"Wah, wanita itu sangat cantik dan anggun. Aku rasa dia adalah kekasihnya," gumam Dora terus menatap ke arah Dante.Aku diam saja, tapi perasaanku hancur. Ternyata dia bisa memeluk wanita lain selain aku."Apa kau tahu gosipnya dia sama sekali tidak bisa disentuh wanita karena sebuah penyakit? Aku rasa itu hanya tipuan karena dia sudah punya kekasih dan tidak ingin wanita lain mendekatinya," lanjut Dora membuatku hatiku semakin sakit.Siapa wanita itu? Apakah itu yang dikatakan sepupu Dante sebagai cinta sejatinya? Dadaku kenapa terasa berat?"Itu ibuku!" teriak Dora sambil berlari ke arah ibunya. Aku mengikuti dengan perlahan."Halo Ruby, senang melihatmu," sapa ibu Dora sambil merangkulku setelah memeluk dan mencium putri tunggalnya."Ayo kita makan malam dulu, baru pulang," ajak Dora bersemangat."Dora maaf, sepertinya aku tidak bisa ikut. Kepalaku tiba-tiba terasa pusing," ucapku berbohong."Kalau begitu kita antarkan saja dulu Ruby pulang.""Tidak usah bibi, aku naik taksi saja."
Kakek juga mengenalnya? Mengapa kakek terlihat begitu bahagia bertemu wanita itu? Aku berharap dia adalah sepupu Dante yang lain, dan mungkin kakek bahagia karena dia adalah cucu kakek? Tiba-tiba sebuah harapan muncul di hatiku, meski jauh di lubuk hatiku aku tahu ini adalah harapan semu."Kapan kau datang? Kenapa tidak memberitahu kakek kalau kau akan kembali? Kau akan menginap disini, bukan?" "Kakek tenanglah," ujar Dante sambil tersenyum."Aku ada pekerjaan di sini. Maaf kakek, tapi aku akan menginap di rumahku," jawab wanita itu sambil merangkul kakek dengan hangat."Rumah? Itu adalah hotel, bagaimana kau bisa menyebutnya rumah?" protes kakek membuat Dante dan wanita bernama Naomi itu tertawa."Kakek, rumah adalah dimana hati kita berada. Dan kakek tahu hotel itu adalah satu-satunya tempat yang membuat rasa rinduku kepada papa terobati," jawab wanita itu dengan suara yang sangat lembut."Baiklah, kakek kalah. Kalau begitu, sekarang makan malam lah bersama kakek.""Kakek, tadi dia
Apa yang dia lakukan disini? Sejak kapan dia berada kamarku dan menungguiku? Bukankah dia menginap di rumah wanita itu dan meminta Myrna menjagaku?Aku menatapnya dengan kagum. Memperhatikan setiap detail wajahnya yang sangat indah. Aku tidak pernah memperhatikannya sedekat ini, dan baru menyadari bahwa wajahnya sempurna.Apa karena dia dibesarkan bergelimang harta? Atau mungkinkah dia adalah seorang dewa yang jatuh ke bumi karena sebuah tugas? Rasanya aku ingin mendekat dan menghirup aroma rambutnya, menyentuh wajahnya dan -Tiba-tiba Dante bergerak, aku langsung menutup mataku dan berpura-pura masih tidur. Dante bergerak perlahan lalu menyentuh dahiku."Demamnya sudah turun," gumam Dante lalu aku mendengar dia menggeser kursi tempatnya duduk. Entah apa yang dia lakukan tapi aku sama sekali tidak berani membuka mataku. Jantungku kembali berdetak dengan kuat. Aku khawatir Dante akan mendengarnya.Sial! Kenapa tiba-tiba aku merasa gugup."Suruh Myrna datang ke kamar Ruby," perintah Da
