Keesokan harinya ....Ketika matahari hampir berada di atas kepala, Senapati Rindakala segera memerintahkan kepada para prajuritnya supaya langsung bergerak menuju ke sebuah desa yang berada di wilayah perbatasan."Di mana Aswara?" tanya Senapati Rindakala kepada para prajuritnya."Ada di belakang, Gusti Senapati," jawab salah seorang prajurit."Panggil dia, agar segera menghadapku!""Baik, Gusti Senapati."Prajurit itu langsung memanggil Aswara yang tengah berbincang dengan para prajurit lainnya di area perkemahan pasukan angkatan perang kerajaan Dongkala.Tidak lama kemudian, Aswara sudah menghadap sang senapati. Aswara menjura hormat setelah berada di hadapan Senapati Rindakala."Sekarang kita langsung bergerak menuju perbatasan kuta Demba. Aku harap kau menjadi pendampingku dalam memimpin pasukan," kata sang senapati, "kita harus segera menyingkirkan para prajurit kerajaan Gurusetra, supaya kita mudah dalam menduduki istana kepatihan kuta Demba!" sambungnya."Baik, Gusti Senapati.
Beberapa jam kemudian, Kardala, Sena dan juga puluhan pendekar lainnya sudah tiba di Padepokan Halimun. Kardala dan Sena saat itu juga langsung menghadap Ramandika yang tengah berada di beranda pondoknya bersama Jayamanik dan para petinggi kelompok Halimun.Sementara itu, para pendekar lainnya yang baru tiba langsung dipersilakan untuk beristirahat di barak yang ada di padepokan tersebut."Apakah ada informasi terbaru yang kalian dapatkan?" tanya Jayamanik mengawali perbincangannya."Banyak sekali," jawab Sena lirih, "ratusan prajurit kerajaan Dongkala sudah berhasil memasuki wilayah kuta Demba, dan mereka tengah berusaha untuk menduduki istana kepatihan," sambungnya menuturkan."Lantas, bagaimana reaksi pasukan kerajaan Gurusetra? Apakah mereka sudah bergerak untuk melakukan perlawanan?" Jayamanik kembali bertanya kepada Sena, dia sangat penasaran ingin mengetahui lebih lanjut informasi terkini mengenai kisruh antara pasukan kerajaan Dongkala dengan pasukan kerajaan Gurusetra.Sena m
Para prajurit kerajaan Gurusetra yang dipimpin oleh Senapati Dukira memang mempunyai kepandaian yang mumpuni dan memiliki keunggulan dalam segala hal dibandingkan dengan pasukan kerajaan Dongkala. Mereka adalah para prajurit terpilih yang siap menjalankan tugas kerajaan dengan baik. Namun, dalam pertempuran tersebut, Senapati Dukira tampak kaget dengan perlawanan yang dilakukan oleh para prajurit Dongkala, seakan-akan mereka tidak mau menyerah begitu saja. "Sungguh tidak kusangka, ternyata para prajurit musuh pun memiliki keberanian yang luar biasa, tidak seperti yang aku duga sebelumnya," desis Senapati Dukira. "Ya, itu memang benar. Gusti lihat sendiri, mereka adalah para pemuda yang memang memiliki semangat juang tinggi," sahut salah seorang prajurit senior. Kemudian, Senapati Dukira dan Dewandara langsung memacu derap kudanya, semakin mendekat ke arena pertempuran, maka ia melihat betapa semangatnya para prajurit Dongkala. Dengan sangat gagahnya mereka berusaha menghindarkan di
