Sinar jingga baru saja terbit dari ufuk timur. Miranda berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Kamar Ester yang sedang ia tuju."Dia tak mau makan apa pun sejak kemarin. Hanya diam saja seperti ini."Seorang perawat menjelaskan kondisi pasien saat Miranda bertanya. Matanya tertuju pada gadis belia dengan stelan biru muda yang tampak sedang duduk di sudut kamar sambil mendekap kedua lututnya.Miranda membuang nafas panjang. "Bisa tinggalkan kami berdua?""Baik, Dokter."Perawat segera pergi setelah diminta oleh Miranda. Dengan langkah yang pelan, Miranda segera menghampiri gadis belia di sudut kamar. Ester diam saja saat ia berjongkok di samping gadis itu."Hei, apa kau tidak ingin jalan-jalan ke taman? Aku bisa temani jika kau mau."Miranda berusaha berinteraksi dengan pasien. Dia teresenyum saat tatapan kosong Ester terangkat ke wajahnya."Si-siapa kau?! Pergi! Jangan dekati aku!"Ester mengamuk. Dengan ketakutan dia mengusir Miranda."Hei, jangan takut. Aku dokter di rumah sakit ini
Restoran cepat saji yang berada tidak jauh dari Pusat Kejiwaan San Alexandria Baru tampak ramai oleh pengunjung. Dikarenakan sudah waktu jam makan siang, para pekerja restoran mulai sibuk melayani pesanan para tamu.Di antara tamu-tamu di restoran itu, tampak Aaron dan Miranda yang sedang duduk di meja VIP. Keduanya menikmati menu makan siang sambil berbincang dengan santai.Beef Pepper Rice merupakan menu klasik dari Pepper Lunch. Salah satu menu yang dipesan oleh Miranda untuk makan siangnya bersama Aaron.Potongan daging sapi dipanggang dengan bumbu lada di atas plat panas, lalu disajikan dengan nasi yang lezat. Sensasi panas dan rasa gurih yang nikmat, juga aroma yang menggugah selera.Aroma Shochu yang mencair bersama butiran es di dalam gelas menambah semaraknya makan siang mereka.Aaron teringat banyak hal tentang waktu yang ia lalu bersama Jesica dahulu. Mereka amat sering mengunjungi restoran mewah di seluruh kota. Juga menikmati aneka kuliner di setiap musim."Aku merasa ad
Angin bertiup cukup kencang dari arah laut. Burung-burung kecil terbang rendah di sekitar gedung kejaksaan. Kadang kala makhluk kecil bersayap itu hinggap di dahan-dahan maple yang rentan.Hari Senin di penghujung bulan Desember pada musim panas. Gedung kejaksaan tampak dipenuhi orang-orang. Mereka berkerumun di pelataran gedung. Ada juga yang nekat menerobos masuk.Tidak hanya warga sipil yang berbondong-bondong datang ke gedung kejaksaan. Para Awak Media juga tampak memadati pelataran gedung sampai ke lobi. Semuanya tampak sibuk mencari informasi.Hari ini tanggal 21 Desember, menurut keputusan pengadilan hari ini Marquez akan di eksekusi mati. Jelas semua warga kota sudah tak sabaran menunggu hari ini tiba.Kejahatan Marquez amat banyak. Pria itu pantas di hukum mati!Warga kota sangat geram saat melihat seorang pria yang baru saja keluar dari mobil polisi. Itu Marquez! Dengan bersemangat mereka segera maju ingin menghajarnya."Habisi dia!""Hukum mati dia!""Bajingan!"Ujaran ke
