Home / Romansa / SEBELUM BERPISAH / 16. Terlambat Pulang 2

Share

16. Terlambat Pulang 2

last update Last Updated: 2024-12-08 15:16:54

Saat itu menjadi malam pertama mereka sebagai suami istri dalam arti yang sebenarnya. Dia tunduk juga akhirnya. Setelah dua bulan berlalu seperti dua orang asing yang tinggal di bawah satu atap.

Ada yang mengganjal, tentang hubungan suaminya dengan Herlina. Seperti apakah sebenarnya hubungan mereka.

"Hei, melamun!" tegur Ranty menyentuh tangan Elvira.

"Kamu memikirkan tentang dokter perempuan itu? Aku paham perasaanmu. Mungkin kamu mulai ada rasa terhadap Mas Dokter." Gadis itu berkata sambil tersenyum.

"Dia suamiku, Ran. Kami terikat pernikahan. Hal begini, tentu saja mengusik hubungan kami."

"Aku ngerti."

Elvira memandang Ranty sejenak. Ada sesuatu yang ingin ia ungkapkan, tapi tidak bisa. Selama ini sahabatnya tahu kalau dirinya pisah kamar dengan Hendy. Ranty tentunya tidak menduga kalau ia telah menyerahkan segalanya pada sang suami.

Wanita berjilbab warna pastel itu menggigit bibir bawahnya, menahan tangis yang hampir pecah. Pikirannya terus berputar, mencoba memahami perasaa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ayu Cla
udah el nanti sepulang dr jakarta tanya aja langsung sm hendy apa hubungan herlina dan suami mu daripada kepikiran terus
goodnovel comment avatar
Yanyan
ayo mas dokter terus pedekate biar El merasa paling no 1..biar dokter Herlina TDK berharap lagi
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
jadi inget waktu SC September kemaren.. tegang banget, dibius sampe 3x..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SEBELUM BERPISAH   17. Terlambat Pulang 3

    Herlina mengangguk lantas melangkah pergi. Hendy masuk dan duduk di kursi putarnya. Mengeluarkan ponsel yang ternyata sudah ada pesan masuk.[Maaf, baru sempat balas, Mas. Aku sudah sampai Jakarta. Sekarang lagi di tempat seminar.] Elvira menyertakan sebuah foto di dalam sebuah gedung dan menampakkan beberapa pembicara di depan podium.[Aku mau nelepon. Bisa?] Balas Hendy.[Nanti saja. Aku lagi diskusi dan di sini rame banget.][Oke.]Hendy meletakkan ponsel dan membuka berkas berisi keterangan medis pasien yang akan operasi siang nanti.***L***"Hai, El, Ranty." Seorang laki-laki yang keluar dari mobil memanggil Elvira dan Ranty yang baru keluar dari gedung tempat seminar. Saat itu senja telah mengambang."Zal, kamu bisa ada di sini?" Elvira kaget. Begitu juga dengan Ranty. Mereka bersalaman."Kantorku nggak jauh dari sini.""Oh ya?"Rizal mengangguk. "Makanya waktu aku baca story-nya Ranty, aku langsung ngerti kalian ada pertemuan di mana. Sampai Sabtu kan kalian di sini?""Iya. Ka

    Last Updated : 2024-12-08
  • SEBELUM BERPISAH   18. Aku yang Salah 1

    SEBELUM BERPISAH - Aku yang Salah"Hallo." Suara perempuan. Sepertinya suara dokter Herlina. Walaupun jarang bertemu, tapi Elvira kenal suaranya."Siapa Anda? Kenapa Anda yang menjawab telepon suami saya?" Elvira bicara dengan ketus."Dokter Hendy masih ke kamar mandi. Nanti saja telepon lagi." Telepon langsung dimatikan. Elvira geram menatap layar bening yang menampilkan fotonya sendiri. Kenapa bisa ponsel suaminya sampai dipegang orang lain. Ia yakin kalau itu suara dokter Herlina. Di mana mereka sebenarnya. Masih di rumah sakit apa sudah di rumah?Tidak mungkin kalau dia asisten suaminya. Kalaupun iya, pasti bicaranya akan lebih sopan dan tidak asal memutuskan sambungan. Walaupun mungkin tidak tahu siapa yang menelepon. Sebab Elvira tidak tahu, dikasih nama siapa dirinya di kontak ponsel sang suami.Dipandanginya jam dinding. Pukul 18.30. Jam segini biasanya Hendy sudah pulang, tapi terkadang juga belum.Elvira menarik napas panjang. Setelah mulai tenang, ia keluar kamar dan turu