Tiba-tiba Dante muncul dan langsung merangkul Naomi lalu berbalik dan menariknya masuk ke dalam sebuah ruangan."Itu kan wanita yang waktu itu kita lihat di bandara. Mereka bahkan bermesraan di kantor?" gumam Dora terlihat risi."Apa kalian mengenalnya? Kenapa dia sepertinya mengenali kita atau salah satu dari kita?" tanya Rahul sambil menatapku."Ha?" sahutku kebingungan.Untungnya seorang pria muda muncul dan meminta kami masuk ke ruangan Dante, lalu kamipun mengikuti pria itu.Kami masuk setelah pria itu mengetuk dan membukakan pintu."Selamat sore, Tuan," sapa Rahul dan Dora."Selamat sore," jawab Dante santai, seakan-akan tidak mengenalku dan tidak peduli dengan kehadiranku."Saya mengajak sahabat saya, semoga anda tidak keberatan," jelas Dora dengan sopan."Tidak masalah, silakan duduk," ucap Dante acuh sambil menunjuk ke arah sofa.Aku melirik Naomi yang sedang duduk disana sambil menatap kami bertiga."Apakah aku boleh tetap berada disini?" tanya Naomi dengan lembut."Aku khaw
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa tiba-tiba cintamu berpindah kepadaku?" tanya Joshua sambil menepuk meja besi yang ada di depan kami.'Andai aku bisa jatuh cinta kepadamu dan bukan pada pria itu,' gumamku dalam hati."Memangnya cinta bisa dipindahkan seenaknya?" tanyaku tersenyum kecut karena aku sangat berharap cinta bisa dipindahkan semudah itu."Apa kau sedang ada masalah dengan kekasihmu?" "Ha? Kekasih? Aku tidak punya kekasih. Itu hanya omong kosong Rahul," jawabku cepat."Jangan berbohong.""Sungguh, aku memang tidak punya kekasih.""Baiklah, kalau begitu aku akan mengganti pertanyaanku. Apakah kau sedang ada masalah dengan orang yang kau cintai?" tanyanya sambil tersenyum jahil.Aku menghela napas dalam, tidak bisa menghindarinya kali ini."Aku tidak-""Berhenti! Jangan berbohong. Aku mohon, untuk malam ini saja, jujurlah kepadaku. Aku sangat ingin tahu apa yang ada di dalam hati dan kepalamu," ucap Joshua memohon.Aku menatap matanya lalu mengembuskan napas dengan keras
"Aku rasa bukan urusan siapapun. Hal itu adalah urusan pribadiku dan aku tidak harus menjelaskannya," jawab Dante kesal lalu segera berjalan meninggalkanku. Aku segera mengejarnya."Kalau begitu baguslah. Kau punya urusan pribadi, aku juga punya urusan pribadi. Sebaiknya kita memang tidak saling mencampuri urusan yang lain. Jadi, aku minta jangan lagi bertanya kemana dan dengan siapa aku pergi, lagipula kurang dari 6 bulan lagi kita cuma dua orang asing," sahutku lalu segera berlari pulang .Aku membencimu Dante! Aku benci caramu membuatku berharap kepadamu. Aku sempat berpikir kau sengaja menungguku pulang. Aku benci caramu membuatku cemburu. Kenapa kau harus menutupi hubunganmu dengan Naomi kalau diantara kalian tidak ada apa-apa?Aku terus berlari, dan tidak ingin berhenti."Kenapa hanya aku?" teriakku sambil berlari.Kenapa hanya aku yang mencintaimu? Aku terus bertanya dalam hati.***Aku terbangun dengan tubuh yang masih kelelahan. Untungnya kali ini betisku baik-baik saja. Aku
"Kalian akan pergi kemana?" tanya Dora tampak senang. Dia memang selalu berpikir kalau pria yang paling cocok untukku adalah Joshua. "Ke sebuah tempat yang cukup jauh," jawabku tidak ingin menjelaskan lebih detail lagi."Apa kalian akan menginap?""Mungkin," jawabku acuh."Ruby, ada apa?" tanya Rahul yang tentu saja selalu tahu kalau ada yang tidak beres denganku."Tidak ada apa-apa.""Apa kau bertengkar dengan suamimu dan ingin melarikan diri dengan Joshua?" "Ada apa denganmu? Memangnya kenapa kalau Ruby pergi dengan Joshua. Dia jauh lebih baik daripada suami palsunya itu!" bentak Dora yang tidak terima dengan pertanyaan Rahul."Sudahlah, kenapa kalian bertengkar? Aku mau ke perpustakaan dulu. Sampai nanti," ucapku sambil melambaikan tangan lalu meninggalkan mereka berdua.Joshua, aku akan mencarinya dan mengajaknya pergi bersamaku besok.Sepertinya aku memang lebih berjodoh dengan Joshua. Baru saja memikirkannya, dia malah langsung muncul di hadapanku, keluar dari perpustakaan."R