Mobil-mobil polisi melaju beriringan di jalan pegunungan. Mobil ambulans tampak berjalan di barisan terdepan.Setelah dieksekusi mati, Nacos yang dikira adalah Marquez rencananya akan segera dibawa ke sebuah gereja untuk proses kremasi.Di dalam mobil sebujur tubuh yang sudah kaku tampak berbaring. Di kedua sisi terlihat masing-masing dua orang polisi yang duduk di sekitar.Sementara mobil Marisa mengikuti di belakang ambulans yang membawa jenazah Nacos. Wajah paripurna itu tampak gelisah. Sekali lagi Marisa bertanya dalam hati kecilnya, apa ini sudah benar?"Selamat, Nona! Anda melahirkan bayi kembar laki-laki! Kembar yang sangat identik!"Saat mendengar penuturan seorang dokter yang menangani proses persalinan saat itu, Marisa tampak tidak senang. Tidak ada sinar dari manik matanya yang memancarkan kebahagiaan.Kenapa demikian?30 tahun yang lalu saat usianya baru 20 tahun, Marisa meninggalkan rumah dan seorang ibu yang sakit-sakitan.Menurut para dokter, ibunya tak punya harapan un
"Kau suka gaunnya?"Suara bass itu mengembalikan kesadaran Miranda dari fantasinya. Hampir lima menit ia berdiri di depan cermin dan memandangi siluetnya.Sedang pria yang bertanya tak lain adalah Aaron. Pria itu tersenyum manis saat manik-manik hijau Miranda menangkap bayangan dirinya di cermin."Kau yang pilih gaun ini, mana mungkin aku tak menyukainya."Wanita itu berkata dengan malu-malu. Miranda menunduk sambil tersenyum usai bicara. Pipinya bersemu merah akibat tatapan lembut Aaron.Pria yang sedang duduk di sofa itu lantas bangkit. Bahu lebar dalam balutan Tuxedo hitam itu menuju pada wanita yang masih berdiri di depan cermin.Miranda Foster, sehelai gaun pengantin warna putih tampak begitu elegan membalut tubuhnya yang proposional. Tiara dari berlian menghias kepalanya dengan begitu indah.Aaron tersenyum kagum melihat calon mempelai pengantinnya. Dia seperti sedang melihat Jesica saat ini. Akan tetapi, dia tak boleh mengungkapkan perasaan itu. Miranda mungkin tidak akan suka.
Hari mulai siang, namun sinar jingga sang mentari seolah enggan untuk terbit saat ini. Langit tampak mendung dengan angin yang lumayan kencang.Orang-orang masih berkumpul di pemakaman. Dari dalam mobil, sepasang iris biru terang mengamati punggung mereka.Anthony de Fortman, kematiannya menggemparkan warga San Alexandria Baru. Bersamaan dengan kasus berlapis yang menjerat Marquez.Semua orang berpikir jika kematian Tuan Fortman pasti ada hubungannya dengan eksekusi mati yang menewaskan anak tirinya, Marquez.Beberapa jurnalis mulai merancang cerita untuk artikel terbaru mereka. Sementara para Awak Media sibuk mengumpulkan informasi tentang kematian klan bangsawan, Anthony de Fortman tersebut."Aaron ..."Miranda berkata dengan pelan setelah menutup pintu mobil. Dengan mata telanjang ia pandangi punggung seorang laki-laki yang masih berdiri di samping makan Tuan Fortman.Aaron de Fortman, dia pasti sangat terpukul atas kematian sang ayah. Mengapa berita duka ini harus sampai ke teling
Miranda baru saja selesai mandi saat terdengar suara bel pintu yang ditekan oleh seseorang. Sedikit heran dan cemas, sambil mengeringkan rambut dengan handuk Miranda berjalan menuju pintu. Ya Tuhan, siapa yang datang di saat yang tidak tepat begini? Apakah Aaron? Ah, tidak mungkin. Bukankah pria itu sedang berada di mansion saat ini? Lantas siapa yang datang? Miranda hanya bisa menerka-nerka dalam hati tentang tamu yang sedang berdiri di luar pintu unit apartemennya saat ini. Ting tong! Deg! Oh, tidak! Orang itu terus saja menekan bel pintu. Seolah dia sudah tak sabar ingin masuk. Jantung Miranda berdegup kencang disertai rasa takut dan cemas yang sedang memenuhi jiwanya. Satu jam sudah Jeremy dan Luca meninggalkan unit apartemen. Kini ia hanya seorang diri di sini. Jeremy dan Aaron pernah mengatakan jika akan banyak hal yang mungkin terjadi saat ia sedang sendirian. Marisa tidak mungkin akan diam saja dan menerima kematian putranya, bukan? Wanita jahat itu pasti a
