Beberapa hari kemudian ....Pasukan Halimun yang dipimpin oleh Ramandika sudah mulai memasuki kota kecil yang ada di wilayah kepatihan Putra Jaya. Kota tersebut merupakan sebuah kota yang sangat penting yang akan dijadikan basis pertahanan pasukan Halimun."Beritahu semua penduduk kota ini, agar mereka tidak panik melihat kedatangan pasukan kita!" titah Ramandika kepada Braja yang dipercaya sebagai salah seorang pimpinan kelompok induk pasukan Halimun."Baik, Ketua." Braja menjura hormat, kemudian langsung melaksanakan tugas Ramandika. Ia bersama para prajurit lainnya segera mengumpulkan para penduduk kota tersebut."Kami himbau kepada penduduk semua, jangan khawatir atau cemas dengan kedatangan kami!" kata Braja berbicara di hadapan para penduduk kota tersebut, "kami adalah para pejuang kemerdekaan yang akan melindungi rakyat dari belenggu pemerintah kerajaan Gurusetra saat ini. Secara perlahan, kami akan menguasai wilayah-wilayah penting kerajaan ini, dan kami akan segera melengserk
Saat itu juga, Prabu Mahesa dan para petinggi kerajaan langsung mengadakan pertemuan mendadak dalam menyikapi situasi genting yang terjadi di wilayah kepatihan Putra Jaya. Prabu Mahesa dan para petinggi kerajaan segera merancang strategi pertahanan agar tidak mudah digempur oleh pasukan musuh.Begitu juga dengan Senapati Dukira, ia langsung keluar dari istana dan segera menghampiri para prajurit yang sedang berlatih di samping kaputren.Senapati Dukira berdiri gagah di pinggir halaman tempat berlatihnya para prajurit Gurusetra. Lantas, ia menyeru, "Berhentilah, Prajurit! Ada yang ingin aku sampaikan kepada kalian."Dengan cepat para prajurit tersebut langsung menghentikan aktivitas mereka. Mereka segera berkumpul dengan berbaris rapi di hadapan sang senapati, para prajurit itu tampak siap untuk mendengarkan informasi yang akan disampaikan oleh pemimpin mereka."Harus kalian ketahui bahwa pasukan pemberontak sudah menguasai kota kadipaten Dembaga Pura. Untuk itu, aku himbau kepada kali
Sementara itu, di wilayah barat dari posisi keberadaan pasukan yang dipimpin oleh Sena dan Kardala, telah hadir sekitar tiga ratus prajurit khusus dari kerajaan Dongkala yang dipimpin langsung oleh Panglima Gurma—mantan panglima prajurit kerajaan Gurusetra yang kini sudah berpihak kepada kelompok Halimun.Bahkan mereka pun akan dibantu oleh lima puluh orang mantan prajurit kerajaan Gurusetra yang sudah resmi bergabung dengan kelompok Halimun. Hal itu menjadi bumerang bagi pertahanan pasukan kerajaan Gurusetra yang akan bertempur melawan pasukan Halimun.Tidak sedikit yang memprediksi bahwa pasukan kelompok Halimun akan menang telak melawan pasukan kerajaan Gurusetra. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh salah seorang mantan punggawa kerajaan Gurusetra yang kini sudah bergabung dengan kelompok Halimun."Melihat fakta yang ada, sudah dapat dipastikan bahwa kita akan memenangkan peperangan ini," ujar Gilimana yang kini dipercaya menjadi salah seorang pemimpin pasukan Halimun mendamping
Keberadaan pasukan Halimun di Jati Darma sudah hampir tiga hari, selama itu mereka mendapatkan dukungan penuh dari Adipati Karmala sebagai pejabat penting di wilayah kadipaten Dembaga Pura yang merupakan wilayah kedaulatan kerajaan Gurusetra."Kita bersiaga saja! Jangan melakukan serangan terhadap pertahanan pasukan kerajaan!" seru Kardala kepada para prajuritnya."Baik, Panglima. Kami akan tetap bersiaga di sepanjang perbatasan," jawab salah seorang prajurit senior."Kita tunggu perintah selanjutnya dari ketua. Kalian jangan pernah melakukan tindakan gegabah tanpa persetujuan ketua!" pungkas Kardala langsung melangkah menuju kelompok prajurit lainnya.Demikian halnya yang dilakukan oleh Panglima Gurma, dia bersama pasukannya yang berada di wilayah barat dari posisi keberadaan pasukan Halimun pimpinan Kardala dan Sena. Ia memerintahkan kepada pasukannya agar memanfaatkan luang untuk beristirahat sejenak, tetapi mereka harus tetap bersiaga dalam mengantisipasi serangan dadakan dari pih
