"Untuk apa mengubah hal seperti itu? Sama sekali tidak penting!" sahutku tanpa sadar menunjukkan wajah kesalku."Kenapa? Apa kau berharap aku mengubah hal lain?" "Ya, tentu saja. Kalau kau memang sadar sudah merenggut kebebasanku, seharusnya bukan hal seperti itu yang kau ubah," jawabku menurunkan nada suaraku.Tanpa terasa kami sudah tiba di tempat Dante meninggalkan mobilnya."Naiklah, aku akan mengantarmu," ucap Dante sambil membukakan pintu untukku. Jantungku kembali berdetak begitu cepat dengan tindakannya yang sangat berbeda dari biasanya. Kenapa tiba-tiba dia berubah menjadi seorang pria yang sangat sopan dan melakukan hal yang sangat menyentuhku."Aku tahu kau ingin segera mengakhiri perjanjian ini. Tapi aku sangat membutuhkanmu saat ini, aku harus mendapatkan warisan kakek, apapun yang terjadi. Kalaupun mengakhiri perjanjian denganmu saat ini, aku akan tetap mencari wanita lain untuk kujadikan istriku."Aku diam saja, meski rasanya ingin berteriak BUKAN! Aku bukan ingin meng
"Wah, wanita itu sangat cantik dan anggun. Aku rasa dia adalah kekasihnya," gumam Dora terus menatap ke arah Dante.Aku diam saja, tapi perasaanku hancur. Ternyata dia bisa memeluk wanita lain selain aku."Apa kau tahu gosipnya dia sama sekali tidak bisa disentuh wanita karena sebuah penyakit? Aku rasa itu hanya tipuan karena dia sudah punya kekasih dan tidak ingin wanita lain mendekatinya," lanjut Dora membuatku hatiku semakin sakit.Siapa wanita itu? Apakah itu yang dikatakan sepupu Dante sebagai cinta sejatinya? Dadaku kenapa terasa berat?"Itu ibuku!" teriak Dora sambil berlari ke arah ibunya. Aku mengikuti dengan perlahan."Halo Ruby, senang melihatmu," sapa ibu Dora sambil merangkulku setelah memeluk dan mencium putri tunggalnya."Ayo kita makan malam dulu, baru pulang," ajak Dora bersemangat."Dora maaf, sepertinya aku tidak bisa ikut. Kepalaku tiba-tiba terasa pusing," ucapku berbohong."Kalau begitu kita antarkan saja dulu Ruby pulang.""Tidak usah bibi, aku naik taksi saja."
Kakek juga mengenalnya? Mengapa kakek terlihat begitu bahagia bertemu wanita itu? Aku berharap dia adalah sepupu Dante yang lain, dan mungkin kakek bahagia karena dia adalah cucu kakek? Tiba-tiba sebuah harapan muncul di hatiku, meski jauh di lubuk hatiku aku tahu ini adalah harapan semu."Kapan kau datang? Kenapa tidak memberitahu kakek kalau kau akan kembali? Kau akan menginap disini, bukan?" "Kakek tenanglah," ujar Dante sambil tersenyum."Aku ada pekerjaan di sini. Maaf kakek, tapi aku akan menginap di rumahku," jawab wanita itu sambil merangkul kakek dengan hangat."Rumah? Itu adalah hotel, bagaimana kau bisa menyebutnya rumah?" protes kakek membuat Dante dan wanita bernama Naomi itu tertawa."Kakek, rumah adalah dimana hati kita berada. Dan kakek tahu hotel itu adalah satu-satunya tempat yang membuat rasa rinduku kepada papa terobati," jawab wanita itu dengan suara yang sangat lembut."Baiklah, kakek kalah. Kalau begitu, sekarang makan malam lah bersama kakek.""Kakek, tadi dia