Hari mulai malam. Jeremy dan Luca tampak berjalan setengah berlari menuju mobil dinas di pelataran markas. Miranda dalam bahaya saat ini. Jeremy harus segera menghubungi Aaron. Ia dan Luca segera menuju gedung apartemen di mana Miranda tinggal."Apa?"Aaron bangkit dari sofa. Benda pipih dalam genggaman didekatkan ke telinga kanan. Wajah pria itu tampak diliputi rasa cemas. Sedang pendar matanya dipenuh amarah yang siap diledakan.Apa yang terjadi?Siapa yang menelepon Aaron?Mari kita cari tahu bersama.Hari mulai sore saat Marquez mendatangi unit apartemen Miranda. Pria itu datang dengan maksud yang buruk. Marquez ingin menculik Miranda.Namun saat ia tiba di gedung apartemen, Marquez melihat dua orang pria yang sedang berjalan di lobi gedung. Sepertinya Aaron yang menugaskan mereka untuk mengantar Miranda pulang setelah menghadiri pemakaman Tuan Fortman.Marquez yang licik tentu tak ingin Jeremy sampai melihatnya. Maka dia pun segera bersembunyi ke balik dinding dan baru muncul s
"Jadi, kau bekerja sebagai pria bayaran?"Miranda geleng-geleng sambil tersenyum remeh. Dia dan Eve sedang berada di suatu kafe yang cukup jauh dari area pemakaman.Miranda yang mengajak Eve meninggalkan lokasi terjadinya kebakaran mobil. Kemunculan beberapa mobil polisi membuatnya sangat panik. Dia tak mau sampai mereka melihatnya.Eve tampak kesal melihat sikap Miranda menilainya. Dia memang bekerja sebagai gigolo, tapi dia bukan laki-laki murahan seperti yang wanita itu pikirkan."Aku butuh uang untuk pengobatan adikku."Senyuman di wajah itu memudar kala mendengar ucapan Eve. Miranda mengangkat kedua matanya menatap wajah pria di depannya. Eve memasang wajah jengah. Ia lantas melanjutkan, "Adikku baru berusia delapan tahun. Dia mengidap kanker otak.""Apa?" Miranda sangat terkejut. Eve hanya menagguk pelan menanggapi."Hm, maafkan aku." Miranda berkata lagi. Ia merasa tak enak hati pada Eve.Pria itu tersenyum tipis. "Maaf untuk apa? Orang sepertiku sudah terbiasa direndahkan."
"Jadi, kau bekerja sebagai pria bayaran?"Miranda geleng-geleng sambil tersenyum remeh. Dia dan Eve sedang berada di suatu kafe yang cukup jauh dari area pemakaman.Miranda yang mengajak Eve meninggalkan lokasi terjadinya kebakaran mobil. Kemunculan beberapa mobil polisi membuatnya sangat panik. Dia tak mau sampai mereka melihatnya.Eve tampak kesal melihat sikap Miranda menilainya. Dia memang bekerja sebagai gigolo, tapi dia bukan laki-laki murahan seperti yang wanita itu pikirkan."Aku butuh uang untuk pengobatan adikku."Senyuman di wajah itu memudar kala mendengar ucapan Eve. Miranda mengangkat kedua matanya menatap wajah pria di depannya. Eve memasang wajah jengah. Ia lantas melanjutkan, "Adikku baru berusia delapan tahun. Dia mengidap kanker otak.""Apa?" Miranda sangat terkejut. Eve hanya menagguk pelan menanggapi."Hm, maafkan aku." Miranda berkata lagi. Ia merasa tak enak hati pada Eve.Pria itu tersenyum tipis. "Maaf untuk apa? Orang sepertiku sudah terbiasa direndahkan."
