Hari-hari yang telah berlalu, banyak peristiwa telah terlewati. Air mata, rasa sakit, kekecewaan, amarah dan segala hal tercipta diantara hubungan pernikahan yang belum genap satu tahun. Melewati bulan-bulan pernikahan, banyak tragedi dan juga kejadian, banyak kepahitan terjadi.Ya, inilah sebuah pernikahan. Sebuah organisasi terkecil dalam kehidupan, ada banyak hal terjadi bukan membuat pernikahan tampak buruk. Melainkan, semua terjadi sebagai pembelajaran dan juga kesempatan untuk membangun pernikahan lebih baik. Masalah yang terjadi mungkin saja membuat trauma, tetapi dari hal kecil maupun besar itulah pasangan belajar untuk saling mengerti.Tahun pertama pernikahan akan terasa nikmat, pahit manis dan hitam putihnya, tetapi itu belum seberapa. Banyak episode yang akan terus dilalui setelahnya, ujian baru dan segala hal lain akan dilalui kembali. Ada banyak pengorbanan yang jauh lebih besar dari ini, terutama jatuhnya air mata.“Kamu sedang apa?” tanya Karan seraya duduk di sebelah
Seperti yang dijelaskan oleh dokter, bahwa Eliza sudah boleh pulang keesokan harinya. Dia tampak ceria mendengar kabar kepulangannya. Hanya saja, Eliza tidak melihat ada siapapun yang menemaninya selain Karan. Sepulang dari kantor, siangnya Karan segera ke rumah sakit untuk menjemput Eliza.Eliza berharap Zoe ada di sana bersama Karan, tetapi ternyata tidak ada. Entah apa yang terjadi kepada temannya itu, dia sudah lama tidak tampak. Padahal, biasanya Zoe selalu menemani Eliza meskipun sangat sibuk di kantor.“Aku tidak melihat Zoe hari ini, apakah dia tidak tahu aku pulang siang ini?”“Lho, bukannya kamu sudah memberitahukan kepulanganmu kepadanya? Lagi pula, hari ini masih belum masuk kantor.”“Dia tidak masuk kantor lagi? Aku juga sudah menghubunginya, tapi tidak ada balasan. Kucoba menelponnya, tetapi nomornya juga tidak aktif. Aku khawatir terjadi sesuatu dengan, Karan. Sebelum pulang ke rumah, kita coba datang ke tempat Zoe terlebih dulu. Dia tidak ada siapa-siapa di sini, kalau
Eliza menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tengah, dia duduk seraya menghirup kembali aroma kopi yang dibuatnya. Kemudian, dia meneguk perlahan kopi tersebut seraya membuka ponselnya, berharap ada panggilan masuk dari Zoe. Baru kali ini dia merasa sangat kehilangan sahabatnya tersebut, sebab selama ini Zoe tidak pernah menghilang tanpa kabar.“Aku tidak mengerti apa yang terjadi, tapi dia tidak pernah seperti ini sebelumnya.”“Sudahlah, jangan terlalu pusing memikirkan hal yang tidak penting. Kamu baru pulang dari rumah sakit, Eliza.”“Itu saja dalam pikiranmu. Bagaimanapun juga dia temanku, aku tidak tahu apa yang terjadi padanya saat ini. Apakah dia sedang dalam bahaya atau baik-baik saja, tetapi kamu terus berpikir bahwa ini tidak penting.”“Apakah begitu penting dirinya bagimu, El? Kenapa kamu sangat mengkhawatirkannya sementara kamu tidak tahu dia bagaimana di belakangmu. Ingat Eliza, seorang teman tidak akan pernah mengkhianati sahabatnya sendiri.”Eliza menurunkan laptopnya, “apa