Pertempuran di dalam hutan tersebut, mutlak dimenangkan oleh pasukan kerajaan Gurusetra yang dipimpin oleh Senapati Dukira.Baginda Raja Tundara, menyambut kemenangan senapatinya itu, dengan rasa suka cita yang besar. Senapati Dukira dan pasukannya dielu-elukan, disanjung, dan dijamu langsung oleh Baginda Raja Tundara dengan jamuan yang istimewa."Nikmatilah hidangan ini! Esok hari akan ada kejutan istimewa untuk kalian," ujar Baginda Raja Tundara berkata di hadapan Senapati Dukira dan para prajuritnya."Terima kasih, Baginda Raja. Hamba sangat senang dan bahagia dengan sambutan yang sangat meriah ini," kata Senapati Dukira menanggapi perkataan sang raja.Keesokan harinya ....Seperti yang telah dijanjikan oleh sang raja, bahwa dirinya akan memberikan kejutan istimewa kepada para punggawanya yang sudah berhasil mengusir pasukan Dongkala dari tanah Gurusetra.Hari itu, raja dan para petinggi istana langsung menggelar pertemuan. Dalam pertemuan tersebut, secara resmi sang raja telah men
Malam itu, Ramandika tengah duduk santai bersama para pendekar yang selama ini sudah membantunya dalam melatih para pemuda agar menjadi para pendekar kuat yang dipersiapkan untuk melakukan kudeta terhadap pihak kerajaan.Sejauh ini, mereka hanya baru melakukan teror-teror kecil saja. Untuk melakukan serangan secara terbuka belum mereka lakukan, karena Ramandika mempertimbangkan banyak hal terlebih dahulu sebelum tindakan itu dilakukan oleh pasukannya."Apakah kau tidak mengetahui kabar terkini dari pihak kerajaan Gurusetra?" tanya Ramandika kepada Jayamanik.Ramandika bertanya seperti itu kepada Jayamanik, karena kawannya itu baru saja pulang dari Kuta Demba. Sudah barang tentu, dia pasti akan mendapatkan kabar baru yang berkaitan dengan istana."Menurut informasi yang aku terima, bahwa para prajurit kerajaan Gurusetra lebih memperketat pengawasan di sepanjang perbatasan. Tentu hal ini akan mempersempit ruang gerak kelompok kita," jawab Jayamanik lirih.Ramandika menghela napas dalam-
Demang Kurda tampak heran mendengar jawaban Ramandika. 'Kenapa harus putraku yang dia pilih?' kata sang demang dalam hati.Tanpa banyak orang tahu, ternyata Demang Kurda mempunyai seorang putra yang berusia dua puluh tahun, yang bernama Suranjana.Suranjana bertubuh tegap dan memiliki postur sangat tinggi, tenaga dalamnya pun sudah mencapai tingkat sempurna. Oleh sebab itu Ramandika memilihnya untuk menjadi pemimpin di markas kelompok Halimun yang akan didirikan di wilayah tersebut.Bukan tanpa alasan Ramandika memilih Suranjana, semua berdasarkan petunjuk gurunya yakni Ki Ageng Penggir yang disampaikan oleh Ki Bayu Geni. Namun, Ramandika belum menjelaskan semuanya kepada Demang Kurda, sehingga pria paruh baya itu menjadi bingung dan penasaran."Bagiku tidak masalah jika Suranjana kau angkat menjadi pemimpin di wilayah ini. Tapi, bagaimana mungkin kau mengetahui semuanya tentang putraku, padahal kau dan Suranjana belum pernah bertemu,?" tanya Demang Kurda mengerutkan keningnya, ia tam
"Kau tenang saja! Dalam waktu dekat ini, aku akan menemuinya. Aku akan memberitahu Lasmina tentang pindahnya markas kelompok kita," jawab Ramandika."Apakah kau juga akan berterus terang tentang masalah Rinjani?""Sebaiknya, kau ikut aku saja! Nanti akan aku jelaskan semuanya," kata Ramandika bangkit dari duduknya.Jayamanik hanya tersenyum sambil mengangguk pelan. Ia pun segera bangkit dan bersiap untuk mengikuti Ramandika.Namun, sebelum keluar dari ruangan tersebut, Ramandika terlebih dahulu menutup acara musyawarah itu, kemudian ia pamit kepada para pengikutnya dan langsung melangkah keluar dengan diikuti oleh Jayamanik.Di pendapa kecil yang ada di samping pondok utamanya, Ramandika duduk berhadap-hadapan dengan Jayamanik. Mereka masih membahas tentang Lasmina.Ramandika pun menjelaskan semuanya kepada Jayamanik, bahwa dirinya tidak akan pernah menutup-nutupi tentang apa yang sudah dibicarakan oleh Ki Sulima mengenai Rinjani yang konon katanya akan menjadi pendamping hidupnya.Wa