"Tuan Foster memiliki aset kekayaan sekitar 780 Triliun dolar. Diantaranya tiga pulau di Provinsi Salvador dan sepuluh rumah sakit di San Alexandria Baru. Selebihnya beberapa perusahaan yang bergerak di bidang properti dan Farmasi. Juga beberapa bungalow di Swedia Baru."Marisa dan Marquez saling pandang mendengar penuturan Louis tentang kekayaan Tuan Foster. Gila! Harta sebanyak itu, entah bagaimana cara mengelolanya.Melihat tampang dua orang di depannya itu, Louis tersenyum tipis lalu melanjutkan, "Setelah Tuan Foster tiada, mungkin semua aset kekayaannya akan disumbangkan ke panti-panti sosial karena tak ada yang mengelola.""Apa?"Marisa dan Marquez terkejut bersamaan mendengar ucapan Louis. Warisan sebanyak itu mau disumbangkan? Enak saja!"Hei, bukankah Tuan Foster masih punya seorang pawaris?" Marisa segera mengajukan pertanyaan yang memang sudah bersarang di benaknya dan juga Marquez. Dia tak sabaran menunggu tanggapan Louis. Dia harus segera tahu siapa pewaris Tuan Foster.
Eve berusaha memecahkan kaca depan mobil dengan sebuah batu yang cukup besar. Usahanya tak sia-sia. Kaca mobil pecah setelah ia menghantam dengan batu tersebut."Cepat keluar!"Pria itu berteriak sambil mengulurkan tangan pada wanita yang masih terjebak di dalam mobil. Miranda menatapnya dengan sendu. Eve tak peduli. Setelah ia berhasil menggapai lengan wanita itu, dia langsung menarik Miranda keluar dari mobil.Duar!Ledakan besar membuat Eve dan Miranda terpental cukup jauh. Keduanya berguling-guling di rerumputan. "Kau baik-baik saja?" Eve bertanya pada wanita yang berada di bawahnya saat ini. Matanya mengincar wajah cantik yang juga sedang menatapnya. Ini pertemuan mereka kedua kalinya. Eve terpana akan kecantikan Miranda."Menyingkirlah!"Perkataan Miranda sungguh di luar perkiraan. Dengan kasar wanita itu menepis Eve darinya. Miranda bergegas bangkit dan segera melihat ke arah semak-semak di mana mobil Luca berada.Oh, tidak!Off-road putih itu sudah dilahap oleh api. Mirand
Salvador Timur. Kediaman Tuan Anthony Hernandez pagi hari."Tuan Muda sudah siuman!"Casandra yang sedang berbincang dengan seorang dokter sangat terkejut saat Andreas menyampaikan kabar itu. Ia segera menoleh ke arah ranjang luas di mana putranya berbaring."Dave!"Langkah kecil itu segera terayun menuju laki-laki yang sedang dikelilingi oleh para asisten. Casandra tersenyum senang melihat Dave sudah sadarkan diri.Tadi pagi-pagi sekali Andreas menemukan Dave yang tergolek tak sadarkan diri di kamarnya. Dia pingsan. Casandra yang terkejut sampai menjatuhkan cangkir teh yang sedang ia pegang, lantas lengsung berlari ke kamar Dave."Syukurlah kau sudah sadar," lirih Casandra. Wanita itu menyeka bulir bening yang terjun di kedua pipinya.Dave menatap semua orang dengan wajah kebingungan. "Apa yang terjadi?""Anda pingsan. Dokter mengatakan, Anda mengalami dehidrasi," jawab Andreas mendahului Casandra.Dave masih tampak lingllung. "Dehidrasi?"Casandra mengangguk sambil tersenyum. "Janga