Eliza teringat dengan mimpi buruknya, entah itu sebuah pertanda atau hanya sekadar bunga tidur saja. Hanya saja, Eliza juga mencurigai kedekatan antara suami dan sahabatnya tersebut. Mengingat Zoe sudah lama menghilang, tetapi dia justru menemui Karan. bukankah seharusnya dia datang menemui dirinya yang baru saja melewati masa kritis? Lalu mengapa harus Karan yang ditemui?Pertanyaan-pertanyaan itu terus muncul di kepala Eliza. Perasaan aneh dan curiga juga memenuhi isi kepalanya. Akan tetapi, dia tidak bisa melayangkan tuduhan tersebut begitu saja kepada keduanya sebelum dirinya menemukan sebuah bukti.“Aku harus mencari bukti kedekatan mereka, tapi siapa yang dapat kupercaya akan hal ini? Bahkan, seorang sahabat yang sangat kupercaya pun dapat mengkhianatiku. Khianat?”Seketika Eliza teringat dengan ucapan Karan dalam mimpinya. Kalimat itu seakan menguatkan rasa curiganya kepada sang suami dengan sahabatnya itu. Namun, Eliza tidak bisa berpikir dengan jernih upaya apa yang dapat dia
Sekali lagi, bukan untuk pertama kalinya, melainkan untuk yang kesekian kali Eliza kembali masuk rumah sakit. Karan berdiri di depan ruang IGD menunggu dokter menangani kondisi istrinya. Tubuhnya bergetar, panik dan segala ketakutan dirasakan olehnya. Setelah pergelutan batin cukup lama, hampir setengah jam dokter melakukan tindakan. Karan sudah tidak terhitung lagi berganti posisi dari duduk hingga berdiri. Dokter keluar dari ruangan dengan raut wajah pasrah, melihat itu cukup membuat Karan sangat khawatir. “Dokter, bagaimana kondisi istri saya?” “Eliza mengalami pendarahan hebat, kadungannya tidak bisa diselamatkan. Untuk itu, kami harus melakukan kuretasi terhadap janin dalam kandungan secepatnya agar tidak terjadi hal lebih parah lagi kepada ibunya.” “Lakukan yang terbaik, Dok.” “Baiklah, silakan Anda selesaikan administrasinya dan tanda tangan persetujuan kuretasi ini.” Karan mengangguk, lalu dia melangkah mengikuti perawat menuju administrasi. Saat hendak membubuhkan tanda
Eliza menghabiskan waktunya di rumah sakit seorang diri, dia tidak memberikan izin kepada Karan ataupun Zoe menemuinya. Kekecewaan itu semakin menyadarkan Eliza bahwa tidak selamanya teman akan terus menjadi teman baiknya. Seseorang yang diyakini tidak akan memberikan luka, justru dialah luka paling dalam baginya.Susah payah Eliza bangkit dan menyakinkan dirinya bahwa orang-orang berada bersamanya karena kasih sayang bukan hanya empati. Cinta seorang teman, cinta seorang suami terhadap istrinya. Namun, dia harus kembali menelan pil pahit dalam hidupnya bahwa semua itu tidak berguna lagi.“Arrgghhttt!!! Sialan! Mengapa semua bersekongkol untuk menghancurkan hidupku? Mereka semua tidak ada bedanya, selama ini apa yang tampak hanya sebuah kepalsuan.”PRANK!!!!Suara barang berjatuhan di lantai terdengar dari kamar Eliza. Pekikkan Eliza juga mengejutkan beberapa orang yang berada dekat kamar.“Suara siapa itu?”“Ada pasien di kamar sebelah, Dok. Dia baru saja kehilangan bayi dalam kandung
Karan mencoba menghubungi banyak orang, dia berharap ada di antara mereka yang bisa membantu Eliza. Dia juga mendatangi satu ke rumah sakit ke rumah sakit lain untuk mendapatkan donor darah. Segala upaya yang dilakukannya tidak memberikan hasil apapun, kali ini Karan bisa kehilangan Eliza selamanya. Karan menghentikan mobilnya di pinggir jalan, tidak tahu dia harus tetap melanjutkan perjalanan atau justru memilih mengakhiri hidupnya. Kakinya melangkah ke luar dari mobil menuju sebuah jembatan. Air deras di bawah sana tentu akan merenggut nyawanya dalam hitungan menit jika saat itu Karan terjun dari sana. “Tuhan, aku berhutang cinta padanya, aku juga berhutang maaf dengannya. Bagaimana aku harus meminta maaf dan membalas cintanya jika dia pergi dari hidupku? Tuhan, selamatkan Eliza, kumohon jangan lagi pisahkan kami.” Karan menghela napas panjang, dia tahu bahwa mengakhiri hidup bukan sebuah pilihan yang tepat untuk melarikan diri dari masalah. Bahkan Eliza yang berusaha mengakhiri h
