Beranda / Pendekar / SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA / 78. Kehadiran Ki Bayu Geni

Share

78. Kehadiran Ki Bayu Geni

Penulis: CahyaGumilar79
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Ramandika tersenyum lebar mendengar pernyataan Lasmina yang mendukung apa yang menjadi misi utamanya pada saat itu.

"Terima kasih banyak, Lasmina," ucap Ramandika.

Jika tidak penasaran dengan semua tuduhan para pendekar dan juga penduduk desa Singkur yang sudah memfitnah dirinya telah melakukan pembunuhan, mungkin Ramandika sudah pergi jauh dari desa itu.

Dengan demikian, ia memutuskan hanya menepi ke sebuah wilayah perbatasan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari desa Singkur. Karena Ramandika masih bisa memantau keadaan dan kondisi desa tersebut, demi melakukan penyelidikan siapa dalang di balik kematian Ki Durga dan keluarganya, serta kematian tetua adat yang misterius.

Apa ada kaitannya dengan kematian Bargowi dan anak buahnya atau tidak? Semua akan diselidiki oleh Ramandika.

Sebagai orang yang menjadi tersangka, Ramandika berpikir wajib untuk menyelidiki semua peristiwa tersebut, agar dirinya tidak selamanya menjadi target tuduhan para penduduk desa dan juga para pendekar di
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    79. Ramandika Tiba di Bangunan Tua Peninggalan Sejarah

    Ki Bayu Geni tertawa lepas mendengar pertanyaan Ramandika. Sikapnya itu, tentu membuat Ramandika bingung. "Ditanya malah mentertawakan aku," hardik Ramandika sedikit kesal terhadap sikap pria senja itu. "Selama ini aku selalu mengikuti ke mana pun kau berangkat, tapi kau tidak mengetahui hal itu. Itu yang menjadi alasanku mentertawakanmu, Ramandika." "Jadi, selama ini Aki tidak ke mana-mana?" tanya Ramandika menatap tajam wajah pria senja itu. "Benar, Ramandika. Aku tidak pernah jauh darimu," jawab Ki Bayu Geni. "Lantas, kenapa Aki tidak membantuku ketika aku dalam kesulitan?" "Semua yang kau alami bukanlah sebuah kesulitan, karena kau masih mampu melepaskan diri dari hal yang kau anggap kesulitan itu. Terkecuali, jika kau benar-benar terhimpit, maka aku pasti akan membantumu." Ramandika menarik napas dalam-dalam mendengar jawaban Ki Bayu Geni. Lantas, ia pun kembali bertanya, "Mohon maaf, Ki. Jika selama ini Aki tidak ke mana-mana, sudah tentu Aki mengetahui orang yang telah me

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    80. Ramandika Tiba di Bukit Tengkorak

    Ramandika terus memperhatikan dan menyimak percakapan tiga orang pendekar itu. Sehingga dirinya pun dapat memastikan bahwa mereka adalah ancaman baru baginya yang secara tidak langsung hendak melibatkan diri dalam persoalan pelik yang kini tengah ia alami.'Ya, Sanghyang Widhi! Bukannya selesai, justru persoalan ini semakin menjadi-jadi,' batin Ramandika.Beberapa saat kemudian ....Ada seorang pendekar lagi yang datang ke gedung tua itu. Dia langsung masuk menghampiri tiga orang pendekar yang sudah lebih dulu berada di dalam.Pendekar tersebut adalah Ajima, dia berasal dari kelompok pendekar Demba Timur sama dengan tiga orang pendekar yang sudah lebih dulu berada di dalam gedung tua itu.Ketiga orang pendekar itu adalah Ki Balongga, pria yang bertubuh kurus yang mendiami gedung tersebut. Sementara yang dua orang lainnya adalah Danetra, dan Suntara—anak buah Ki Balongga.Setelah berada di hadapan Ki Balongga dan dua anak buahnya, Ajima langsung menjura sambil membungkukkan badannya."