Joshua, dia bilang aku bisa mengandalkannya saat semua orang tidak ada. Tapi dia sama sekali tidak menepati janjinya. Kali ini aku tidak kecewa, tapi marah. Bukan pada Joshua, tapi pada diriku sendiri karena terlalu mengandalkan orang lain.Andai aku tidak mengandalkan pria itu, aku bisa mempersiapkan diriku untuk perjalanan ini sendirian. Sekarang aku harus pergi sendiri tanpa tahu apa-apa.Aku sangat cerdas dan kuat. Tapi aku bukan orang yang berani pergi sendirian. Dulu selalu ada ibuku, Dora, Rahul dan kemudian Dante. Kalau tidak ada mereka maka aku tidak akan kemana-mana.Seharusnya aku memberanikan diri saja untuk pergi sendirian dan tidak mengajak Joshua. Setidaknya kalau begitu, aku akan mencari tahu apa yang harus aku lakukan, kemana aku harus pergi, naik apa, barang-barang apa yang harus aku persiapkan untuk sebuah perjalanan solo."Kita sudah sampai, Nona," ucap supir membuatku mulai gemetar."Anda tidak apa-apa?" tanyanya saat membukakan pintu untukku. Aku menggeleng pelan
Rasa kantukku langsung hilang. Aku segera memeriksa isi kotak itu. Membaca setiap artikel dengan hati-hati. Tapi sampai semuanya selesai aku baca, tidak ada lagi keterangan tentang penyebab kecelakaan orangtuaku.Dibawah tumpukan artikel-artikel itu ada beberapa foto lama. Aku melihatnya satu persatu, ada foto pernikahan kedua orang yang aku yakini sebagai orangtua kandungku.Lalu fotoku ketika berusia 4 tahun bersama seorang pria remaja, tersenyum begitu lebar. Siapa anak ini? Tidak mungkin mereka menyimpan fotonya kalau dia tidak ada hubungannya denganku. Apa mungkin sebenarnya aku memiliki kakak kandung?Foto terakhir adalah foto kedua orangtua kandungku dan orangtua yang sudah merawatku. Sepertinya mereka saling mengenal dengan baik, terlihat dari kedekatan mereka dalam foto ini. Apakah orangtuaku yang sekarang terpaksa merawatku karena merasa bersalah sudah membunuh ayah dan ibu kandungku, yang dekat dengan mereka?Aku benar-benar putus asa, aku mendapat informasi tapi semuanya h
"Tapi ini kamar suite kami, jadi harganya berbeda. Selain itu karena sekarang sedang ramai jadi harganya-""Tidak apa-apa. Saya tidak masalah dengan harganya," potong Dante yang tampak kelelahan."Baik Tuan. Jangan khawatir kamarnya cukup besar dan memiliki ruang tamu sendiri," jelas resepsionis itu sambil tersenyum senang. Aku diam saja, tapi tubuhku menegang tanpa alasan. Tenggorokanku terasa kering dan jantungku berdetak tidak karuan. Ada apa ini? Mengapa bayangan kami berciuman tiba-tiba melintas lagi di pikiranku, membuat telapak tanganku mulai terasa dingin.Setelah proses dengan resepsionis selesai, seorang pegawai penginapan langsung membawa koperku sambil menunjukkan arah kamar kami.Dante memberikan beberapa lembar uang kepada pegawai itu setelah kami tiba di dalam kamar kami."Kamar suite di kota kecil benar-benar kecil," komentar Dante sambil menatap kamar yang menurutku cukup besar ini. Ini lebih mirip apartemen kecil yang terdapat di ibukota, dan menurutku itu besar.Ada