    Last Updated : 2024-12-09
  • SEBELUM BERPISAH   19. Aku yang Salah 2

    "Sudah. Yang jawab perempuan. Seperti suara dokter Herlina." Elvira menceritakan bagaimana wanita diseberang tidak sopan bicara dengannya.Sambil cerita, Elvira memeriksa ponselnya. Ada dua panggilan masuk dari sang suami. Dalam hitungan detik, ponsel kembali berdering."Aku terima telepon dulu, Ran." Elvira turun dari pembaringan dan menepi ke dekat jendela kamar. Berdiri di balik gorden kamar sambil menyaksikan malamnya kota Jakarta dari ketinggian."Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam. Kenapa nggak ngangkat telepon, El. Sejak tadi kutunggui telepon darimu.""Jam setengah tujuh tadi Mas masih di rumah sakit apa sudah pulang?""Masih di rumah sakit. Aku sampai rumah jam delapan.""Aku menelepon Mas jam setengah tujuh tadi. Yang ngangkat perempuan. Seperti suara dokter Herlina. Dia bilang, Mas lagi ke kamar mandi. Lalu telepon ditutup begitu saja. Apa selama ini dia biasa pegang ponselmu, Mas?""Dokter Herlina? Dia sudah pulang menjelang maghrib tadi. Lagian dia tidak mungkin mengang

    Last Updated : 2024-12-09
  • SEBELUM BERPISAH   20. Aku yang Salah 3

    "Aku kecewa, tadi malam Mas Hendy seolah bilang aku mengada-ada. Dan ngeyel membela Herlina. Nggak mungkin Herlina melakukan apa yang aku tuduhkan. Padahal aku beneran telepon dia, kamu pun tahu."Hmm, sudahlah, Ran. Yuk, kita turun. Lupakan hal semalam."Ranty melangkah duluan untuk membuka pintu kamar. Mereka turun dan sarapan di restoran hotel. ***L***Walaupun lelah, dua hari ini sangat bermakna bagi Elvira dan Ranty. Bertemu dengan orang-orang yang sudah senior dalam dunia mereka. Mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman. Mendapatkan banyak teman juga. Sabtu siang itu mereka diajak jalan-jalan oleh Rizal. Membeli oleh-oleh, juga ditraktir makan siang. "Kapan-kapan kukirimkan gamis buat ibu. Hasil desainku sendiri dan akan kujahit sendiri." Elvira bicara sambil makan."Makasih.""Kadang aku kangen sama ibu.""Datanglah ke rumah disaat aku nggak ada. Atau kamu sama ibu bisa ketemuan di luar, tanpa aku." Rizal memandang Elvira yang mengangguk. Wanita ini, sangat disayangi oleh ibun

    Last Updated : 2024-12-09
  • SEBELUM BERPISAH   21. Geregetan 1

    SEBELUM BERPISAH - Geregetan "Kenapa?" Hendy memandang Elvira yang diam mematung setelah mendengar kata-katanya. Wajah yang tampak capek itu terlihat tetap menarik."Mas, memintaku agar kita sekamar?""Ini bukan permintaan. Kita ini pasangan suami istri. Wajar kalau berbagi kamar. Mau sampai kapan kita seperti ini? Kita juga harus membahas pernikahan kita, El. Tidak sekarang. Aku tahu kamu masih capek. Masuklah, ganti baju, salat, dan istirahat."Apa yang kau ragukan, beberapa hari yang lalu kita sudah tidur bersama," lanjut Hendy saat Elvira masih bergeming.Wajah Elvira merona. Padahal dulu Hendy menolaknya di malam pertama dan dia juga setuju pisah kamar."Kita juga sudah ...." kalimat Hendy terputus saat Elvira dengan berani mencubit pinggangnya seraya melotot supaya Hendy tidak melanjutkan kata-katanya. Hendy menyeringai tipis karena merasakan nyeri akhibat cubitan yang terlalu pedas itu. Setelah itu Elvira masuk kamar."Istirahatlah. Aku tunggu sambil nonton TV." Hendy menutup

