-tiba berubah padahal sebelumnya kau sangat kasar dan tampak membenciku," tanyaku tanpa bernapas. Selagi keberanianku masih ada, aku akan menanyakan semua yang ingin ku ketahui.Dante berdiri dari kursinya lalu berjalan mendekatiku. Jantungku! Kenapa selalu berdetak begitu cepat dan keras, setiap kali Dante mendekatiku?Dante duduk di dekat kakiku, membuatku otomatis melipat kakiku dan tetap menatapnya dengan waspada."Suka berarti aku tertarik kepadamu, karena berada bersamamu cukup menyenangkan. Apalagi setelah kita satu tim, rasanya aku mendapat tambahan amunisi untuk berperang. Selain itu, kau membuatku nyaman karena aku tidak merasa panik di dekatmu. Cinta tidak akan berhenti disitu, cinta membuat kita tinggal di sisi seseorang meskipun rasanya tidak menyenangkan, tidak nyaman atau bahkan menyakitkan. Cinta mampu membuat seseorang
"Masih sempat-sempatnya kau bercanda. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu," jawab Dora sambil memukul lenganku."Aku tidak bercanda. Dia memang suamiku," jawabku serius."Ruby, sudahlah. Dora serius, tidak usah terus-terusan kau goda. Apa kau tidak tahu betapa paniknya dia ketika kau sama sekali tidak memberi kabar. Dia sampai mendatangi rumah lamamu dan menangis tersedu-sedu begitu melihat rumahmu ternyata sudah tidak ada lagi!" seru Rahul yang juga tidak mempercayai kata-kataku."Kau mendatangi rumahku? Untuk apa?""Karena aku tidak tahu, kemana lagi harus mencarimu!" jawab Dora dengan mata berkaca-kaca."Sekarang aku tidak mau tahu, kau harus memberitahu aku siapa suamimu dan dimana kalian tinggal! Aku tidak bisa membayangkan kalau sesuatu terjadi kepadamu dan aku tidak mengetahuinya," ucap Dora lagi, kali ini dengan airmata yang menetes ke pipinya."Dora, aku sudah mengatakannya kepadamu. Dante Randall adalah suamiku!" tegasku sambil menatap mata Dora.Kedua sahabatku itu saling ber
"Lalu kini aku juga tahu kalau selain pengkhianat, dia juga sanggup membunuh saudaranya sendiri!" ucap Dante geram."Naomi tahu semuanya. Hanya dia lah yang kuberi tahu kalau aku memergoki ibu dan pamanku bermesraan. Dan hanya dia juga yang tahu kalau aku ingin membalas dendam kepada pamanku.""Kenapa kau tidak memberitahu kakek?" tanyaku sambil mengernyitkan dahi."Aku tidak tega. Kehilangan putra sulung sudah cukup menghancurkannya, kalau dia tahu bahwa putra bungsunya seorang pengkhianat, aku tidak yakin dia akan bisa bertahan," jawab Dante dengan wajah sedih."Lalu dimana ibumu sekarang?""Setelah pemakaman ayahku, dia menghilang. Tidak ada yang tahu dia kemana, bahkan kakekku gagal menemukannya.""Setelah semua kejadian itu, perlahan-lahan aku menjauhi kehidupanku yang sebelumnya. Aku semakin sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain, lalu entah kapan aku mulai ketakutan bersentuhan dengan wanita.""Hingga akhirnya kakek tahu, lalu memasukkanku ke sekolah khusus pria. Dia juga