"Lewat pintu rahasia, dong," balas Septa diiringi senyuman."Biar diantar abang kamu saja! Mama gak tega kalo kamu harus berhadapan dengan para bandit,"sahut Bu Rita dengan ekspresi cemas. Wanita berumur 50 tahunan ini menepuk punggung Dion agar segera mendekat ke arah adiknya."Bandit? Macam film koboi saja, Ma," celutuk Septa sambil memutar-mutar kunci di jari tangan lalu naik ke buggy car."Biar Abang yang setir." Dion buru-buru menyusul adiknya. "Emang lewat mana?""Tuh di sana, ada dua sekuriti di pos!"tunjuk Septa ke arah depan. Tampak dua pria berambut cepak sedang bermain catur di sebuah pos jaga."Pintu gerbangnya sebelah mana?" Kali ini Ardan yang penasaran. Pria ini berjalan mendahului buggy car.Memang benar yang diucapkan oleh Ardan. Bagi orang awam di area tersebut hanya terdapat pos jaga dan sebuah kolam renang di kelilingi oleh taman. Sementara itu sebuah tembok tinggi sebagai pembatas area dalam dengan lingkungan di luar. Septa tertawa melihat perilaku Ardan. Dua ora
Para pegawai bagian bersih-bersih telah kembali ke mansion. Tiba-tiba salah seorang bodyguard berlari dari halaman menghampiri Septa."Ada yang darurat?"tanya Septa memandang bodyguard dengan ekspresi heran."Barusan di pos jaga dapat lemparan batu berisi surat ancaman, Nyonya," balas bodyguard."Ancaman apa?""Serahkan William atau diledakkan?" Bodyguard langsung mengulurkan batu beserta surat kaleng berisi ancaman."Batu sebesar ini?"tanya Septa sembari mengamati batu dalam genggamannya."Iya, Nyonya."Dia lewat mana lemparnya?""Kayaknya dari atas pohon yang ada di sebelah gerbang, Nyonya."Septa mengangguk mendengar penjelasan bodyguard. Wanita ini lalu segera menghubungi polisi untuk melaporkan ancaman yang diterima barusan. Sementara dari luar pagar masih terdengar kekacauan yang dilakukan para anggota mafia."Silakan balik ke depan! Sebentar lagi polisi datang," pinta Septa kepada bodyguard."Baik, Nyonya. Permisi." Pria berbadan kekar tersebut gegas berlari menuju ke pos jaga
Usai berkata begitu, Septa bersama tim medis berangkat ke rumah sakit. Rupanya setelah meriset password, Septa berubah pikiran. Dia tidak jadi ikut tim medis. Wanita ini dengan mengendarai buggy car menuju rumah utama. Dion yang melihat perilaku Septa hanya geleng-geleng kepala.Septa masuk rumah besar dari pintu depan lalu berjalan langsung menuju dapur mencari keberadaan Bibi. Saat Septa sampai dapur, tidak ada asisten rumah tangga tersebut. Wanita muda ini lalu mencari ke lantai atas dengan cara mengendap-endap agar suara langkahnya tidak didengar oleh Bibi.Septa mendengar Bibi sedang mengobrol lewat telepon di balkon. Wanita muda ini gegas memakai kaos tangan. Kemudian, dia meneteskan sedikit cairan dari botol kecil ke telapak kaos tangan. Septa berjalan sambil berjingkat menuju ke balkon.Bibi sedang menelepon sambil menghadap depan. Dengan sigap, Septa membekap hidung dan mulut Bibi dengan kaos tangan berisi obat bius. Wanita separuh baya ini sesaat kaget oleh kehadiran Septa d
"Bokap lu masuk rumah sakit. Lu blokir nomor dia?""Ya. Gue udah kaga ada urusan sama dia lagi.""Lu, tuh, gila! Bokap lu masuk rumah sakit. Serangan jantung. Gue mau masuk, gimana caranya?""Telepon saja yang punya rumah. Itu wewenang dia. Gue sebatas tamu, kaga berani ambil keputusan.""Suruh sekuriti buka gerbang! Di depan sudah aman.""Minta izin ke Septa saja! Gue cuma numpang duduk dimari.""Tunggu, William! Jangan lu tutup dulu teleponnya. Lu kaga perlu membayar apa pun soal perawatan Om Edzard. Semua fasilitas telah diambil alih Opa," ucap Ronald berusaha menenangkan hati William.Ronald paham betul dengan sikap sepupunya itu, meskipun sekasar apa pun terhadap papanya, namun jika Tuan Edzard Abramovich jatuh sakit ataupun terluka, dia cekatan mengupayakan kesembuhan. William membenci sikap tidak tegas papanya terhadap Willie dan ibunya. Mereka dianggap pasangan manusia haram untuk diberi hidup bagi William. "Gue sudah terlampau muak berurusan dengan keluarga penuh pencitraan.