    Last Updated : 2024-12-10
  • SEBELUM BERPISAH   22. Geregetan 2

    Pria itu mencoba mengingat-ingat siapa yang ada di ruang ICU malam itu. Ada dokter umum dan perawat. Tapi mustahil mereka selancang itu menyentuh barang pribadinya.Mejanya di ICU tidak terjangkau kamera CCTV. Kamera mengarah pada tindakan medis yang butuh penanganan khusus. Hendy menghela napas pelan. Baru kali ini ada kejadian seperti ini.Hendy mendekat ke tempat tidur. Ia harus membangunkan sang istri karena sudah sore. "El," panggilnya pelan.Baru sekali panggil, Elvira membuka mata. "Sudah hampir jam empat sore.""Iya." Elvira kemudian duduk. Tubuhnya terasa sakit semua karena capek. Di luar sana, cahaya matahari sudah redup. Hendy bangkit untuk menutup jendela kamar. Tadi AC dinyalakan, tapi jendela juga dibuka."Kamu mandi saja dulu," kata Hendy."Aku mandi di belakang saja. Mas, bisa pakai kamar mandi dalam.""Kita mandi sama-sama saja."Elvira memutar bola mata. Hendy tersenyum jahil. "Gantian saja. Kamu yang duluan mandi. Aku mau nyalain lampu luar. Aku sudah pesen makanan

    Last Updated : 2024-12-10
  • SEBELUM BERPISAH   23. Geregetan 3

    Masak dengan cekatan seperti biasa. Mak Imah berperan besar membuatnya pintar memasak. Satu-satunya keahlian wanita itu yang bisa diajarkan padanya. Sebab Mak Imah ini tidak bisa membaca dan menulis. Elvira belum selesai masak, Hendy sudah siap lebih cepat dari biasanya. Dia duduk seraya mengancingkan lengan kemeja warna biru yang dikenakannya. "Kopinya belum aku buatin, Mas." Elvira dengan cekatan mengambil cangkir dan tatakan."Tidak usah, El. Aku minta air hangat saja. Ada telepon dan aku harus ke rumah sakit sekarang." Hendy berwajah serius."Oh, iya." Gelas bening diambil dari rak dan mengisinya dengan air hangat. Diangsurkan pada sang suami. Elvira juga memotong brownies kukus oleh-oleh dari Jakarta dan meletakkan di hadapan Hendy. "Makasih. Jadwal operasi padat hari ini. Ada operasi mayor yang butuh waktu delapan jam. Maaf kalau aku tidak sempat sarapan, tapi malam ini kita dinner di luar. Jadi tidak usah masak.""Kita makan malam di rumah saja, Mas. Hari ini aku free. Nanti

    Last Updated : 2024-12-10
  • SEBELUM BERPISAH   24. Merasa Bersalah 1

    SEBELUM BERPISAH - Merasa Bersalah Hendy masuk kamar. Elvira berbaring membelakanginya. Masih memakai gaun yang tadi. Dress press body tanpa lengan, sebatas lutut warna soft pink. Menampilkan lekuk tubuhnya yang indah. Bahu yang ramping dan berkulit bersih. Rambutnya diikat sedikit bagian atas, sisanya dibiarkan tergerai.Mereka hanya berdua saja di rumah. Makanya Elvira berdandan seksi. Ingin membuat makan malam itu berbeda dari biasanya.Ia merasa sangat bersalah. Sudah berapa kali memperlakukan istrinya seperti ini. Malam ini yang benar-benar parah. Disaat hubungan mereka sudah ada perkembangan dan Elvira sengaja memasak dan menunggunya pulang untuk makan malam. Bahkan Hendy sendiri yang merencanakan dinner untuk mereka. Namun ia tidak bisa pulang tepat waktu.Kalau biasanya, mungkin tidak sesakit ini. Mereka tidak sedang janjian, Elvira menyiapkan makan malam seperti biasa, dan istrinya tidak menunggunya. Hanya saja keesokan harinya makanan basi dan terbuang kalau ia pulang laru