"Ruby," sapa ibuku dengan nada suara yang sangat asing."Mama, apa yang terjadi dengan mama?" tanyaku bingung. Wajahnya memang ibuku, tapi aku sama sekali tidak mengenali riasan, cara berpakaian, bahasa tubuhnya bahkan nada bicaranya."Masuklah, kita bicara di dalam," ajaknya sambil membukakan pintu lebih lebar.Aku masuk, lalu melihat ayahku yang sedang duduk di sofa. Dia langsung berdiri dan menatapku sambil tersenyum. Dia juga tampak sangat berbeda. Ada apa dengan kedua orangtuaku? Apakah waktu dua bulan bisa membuat seseorang berubah sedrastis ini?"Duduklah," panggil ayahku. Aku berjalan perlahan lalu duduk di hadapan mereka berdua.Kenapa suasananya terasa begitu canggung dan dingin. Mereka berdua seperti sengaja membuatku merasa asing di hadapan mereka."Ma, ada apa ini?" tanyaku putus asa.Aku hanya ingin memeluk ibuku dan menceritakan semua yang terjadi padaku. Aku hanya ingin berkeluh kesah tentang betapa beratnya hari-hariku tanpa ada dia di sisiku. Tapi sekarang aku malah
Untuk apa dia menjelaskan tentang kejadian itu kepadaku? Apa dia tahu kalau aku cemburu?"Apa dia akan tinggal di negara ini selamanya?" tanyaku mencoba terdengar tenang."Sepertinya begitu, dia sudah mendaftar untuk pelatihan pengacara agar mendapat izin praktek pengacara di negara ini.""Apa Naomi juga seorang pengacara?" tanyaku kaget."Ya, dia menyelesaikan sarjana hukumnya di negara ini, lalu ke Eropa dan kembali kuliah hukum disana. Tadinya aku pikir dia akan mengambil gelar master, tapi ternyata dia mengambil sarjana. Setelah itu dia mulai bekerja di kantor pengacara dan dalam waktu singkat dia menjadi seorang pengacara yang hebat."Aku menatap wajah bangga Dante ketika membicarakan Naomi dan menghela napas perlahan. "Jadi dia magang di kantormu?""Ya, calon pengacara lain setidaknya membutuhkan 6 bulan untuk menyelesaikan syarat penanganan perkara, tapi Naomi sudah hampir menyelesaikannya dalam waktu kurang dari sebulan.""Tentu saja, dia adalah pengacara berpengalaman yang b
Joshua, dia bilang aku bisa mengandalkannya saat semua orang tidak ada. Tapi dia sama sekali tidak menepati janjinya. Kali ini aku tidak kecewa, tapi marah. Bukan pada Joshua, tapi pada diriku sendiri karena terlalu mengandalkan orang lain.Andai aku tidak mengandalkan pria itu, aku bisa mempersiapkan diriku untuk perjalanan ini sendirian. Sekarang aku harus pergi sendiri tanpa tahu apa-apa.Aku sangat cerdas dan kuat. Tapi aku bukan orang yang berani pergi sendirian. Dulu selalu ada ibuku, Dora, Rahul dan kemudian Dante. Kalau tidak ada mereka maka aku tidak akan kemana-mana.Seharusnya aku memberanikan diri saja untuk pergi sendirian dan tidak mengajak Joshua. Setidaknya kalau begitu, aku akan mencari tahu apa yang harus aku lakukan, kemana aku harus pergi, naik apa, barang-barang apa yang harus aku persiapkan untuk sebuah perjalanan solo."Kita sudah sampai, Nona," ucap supir membuatku mulai gemetar."Anda tidak apa-apa?" tanyanya saat membukakan pintu untukku. Aku menggeleng pelan
"Kalian akan pergi kemana?" tanya Dora tampak senang. Dia memang selalu berpikir kalau pria yang paling cocok untukku adalah Joshua. "Ke sebuah tempat yang cukup jauh," jawabku tidak ingin menjelaskan lebih detail lagi."Apa kalian akan menginap?""Mungkin," jawabku acuh."Ruby, ada apa?" tanya Rahul yang tentu saja selalu tahu kalau ada yang tidak beres denganku."Tidak ada apa-apa.""Apa kau bertengkar dengan suamimu dan ingin melarikan diri dengan Joshua?" "Ada apa denganmu? Memangnya kenapa kalau Ruby pergi dengan Joshua. Dia jauh lebih baik daripada suami palsunya itu!" bentak Dora yang tidak terima dengan pertanyaan Rahul."Sudahlah, kenapa kalian bertengkar? Aku mau ke perpustakaan dulu. Sampai nanti," ucapku sambil melambaikan tangan lalu meninggalkan mereka berdua.Joshua, aku akan mencarinya dan mengajaknya pergi bersamaku besok.Sepertinya aku memang lebih berjodoh dengan Joshua. Baru saja memikirkannya, dia malah langsung muncul di hadapanku, keluar dari perpustakaan."R