"Ah sial! Bagaimana caranya aku membuka pintu?"tanya William karena kesulitan untuk menjangkau handle pintu. Namun, ternyata pintu tidak dikunci, saat tangan terkulai wanita itu tidak sengaja menyenggol pintu. William langsung menendang pintu agar terbuka lebih lebar."Fuck you!" pekik William dengan mata yang terbelalak sempurna."William, kau datang?" tanya Tuan Edzard Abramovich dengan posisi yang sangat intim bersama dengan seorang wanita, lebih parahnya lagi mereka sedang tidak menggunakan sehelai benang pun.William langsung membopong si wanita ke luar kamar. Dia beranjak menuju kamar yang lain. Dengan perasaan campur aduk, pria ini merebahkan tubuh wanita asing tersebut."Brengsek! Sial benar nasib gue!"umpat William sembari mencari nomor kontak dokter untuk memeriksa si wanita. Setelah itu, dirinya menelepon ART untuk menyiapkan segala hal. Pria ini akan beranjak keluar kamar, tepat pada saat papanya melongok dari balik pintu."William, mari kita bicara!"ajak Tuan Edzard Abra
Hati Amanda pun lega. Dirinya segera menuju mobil lalu masuk dan mengemudikan keluar dari halaman apartemen. Namun, rupanya pada saat di pos jaga, mobil Tyson telah menghadangnya."Kita harus bicara,"ucap Tyson dari jendela mobil yang terbuka."Baik,"balas Amanda yang langsung mengikuti arah mobil Tyson bergerak.Sekitar dua kilometer kemudian, mobil Tyson menepi, akhirnya Amanda pun ikut menepi. Tyson turun lalu menghampiri mobil Amanda dan mengetuk pintunya. Wanita ini membukanya, tiba-tiba Tyson menarik lengan Amanda.Tatapan pria ini sangat mengerikan dan Amanda tidak bisa mendeskripsikan maksud tatapan tersebut. Amanda jadi gugup karenanya.“Tolong katakan yang sejujurnya, Manda!” “A-aku sudah bilang tadi, kalau aku akan membicarakan semua ini nanti, Tyson. Kenapa kamu tidak memberiku waktu untuk merenung sebentar?” keluh Amanda bernada putus asa. “Aku bukan tidak memberimu waktu atau tidak percaya padamu, tapi bukti aroma parfum woody, serta jaket yang kamu pake kemarin." Tyso
"Om, aku ....""Segera minta sekuriti untuk menyediakan rekaman CCTV semalam," potong Tuan Edzard dengan suara tegas dan berwibawa. "Baik, Om. Akan segera aku lakukan." "Mana kunci mobilnya?" Dengan cepat Ronald menyerahkan kunci mobil sport milik Tuan Edzard. Rupanya pria ini telah berpesan kepada Ronald untuk membawa mobil sport saja karena dia ingin mengemudi sendiri. "Kerjakan tugas kamu sekarang, dan kirim rekaman CCTV-nya kepadaku secepat mungkin." "Baik!" jawab Ronald sambil mengangguk patuh. Pria ini berlalu beranjak menuju ruang pantau CCTV. Di saat bersamaan, Tuan Edzard Abramovich mengemudikan mobil sport ke arah kediamannya. Sepanjang jalan pria berkebangsaan Ukraina ini mengumpat akan kebodohannya telah merusak seorang gadis.Dari kejauhan dilihatnya Amanda sedang berjalan dengan menenteng sepatu high heels ke arah berlawanan. Pria bermata biru ini pun menghentikan kendaraan roda empat saat mereka berpapasan. Amanda tidak menyadari ada mobil yang berhenti dari arah
"Tentu saja. Amanda sekretarisnya. Ini wanita yang bersama Om Edzard setelah pesta. Mereka menghabiskan malam bersama di mansion.""Mansion milik Opa yang diserahkan ke Tuan William?""Tepat. Gue lagi cari rekaman CCTV disuruh Om Edzard.""Ya, sudah. Met sibuk jadi intelijen.""Oke. Kaga mau kasih salam ke William?""Kaga usah provokasi!"Ronald tertawa terbahak-bahak atas balasan sinis Septa. "Entar gue kasih kabar kalo ada kabar insiden dengan Amanda.""Oke. Thanks, Ronald."Hubungan telepon berakhir lalu Septa mencoba menghubungi Amanda kembali. Nomor wanita itu masih saja bernada sibuk.Padahal sudah sejam berlalu, masih saja sibuk. Manda sedang menelepon siapa? Keluh Septa dalam hati.Septa tidak kurang akal, dia pun mengirim pesan singkat lewat aplikasi hijau. [Jadi gak kita meet up?]Pesan sudah terkirim, tetapi masih belum dibaca. Septa menunggu balasan pesan sambil melanjutkan mengecek laporan keuangan di laptop. Sejam telah berlalu, Septa pun telah selesai dengan pekerjaann