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    81. Ramandika Kembali Dituduh Mengambil Kitab Kuno Ajerwa

    Ramandika masih belum mengetahui jika pendekar itu adalah Lasmina yang sengaja berpenampilan seperti seorang pria.Lasmina selalu berpenampilan bak seorang pendekar pria jika dirinya tengah melancarkan aksinya. Entah apa tujuan utama gadis cantik itu? Sehingga dirinya bertindak keji dan buas terhadap para pendekar yang ada di wilayah kerajaan Gurusetra."Ayo, bantu mereka!" seru Danetra.Kemudian, Danetra pun mengajak Ajima dan Suntara untuk membantu para pendekar dari kelompok Dewi Larasati yang tengah bertarung dengan Lasmina. Ketiga pendekar itu langsung melangkah dengan gerakan yang sangat cepat, sementara Ki Balongga hanya diam saja. Ia masih berdiri di tempat semula sembari menyaksikan detik-detik pertarungan para pendekar itu.Namun, ketika Ajima dan dua orang kawannya hendak mendekat ke arena pertarungan itu. Tiba-tiba saja, terdengar suara seruan, "Hentikan! Kalian tidak memiliki urusan dengan kamu, dan kalian juga tidak mempunyai hak untuk ikut campur!"Lantas Ajima menyahut

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    82. Lasmina Berhasil Merebut Kitab Kuno Ajerwa

    Mereka tertawa lepas mendengar bentakan Ramandika, tampak jelas sekali bahwa kedua pendekar itu sangat meremehkan kemampuan Ramandika. Mereka tidak mengetahui jika pendekar yang tengah mereka hadapi itu merupakan seorang pemuda yang memiliki kepandaian luar biasa.Mereka bersikap demikian karena memang jelas bahwa mereka adalah para pendekar yang sangat ditakuti di wilayah kademangan Demba Timur. Bahkan, Ki Balongga dan anak buahnya pun langsung kabur dari tempat tersebut ketika melihat kedatangan mereka. Jadi wajar saja jika mereka bersikap sombong seperti itu.Mereka adalah Dastara dan Luja, keduanya adalah kakak beradik yang selama ini menjadi pemimpin padepokan Gurahmana yang berada di bawah bukit Tengkorak. Mereka sangat disegani di wilayah tersebut, pamor mereka mengalahkan kelompok Dewi Larasati yang terkenal di kerajaan Gurusetra."Jangan berkelit! Katakan saja sejujurnya bahwa kitab itu ada dalam penguasaanmu!" bentak Dastara meluruskan pandangannya ke wajah Ramandika."Perlu

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    83. Ramandika Mendatangi Istana

    Jasmuka hanya mengangguk saja, kemudian merangkapkan kedua telapak tangannya. Dia dan kawan-kawannya serentak menjura kepada Ramandika. Setelah itu, mereka langsung pergi meninggalkan Ramandika.Semenjak kejadian itulah, Lasmina sudah tidak menemui Ramandika lagi. Entah karena malu atau takut terhadap Ramandika.Waktu pun berjalan dengan cepat, tidak terasa hampir satu bulan lamanya Ramandika tidak mendapatkan kabar tentang Lasmina. Walau demikian, ia tetap berharap bahwa kawannya itu dalam keadaan baik-baik saja.Selanjutnya, Ramandika langsung melakukan penyelidikan terkait peristiwa pembunuhan yang sudah merenggut nyawa Ki Durga dan kedua anaknya, serta menyelidiki kasus kematian tetua adat yang tewas secara misterius.Berkat bantuan Kardala dan kawan-kawannya, akhirnya Ramandika menemukan titik terang dari kasus tersebut.Pelakunya bukan hanya orang-orang kepercayaan Kuwu Sangkan saja, akan tetapi ada pihak prajurit yang ikut andil dalam peristiwa kematian Ki Durga dan keluarganya

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    84. Pertarungan Ramandika dengan Panglima Braja Sena

    Para prajurit itu mulai bertindak tegas terhadap Ramandika yang sudah mereka anggap bersikap lancang. Dengan kasarnya, para prajurit itu mendorong tubuh Ramandika."Bedebah, kalian!" bentak Ramandika geram dengan perlakukan para prajurit tersebut, "Aku Ramandika, sejengkal pun tidak akan pernah mundur dari hadapan kalian!" tegas Ramandika."Atas dasar kepentingan apa pun, kau tidak akan pernah jali izinkan untuk masuk. Karena baginda tidak pernah menerima tamu malam-malam seperti ini, apalagi tamu tidak sepertimu!"Meskipun demikian, Ramandika tetap ngotot ingin bertemu dengan Baginda raja Tundara, karena dirinya merasa ada hal janggal dari tindakan yang sudah dilakukan oleh para prajurit kerajaan yang sudah terlihat dalam kasus pembunuhan di desa Singkur."Jika baginda raja tidak bisa menerima tamu sepertiku, apakah tidak ada pejabat istana lain yang bisa aku temui?""Mengertilah! Semua pejabat istana sedang tidak ada, sebaiknya kau pergi saja, dan kembali lagi besok siang!"Para pra

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    85. Kuwu Sangkan Berhasil Kabur dari Buruan Ramandika