Apa yang dia lakukan disini? Sejak kapan dia berada kamarku dan menungguiku? Bukankah dia menginap di rumah wanita itu dan meminta Myrna menjagaku?Aku menatapnya dengan kagum. Memperhatikan setiap detail wajahnya yang sangat indah. Aku tidak pernah memperhatikannya sedekat ini, dan baru menyadari bahwa wajahnya sempurna.Apa karena dia dibesarkan bergelimang harta? Atau mungkinkah dia adalah seorang dewa yang jatuh ke bumi karena sebuah tugas? Rasanya aku ingin mendekat dan menghirup aroma rambutnya, menyentuh wajahnya dan -Tiba-tiba Dante bergerak, aku langsung menutup mataku dan berpura-pura masih tidur. Dante bergerak perlahan lalu menyentuh dahiku."Demamnya sudah turun," gumam Dante lalu aku mendengar dia menggeser kursi tempatnya duduk. Entah apa yang dia lakukan tapi aku sama sekali tidak berani membuka mataku. Jantungku kembali berdetak dengan kuat. Aku khawatir Dante akan mendengarnya.Sial! Kenapa tiba-tiba aku merasa gugup."Suruh Myrna datang ke kamar Ruby," perintah Dan
Tiba-tiba Dante muncul dan langsung merangkul Naomi lalu berbalik dan menariknya masuk ke dalam sebuah ruangan."Itu kan wanita yang waktu itu kita lihat di bandara. Mereka bahkan bermesraan di kantor?" gumam Dora terlihat risi."Apa kalian mengenalnya? Kenapa dia sepertinya mengenali kita atau salah satu dari kita?" tanya Rahul sambil menatapku."Ha?" sahutku kebingungan.Untungnya seorang pria muda muncul dan meminta kami masuk ke ruangan Dante, lalu kami pun mengikuti pria itu.Kami masuk setelah pria itu mengetuk dan membukakan pintu."Selamat sore, Tuan," sapa Rahul dan Dora."Selamat sore," jawab Dante santai, seakan-akan tidak mengenalku dan tidak peduli dengan kehadiranku."Saya mengajak sahabat saya, semoga anda tidak keberatan," jelas Dora dengan sopan."Tidak masalah, silakan duduk," ucap Dante acuh sambil menunjuk ke arah sofa.Aku melirik Naomi yang sedang duduk disana sambil menatap kami bertiga."Apakah aku boleh tetap berada disini?" tanya Naomi dengan lembut."Aku khaw
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa tiba-tiba cintamu berpindah kepadaku?" tanya Joshua sambil menepuk meja besi yang ada di depan kami.'Andai aku bisa jatuh cinta kepadamu dan bukan pada pria itu,' gumamku dalam hati."Memangnya cinta bisa dipindahkan seenaknya?" tanyaku tersenyum kecut karena aku sangat berharap cinta bisa dipindahkan semudah itu."Apa kau sedang ada masalah dengan kekasihmu?" "Ha? Kekasih? Aku tidak punya kekasih. Itu hanya omong kosong Rahul," jawabku cepat."Jangan berbohong.""Sungguh, aku memang tidak punya kekasih.""Baiklah, kalau begitu aku akan mengganti pertanyaanku. Apakah kau sedang ada masalah dengan orang yang kau cintai?" tanyanya sambil tersenyum jahil.Aku menghela napas dalam, tidak bisa menghindarinya kali ini."Aku tidak-""Berhenti! Jangan berbohong. Aku mohon, untuk malam ini saja, jujurlah kepadaku. Aku sangat ingin tahu apa yang ada di dalam hati dan kepalamu," ucap Joshua memohon.Aku menatap matanya lalu mengembuskan napas dengan keras.
