Ramandika kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah kota kecil yang ada di pusat wilayah kademangan Lumaja, hendak menemui Lasmina dan Demang Kurda.Beberapa jam kemudian ....Ramandika sudah tiba di tempat tujuan, orang-orang kepercayaan Demang Kurda langsung menyambut hangat kedatangannya. Ki Musta segera mempersilakan Ramandika duduk di pendapa rumah megah milik orang nomor satu di kademangan tersebut."Silakan duduk, Raden!" ucap pria paruh baya itu, bersikap ramah terhadap Ramandika.Ramandika merangkapkan kedua telapak tangannya sambil membungkukkan badan."Terima kasih banyak, Ki," ucapnya lirih, "Mohon maaf, Ki. Tolong panggilkan ki demang, aku ingin menyampaikan hal penting kepada beliau!" sambung Ramandika."Mohon maaf, Raden. Ki demang sedang tidak ada, tadi pagi beliau berangkat ke kadipaten dalam rangka memenuhi undangan kanjeng adipati," jawab Ki Musta.Ramandika hanya menarik napas dalam-dalam mendengar jawaban pria paruh baya itu, ia sedikit kecewa karena orang yang
Tidak terasa, perbincangan Ramandika dengan Lasmina sudah berlangsung satu jam lebih.Di akhir perbincangan tersebut, Lasmina menyarankan agar Ramandika segera menemui Rinjani di istana. Ternyata, Lasmina sudah mengetahui semua tentang kehidupan Rinjani, semua berdasarkan informasi dari Ki Musta yang dulunya merupakan seorang abdi dalem Keraton."Kenapa kau memintaku untuk menemui Rinjani? Apa alasannya, Lasmina?" Ramandika bertanya sambil mengerutkan keningnya. Ia tidak paham dengan kalimat-kalimat yang terlontar dari mulut gadis cantik itu."Dia butuh orang untuk membebaskan dirinya, agar dia bisa keluar dari istana. Bebas dari himpitan hidup yang selama ini menekan jiwanya," jawab Lasmina, "kaulah orangnya yang bisa membawa Rinjani keluar dari istana," sambungnya lirih.Ramandika menghela napas dalam-dalam, apa yang dikatakan oleh Lasmina semakin membuatnya bingung."Entahlah, aku masih belum paham dengan perkataanmu," desis Ramandika.Lasmina hanya tersenyum, lalu meraih tangan Ra
Menjelang malam, istana sudah dipenuhi para tamu undangan. Mereka adalah para pejabat kerajaan Gurusetra dan juga tamu kehormatan dari kerajaan sahabat yang sengaja diundang oleh Baginda Raja Tundara.Di antara para tamu-tamu tersebut, tampak juga Adipati Anom Darsasena—pemimpin di wilayah kadipaten Dembaga Pura. Dia adalah seorang adipati yang secara diam-diam berpihak kepada kelompok Halimun yang dipimpin oleh Ramandika. Adipati Anom Darsasena sengaja datang demi memenuhi undangan Baginda Raja Tundara.Baginda Raja Tundara mengucapkan banyak terima kasih kepada para tamu undangan dari kerajaan sahabat, serta memuji kecerdikan dan kemampuan Mahapatih Mahesa yang sudah melobi beberapa pemimpin kerajaan besar untuk bergabung dan berkoalisi dengan pihak kerajaan Gurusetra."Tak dapat dipungkiri bahwa Gusti Mahapatih Mahesa memang dikenal memiliki banyak kemampuan dan disegani oleh para pemimpin kerajaan lain di seluruh jagat raya," desis Senapati Dukira, berkata lirih kepada salah seora