    Rupanya, Panglima Braja Sena sudah tidak berdaya lagi setelah perutnya robek oleh sabetan pedang pusaka Naga Geni. Wajahnya tampak pucat, darah segar pun terus keluar dari lukanya tersebut. Hingga pada akhirnya, pria bertubuh kekar itu langsung terkulai lemas dan tewas seketika di hadapan puluhan prajuritnya.Setelah berhasil membinasakan Panglima Braja Sena, Ramandika tampak lebih agresif lagi dalam menghadapi gempuran para prajurit kerajaan yang sudah mulai melakukan serangan terhadap dirinya.Para prajurit itu sangat ganas dalam melakukan serangan-serangan mereka. Pergerakan mereka teramat cepat dan sulit dideteksi, sehingga Ramandika pun mulai terdesak hampir dibuat jatuh oleh serangan para prajurit itu.Para prajurit itu telah menganggap Ramandika sebagai seorang penjahat besar yang wajib dilenyapkan, karena sudah membunuh seorang pemimpin tertinggi dalam induk angkatan perang kerajaan Gurusetra."Bunuh saja dia!" seru salah seorang prajurit sambil meloncati ke arah Ramandika yan

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    86. Pertarungan di Desa Singkur

    Secara diam-diam, ternyata Kuwu Sangkan sudah berada di istana kerajaan Gurusetra bersama istri dan kedua putranya. Ia telah meminta perlindungan kepada sang raja atas ancaman Ramandika.Meskipun ia hanya seorang kuwu, namun raja sangat percaya terhadap Kuwu Sangkan. Sehingga raja pun memberikan izin bagi sang kuwu dan keluarganya untuk tinggal di istana. Selain itu, raja pun berhutang budi kepada Kuwu Sangkan, karena di masa lalu pernah menyelamatkan sang raja dari teror para pemberontak."Aku banyak berhutang budi kepadamu, jadi kau dan keluargamu boleh tinggal di istana ini sampai batas tak ditentukan!" tegas Baginda Raja Tundara."Terima kasih banyak, Baginda," ucap Kuwu Sangkan sambil menjura."Mahapatih Mahesa sudah menugaskan Senapati Rindakala agar segera mencari keberadaan Ramandika. Dia harus segera ditangkap dalam keadaan hidup atau mati!" ujar Baginda Raja Tundara, "Aku tidak ingin para pemberontak seperti Ramandika bebas berkeliaran di tanah Gurusetra," sambungnya."Hamba

Bab terbaru

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    162. Menyatukan Tanah Gurusetra

    Beberapa hari kemudian ....Ramandika dan Senapati Sena langsung kembali ke istana bersama lima ratus prajurit yang baru saja selesai melaksanakan tugas mereka—menumpas kelompok pendekar sayap timur.Setibanya di istana, Ratu Rinjani dan Lasmina menyambut hangat kedatangan Ramandika dan pasukannya."Syukurlah, Kakang bersama para prajurit dalam kondisi baik-baik saja," kata Ratu Rinjani sambil tersenyum lebar.Begitu juga dengan Lasmina, meskipun kapasitas dirinya hanya sebagai istri kedua Ramandika. Namun, Lasmina tak kalah mesra dari sang ratu dalam menyambut kedatangan suaminya itu."Ada kabar baik untuk Kakang," kata Lasmina sambil tersenyum-senyum.Ramandika mengerutkan kening sambil memandangi wajah istri keduanya itu. "Kabar baik apa, Nyimas?" tanya Ramandika penasaran.Lasmina masih tersenyum-senyum, kemudian dia menoleh ke arah Ratu Rinjani. "Kanda Ratu saja yang menyampaikan kabar baik ini!" pinta Lasmina.Ratu Rinjani tersenyum lebar, dia mengatur napas sejenak sebelum meny

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    161. Kekalahan Pasukan Sayap Timur

    Mendengar pertanyaan pendekar itu, Panglima Dumaya tampak geram sekali. "Apakah kau ingin mati konyol? Silakan saja jika kau ingin tetap di sini! Aku dan yang lain akan segera meninggalkan tempat ini," pungkas Panglima Dumaya. Demikian juga dengan para pendekar lainnya, mereka sudah merubah haluan. Mereka sudah jera dan tidak mau lagi bertempur melawan pasukan kerajaan Gurusetra Jaya. Para pendekar itu sadar dengan kondisi kekurangan mereka. "Ayo, mundur!" teriak Panglima Dumaya. Dengan demikian, maka para pendekar itu langsung mundur meninggalkan arena pertempuran. Panglima Dumaya tidak ingin anak buahnya berguguran terlalu banyak, karena dia sadar dengan jumlah pasukannya yang semakin berkurang saja. "Kurang ajar!" geram Silaka, "kalian pengecut!" sambungnya berteriak keras. Namun, Panglima Dumaya dan para pendekar lainnya tidak mengindahkan teriakan Silaka. Demikianlah, maka Silaka langsung memerintahkan anak buahnya yang masih bertahan untuk beralih ke arah timur demi menghin