Ting! Terdengar notif pesan diterima.[Oke. Aku siapkan semua. Kamu siap-siap di depan. Hitungan menit saja, kita bisa pergi dari sana.][Terima kasih, Bang.]Pesan terkirim dan Septa buru-buru menghapus semua percakapan. Clear. Sebuah senyum manis menghias bibir Septa. Hatinya bisa sedikit tentram sekarang. Dia tidak tahu rencana apa yang telah disusun oleh Ardan.Namun, dia butuh segera keluar dari kantor polisi ini. Perilaku bar-bar wartawan membuatnya semakin tertekan. Yang dia butuhkan sekarang adalah segera bisa keluar dari sini. Otak dan hatinya ingin segera disegarkan dan hanya dia yang tahu caranya.Satu jam kemudian Ardan mengajak Septa untuk keluar menuju lobby kantor. Tentu saja, wanita ini menolaknya mentah-mentah karena belum ada kabar dari Ronald. Ardan yang melihat Septa dalam keadaan ragu-ragu, akhirnya memegang kedua bahu wanita tercinta."Kamu akan lihat gimana caranya agar para wartawan bisa pergi dari sini,"ucap Ardan dengan menatap Septa."Maksudnya apa?"tanya S
Ardan berusaha untuk menahan diri. Bagaimanapun, dirinya harus bersikap bijak dalam menghadapi wartawan. Dia paham taktik para pencari berita dengan cara menyulut emosi narasumber. Pada saat narasinya semakin emosi dalam meladeni pertanyaan wartawan dan biasanya dia tanpa sadar akan mengeluarkan kata-kata yang tidak perlu dipublikasikan. Di saat itulah para pencari berita mereka semua ucapan yang terlontar dari mulut narasumber. Ucapan dalam keadaan marah tersebut akhirnya tertuang pada ketikan mereka. Begitu berita jadi viral dibicarakan dalam masyarakat, otomatis kelanjutan beritanya akan terus dicari-cari. Hal ini mendongkrak penjualan bagi lapak atau platform penyedia layanan informasi online maupun offline. Para wartawan dapat keuntungan bonus dan juga promosi jabatan. Narasumber yang baru sadar akan kekhilafannya akan segera memberikan ultimatum terhadap para wartawan bahkan sibuk membuat siaran pers untuk klarifikasi. Tindakan itu bahkan menjadikan berita semakin dicari dan
Septa lalu melirik pada sebuah nakas di sebelah ranjang. Hmm, siapa yang taruh meja minimalis ini?Kamar Septa dan isinya selalu berwarna putih dan tidak pernah ada warna-warna monokrom seperti ini. Apalagi keberadaan sebuah meja kecil berbahan rotan. Tiba-tiba perhatiannya teralihkan ke arah ke pinggang.Ada beban berat yang membebani area tersebut sejak dirinya bangun. Itu ternyata berasal dari lengan cokelat yang membelitnya. Kepala wanita berparas ayu ini langsung menoleh ke sebelahnya. Ada seorang lelaki sedang tidur lelap.Whaatt? Apa-apaan ini?!Lengan kuat eksotis. Lelaki asing dengan bagian atas tanpa penutup. Tarikan napas teratur. Septa seketika tercekat. Dia pun jadi berpikir yang tidak-tidak. Wanita ini sibuk memutar memori otak. Akhirnya satu kesimpulan diambil ....Septa tundukkan kepala lalu mengintip tubuhnya di balik selimut. Dia langsung syok antara kenyataan atau halusinasi.Kepalaku pengar. Apa yang aku minum tadi? Jadi setengah mimpi begini, keluhnya dalam hati.