"Aku rasa bukan urusan siapapun. Hal itu adalah urusan pribadiku dan aku tidak harus menjelaskannya," jawab Dante kesal lalu segera berjalan meninggalkanku. Aku segera mengejarnya."Kalau begitu baguslah. Kau punya urusan pribadi, aku juga punya urusan pribadi. Sebaiknya kita memang tidak saling mencampuri urusan yang lain. Jadi, aku minta jangan lagi bertanya kemana dan dengan siapa aku pergi, lagipula kurang dari 6 bulan lagi kita cuma dua orang asing," sahutku lalu segera berlari pulang .Aku membencimu Dante! Aku benci caramu membuatku berharap kepadamu. Aku sempat berpikir kau sengaja menungguku pulang. Aku benci caramu membuatku cemburu. Kenapa kau harus menutupi hubunganmu dengan Naomi kalau diantara kalian tidak ada apa-apa?Aku terus berlari, dan tidak ingin berhenti."Kenapa hanya aku?" teriakku sambil berlari.Kenapa hanya aku yang mencintaimu? Aku terus bertanya dalam hati.***Aku terbangun dengan tubuh yang masih kelelahan. Untungnya kali ini betisku baik-baik saja. Aku m
"Kalian akan pergi kemana?" tanya Dora tampak senang. Dia memang selalu berpikir kalau pria yang paling cocok untukku adalah Joshua. "Ke sebuah tempat yang cukup jauh," jawabku tidak ingin menjelaskan lebih detail lagi."Apa kalian akan menginap?""Mungkin," jawabku acuh."Ruby, ada apa?" tanya Rahul yang tentu saja selalu tahu kalau ada yang tidak beres denganku."Tidak ada apa-apa.""Apa kau bertengkar dengan suamimu dan ingin melarikan diri dengan Joshua?" "Ada apa denganmu? Memangnya kenapa kalau Ruby pergi dengan Joshua. Dia jauh lebih baik daripada suami palsunya itu!" bentak Dora yang tidak terima dengan pertanyaan Rahul."Sudahlah, kenapa kalian bertengkar? Aku mau ke perpustakaan dulu. Sampai nanti," ucapku sambil melambaikan tangan lalu meninggalkan mereka berdua.Joshua, aku akan mencarinya dan mengajaknya pergi bersamaku besok.Sepertinya aku memang lebih berjodoh dengan Joshua. Baru saja memikirkannya, dia malah langsung muncul di hadapanku, keluar dari perpustakaan."Ru
"Selamat pagi, hari ini aku juga akan berangkat pagi. Jadi mari berangkat bersama," sapa Dante begitu aku tiba di ruang makan.Pantas saja, ketika aku bangun tadi dia sudah tidak ada di kamar. Ternyata hari ini dia berangkat lebih pagi."Tapi nanti-""Tenang saja, aku akan turun duluan karena ada urusan yang harus aku selesaikan di luar kantor. Jadi supir yang akan mengantarmu ke kantor," potongnya membaca pikiranku."Tapi mobil-""Aku membeli mobil baru untukmu, jadi tidak akan ada yang tahu kalau itu mobilku," sahutnya sebelum aku selesai bicara. Ada dia dukun? Kenapa dia bisa membaca pikiranku."Lalu bagai-""Tidak usah memikirkan mobil lamamu. Pakai saja yang kusediakan. Sekarang, duduklah. Kita sarapan dulu sebelum berangkat."Aku menghela napas sambil menggelengkan kepala. Apa kecelakaan kemarin membuatnya bisa membaca pikiran?***Aku masuk ke kantor dengan ragu-ragu. Aku menyadari tingkahku kemarin pasti agak berlebihan. Karena khawatir terjadi sesuatu dengan Dante, aku berlar
"Dari mana mama tahu?""Dia menemui mama langsung. Dia meminta kita tidak menghalangi jalannya untuk mendapatkan semua kekayaan Randall. Karena apapun yang kalian lakukan dia pasti bisa menghancurkan kalian. Ruby, mama mohon beritahu Dante dan bercerailah. Kalau kalian bercerai, Dante masih bisa mengelola firma hukumnya dan kau melanjutkan hidup bersama mama.""Mungkin saja dia cuma mengancam? Dante memiliki kekuatan yang tidak mama ketahui, jadi tidak usah khawatir," jawabku meski ragu."Apa kau tidak tahu kalau ayahnya juga memiliki kekuatan dan kekuasaan? Tapi kau lihat apa yang terjadi dengan ayahnya? Ruby, lupakan saja dendam itu. Orang tuamu juga pasti ingin kau hidup bahagia, bukannya menghancurkan dirimu sendiri.""Mama, aku harus bekerja, nanti kita bicara lagi."Aku segera menutup telepon sambil menghela napas dengan keras. Tiba-tiba terdengar suara ledakan, dan orang-orang menjadi sangat ribut. Jantungku langsung berdetak dengan cepat. Aku lari keluar dan melihat sebagian o