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    160. Pasukan Sayap Timur Mulai Terdesak

    Panglima Birnaka dan para prajuritnya hanya mengangguk sambil menjura hormat kepada sang perdana menteri."Nanti aku dan Senapati Sena akan menyusul kalian," kata Ramandika, "aku sarankan, kalian jangan melakukan serangan hari ini. Lebih baik lakukan serangan besok saja, untuk hari ini kalian cukup memantau pergerakan mereka," sambungnya."Baik, Gusti," jawab Panglima Birnaka menjura kepada sang perdana menteri."Setelah kalian tiba di tengah hutan Jati, kalian harus mencari tempat yang aman untuk mendirikan perkemahan. Pastikan tempat tersebut aman dan jauh dari markas para pendekar dari kelompok sayap timur!" kata Ramandika."Hamba akan menyampaikan saran ini kepada semua prajurit." Panglima Birnaka berkata sambil menjura penuh rasa hormat kepada sang perdana menteri Setelah mendapatkan pencerahan dari Ramandika, Panglima Birnaka dan pasukannya langsung bergerak memasuki hutan Jati yang menjadi sarang para pendekar dari kelompok sayap timur.Pasukan yang dipimpin oleh Panglima Birn

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    159. Ramandika dan Pasukannya Sudah Siap Berperang

    Pagi harinya, di beberapa desa yang ada di wilayah kepatihan Putra Jaya, tampak geger dengan hilangnya beberapa orang tokoh masyarakat dan para pemuda.Orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarganya langsung mendatangi para prajurit yang bertugas di wilayah kademangan Jati Darma. Mereka melaporkan bahwa anggota keluarga mereka sudah hilang secara misterius.Tentu, kejadian tersebut kembali menghebohkan dan merubah suasana dan kondisi yang semula aman menjadi kembali genting. Para penduduk pun mulai takut keluar rumah pada malam hari, bahkan di siang hari pun aktivitas penduduk mulai surut, mereka tak lagi pergi ke ladang atau ke tempat-tempat lain yang jauh dari pemukiman, karena mereka takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada mereka.Senapati Sena tampak geram sekali dengan peristiwa tersebut, ia sudah menduga bahwa itu murni perbuatan kelompok pendekar sayap timur pimpinan Panglima Dumaya. Namun, semua harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum mengambil ke

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    158 Kelompok Sayap Timur Berhasil Melakukan Penculikan

    Para penduduk itu terus berbincang-bincang sambil menikmati waktu, hingga pada akhirnya perbincangan mereka bergeser ke hal lain yang bersangkutan dengan kelompok pendekar sayap timur."Apakah kalian percaya jika Panglima Amerya dari kelompok pendekar sayap timur itu sudah tewas?" timpal seorang pria paruh baya bertanya kepada semua yang ada di tempat tersebut.Seorang pria yang mengenakan ikat kepala merah segera menjawab pertanyaan pria paruh baya itu, "Menurut kabar yang aku dengar dari ki kuwu, kabar kematian Panglima Amerya itu memang benar. Dia sudah tewas di tangan Panglima Gurma.""Baguslah kalau memang kabar itu benar, itu tandanya kita akan aman. Walau bagaimanapun, Panglima Amerya adalah otak di balik semua kekacauan di wilayah ini."Beberapa tanggapan telah muncul di antara para penduduk kadipaten Dembaga Pura dan juga dari pihak kelompok pendekar sayap timur. Ada yang percaya bahwa Panglima Gurma telah membunuh Panglima Amerya, adapula yang beranggapan bahwa Panglima Amer

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    157. Ramandika Tiba di Kadipaten Dembaga Pura