"Aku rasa bukan urusan siapapun. Hal itu adalah urusan pribadiku dan aku tidak harus menjelaskannya," jawab Dante kesal lalu segera berjalan meninggalkanku. Aku segera mengejarnya."Kalau begitu baguslah. Kau punya urusan pribadi, aku juga punya urusan pribadi. Sebaiknya kita memang tidak saling mencampuri urusan yang lain. Jadi, aku minta jangan lagi bertanya kemana dan dengan siapa aku pergi, lagipula kurang dari 6 bulan lagi kita cuma dua orang asing," sahutku lalu segera berlari pulang .Aku membencimu Dante! Aku benci caramu membuatku berharap kepadamu. Aku sempat berpikir kau sengaja menungguku pulang. Aku benci caramu membuatku cemburu. Kenapa kau harus menutupi hubunganmu dengan Naomi kalau diantara kalian tidak ada apa-apa?Aku terus berlari, dan tidak ingin berhenti."Kenapa hanya aku?" teriakku sambil berlari.Kenapa hanya aku yang mencintaimu? Aku terus bertanya dalam hati.***Aku terbangun dengan tubuh yang masih kelelahan. Untungnya kali ini betisku baik-baik saja. Aku
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa tiba-tiba cintamu berpindah kepadaku?" tanya Joshua sambil menepuk meja besi yang ada di depan kami.'Andai aku bisa jatuh cinta kepadamu dan bukan pada pria itu,' gumamku dalam hati."Memangnya cinta bisa dipindahkan seenaknya?" tanyaku tersenyum kecut karena aku sangat berharap cinta bisa dipindahkan semudah itu."Apa kau sedang ada masalah dengan kekasihmu?" "Ha? Kekasih? Aku tidak punya kekasih. Itu hanya omong kosong Rahul," jawabku cepat."Jangan berbohong.""Sungguh, aku memang tidak punya kekasih.""Baiklah, kalau begitu aku akan mengganti pertanyaanku. Apakah kau sedang ada masalah dengan orang yang kau cintai?" tanyanya sambil tersenyum jahil.Aku menghela napas dalam, tidak bisa menghindarinya kali ini."Aku tidak-""Berhenti! Jangan berbohong. Aku mohon, untuk malam ini saja, jujurlah kepadaku. Aku sangat ingin tahu apa yang ada di dalam hati dan kepalamu," ucap Joshua memohon.Aku menatap matanya lalu mengembuskan napas dengan keras
Tiba-tiba Dante muncul dan langsung merangkul Naomi lalu berbalik dan menariknya masuk ke dalam sebuah ruangan."Itu kan wanita yang waktu itu kita lihat di bandara. Mereka bahkan bermesraan di kantor?" gumam Dora terlihat risi."Apa kalian mengenalnya? Kenapa dia sepertinya mengenali kita atau salah satu dari kita?" tanya Rahul sambil menatapku."Ha?" sahutku kebingungan.Untungnya seorang pria muda muncul dan meminta kami masuk ke ruangan Dante, lalu kamipun mengikuti pria itu.Kami masuk setelah pria itu mengetuk dan membukakan pintu."Selamat sore, Tuan," sapa Rahul dan Dora."Selamat sore," jawab Dante santai, seakan-akan tidak mengenalku dan tidak peduli dengan kehadiranku."Saya mengajak sahabat saya, semoga anda tidak keberatan," jelas Dora dengan sopan."Tidak masalah, silakan duduk," ucap Dante acuh sambil menunjuk ke arah sofa.Aku melirik Naomi yang sedang duduk disana sambil menatap kami bertiga."Apakah aku boleh tetap berada disini?" tanya Naomi dengan lembut."Aku khaw