Aku tersenyum sinis, bukan pada mereka berdua, tapi pada diriku sendiri. Lagi-lagi aku bersikap besar kepala. Benar-benar menyedihkan!***"Nona, anda sudah pulang?" sapa Myrna begitu aku tiba di rumah."Ya. Apakah Dante sudah pulang?" tanyaku sambil melihat sekeliling rumah."Sudah, Nona. Tuan muda sudah pulang dari tadi," jawabnya sambil tersenyum sopan."Mari Nona, saya akan membawakan tas anda ke kamar.""Tidak usah, aku bisa sendiri," tolakku lalu segera berjalan ke kamar.Dante sedang membaca buku di taman belakang. Dia terlihat sangat serius dan tampan. Tapi entah mengapa melihatnya malah membuatku merasa kesal.Aku masuk ke dalam kamar dan membongkar tasku. Setelah selesai aku segera mandi dan berencana untuk langsung tidur. Aku sedang tidak ingin bertemu atau berbicara dengan Dante."Kenapa lama sekali sampai di rumah?" tanya Dante begitu aku keluar dari kamar mandi."Ha! Kau membuatku terkejut!" seruku kesal.Dante hanya menatapku dengan datar, sepertinya dia menunggu jawaba
"Tuan Dante, anda disini? Maaf saya tidak melihat anda," jawab Joshua kaget dan langsung berdiri dengan sopan. Membuatku dengan terpaksa ikut berdiri."Selamat pagi, Tuan," sapaku berpura-pura sopan."Apa kau sedang mengungkapkan perasaanmu sepagi ini?" tanya Dante sambil menepuk pundak Joshua."Oh tidak begitu, Tuan. Kami hanya membicarakan-""Kami adalah teman sekampus, Tuan. Dan hubungan kami sangat dekat, jadi membicarakan perasaan kami, adalah hal yang sering kami lakukan tanpa memandang waktu," potongku cepat.Siapa dia berani mengatur kapan waktu yang tepat untuk kami membicarakan perasaan kami. Kalau dia tidak memiliki perasaan kepadaku, sebaiknya dia tidak menggangguku!"Nona, bisakah anda bicara dengan saya diluar?" tanya Dante dengan wajah serius."Maaf, Tuan. Bukannya saya tidak sopan. Tapi semua pegawai sudah membicarakan banyak hal buruk tentang saya di belakang anda, karena Tuan menggendong saya kemarin. Mereka juga menyindir dan menghina saya, meski saya tidak melakuka
Aku terdiam. Dia tahu, pria ini tahu apa yang mau kukatakan tapi dia menghentikannya. Dia jelas tidak ingin mendengar kata-kataku. Dante tidak ingin aku merasakan dan mengatakan cintaku kepadanya."Kau benar. Tentu saja, aku ingat perjanjian itu," jawabku mencoba mempertahankan harga diriku."Sebaiknya aku kembali sekarang. Aku mau istirahat," ucapku segera berdiri, berbalik lalu berjalan dengan cepat.Air mata kembali menetes di pipiku. "Cengeng!" gumamku memaki diriku sendiri sambil berlari sekencang mungkin.Hatiku terasa begitu sakit, hingga aku bahkan tidak merasa takut, berlari sendirian di jalanan sesepi ini. Aku hanya ingin menjauh dari Dante.Entah bagaimana caranya tapi akhirnya aku tiba di penginapan cukup cepat. Dengan napas tersengal-sengal, aku masuk ke dalam penginapan. Aku masuk ke kamar yang masih kosong. Untunglah Kitty belum datang, jadi aku bisa menangis dengan keras, sepuasku. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan menyalakan pancuran lalu menangis tersedu-sedu. Per