Eliza merintih kesakitan seraya menyentuh tangannya yang masih basah akibat luka sayatan. Lukanya memang cukup dalam, sehingga membuat Eliza hampir tidak bisa diselamatkan. Eliza membuka mata perlahan, tak seorang pun di sana. Dia menghela napas panjang. “Ke mana Karan? bukankah tadi dia di sini? Ah, sudahlah, lupakan saja. Aku memang tidak mengharapkan dia di sini.” Eliza bangkit perlahan mencoba menyandarkan kepalanya setengah duduk, sudah hampir satu pekan di rumah sakit, tetapi tidak ada perkembangan. Akibat ulahnya juga dia harus kembali masuk UGD. “Persetan, aku harus kehilangan anakku dan aku juga kehilangan kepercayaan lagi kepada temanku. Kenapa semua orang yang kupercaya bersekongkol untuk menghancurkanku?” Eliza kembali menangis, dia tidak tahu lagi bagaimana hidupnya harus berlanjut. Bahkan, pengadilan sudah tidak bisa lagi menjadi tempat pelariannya. Jikapun itu akan dilakukannya, Karan akan menemukan cara untuk membatalkan gugatan. Tidak ada yang bisa dilakukan Eliza
Usai melakukan pemeriksaan, dokter memberikan izin Eliza untuk pulang dan menjalankan rawat jalan. Laura cukup terkejut mendengar kenyataan yang sedang dijalani oleh Eliza. bertahun-tahun lamanya mereka berpisah, tetapi pertemuan ini justru tidak akan bertahan lama.Aku akan baik-baik saja, Tante. Jangan menyalahkan Karan karena hal ini, semua bukan salahnya. Aku yang salah karena tidak teratur mengkonsumi obat-obatan dan melakukan pengobatan.Mengapa kamu tidak pernah menceritakan hal ini pada kami? Setidaknya dengan itu kami akan memberikan pengobatan yang jauh lebih baik.Tante, sebelum perusahaan Karan gulung tikar, Karan sudah memberikan aku pengobatan yang terbaik. Karan suami yang bertanggung jawab, aku saja sebagai istrinya tidak patuh dan memilih kabur dari rumah.Jangan berlebihan memberikan pembelaan padanya. Kamu tidak akan menghadapi situasi seperti ini jika benar suamimu ini bertanggung jawab.Karan memutar rodanya, dia menyadai bahwa yang dikatakan oleh Laura benar. Kal
Eliza menggelengkan kepalanya, dia tidak memperhatikan Karan. Tentu saja lelaki itu hanya duduk di kursi tanpa beranjak dan tidak mengejar dia seperti biasanya. Eliza menghela napas panjang, tidak tahu harus kembali ke rumah dokter Sean atau tetap melanjutkan perjalanan pulang."Kenapa kamu tidak bicara sejak awal, Sean?""Kamu tidak bertanya padaku, kupikir kamu sudah tahu sebelum akhirnya pergi saat itu. "Tubuh Eliza bergetar hebat, dia memilih masuk mobil dan meminta sang sopir untuk mengantarkannya kembali ke rumah dokter Sean. Sementara itu, dokter Sean hanya menarik napas panjang dan kembali melajukan mobilnya. Dia harus membawa mobilnya ke bengkel agar segera diperbaiki kerusakannya.Saat tiba di rumah dokter Sean, dia melihat Karan sedang melanjukan kursi roda seorang diri. Benar saja yang dikatakan oleh dokter Sean, bahwa suaminya kini tidak dapat berjalan dengan sempurna. Eliza segera menghampiri Karan.Aku bantu dorong, Karan, pintanya.Karan hanya menatap tanpa memberikan