Rinjani tersenyum lebar mendengar perkataan Ramandika. Kemudian berkata, "Kau tenang saja, aku memiliki banyak perhiasan. Aku rasa, perhiasan yang aku miliki cukup untuk memenuhi kebutuhan kita. Bahkan dengan menjualnya, kita akan bisa membangun rumah dan membeli ternak.""Bukan itu yang aku maksud—""Sudahlah, ayo, bantu aku mengemas pakaian dan barang-barang yang akan aku bawa!" potong Rinjani sambil tersenyum lebar memandang wajah Ramandika."Kau tidak perlu membawa banyak barang, Rinjani.""Iya, aku tahu. Aku hanya membawa sedikit pakaian dan barang-barang perhiasan saja."Ramandika hanya mengangguk dan langsung bersiap hendak membantu Rinjani mengemas pakaian dan barang-barang berharganya."Jika malam ini aku berhasil kau bawa keluar dari istana ini, maka aku akan berhutang budi kepadamu," desis Rinjani sambil mengemas pakaiannya.Sementara itu, di ruang utama dan di pendapa istana. Para prajurit dan para petinggi istana, masih berbaur dengan para tamu. Mereka masih larut dalam s
Mendengar suara keras yang terlontar dari mulut sang raja, para prajurit itu hanya menundukkan kepala. Mereka sangat takut, takut akan murka raja yang sudah tentu akan memberi hukuman berat kepada mereka jika putri mahkota tidak segera ditemukan."Kenapa kalian diam? Jawab pertanyaanku!" bentak Baginda Raja Tundara penuh amarah, "kalian harus bertanggung jawab atas semua kecerobohan kalian!" tambahnya dengan nada tinggi.Dengan demikian, salah seorang prajurit mencoba memberanikan diri. Dia langsung menanggapi pertanyaan sang raja."Baginda Yang Mulia, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena kami sudah ceroboh. Kami siap menerima hukuman dari Baginda Raja," kata salah seorang prajurit, "kami sudah berusaha semaksimal mungkin mengamankan istana ini. Namun sungguh tidak terduga, tuan putri bisa dengan mudah keluar dari istana tanpa terdeteksi oleh kami," imbuh prajurit tersebut sambil menjura hormat."Benar, Baginda Yang Mulia. Kami pun heran, tuan putri bisa keluar istana tanpa di
Setelah hampir dua bulan lamanya meninggalkan istana, Rinjani sudah mulai terbiasa dengan kehidupan barunya itu. Penampilannya pun sudah berubah bak seorang gadis desa biasa, akan tetapi badannya kini tak sekurus dulu, ketika dirinya masih tinggal di istana. Kini, tubuhnya sudah terlihat bagus, mungkin dikarenakan pengaruh batin yang sudah tidak terkekang oleh aturan-aturan yang tidak jelas dari kedua orang tuanya.Meskipun hidup di hutan yang jauh dari keramaian, Rinjani merasa bahagia dan senang, ia tidak menyesali keputusan yang telah diambilnya."Rinjani!" panggil Lasmina yang kini sudah kembali bergabung dengan kelompok Halimun."Iya, Lasmina." Rinjani menyahut dan langsung melangkah menghampiri Lasmina, "ada apa, Lasmina?" tanya Rinjani setelah berada di hadapan Lasmina."Ayo, temani aku makan!" jawab Lasmina mengajak Rinjani makan."Aku mau menunggu Kakang Ramandika dulu, dia juga belum makan.""Kakang Ramandika tidak mungkin pulang hari ini, dia sedang memimpin pasukan yang ak
Tengah malam pun tiba, Ramandika dan pasukannya sudah bergerak memasuki wilayah kuta Demba. Kemudian, mereka langsung melakukan serangan terhadap pihak kerajaan yang berada di istana kepatihan kuta Demba."Hadang mereka!" seru seorang panglima prajurit kerajaan yang bertugas di istana tersebut.Ratusan prajurit kerajaan pun langsung berhamburan keluar dari halaman istana demi menyongsong datangnya serangan dari pasukan kelompok Halimun. Mereka menyerang secara mendadak dan sudah berhasil menewaskan dua puluh orang prajurit yang berjaga di luar istana."Maju!" teriak Jayamanik sambil mengangkat pedangnya tinggi.Dengan demikian, dua belah pihak langsung terlibat pertempuran yang sangat sengit. Mereka bertempur menggunakan senjata masing-masing untuk saling menjatuhkan satu sama lain."Sebagian dari kalian, bergerak ke arah kanan. Serang mereka dari arah tersebut!" seru Ramandika."Baik, Ketua." Sena menyahut dan langsung melangkah ke arah yang disarankan oleh Ramandika dengan diikuti p