Aku langsung mengalihkan pandanganku ke Joshua, dan lanjut bernyanyi hingga lagunya selesai. Para partner dan pengacara senior bertepuk tangan dengan keras. Sementara para pegawai terlihat enggan tapi terpaksa bertepuk tangan untuk menghormati atasan mereka."Bagus, aku sampai terharu mendengar suara kalian," komentar Kitty sambil bertepuk tangan."Nona, apakah aku boleh kembali ke kamarku? Aku ingin beristrahat," ucapku dengan wajah lelah."Tentu, beristirahatlah," jawabnya lalu langsung maju ke depan dan melanjutkan acara.Aku permisi kepada Joshua lalu keluar dari aula pertemuan itu, sambil memikirkan apa yang sedang dilakukan oleh Dante dan Naomi saat ini.Sepertinya Dante tidak menyukai suaraku, padahal aku berharap dia terpesona dengan suaraku seperti yang dirasakan Joshua. Tapi kenyataannya berbeda, dia bahkan tidak mau mendengarku bernyanyi sampai selesai."Ruby!" Aku menoleh. Dante menatapku lalu berjalan mendekatiku."Kau mau kemana?""Kembali ke kamarku.""Ikut aku," ajakn
"Nona Kitty, anda masih disini?" tanyaku terkejut."Aku kembali karena ada yang tertinggal. Jadi, bisa kau jelaskan? Apa benar kau sudah bersuami?" tanyanya dengan wajah serius.Aku tertawa canggung."Tidak, itu hanya candaan sahabat-sahabatku, memanggil kekasihku sebagai suamiku," elakku dengan wajah bingung."Kau sudah punya kekasih?" tanyanya lagi. Aku mengangguk."Anak muda sekarang memang luar biasa. Diantara kuliah dan magang masih sempat berpacaran. Ya sudah, istirahatlah!" sahutnya lalu segera keluar dari kamar.Aku mengembuskan napas lega. Untunglah dia tidak memperpanjang masalah suami ini. Selanjutnya aku harus sangat berhati-hati.***Aku terbangun, karena Kitty membangunkanku."Apa kakimu masih sakit?""Sepertinya sudah jauh lebih baik," jawabku masih dengan mata yang berat."Kalau begitu bersiaplah, lalu turun untuk makan malam.""Baik," jawabku sopan.Aku mandi dengan cepat lalu segera turun sebelum Kitty kembali menjemputku."Itu dia anak magang yang kemampuan aktingnya
"Hei! Anak magang, apa yang kau lakukan? Untung kakiku tidak kena serpihan. Bersihkan cepat!" bentak pegawai yang tadi bicara denganku."Iya, maaf," jawabku panik lalu segera mengumpulkan pecahan gelas tidak sengaja kujatuhkan itu."Apa yang terjadi?" tanya Kitty yang duduk tidak begitu jauh dari tempatku."Tanganku licin, jadi gelasnya jatuh," jawabku berbohong."Biarkan saja, biar petugas kebersihan yang membereskannya," ucapnya sambil menarik tanganku."Kau tidak apa-apa?" tanya Dante yang tiba-tiba muncul di hadapanku."Dia tidak apa-apa, Tuan," jawab Kitty sopan, lalu memanggil petugas kebersihan untuk membersihkan serpihan kaca.Dante menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan wajah khawatir."Apa itu?" tanyanya sambil berjongkok dan mengangkat celana panjangku perlahan."Kakimu berdarah, ada pecahan kaca yang menusuk kakimu!" seru Dante panik. Aku tadinya bahkan tidak merasakan apapun tapi setelah Dante mengatakannya, kakiku mulai terasa perih."Apa kau bisa berjalan
"Pindahlah ke tempat lain. Aku harus duduk di depan," ucap Dante, membuat Joshua langsung berdiri dan mundur ke belakang.Aku mencoba menyembunyikan senyumanku. Aku rasa dugaanku kali ini benar. Dia memang sengaja mengajak para pegawai magang karena aku. Seperti saat ini di sengaja naik bus, karena aku.Aku sangat senang hingga bisa mencium aroma angin, yang berhembus masuk dari pintu bus. Aromanya sangat wangi.Bus akhirnya mulai bergerak maju, sementara suasana yang tadinya gaduh kini sangat sunyi."Apa kau sudah sarapan? Tadi kau keluar dari rumah tanpa makan apapun," bisik Dante kepadaku."Belum," jawabku juga berbisik."Apakah kalian membawa sesuatu untuk dimakan sebagai sarapan?" tanya Dante kebelakang."Ada, Tuan," seru para pegawai cepat.Lalu beberapa orang datang, ada yang membawa roti lapis, roti manis, pasta dan beberapa camilan asin serta minuman kemasan.Dante mengambil roti dan pasta serta sebotol air mineral. Lalu meminta para pegawai kembali ke kursinya."Kau mau yang