"Syukurlah. Kasian Manda gak tau apa-apa soal mafia, jadi korban.""Tyson sampai hari ini belum bisa dipantau," ungkap Ardan. "Dia ini terkenal kejam dan licik dibandingkan Tuan Edzard dan William. Diduga dia ada di balik pengambilan organ dalam para pasien rumah sakit.""Padahal kurang sebulan lagi, Manda dan Tyson menikah. Kenyataannya kini, mereka jadi terlibat urusan mafia tiada berujung," ucap Septa penuh sesal. "Aku punya ide biar bisa tangkap Tyson.""Apa itu?"tanya Ardan penasaran."Kita suruh orang lain untuk jaga Manda. Tyson itu sebenarnya cinta banget sama Manda. Dia lakuin ini pasti karena sakit hati, Manda akan dinikahi Tuan Edzard."Ardan menaikkan kedua alis. Pria ini sedang berpikir sejenak lalu bertanya,"Maksudnya gimana?""Amanda dijaga orang lain, biar Tyson merasa aman untuk mendekatinya. Kita pantau mereka dari kejauhan dan tentu saja ada dokter serta perawat yang bisa kita ajak bekerja sama.""Bagus ide kamu, Sayang. Kita realisasikan," balas Ardan dan langsung
"Ah, akhirnya, semua aman. Saatnya kita pulang," ucap Ardan sambil meluruskan badan. Septa memijat pelan punggung kekasihnya. "Nanti di rumah aku pijatin sekujur badan.""Septa, perutku sakit sekali. Ada yang kosong di bagian perut kiri. Di situ timbul rasa sakit,"keluh Amanda dengan mendesis kesakitan."Jangan-jangan, ...." Ucapan Ardan tidak dilanjutkan karena keburu ada panggilan telepon."Halo, ada apa?"tanya Ardan kepada seseorang di ujung telepon."Pak, ada info, dokter yang menangani Nona Amanda adalah bagian dari komplotan pasar gelap.""Kamu kata siapa?""Ada seorang pria tua bikin laporan. Anaknya setelah operasi besar. Ginjalnya hilang satu.""Oke, terima kasih. Terjunkan tim untuk pantau target.""Baik, Pak."Hubungan telepon berakhir dan tentu saja dalam tatapan tajam kedua mata Septa. Ardan paham bahwa wanita tersebut ingin penjelasan. Pria ini segera merangkul bahu Septa. "Kita harus ke rumah sakit terpercaya untuk memeriksa organ dalam Nona Amanda.""Hei, apa yang ter
Tuan Edzard berusaha mengusir sengatan aneh yang hendak menggerakkan tangannya. Namun gagal, tangannya bahkan dengan lancang meraba puncak dada Amanda sembari bibir kasarnya mengecup ceruk leher si wanita lembut.Pria ini memainkan lidahnya sejenak dan kian intens meremas buah dada yang terasa penuh pada tangan besarnya. Detik berikutnya, pria ini melumat bagian itu lalu mengisap puncak kecoklatannya dan memberikan beberapa gigitan manja di sana."Tuan, jangan!"Permainan pelan itu kian memabukkan begitu pun Amanda tanpa sadar mendesah pelan saat Tuan Edzard menyibak baju Amanda pelan dan menenggelamkan wajahnya lebih dalam lagi.Door!Pyaarr!Tuan Edzard langsung merangkul Amanda lalu mengajak bersembunyi di balik sofa. Pria usia senja ini berbisik kepada Amanda. "Kamu masuk kamar dengan hati-hati. Saya akan lindungi kamu.""Baik, Tuan,"balas Amanda yang langsung mengikuti saran Tuan Edzard. Wanita ini masuk kamar yang berada di balik rumah tamu. Saat masuk kamar, telinga Amanda mas