Sebuah takdir telah merubah kehidupan Eliza, siapa sangka bahwa gadis sebatang kara yang telah lama kehilangan sang ibu kemudian menjadi seorang pewaris tunggal keluarga Bagaskara. Lelaki yang dianggap Eliza adalah pewaris tunggal, ternyata hanya seorang anak angkat. Dia berusaha membuat Eliza tunduk, tetapi kenyataan akhirnya mengungkapkan siapa sebenarnya Aaryan Bagaskara.Seorang sopir bernama Bayu telah membawa Eliza pada sebuah rumah mewah berwarna putih abu-abu. Pemilik rumah tak lain adalah seorang dokter muda yang pernah terlibat scandal dengan dirinya. Namun kali ini, Eliza datang bukan menemui sang dokter melainkan mencari keberadaan Karan.Sudah satu bulan terakhir ini dia menghilang dari Karan, tentu saja satu kata maaf takkan mudah membuat Karan melupakan rasa kecewanya. Akan tetapi, Eliza tidak akan pernah menyerah hingga dia kembali meyakinkan Karan mengenai kepergiannya saat itu.Permisi, apakah dokter Sean ada di rumah? tanya Eliza kemudian usai seorang wanita paruh b
Satu bulan kemudian, setelah perjuangan cukup panjang bagi Eliza memenuhi permintaan Aaryan untuk mengemulihkan kembali perusahaan. Usaha yang dilakukan Eliza membuahkan hasil memuaskan, Bagaskara hotel kembali maju seperti sebelumnya bahkan lebih ramai. Dalam satu bulan terakhir, Eliza sudah bekerja keras untuk membangun kembali kehancurahan yang disebabkan oleh Aaryan.Namun, di hari kemenangan itu dia harus menerima kenyataan pahit bahwa Bagaskara tidak bisa diselamatkan dari serangan jantung yang kambuh seketika hingga merenggut nyawanya. Akan tetapi, Eliza merasa bahwa kematian itu tidak wajar, dia menduga ada seseorang yang sengaja membuat Bagaskara serangan jantung hingga merenggang nyawa. Sayang sekali, Eliza tidak bisa membuktikan semua itu hingga ia memilih bungkam dan tidak membahasa itu di hadapan keluarga yang telah berkabung.“Aku sudah menyelesaikan semua urusanku denganku, Aaryan. Itu artinya sekarang juga aku boleh meninggalkan rumah ini dan kembali kepada suamiku.”“
Seperti yang sudah Eliza janjikan kepada Aaryan, bahwa dirinya akan membantu memulihkan perusahaan. Benar yang ditakutkan oleh Bagaskara, ditangan Aaryan perusahaan tidak akan berjalan dengan baik. Belum lama Bagaskara masuk rumah sakit, semua sudah luluh lantak. Karyawan juga mengeluh dengan keadaan ini, beberapa dari mereka sudah ada yang mengundurkan diri dari hotel.“Apa yang dilakukannya? Hanya mengurusi perusahaan saja tidak becus. Dia hanya bisa tidur dengan wanita, menghamilinya lalu pergi tanpa memberikan apapun kepada wanita tersebut. Kemudian, dia melanjutkan kembali rutinitas mabuk dan main wanitanya. Dasar lelaki gila!”Eliza menggerutu kesal kepada Aaryan usai mempelajari semua berkas yang diberikan oleh Aaryan mengenai perusahaan Bagaskara Hotel. Usai menyekapnya di gudang hari itu, tiba-tiba saja hari ini Eliza telah disulap Aaryan menjadi wanita cantik nan elegant. Entah apa yang sudah Aaryan jelaskan kepada karyawan, mereka tampak menyambut Eliza dengan hangat tanpa
“Arrgghhtt!!! Sakit sekali kepalaku,” pekik Eliza seraya mencoba membuka matanya. Eliza membuka mata, melihat ke sekeliling yang dipenuhi kegelapan. Tangannya terikat dengan posisi duduk di atas kursi. Bajingan, Aaryan telah melakukan kejahatan ini hanya untuk memenuhi hasratnya. Dia sengaja menggunakan uangnya untuk memeras Eliza dan menindas dirinya. “Aaryan, keparat!!! Lepaskan aku!!!” pekik Eliza dengan kencang. Teriakan Eliza berhasil memanggil Aaryan kehadapannya. Benar memang yang diduga oleh Eliza, bahwa semua ini adalah perbuatan Aaryan. Lelaki itu sangat licik, dulu dia menyelamakan dirinya atas perbuatan keji Broto, sekarang justru perilakunya lebih bajingan dari Broto sendiri. “Kenapa berteriak sayang? Sudah kukatakan agar kamu menuruti semua permintaanku bukan justru membantahnya. Ini adalah hukuman atas sikap berontakmu.” “Aku bahkan belum menjawab apapun, tapi kamu sudah menyiksaku seperti ini.” “Eliza, aku sangat tahu sifat licikmu. Bukankah dulu kamu berusaha ka