Setelah itu, Ramandika langsung pamit kepada Demang Kurda dan istrinya, ia langsung melangkah ke beranda padepokan menghampiri Jayamanik dan kawan-kawannya yang sedang berbincang santai."Besok gusti adipati akan datang ke sini, dan beliau pun diperkirakan akan menginap. Tolong perintahkan anak buahmu, agar menyiapkan kamar yang layak untuk gusti adipati!" kata Ramandika kepada Sena."Baik, Ketua. Nanti aku akan memerintahkan anak buahku agar menyiapkan kamar khusus untuk Gusti Adipati Anom Darsasena," jawab Sena lirih.Selain membahas tentang kedatangan Adipati Anom Darsasena, Ramandika pun memberitahukan kepada para pendekar yang ada di tempat tersebut, bahwa dirinya telah sepakat dengan Kardala akan segera membentuk susunan kelompoknya dengan baik, agar lebih terorganisir dalam melakukan misi ke depannya."Kapan hal itu akan diumumkan, Ketua?" tanya Jayamanik meluruskan dua bola matanya ke wajah Ramandika."Besok malam saja, malam ini aku sudah lelah, aku mau istirahat dulu!" jawab
Beberapa hari kemudian ....Ramandika dan Senapati Sena langsung kembali ke istana bersama lima ratus prajurit yang baru saja selesai melaksanakan tugas mereka—menumpas kelompok pendekar sayap timur.Setibanya di istana, Ratu Rinjani dan Lasmina menyambut hangat kedatangan Ramandika dan pasukannya."Syukurlah, Kakang bersama para prajurit dalam kondisi baik-baik saja," kata Ratu Rinjani sambil tersenyum lebar.Begitu juga dengan Lasmina, meskipun kapasitas dirinya hanya sebagai istri kedua Ramandika. Namun, Lasmina tak kalah mesra dari sang ratu dalam menyambut kedatangan suaminya itu."Ada kabar baik untuk Kakang," kata Lasmina sambil tersenyum-senyum.Ramandika mengerutkan kening sambil memandangi wajah istri keduanya itu. "Kabar baik apa, Nyimas?" tanya Ramandika penasaran.Lasmina masih tersenyum-senyum, kemudian dia menoleh ke arah Ratu Rinjani. "Kanda Ratu saja yang menyampaikan kabar baik ini!" pinta Lasmina.Ratu Rinjani tersenyum lebar, dia mengatur napas sejenak sebelum meny
Mendengar pertanyaan pendekar itu, Panglima Dumaya tampak geram sekali. "Apakah kau ingin mati konyol? Silakan saja jika kau ingin tetap di sini! Aku dan yang lain akan segera meninggalkan tempat ini," pungkas Panglima Dumaya. Demikian juga dengan para pendekar lainnya, mereka sudah merubah haluan. Mereka sudah jera dan tidak mau lagi bertempur melawan pasukan kerajaan Gurusetra Jaya. Para pendekar itu sadar dengan kondisi kekurangan mereka. "Ayo, mundur!" teriak Panglima Dumaya. Dengan demikian, maka para pendekar itu langsung mundur meninggalkan arena pertempuran. Panglima Dumaya tidak ingin anak buahnya berguguran terlalu banyak, karena dia sadar dengan jumlah pasukannya yang semakin berkurang saja. "Kurang ajar!" geram Silaka, "kalian pengecut!" sambungnya berteriak keras. Namun, Panglima Dumaya dan para pendekar lainnya tidak mengindahkan teriakan Silaka. Demikianlah, maka Silaka langsung memerintahkan anak buahnya yang masih bertahan untuk beralih ke arah timur demi menghin