Ramandika kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah kota kecil yang ada di pusat wilayah kademangan Lumaja, hendak menemui Lasmina dan Demang Kurda.Beberapa jam kemudian ....Ramandika sudah tiba di tempat tujuan, orang-orang kepercayaan Demang Kurda langsung menyambut hangat kedatangannya. Ki Musta segera mempersilakan Ramandika duduk di pendapa rumah megah milik orang nomor satu di kademangan tersebut."Silakan duduk, Raden!" ucap pria paruh baya itu, bersikap ramah terhadap Ramandika.Ramandika merangkapkan kedua telapak tangannya sambil membungkukkan badan."Terima kasih banyak, Ki," ucapnya lirih, "Mohon maaf, Ki. Tolong panggilkan ki demang, aku ingin menyampaikan hal penting kepada beliau!" sambung Ramandika."Mohon maaf, Raden. Ki demang sedang tidak ada, tadi pagi beliau berangkat ke kadipaten dalam rangka memenuhi undangan kanjeng adipati," jawab Ki Musta.Ramandika hanya menarik napas dalam-dalam mendengar jawaban pria paruh baya itu, ia sedikit kecewa karena orang yang
Beberapa hari kemudian ....Ramandika dan Senapati Sena langsung kembali ke istana bersama lima ratus prajurit yang baru saja selesai melaksanakan tugas mereka—menumpas kelompok pendekar sayap timur.Setibanya di istana, Ratu Rinjani dan Lasmina menyambut hangat kedatangan Ramandika dan pasukannya."Syukurlah, Kakang bersama para prajurit dalam kondisi baik-baik saja," kata Ratu Rinjani sambil tersenyum lebar.Begitu juga dengan Lasmina, meskipun kapasitas dirinya hanya sebagai istri kedua Ramandika. Namun, Lasmina tak kalah mesra dari sang ratu dalam menyambut kedatangan suaminya itu."Ada kabar baik untuk Kakang," kata Lasmina sambil tersenyum-senyum.Ramandika mengerutkan kening sambil memandangi wajah istri keduanya itu. "Kabar baik apa, Nyimas?" tanya Ramandika penasaran.Lasmina masih tersenyum-senyum, kemudian dia menoleh ke arah Ratu Rinjani. "Kanda Ratu saja yang menyampaikan kabar baik ini!" pinta Lasmina.Ratu Rinjani tersenyum lebar, dia mengatur napas sejenak sebelum meny
Mendengar pertanyaan pendekar itu, Panglima Dumaya tampak geram sekali. "Apakah kau ingin mati konyol? Silakan saja jika kau ingin tetap di sini! Aku dan yang lain akan segera meninggalkan tempat ini," pungkas Panglima Dumaya. Demikian juga dengan para pendekar lainnya, mereka sudah merubah haluan. Mereka sudah jera dan tidak mau lagi bertempur melawan pasukan kerajaan Gurusetra Jaya. Para pendekar itu sadar dengan kondisi kekurangan mereka. "Ayo, mundur!" teriak Panglima Dumaya. Dengan demikian, maka para pendekar itu langsung mundur meninggalkan arena pertempuran. Panglima Dumaya tidak ingin anak buahnya berguguran terlalu banyak, karena dia sadar dengan jumlah pasukannya yang semakin berkurang saja. "Kurang ajar!" geram Silaka, "kalian pengecut!" sambungnya berteriak keras. Namun, Panglima Dumaya dan para pendekar lainnya tidak mengindahkan teriakan Silaka. Demikianlah, maka Silaka langsung memerintahkan anak buahnya yang masih bertahan untuk beralih ke arah timur demi menghin