Demikianlah, maka para prajurit itu mulai merancang sesuatu. Mereka berpikir, jalan terbaik yang harus mereka tempuh adalah kabur dari induk pasukan, agar mereka selamat.Apa yang terbesit dalam pikiran para prajurit itu adalah kematian, mereka tidak mau mati konyol dengan berperang melawan saudara satu bangsa.Dengan demikian, sekitar lima puluh orang prajurit dari induk pasukan kerajaan Gurusetra memutuskan untuk menghindari peperangan tersebut. Mereka sepakat, bahwa malam hari nanti akan segera meninggalkan perkemahan yang menjadi markas mereka selama bertugas.Malam harinya ....Secara diam-diam, kelima puluh orang prajurit itu langsung meninggalkan kesatuan mereka. Mereka secara bersama-sama kabur ke hutan yang berada di wilayah utara kademangan Jati Darma.Sesampainya di dalam hutan tersebut, mereka tampak kebingungan. Karena di ujung hutan yang berada di arah selatan terdapat ribuan pasukan Halimun. Sementara di utara merupakan basis pertahanan pasukan kerajaan Gurusetra. Maju
Dengan demikian, Radisa langsung memanggil para pemimpin di semua kesatuan tempur pasukan Halimun, agar Janeja dan anak buahnya dilibatkan dalam pertempuran melawan para prajurit kerajaan Gurusetra."Mulai besok, kalian akan disebar ke seluruh induk pasukan Halimun. Kalian akan ikut berjuang dalam melakukan perlawanan terhadap pihak kerajaan Gurusetra," kata Radisa kepada Janeja dan anak buahnya."Terima kasih banyak, Andika sudah berbaik hati kepada kami, dan Andika pun telah mempercayai kami untuk menjadi bagian penting di dalam kubu pasukan ini," ucap Janeja merangkapkan kedua telapak tangannya.Ramandika dan Dimas Raga tampak bahagia sekali mendengar Janeja dan anak buahnya sudah bergabung dengan kelompok Halimun.Itu merupakan kabar baik bagi perjuangan kelompok Halimun yang selama ini menginginkan runtuhnya rezim Prabu Mahesa. Sesuai harapan rakyat Gurusetra yang ingin memiliki seorang pemimpin adil dan bijaksana.****Dua hari kemudian ....Sebelum matahari terbit, pasukan Hali
Dengan demikian, pertempuran itu tidak dapat dihindari. Para prajurit kelompok Halimun langsung menyerbu barisan pertahanan pasukan kerajaan Gurusetra.Sena dan Kardala berada di barisan depan di antara ribuan prajuritnya. Mereka memberi komando dengan lantang sambil mengangkat pedang tinggi."Serang...!" teriak Kardala.Dari kejauhan tampak Ramandika tengah memacu derap langkah kudanya langsung masuk ke dalam istana, lalu disusul oleh Ki Dunggala yang sudah menghunus pedang sambil memacu kudanya.Saat itu, Ki Dunggala terlihat garang sekali. Tidak seperti biasanya, dia dikenal sebagai sosok yang lembut, namun dalam menghadapi pasukan kerajaan Gurusetra, dirinya tampak beringas dan menakutkan."Sebaiknya Paman hadapi saja para prajurit itu! Biarkan aku sendiri yang akan menghadapi Patih Amukaraga!" seru Ramandika kepada Ki Dunggala."Baik, Ramandika," jawab Ki Dunggala.Demikianlah, maka Ki Dunggala pun langsung beralih ke arena pertempuran. Pria paruh baya itu langsung melancarkan se
Dengan penuh rasa percaya diri, Panglima Darsaka dan ratusan prajurit yang masih bertahan, langsung melangkah mendekati pasukan Halimun, mereka kembali melakukan perlawanan. Sudah tidak ada pilihan lain lagi, selain melawan untuk mempertahankan diri.Para prajurit kelompok Halimun telah menggenggam senjata mereka masing-masing, dan bersiap menyambut serangan dari pasukan kerajaan Gurusetra yang jumlahnya sudah semakin berkurang.Pada saat itu, Ramandika terpaksa harus membunuh Patih Amukaraga, karena dia tak mau bertekuk lutut. Sejatinya, Ramandika tak berniat melakukan tindakan seperti itu, namun Patih Amukaraga yang terus melakukan serangan berbahaya terhadap dirinya, sehingga Ramandika memutuskan untuk membinasakan sang patih.Sorak sorai para prajurit Halimun terdengar bergemuruh, mereka merayakan kemenangan. Seiring dengan tewasnya Patih Amukaraga di tangan Ramandika—pemimpin mereka. Selain itu, Panglima Darsaka dan para prajuritnya pun sudah berhasil ditangkap dalam keadaan hidu