“Maaf, aku tidak bermaksud berbohong. Tadi aku memang mencari dokter Sean dan bertemu dengannya di kantin rumah sakit. Dia juga tidak mau berbicara apapun denganku, jadi aku makan saja di sana,” jawab Eliza seraya duduk di pinggiran ranjang tempat Karan berbaring.“Sejak kapan kamu memanggilnya dokter Sean?” tanya Karan lagi dengan surut mata yang tampak aneh.“Masih saja saja cemburunya gak terkontrol, lagi juga tidak terjadi apapun antara aku dengannya.”“Aku hanya bertanya, lagi pula untuk apa mencemburuinya. Sean sudah banyak membantuku bahkan sebelum kecelakaan ini terjadi.”“Baiklah, aku tidak akan mencari lelaki lain lagi selain kamu. Sudahlah ya, kurangi berpikir burukmu aku mau kamu segera pulih. Ada hal yang harus kita selesaikan, aku juga tidak mau berlama-lama melihatmu sakit. Nanti gak ada yang marah-marah lagi sama aku seperti dulu.”Hari pertama Karan membuka mata di luar dugaan Eliza, lelaki itu sungguh sangat kuat dan hebat. Dia tidak tampak lemah seperti saat koma, h
Jari Eliza tertahan saat akan melepaskan diri, spontan saja Eliza menatap ke arah sumber suara tersebut. Tanpa berpikir panjang lagi, Eliza segera mendekap tubuh lemah yang terbaring itu. Matanya yang sayu tampak berusaha membuka dengan sempurna. Suaranya tertahan oleh alat pernapasan yang terpasang.Lelaki yang dia tinggalkan begitu saja, kemudian jalan hidupnya harus berakhir di rumah sakit berhari-hari bahkan dalam hitungan bulan. Memang ini bukan kali pertama Karan masuk rumah sakit, dia pernah melewati kecelekaan sebelumnya. Akan tetapi, kecelakaan yang Karan alami saat ini sangat berbeda.“Karan, benarkah ini kamu? aku tidak sedang bermimpi lagi bukan?” seru Eliza seraya menyentuh lembut wajah Karan.“Aku sudah bangun, seperti yang kamu lihat,” jawab Karan dengan suara lirih bahkan hampir tak terdengar.Air mata Eliza jatuh tak tertahankan lagi, dia menangis bahagia dapat melihat wajah lelakinya. Melihat hal itu, Karan perlahan menggerakkan tangannya untuk menghapus butiran beni
Eliza segera memesan ojek online agar segera tiba di rumah sakit. Tentu saja, dia tidak boleh datang terlambat untuk menyelamatkan Karan. Bagaimanapun kondisi Karan sekarang dan sebagaimanapun kesalahan yang telah dilakukannya saat itu, kehilangan Karan bukan hal yang diinginkan Eliza.“Karan, bertahanlah! Aku akan segera datang dan membujuk mereka agar tidak melepaskan semuanya. Bertahanlah demi aku, demi pernikahan kita,” batin Eliza seraya terisak tangis.Eliza menyeka air mata yang mulai membasahi pipinya, sepanjang perjalanan menuju rumah sakit dia terus berdoa memohon kepada Tuhan agar suaminya dapat diselamatkan. Baginya, ada hal yang belum mereka selesaikan. Sebab itulah, Eliza tidak ingin kehidupannya berakhir tragis dengan kehilangan sang suami disebabkan oleh kematian.Segera Eliza berlari menuju ruangan Karan di rawat usai tiba di rumah sakit. Dia terlihat sangat panik dan ketakutan. Hatinya semakin hancur ketika melihat dokter dan beberapa perawat mendorong tubuh lemah Ka