"Selamat pagi juga, Tuan. Ya, kami memang dengar suara tembakan dari sebuah drone. Namun, tiba-tiba barang itu jatuh dan seketika terbakar,"jelas seorang sekuriti. Penjelasan sekuriti ini membuat Tuan Edzard terkejut, hingga semakin membuatnya penasaran. "Bolehkah saya melihat luar gerbang sebentar?"tanya Tuan Edzard merasa tidak enak hati karena sebelum menuju mansion, dia telah dipesan oleh Septa untuk tidak keluar lagi."Lebih baik Tuan pantau area luar gerbang dari tangkapan layar CCTV saja. Mohon maaf karena ini telah diinstruksikan oleh Nona Septa." "Baik. Saya mau lihat tangkapan rekaman CCTV."Sekuriti mendampingi Tuan Edzard untuk mengamati situasi di luar gerbang. Mereka melihat kedatangan sebuah drone yang diduga milik mafia, pesaing bisnis keluarga Edzard. Pada saat alat canggih tersebut hampir melewati atas gerbang secara mengejutkan ada sinar laser merah.Sinar tersebut menembaknya jatuh. Mata Tuan Edzard dan sekuriti dibuat terbelalak, saat melihat kejadian luar bias
Sejak hidupnya sering diteror mafia saingan bisnis William, Septa lebih nyaman tinggal di mansion bersama Mama dan abangnya. Ardan membuka kaca mobil lalu menghentikan mobil depan pos jaga. Kedua sekuriti tersenyum. Ardan segera menyapa mereka."Selamat pagi. Nanti ada tamu khusus, tolong dibantu kelancarannya.""Selamat pagi, Tuan Ardan. Baik, akan kami bantu."Ardan tersenyum lalu mengulurkan dua lembar uang merah kepada sekuriti. "Buat beli kopi.""Terima kasih, Tuan.""Sama-sama."Seorang sekuriti membuka pintu gerbang lalu mobil pun beranjak masuk halaman. Gerbang pun ditutup kembali. Ardan menoleh ke arah Septa lalu berucap,"Serius ini, aku benar-benar nginap di sini.""Iya, Sayang! Udah aku bilang tadi," balas Septa lalu tertawa manja sambil bersandar ke bahu pria sebelahnya.Mobil baru saja berhenti di carport, tiba-tiba ponsel Septa berdering. Wanita ini menegakkan tubuh lalu mengambil ponsel dari dalam tas. Dia sedikit memicingkan mata karena pandangannya nanar efek dari alko
Ponsel Septa berdering. Ardan segera bangkit lalu mengambilkan untuk Septa. Tertera nama Tuan Edzard. Septa gegas menjawab panggilan."Selamat malam, Tuan.""Selamat malam. Maaf, mengganggu, Nona Septa," ucap pria tersebut dengan suara dalam.Ada apa, Tuan?"tanya Septa dengan rasa penasaran."Saya ingin titip Amanda di rumah Nona Septa demi keselamatannya. Silakan ajukan pembayaran per jam atau harian. Saya akan transfer sekarang. Sekitar seminggu agar kondisi tubuhnya cepat pulih. Boleh?"Septa yang mendapatkan tawaran dari Tuan Edzard langsung tersenyum lega. Ini namanya pria bertanggung jawab, kata hatinya."Boleh, dong, Tuan. Gak usah pake bayar. Amanda itu teman saya. Dengan keputusan bijak yang Tuan Edzard ambil, saya banyak terima kasih. Kalian sama-sama korban. Ronald sudah cerita banyak soal kejadian malam itu. Saya akan jaga Amanda. Sekarang dia di mana, Tuan?""Wah, sungguh luar biasa! Saya gak tahu kalo kalian berteman. Amanda sekarang ada di mansion, habis keluar dari rum