    Last Updated : 2024-12-10

Latest chapter

  • SEBELUM BERPISAH   194. Pernikahan 3

    Ingat bagaimana dulu mereka berjuang untuk sampai ke tahap sekarang. Tentang bagaimana mereka melawan konflik dalam batin, Hendy yang memperjuangkan pernikahan supaya bisa tetap bertahan, dan bagaimana Elvira berusaha melupakan kisah lama yang baginya sangat sempurna. Rizal yang masih sanggup mempertaruhkan keselamatannya demi Elvira. Sungguh kisah cinta yang rumit. Memang benar, kunci sebuah hubungan ada pada suami. Sekuat apapun Elvira berontak, jika Hendy berpendirian teguh, perceraian tidak akan pernah terjadi. "I love you," bisik Hendy menatap lembut sang istri. "I love you too," balas Elvira sambil tersenyum. Disaat mereka berpandangan mesra, Keenan dan Kirana tiba-tiba berebutan untuk memeluk. Kirana langsung naik ke pangkuan sang papa, sedangkan Keenan memeluk mamanya. ***L*** Angin siang bertiup pelan, menggerakkan tirai jendela rumah Herlina. Suasana di dalam rumah terasa tenang. Musik instrumental mengalun lembut dari ruang dalam. Herlina duduk di meja makan, men

  • SEBELUM BERPISAH   193. Pernikahan 2

    Bu Karlina tampak canggung. Ada rasa malu yang membelenggu perasaannya. Namun diam-diam, ia bisa mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Di depan mata sendiri, ia ditunjukkan betapa orang-orang yang ia sakiti hidup bahagia berkecukupan. Bahkan putrinya sendiri yang selama ini ia sia-siakan, mendapatkan pasangan yang sempurna.Pak Kuswoyo duduk di sofa seberang, memperhatikan mantan istrinya yang tampak canggung. Kemudian memandang ke arah Herlina. "Bagaimana acara pernikahannya Agnes? Semua berjalan lancar?" tanyanya, memecah keheningan."Alhamdulillah, lancar, Pa," jawab Herlina.Setelah beberapa jam berbincang, Herlina dan Bu Karlina berpamitan. "Kamu juga harus memikirkan tentang pernikahan, Her. Papa menunggumu untuk datang mengenalkan calon suami." Sambil melangkah ke depan, Pak Kuswoyo bicara pelan pada putrinya. Herlina mengangguk.Sopir keluarga mengantar mereka ke bandara. Dalam perjalanan, Bu Karlina terlihat lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Se

  • SEBELUM BERPISAH   192. Pernikahan 1

    SEBELUM BERPISAH- Ekstra PartJogjakarta ...."Mbak, jadi pulang ke Surabaya pagi ini?" tanya Agnes setelah masuk ke kamar yang ditempati mama dan kakaknya.Malam itu mereka menginap di rumah Pak Beny, papanya Aryo. Dan rumah itu yang selama ini ditinggali oleh Aryo. Karena Banyuaji sudah punya tempat tinggal sendiri. Nanti setelah usai acara pernikahan, papa dan mamanya Aryo kembali ke Jakarta.Mereka yang memegang kantor di Jakarta, juga sudah menetap di sana."Kami mau mampir dulu ke rumah Papa Kuswoyo, Nes." Sambil berkemas, Herlina memandang sang adik yang tampak lelah. Lelah karena seminggu ini mempersiapkan acara pernikahan yang padat, juga mungkin karena semalam adalah malam pertama bagi Agnes dan suaminya. Hmm ... rambut adiknya terlihat masih belum seberapa kering.Kemarin memang acara resepsi ngunduh mantu yang diselenggarakan secara megah di hotel berbintang. Dilanjutkan dengan acara keluarga di rumah orang tuanya Aryo yang ada di Jogja. Agnes sungguh beruntung. Keluarga