    Beberapa orang dari kelompok pendekar sayap timur, saat itu sudah berada di dalam hutan yang ada di pinggiran desa Sengkolo di wilayah kadipaten Dembaga Pura—kepatihan Putra Jaya.Para sandera yang beberapa hari terakhir mereka tawan, hari itu sudah mereka lepaskan. Namun, mereka masih menahan belasan orang yang merupakan para pejabat penting dari beberapa kademangan yang ada di wilayah kadipaten Dembaga Pura.Setibanya di kepatihan Putra Jaya, Perdana Menteri Ramandika bersama para prajuritnya langsung bergabung dengan pasukan yang sudah lebih dulu tiba di wilayah tersebut.Kehadiran sang perdana menteri tentu disambut hangat oleh rakyat yang ada di daerah tersebut, bahkan sang patih pun turut menyambut kedatangan Perdana Menteri Ramandika bersama pasukannya."Aku tidak melihat para pejabat kadipaten Dembaga Pura, di mana mereka?" tanya Ramandika kepada Patih Karmala."Mohon maaf, Gusti Perdana Menteri. Hamba belum mengetahui informasi lebih lanjut tentang keberadaan Adipati Tunaraka

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    156. Teror dari Kelompok Pendekar Sayap Timur

    Sebulan setelah berdirinya kerajaan Gurusetra Jaya. Tiba-tiba saja, penduduk yang ada di perbatasan wilayah kerajaan Gurusetra Jaya diserang oleh sekelompok orang tak dikenal.Mereka adalah kelompok pendekar sayap timur yang masih bertahan di wilayah tersebut, dan mereka masih loyal terhadap pihak pemerintah kerajaan Gurusetra pimpinan Prabu Mahesa.Meski posisi mereka sudah terhimpit oleh pasukan kerajaan Gurusetra Jaya, namun mereka masih berusaha menganggu dan memberikan teror-teror terhadap pihak kerajaan Gurusetra Jaya dan rakyat kerajaan tersebut.Ada banyak penduduk di wilayah tersebut yang dibantai dan diculik oleh para pendekar jahat dari kelompok sayap timur. Bahkan, mereka disiksa habis-habisan oleh para pendekar itu. Hanya sedikit orang yang berhasil kabur menyelamatkan diri.Radisa dan Janeja merasa kecolongan dengan adanya peristiwa tersebut. Mereka baru mengetahuinya setelah mendapat kabar dari salah seorang penduduk yang berhasil lolos dari cengkraman para pendekar say

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    155. Rinjani Diangkat Menjadi Ratu

    Keesokan harinya ....Ramandika sudah memerintahkan beberapa orang prajurit untuk menjemput kedua istrinya. Lasmina yang berada di desa Singkur dan Rinjani di bukit Sancang."Semua anggota kelompok kita harus semuanya ikut ke sini! Mulai hari ini kita akan membangun wilayah kepatihan ini secara mandiri, karena wilayah ini secara resmi sudah terpisah dari wilayah Gurusetra," kata Ramandika di sela pembicaraannya dengan Radisa dan Janeja yang ia beri tugas untuk menjemput kedua istrinya dan juga semua anggota kelompok Halimun yang masih ada di desa Singkur dan bukit Sancang."Baik, Ketua. Kami akan segera bersiap untuk berangkat ke sana," kata Radisa sambil merangkapkan kedua telapak tangannya. Begitu juga yang dilakukan oleh Janeja, bersikap penuh hormat terhadap Ramandika.Setelah itu, mereka bangkit dan bersiap untuk segera berangkat ke desa Singkur dan bukit Sancang. Radisa dan Janeja langsung berbagi tugas."Aku dan para prajuritku akan menjemput Nyimas Raden Rinjani, dan kau bersa

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    154. Senapati Dukira Tewas di Tangan Kardala

    Dengan penuh rasa percaya diri, Panglima Darsaka dan ratusan prajurit yang masih bertahan, langsung melangkah mendekati pasukan Halimun, mereka kembali melakukan perlawanan. Sudah tidak ada pilihan lain lagi, selain melawan untuk mempertahankan diri.Para prajurit kelompok Halimun telah menggenggam senjata mereka masing-masing, dan bersiap menyambut serangan dari pasukan kerajaan Gurusetra yang jumlahnya sudah semakin berkurang.Pada saat itu, Ramandika terpaksa harus membunuh Patih Amukaraga, karena dia tak mau bertekuk lutut. Sejatinya, Ramandika tak berniat melakukan tindakan seperti itu, namun Patih Amukaraga yang terus melakukan serangan berbahaya terhadap dirinya, sehingga Ramandika memutuskan untuk membinasakan sang patih.Sorak sorai para prajurit Halimun terdengar bergemuruh, mereka merayakan kemenangan. Seiring dengan tewasnya Patih Amukaraga di tangan Ramandika—pemimpin mereka. Selain itu, Panglima Darsaka dan para prajuritnya pun sudah berhasil ditangkap dalam keadaan hidu

DMCA.com Protection Status