Beberapa hari kemudian ....Ramandika dan Senapati Sena langsung kembali ke istana bersama lima ratus prajurit yang baru saja selesai melaksanakan tugas mereka—menumpas kelompok pendekar sayap timur.Setibanya di istana, Ratu Rinjani dan Lasmina menyambut hangat kedatangan Ramandika dan pasukannya."Syukurlah, Kakang bersama para prajurit dalam kondisi baik-baik saja," kata Ratu Rinjani sambil tersenyum lebar.Begitu juga dengan Lasmina, meskipun kapasitas dirinya hanya sebagai istri kedua Ramandika. Namun, Lasmina tak kalah mesra dari sang ratu dalam menyambut kedatangan suaminya itu."Ada kabar baik untuk Kakang," kata Lasmina sambil tersenyum-senyum.Ramandika mengerutkan kening sambil memandangi wajah istri keduanya itu. "Kabar baik apa, Nyimas?" tanya Ramandika penasaran.Lasmina masih tersenyum-senyum, kemudian dia menoleh ke arah Ratu Rinjani. "Kanda Ratu saja yang menyampaikan kabar baik ini!" pinta Lasmina.Ratu Rinjani tersenyum lebar, dia mengatur napas sejenak sebelum meny
Mendengar pertanyaan pendekar itu, Panglima Dumaya tampak geram sekali. "Apakah kau ingin mati konyol? Silakan saja jika kau ingin tetap di sini! Aku dan yang lain akan segera meninggalkan tempat ini," pungkas Panglima Dumaya. Demikian juga dengan para pendekar lainnya, mereka sudah merubah haluan. Mereka sudah jera dan tidak mau lagi bertempur melawan pasukan kerajaan Gurusetra Jaya. Para pendekar itu sadar dengan kondisi kekurangan mereka. "Ayo, mundur!" teriak Panglima Dumaya. Dengan demikian, maka para pendekar itu langsung mundur meninggalkan arena pertempuran. Panglima Dumaya tidak ingin anak buahnya berguguran terlalu banyak, karena dia sadar dengan jumlah pasukannya yang semakin berkurang saja. "Kurang ajar!" geram Silaka, "kalian pengecut!" sambungnya berteriak keras. Namun, Panglima Dumaya dan para pendekar lainnya tidak mengindahkan teriakan Silaka. Demikianlah, maka Silaka langsung memerintahkan anak buahnya yang masih bertahan untuk beralih ke arah timur demi menghin
Panglima Birnaka dan para prajuritnya hanya mengangguk sambil menjura hormat kepada sang perdana menteri."Nanti aku dan Senapati Sena akan menyusul kalian," kata Ramandika, "aku sarankan, kalian jangan melakukan serangan hari ini. Lebih baik lakukan serangan besok saja, untuk hari ini kalian cukup memantau pergerakan mereka," sambungnya."Baik, Gusti," jawab Panglima Birnaka menjura kepada sang perdana menteri."Setelah kalian tiba di tengah hutan Jati, kalian harus mencari tempat yang aman untuk mendirikan perkemahan. Pastikan tempat tersebut aman dan jauh dari markas para pendekar dari kelompok sayap timur!" kata Ramandika."Hamba akan menyampaikan saran ini kepada semua prajurit." Panglima Birnaka berkata sambil menjura penuh rasa hormat kepada sang perdana menteri Setelah mendapatkan pencerahan dari Ramandika, Panglima Birnaka dan pasukannya langsung bergerak memasuki hutan Jati yang menjadi sarang para pendekar dari kelompok sayap timur.Pasukan yang dipimpin oleh Panglima Birn