Panglima Birnaka dan para prajuritnya hanya mengangguk sambil menjura hormat kepada sang perdana menteri."Nanti aku dan Senapati Sena akan menyusul kalian," kata Ramandika, "aku sarankan, kalian jangan melakukan serangan hari ini. Lebih baik lakukan serangan besok saja, untuk hari ini kalian cukup memantau pergerakan mereka," sambungnya."Baik, Gusti," jawab Panglima Birnaka menjura kepada sang perdana menteri."Setelah kalian tiba di tengah hutan Jati, kalian harus mencari tempat yang aman untuk mendirikan perkemahan. Pastikan tempat tersebut aman dan jauh dari markas para pendekar dari kelompok sayap timur!" kata Ramandika."Hamba akan menyampaikan saran ini kepada semua prajurit." Panglima Birnaka berkata sambil menjura penuh rasa hormat kepada sang perdana menteri Setelah mendapatkan pencerahan dari Ramandika, Panglima Birnaka dan pasukannya langsung bergerak memasuki hutan Jati yang menjadi sarang para pendekar dari kelompok sayap timur.Pasukan yang dipimpin oleh Panglima Birn
Pagi harinya, di beberapa desa yang ada di wilayah kepatihan Putra Jaya, tampak geger dengan hilangnya beberapa orang tokoh masyarakat dan para pemuda.Orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarganya langsung mendatangi para prajurit yang bertugas di wilayah kademangan Jati Darma. Mereka melaporkan bahwa anggota keluarga mereka sudah hilang secara misterius.Tentu, kejadian tersebut kembali menghebohkan dan merubah suasana dan kondisi yang semula aman menjadi kembali genting. Para penduduk pun mulai takut keluar rumah pada malam hari, bahkan di siang hari pun aktivitas penduduk mulai surut, mereka tak lagi pergi ke ladang atau ke tempat-tempat lain yang jauh dari pemukiman, karena mereka takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada mereka.Senapati Sena tampak geram sekali dengan peristiwa tersebut, ia sudah menduga bahwa itu murni perbuatan kelompok pendekar sayap timur pimpinan Panglima Dumaya. Namun, semua harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum mengambil ke
Para penduduk itu terus berbincang-bincang sambil menikmati waktu, hingga pada akhirnya perbincangan mereka bergeser ke hal lain yang bersangkutan dengan kelompok pendekar sayap timur."Apakah kalian percaya jika Panglima Amerya dari kelompok pendekar sayap timur itu sudah tewas?" timpal seorang pria paruh baya bertanya kepada semua yang ada di tempat tersebut.Seorang pria yang mengenakan ikat kepala merah segera menjawab pertanyaan pria paruh baya itu, "Menurut kabar yang aku dengar dari ki kuwu, kabar kematian Panglima Amerya itu memang benar. Dia sudah tewas di tangan Panglima Gurma.""Baguslah kalau memang kabar itu benar, itu tandanya kita akan aman. Walau bagaimanapun, Panglima Amerya adalah otak di balik semua kekacauan di wilayah ini."Beberapa tanggapan telah muncul di antara para penduduk kadipaten Dembaga Pura dan juga dari pihak kelompok pendekar sayap timur. Ada yang percaya bahwa Panglima Gurma telah membunuh Panglima Amerya, adapula yang beranggapan bahwa Panglima Amer
Beberapa orang dari kelompok pendekar sayap timur, saat itu sudah berada di dalam hutan yang ada di pinggiran desa Sengkolo di wilayah kadipaten Dembaga Pura—kepatihan Putra Jaya.Para sandera yang beberapa hari terakhir mereka tawan, hari itu sudah mereka lepaskan. Namun, mereka masih menahan belasan orang yang merupakan para pejabat penting dari beberapa kademangan yang ada di wilayah kadipaten Dembaga Pura.Setibanya di kepatihan Putra Jaya, Perdana Menteri Ramandika bersama para prajuritnya langsung bergabung dengan pasukan yang sudah lebih dulu tiba di wilayah tersebut.Kehadiran sang perdana menteri tentu disambut hangat oleh rakyat yang ada di daerah tersebut, bahkan sang patih pun turut menyambut kedatangan Perdana Menteri Ramandika bersama pasukannya."Aku tidak melihat para pejabat kadipaten Dembaga Pura, di mana mereka?" tanya Ramandika kepada Patih Karmala."Mohon maaf, Gusti Perdana Menteri. Hamba belum mengetahui informasi lebih lanjut tentang keberadaan Adipati Tunaraka