Panglima Birnaka dan para prajuritnya hanya mengangguk sambil menjura hormat kepada sang perdana menteri."Nanti aku dan Senapati Sena akan menyusul kalian," kata Ramandika, "aku sarankan, kalian jangan melakukan serangan hari ini. Lebih baik lakukan serangan besok saja, untuk hari ini kalian cukup memantau pergerakan mereka," sambungnya."Baik, Gusti," jawab Panglima Birnaka menjura kepada sang perdana menteri."Setelah kalian tiba di tengah hutan Jati, kalian harus mencari tempat yang aman untuk mendirikan perkemahan. Pastikan tempat tersebut aman dan jauh dari markas para pendekar dari kelompok sayap timur!" kata Ramandika."Hamba akan menyampaikan saran ini kepada semua prajurit." Panglima Birnaka berkata sambil menjura penuh rasa hormat kepada sang perdana menteri Setelah mendapatkan pencerahan dari Ramandika, Panglima Birnaka dan pasukannya langsung bergerak memasuki hutan Jati yang menjadi sarang para pendekar dari kelompok sayap timur.Pasukan yang dipimpin oleh Panglima Birn
Pagi harinya, di beberapa desa yang ada di wilayah kepatihan Putra Jaya, tampak geger dengan hilangnya beberapa orang tokoh masyarakat dan para pemuda.Orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarganya langsung mendatangi para prajurit yang bertugas di wilayah kademangan Jati Darma. Mereka melaporkan bahwa anggota keluarga mereka sudah hilang secara misterius.Tentu, kejadian tersebut kembali menghebohkan dan merubah suasana dan kondisi yang semula aman menjadi kembali genting. Para penduduk pun mulai takut keluar rumah pada malam hari, bahkan di siang hari pun aktivitas penduduk mulai surut, mereka tak lagi pergi ke ladang atau ke tempat-tempat lain yang jauh dari pemukiman, karena mereka takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada mereka.Senapati Sena tampak geram sekali dengan peristiwa tersebut, ia sudah menduga bahwa itu murni perbuatan kelompok pendekar sayap timur pimpinan Panglima Dumaya. Namun, semua harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum mengambil ke
Para penduduk itu terus berbincang-bincang sambil menikmati waktu, hingga pada akhirnya perbincangan mereka bergeser ke hal lain yang bersangkutan dengan kelompok pendekar sayap timur."Apakah kalian percaya jika Panglima Amerya dari kelompok pendekar sayap timur itu sudah tewas?" timpal seorang pria paruh baya bertanya kepada semua yang ada di tempat tersebut.Seorang pria yang mengenakan ikat kepala merah segera menjawab pertanyaan pria paruh baya itu, "Menurut kabar yang aku dengar dari ki kuwu, kabar kematian Panglima Amerya itu memang benar. Dia sudah tewas di tangan Panglima Gurma.""Baguslah kalau memang kabar itu benar, itu tandanya kita akan aman. Walau bagaimanapun, Panglima Amerya adalah otak di balik semua kekacauan di wilayah ini."Beberapa tanggapan telah muncul di antara para penduduk kadipaten Dembaga Pura dan juga dari pihak kelompok pendekar sayap timur. Ada yang percaya bahwa Panglima Gurma telah membunuh Panglima Amerya, adapula yang beranggapan bahwa Panglima Amer
Beberapa orang dari kelompok pendekar sayap timur, saat itu sudah berada di dalam hutan yang ada di pinggiran desa Sengkolo di wilayah kadipaten Dembaga Pura—kepatihan Putra Jaya.Para sandera yang beberapa hari terakhir mereka tawan, hari itu sudah mereka lepaskan. Namun, mereka masih menahan belasan orang yang merupakan para pejabat penting dari beberapa kademangan yang ada di wilayah kadipaten Dembaga Pura.Setibanya di kepatihan Putra Jaya, Perdana Menteri Ramandika bersama para prajuritnya langsung bergabung dengan pasukan yang sudah lebih dulu tiba di wilayah tersebut.Kehadiran sang perdana menteri tentu disambut hangat oleh rakyat yang ada di daerah tersebut, bahkan sang patih pun turut menyambut kedatangan Perdana Menteri Ramandika bersama pasukannya."Aku tidak melihat para pejabat kadipaten Dembaga Pura, di mana mereka?" tanya Ramandika kepada Patih Karmala."Mohon maaf, Gusti Perdana Menteri. Hamba belum mengetahui informasi lebih lanjut tentang keberadaan Adipati Tunaraka