  • SEBELUM BERPISAH   191. Satu Momen di Surabaya 3

    Dua bulan kemudian ....Langit Surabaya begitu cerah pagi itu, seolah turut merayakan momen bahagia yang tengah berlangsung di salah satu hotel berbintang di pusat kota. Dekorasi berwarna emas dan putih mendominasi ruangan, menciptakan suasana elegan nan hangat. Hari ini adalah hari pernikahan Agnes dan Aryo.Setelah melangsungkan acara lamaran satu bulan yang lalu di rumah Pak Danu, hari ini menjadi momen kebahagiaan mereka dalam ikatan yang sah.Jam delapan pagi tadi, acara ijab qobul berjalan sangat khidmat.Sekarang Agnes dan Aryo bak raja sehari, duduk di pelaminan yang megah. Mengenakan busana pengantin Paes Ageng. Aryo tampak gagah dengan busana dada terbuka dan kepala yang dihiasi oleh Kuluk Kanigaran. Sedangkan Agnes menggunakan kemben dan kalung sungsun.Aryo di dampingi papa dan mamanya, sementara Agnes di dampingi Bu Karlina yang berdiri tepat di sebelahnya, lalu Herlina, Bu Danu, dan Pak Danu. Pria itu tetap memberikan kesempatan pada mantan istri untuk mendampingi putri

  • SEBELUM BERPISAH   190. Satu Momen di Surabaya 2

    Mendengar itu, dada Agnes berdebar hebat. Merasa malu sekaligus terharu. Ia tahu Aryo serius, tapi mendengar langsung pernyataan cintanya di hadapan sang papa dan mama tirinya, membuat wajah Agnes serasa menghangat karena malu."Saya serius, Pak. Saya sudah menunggu empat tahun untuk bisa datang ke Surabaya bertemu dengan Bapak." Jawaban Aryo yang membuat Agnes kian terharu sekaligus tersanjung.Pak Danu tersenyum bahagia, tampak puas dengan jawaban Aryo. Lelaki yang mencintai putrinya bukan pria sembarangan. Sosok keturunan ningrat yang jelas masa depannya. Dalam hati sangat bersyukur, anak yang menderita batin sejak kecil, kini mendapatkan calon suami yang benar-benar mencintainya."Baiklah. Saya tunggu keluargamu datang untuk melamar." Pak Danu pun tidak terlalu banyak berbasa-basi. Gestur Aryo sangat terbaca jelas, bagaimana dia sangat serius dengan putrinya.Aryo mengangguk. "Ya, Pak. Saya akan mengabari secepatnya."Selesai mereka bicara dengan Pak Danu dan istrinya, Agnes tida

  • SEBELUM BERPISAH   189. Satu Momen di Surabaya 1

    SEBELUM BERPISAH- Satu Momen di Surabaya "Aku hampir nggak pernah bertemu dengan ketiga kakakku dari papa," gumam Agnes."Terakhir aku bertemu mereka sudah lama sekali. Waktu aku datang ke rumah ini untuk menjenguk papa yang tengah sakit. Lama banget itu. Enam atau tujuh tahun yang lalu. Aku masih kuliah.""Mungkin kali ini juga menjadi kesempatanmu untuk bertemu dengan mereka," ujar Aryo.Agnes menghela nafas panjang. Menata hatinya yang kalang kabut. Tidak pernah datang, tiba-tiba ke sana dengan mengajak seorang laki-laki."Kita turun sekarang?""Ya," jawab Agnes sambil menata blouse yang ia pakai. Menyelipkan rambut di belakang telinga. Lantas membuka pintu mobil bersamaan dengan Aryo.Mereka mendekati pagar, Agnes menelpon sang papa. "Aku sudah di depan, Pa," ucapnya setelah panggilan dijawab. "Masuk saja. Papa tunggu di dalam," jawab Pak Danu.Agnes kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas. "Kita masuk, Mas!"Aryo mengikuti Agnes yang membuka pintu pagar. Mereka melangkah di h