Sebulan setelah berdirinya kerajaan Gurusetra Jaya. Tiba-tiba saja, penduduk yang ada di perbatasan wilayah kerajaan Gurusetra Jaya diserang oleh sekelompok orang tak dikenal.Mereka adalah kelompok pendekar sayap timur yang masih bertahan di wilayah tersebut, dan mereka masih loyal terhadap pihak pemerintah kerajaan Gurusetra pimpinan Prabu Mahesa.Meski posisi mereka sudah terhimpit oleh pasukan kerajaan Gurusetra Jaya, namun mereka masih berusaha menganggu dan memberikan teror-teror terhadap pihak kerajaan Gurusetra Jaya dan rakyat kerajaan tersebut.Ada banyak penduduk di wilayah tersebut yang dibantai dan diculik oleh para pendekar jahat dari kelompok sayap timur. Bahkan, mereka disiksa habis-habisan oleh para pendekar itu. Hanya sedikit orang yang berhasil kabur menyelamatkan diri.Radisa dan Janeja merasa kecolongan dengan adanya peristiwa tersebut. Mereka baru mengetahuinya setelah mendapat kabar dari salah seorang penduduk yang berhasil lolos dari cengkraman para pendekar say
Keesokan harinya ....Ramandika sudah memerintahkan beberapa orang prajurit untuk menjemput kedua istrinya. Lasmina yang berada di desa Singkur dan Rinjani di bukit Sancang."Semua anggota kelompok kita harus semuanya ikut ke sini! Mulai hari ini kita akan membangun wilayah kepatihan ini secara mandiri, karena wilayah ini secara resmi sudah terpisah dari wilayah Gurusetra," kata Ramandika di sela pembicaraannya dengan Radisa dan Janeja yang ia beri tugas untuk menjemput kedua istrinya dan juga semua anggota kelompok Halimun yang masih ada di desa Singkur dan bukit Sancang."Baik, Ketua. Kami akan segera bersiap untuk berangkat ke sana," kata Radisa sambil merangkapkan kedua telapak tangannya. Begitu juga yang dilakukan oleh Janeja, bersikap penuh hormat terhadap Ramandika.Setelah itu, mereka bangkit dan bersiap untuk segera berangkat ke desa Singkur dan bukit Sancang. Radisa dan Janeja langsung berbagi tugas."Aku dan para prajuritku akan menjemput Nyimas Raden Rinjani, dan kau bersa
Dengan penuh rasa percaya diri, Panglima Darsaka dan ratusan prajurit yang masih bertahan, langsung melangkah mendekati pasukan Halimun, mereka kembali melakukan perlawanan. Sudah tidak ada pilihan lain lagi, selain melawan untuk mempertahankan diri.Para prajurit kelompok Halimun telah menggenggam senjata mereka masing-masing, dan bersiap menyambut serangan dari pasukan kerajaan Gurusetra yang jumlahnya sudah semakin berkurang.Pada saat itu, Ramandika terpaksa harus membunuh Patih Amukaraga, karena dia tak mau bertekuk lutut. Sejatinya, Ramandika tak berniat melakukan tindakan seperti itu, namun Patih Amukaraga yang terus melakukan serangan berbahaya terhadap dirinya, sehingga Ramandika memutuskan untuk membinasakan sang patih.Sorak sorai para prajurit Halimun terdengar bergemuruh, mereka merayakan kemenangan. Seiring dengan tewasnya Patih Amukaraga di tangan Ramandika—pemimpin mereka. Selain itu, Panglima Darsaka dan para prajuritnya pun sudah berhasil ditangkap dalam keadaan hidu