Sebulan setelah berdirinya kerajaan Gurusetra Jaya. Tiba-tiba saja, penduduk yang ada di perbatasan wilayah kerajaan Gurusetra Jaya diserang oleh sekelompok orang tak dikenal.Mereka adalah kelompok pendekar sayap timur yang masih bertahan di wilayah tersebut, dan mereka masih loyal terhadap pihak pemerintah kerajaan Gurusetra pimpinan Prabu Mahesa.Meski posisi mereka sudah terhimpit oleh pasukan kerajaan Gurusetra Jaya, namun mereka masih berusaha menganggu dan memberikan teror-teror terhadap pihak kerajaan Gurusetra Jaya dan rakyat kerajaan tersebut.Ada banyak penduduk di wilayah tersebut yang dibantai dan diculik oleh para pendekar jahat dari kelompok sayap timur. Bahkan, mereka disiksa habis-habisan oleh para pendekar itu. Hanya sedikit orang yang berhasil kabur menyelamatkan diri.Radisa dan Janeja merasa kecolongan dengan adanya peristiwa tersebut. Mereka baru mengetahuinya setelah mendapat kabar dari salah seorang penduduk yang berhasil lolos dari cengkraman para pendekar say
Keesokan harinya ....Ramandika sudah memerintahkan beberapa orang prajurit untuk menjemput kedua istrinya. Lasmina yang berada di desa Singkur dan Rinjani di bukit Sancang."Semua anggota kelompok kita harus semuanya ikut ke sini! Mulai hari ini kita akan membangun wilayah kepatihan ini secara mandiri, karena wilayah ini secara resmi sudah terpisah dari wilayah Gurusetra," kata Ramandika di sela pembicaraannya dengan Radisa dan Janeja yang ia beri tugas untuk menjemput kedua istrinya dan juga semua anggota kelompok Halimun yang masih ada di desa Singkur dan bukit Sancang."Baik, Ketua. Kami akan segera bersiap untuk berangkat ke sana," kata Radisa sambil merangkapkan kedua telapak tangannya. Begitu juga yang dilakukan oleh Janeja, bersikap penuh hormat terhadap Ramandika.Setelah itu, mereka bangkit dan bersiap untuk segera berangkat ke desa Singkur dan bukit Sancang. Radisa dan Janeja langsung berbagi tugas."Aku dan para prajuritku akan menjemput Nyimas Raden Rinjani, dan kau bersa
Dengan penuh rasa percaya diri, Panglima Darsaka dan ratusan prajurit yang masih bertahan, langsung melangkah mendekati pasukan Halimun, mereka kembali melakukan perlawanan. Sudah tidak ada pilihan lain lagi, selain melawan untuk mempertahankan diri.Para prajurit kelompok Halimun telah menggenggam senjata mereka masing-masing, dan bersiap menyambut serangan dari pasukan kerajaan Gurusetra yang jumlahnya sudah semakin berkurang.Pada saat itu, Ramandika terpaksa harus membunuh Patih Amukaraga, karena dia tak mau bertekuk lutut. Sejatinya, Ramandika tak berniat melakukan tindakan seperti itu, namun Patih Amukaraga yang terus melakukan serangan berbahaya terhadap dirinya, sehingga Ramandika memutuskan untuk membinasakan sang patih.Sorak sorai para prajurit Halimun terdengar bergemuruh, mereka merayakan kemenangan. Seiring dengan tewasnya Patih Amukaraga di tangan Ramandika—pemimpin mereka. Selain itu, Panglima Darsaka dan para prajuritnya pun sudah berhasil ditangkap dalam keadaan hidu