Malam itu sedang turun salju di Salvador Timur. Dave terbaring di tengah ranjang pada suatu kamar yang luas dan mewah. Di alam bawah sadar ia bermimpi melihat banyak kejadian yang mengerikan.'Lepaskan aku!''Aku tidak gila!''Jesica!''Tamat riwayat mu, Aaron!'Duar!Duar!Duar!Dave tersentak dari semua mimpi itu. Ia bangkit mengambil posisi duduk di tengah ranjang. Nafasnya terengah-engah dengan penuh dingin yang membasahi sekujur tubuh.Apa itu tadi?Apa itu bayangan masa lalunya?Mengerikan sekali!Dia berusaha tenang dan mengambil alih kendali penuh akan dirinya. Dave segera beringsut dari ranjang. Dibawanya tubuh tinggi kekar itu menuju tepi garis jendela.Butiran putih masih berjatuhan dari langit. Angin kencang menggoyangkan dahan-dahan Jacaranda di samping jendela. Dave termenung di sana dengan perasaan yang tidak karuan.'Dave Leonard Hernandez, kau putraku.'Senyuman Anthony tiba-tiba muncul di tengah kemelut yang terjadi dalam benaknya. Apa benar yang dikatakan orang yang
Salvador Timur"Dave!""Di mana putraku?!""Dave!"Seorang wanita tampak sedang mengamuk di sebuah kamar yang berada di mansion mewah. Itu kediaman Anthony. Dan wanita itu merupakan istrinya yang bernama Casandra.Dua orang dokter tampak kewalahan menangani wanita itu. Casandra mengalami gangguan jiwa setelah melihat mayat putranya. Anthony sangat prihatin melihat kondisi sang istri.Casandra tak mau menerima jika Dave sudah tiada. Oleh karena itu, Anthony membawa laki-laki yang mereka temukan di laut ke rumahnya malam ini."Nyonya, tenangkan diri Anda!""Dave!"Dua orang perawat masing-masing memegangi lengan Casandra. Dokter kejiwaan akan segera memberinya suntikan penenang. Hanya itu yang bisa membuat Casandra tertidur."Hentikan! Jangan suntik!"Suara bariton Anthony mengejutkan mereka semua. Para dokter dan perawat segera menoleh serempak ke arah pria yang sedang berjalan dari arah pintu kamar."Hentikan, Dokter! Jangan kau berikan suntikan itu lagi padanya," ujar Anthony dengan
Farmasi San Alexandria Baru pukul enam sore."Tuan Marquez sudah melewati masa kritisnya. Kami akan segera memindahkannya ke ruang rawat inap VIP."Marisa mengangguk lega setelah mendengar ucapan para dokter. Mereka segera pergi setelah ia mengibaskan tangan."Apa kalian sudah temukan wanita itu?"Dua orang bodyguard saling pandang mendengar pertanyaan Marisa. Kediaman mereka membuat wanita itu muak. Dia segera memutar tubuhnya dan melempar tatapan yang tajam."Apa kalian tuli?!""Maafkan kami, Nyonya! Kami memang belum temukan Nona Miranda, tapi kami masih mencarinya," jawab seorang bodyguard dengan gugup.Marisa mendengus kesal. Dia segera maju dan langsung menyambar kerah jas pria di depannya. Matanya menatap dengan tajam."Wanita itu nyaris saja membuat putraku tewas! Aku ingin kalian segera temukan Miranda lalu seret dia ke depanku!" teriaknya ke wajah pria itu.Sang bodyguard dibuat gemetar ketakutan. "Baik, Nyonya.""Enyahlah!"Dengan kasar Marisa melempar pria itu. Satu rekann
Duar!Suara letupan sebuah tembakan terdengar cetar di seluruh kastil pagi-pagi buta. Dua orang penjaga yang sedang bertugas dibuat sangat terkejut. Sementara Marisa masih berada dalam pelukan Eve di kamarnya."Suaranya dari kamar Tuan Muda!""Ayo periksa!"Para penjaga segera menaiki anak tangga menuju kamar Marquez. Suara kegaduhan itu sampai ke telinga Eve. Ia turut terjaga dari tidurnya. Ada apa ribut-ribut?Ekor matanya melirik ke arah wanita paruh baya yang sedang terlelap di bawah ketiak. Eve geleng-geleng. Dengan wajah jengah ia menyingkirkan tangan Marisa dari tubuhnya.Sial!Wanita tua itu benar-benar gila!Marisa tak membiarkan dia tidur sepanjang malam. Dan wanita itu terus menyebut nama pria lain di sela permainan panas mereka.Aaron. Entah siapa pria yang Marisa gaungkan di tengah gairahnya yang panas. Eve tidak peduli. Setelah berpakaian lengkap ia segera meninggalkan kamar Marisa.Di sisi lain, Miranda baru saja berhasil keluar dari kamar Marquez. Dengan tergesa-gesa