  • SEBELUM BERPISAH   188. Serius 3

    "Sudah empat tahun. Sejak aku mulai bekerja di sini. Dia juga baru tinggal di Jogja tujuh tahunan. Sebelumnya tinggal di Jakarta.""Kamu sudah menceritakan tentangmu padanya?""Sudah.""Dia nggak menjauhimu. Berarti dia bisa menerimamu. Aryo sudah cukup jelas menunjukkan keseriusannya. Minta ke dia untuk memberitahu orang tuanya tentang kamu, Nes."Hening kembali. Mungkin sebenarnya orang tua Aryo sudah tahu. Yang dipikirkan Agnes sekarang memang kakaknya. Dia berharap Herlina menikah lebih dulu.Herlina memandang sang adik. Apa yang membuat adiknya minder, bukankah papanya orang berada. Kakak-kakak yang seayah dengan Agnes juga sukses semua. "Jangan tunggu mbak. Usiamu sudah dua puluh delapan tahun, Nes."Agnes memandang kakaknya sekilas. Kembali mereka terdiam hingga denting ponsel membuat Agnes meraih benda pipih di nakas sebelahnya.[Jam berapa besok kalian mau berangkat ke Surabaya?][Pagi, Mas. Jam 6 berangkat dari sini.][Oke. Setengah enam aku sampai di kosanmu. Pakai mobilk

  • SEBELUM BERPISAH   187. Serius 2

    "Aku sudah lama sekali memaafkan semuanya. Kamu nggak perlu merasa bersalah lagi. Hidup ini terlalu singkat untuk menyimpan dendam. Herlina dan aku serta adik-adiknya juga sudah bisa bertemu dan berkomunikasi dengan baik. "Semua permasalahan sudah berlalu. Kita punya jalan hidup masing-masing. Aku bersyukur kita bisa bertemu seperti ini dalam keadaan masih sehat."Kita hanya manusia. Nggak ada yang sempurna. Semoga kita bisa menjalani hidup ini dengan lebih baik lagi di sisa usia kita."Mendengar itu, Bu Karlina tersentuh, terharu, dan malu. Sebisa mungkin menahan air matanya supaya tidak jatuh.Herlina yang duduk di samping ibunya ikut terharu melihat momen itu. Sebenarnya sang papa adalah pria penyabar sejak dulu. Namun Herlina menutup mata disaat doktrin sang ibu sangat mendominasi dikala masa pertumbuhannya.Sekarang setelah berpuluh tahun, lelaki itu begitu legowo memberikan maafnya.Sedangkan Bu Fatimah hanya menjadi pendengar. Dia tidak boleh ikut campur urusan masa lalu suami

  • SEBELUM BERPISAH   186. Serius 1

    SEBELUM BERPISAH- Serius "Kamu saja yang nemui papamu, Her. Mama nggak usah." Bu Karlina tidak percaya diri bertemu dengan mantan suaminya. "Ma, bukannya ini kesempatan yang bagus. Mama bisa bertemu Papa dan meminta maaf atas apa yang pernah terjadi." Herlina berucap persis seperti apa yang dikatakan Bu Karlina ketika sang anak ragu untuk mencari papanya beberapa bulan yang lalu.Wajah Bu Karlina menegang, sorot matanya penuh kecemasan. "Kamu tahu sendiri apa yang pernah Mama lakukan ke papamu. Mama nggak tahu harus bicara apa kalau bertemu. Mama belum siap, Her.""Papa sudah lama memaafkan kita. Beliau bahkan nggak pernah membahas masa lalu setiap kali kami ngobrol di telepon. Papa sudah bahagia dengan hidupnya sekarang. Lagipula, kalau Mama terus menghindar, kapan lagi Mama bisa meminta maaf."Bu Karlina diam. Herlina benar. Bukankah ini kesempatan untuk bertemu dengan orang yang pernah disakitinya. Namun ia malu. Karena kondisinya yang sekarang terpuruk sedangkan sang mantan san

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status