Pagi harinya, di beberapa desa yang ada di wilayah kepatihan Putra Jaya, tampak geger dengan hilangnya beberapa orang tokoh masyarakat dan para pemuda.Orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarganya langsung mendatangi para prajurit yang bertugas di wilayah kademangan Jati Darma. Mereka melaporkan bahwa anggota keluarga mereka sudah hilang secara misterius.Tentu, kejadian tersebut kembali menghebohkan dan merubah suasana dan kondisi yang semula aman menjadi kembali genting. Para penduduk pun mulai takut keluar rumah pada malam hari, bahkan di siang hari pun aktivitas penduduk mulai surut, mereka tak lagi pergi ke ladang atau ke tempat-tempat lain yang jauh dari pemukiman, karena mereka takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada mereka.Senapati Sena tampak geram sekali dengan peristiwa tersebut, ia sudah menduga bahwa itu murni perbuatan kelompok pendekar sayap timur pimpinan Panglima Dumaya. Namun, semua harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum mengambil ke
Para penduduk itu terus berbincang-bincang sambil menikmati waktu, hingga pada akhirnya perbincangan mereka bergeser ke hal lain yang bersangkutan dengan kelompok pendekar sayap timur."Apakah kalian percaya jika Panglima Amerya dari kelompok pendekar sayap timur itu sudah tewas?" timpal seorang pria paruh baya bertanya kepada semua yang ada di tempat tersebut.Seorang pria yang mengenakan ikat kepala merah segera menjawab pertanyaan pria paruh baya itu, "Menurut kabar yang aku dengar dari ki kuwu, kabar kematian Panglima Amerya itu memang benar. Dia sudah tewas di tangan Panglima Gurma.""Baguslah kalau memang kabar itu benar, itu tandanya kita akan aman. Walau bagaimanapun, Panglima Amerya adalah otak di balik semua kekacauan di wilayah ini."Beberapa tanggapan telah muncul di antara para penduduk kadipaten Dembaga Pura dan juga dari pihak kelompok pendekar sayap timur. Ada yang percaya bahwa Panglima Gurma telah membunuh Panglima Amerya, adapula yang beranggapan bahwa Panglima Amer
Beberapa orang dari kelompok pendekar sayap timur, saat itu sudah berada di dalam hutan yang ada di pinggiran desa Sengkolo di wilayah kadipaten Dembaga Pura—kepatihan Putra Jaya.Para sandera yang beberapa hari terakhir mereka tawan, hari itu sudah mereka lepaskan. Namun, mereka masih menahan belasan orang yang merupakan para pejabat penting dari beberapa kademangan yang ada di wilayah kadipaten Dembaga Pura.Setibanya di kepatihan Putra Jaya, Perdana Menteri Ramandika bersama para prajuritnya langsung bergabung dengan pasukan yang sudah lebih dulu tiba di wilayah tersebut.Kehadiran sang perdana menteri tentu disambut hangat oleh rakyat yang ada di daerah tersebut, bahkan sang patih pun turut menyambut kedatangan Perdana Menteri Ramandika bersama pasukannya."Aku tidak melihat para pejabat kadipaten Dembaga Pura, di mana mereka?" tanya Ramandika kepada Patih Karmala."Mohon maaf, Gusti Perdana Menteri. Hamba belum mengetahui informasi lebih lanjut tentang keberadaan Adipati Tunaraka
Sebulan setelah berdirinya kerajaan Gurusetra Jaya. Tiba-tiba saja, penduduk yang ada di perbatasan wilayah kerajaan Gurusetra Jaya diserang oleh sekelompok orang tak dikenal.Mereka adalah kelompok pendekar sayap timur yang masih bertahan di wilayah tersebut, dan mereka masih loyal terhadap pihak pemerintah kerajaan Gurusetra pimpinan Prabu Mahesa.Meski posisi mereka sudah terhimpit oleh pasukan kerajaan Gurusetra Jaya, namun mereka masih berusaha menganggu dan memberikan teror-teror terhadap pihak kerajaan Gurusetra Jaya dan rakyat kerajaan tersebut.Ada banyak penduduk di wilayah tersebut yang dibantai dan diculik oleh para pendekar jahat dari kelompok sayap timur. Bahkan, mereka disiksa habis-habisan oleh para pendekar itu. Hanya sedikit orang yang berhasil kabur menyelamatkan diri.Radisa dan Janeja merasa kecolongan dengan adanya peristiwa tersebut. Mereka baru mengetahuinya setelah mendapat kabar dari salah seorang penduduk yang berhasil lolos dari cengkraman para pendekar say
Keesokan harinya ....Ramandika sudah memerintahkan beberapa orang prajurit untuk menjemput kedua istrinya. Lasmina yang berada di desa Singkur dan Rinjani di bukit Sancang."Semua anggota kelompok kita harus semuanya ikut ke sini! Mulai hari ini kita akan membangun wilayah kepatihan ini secara mandiri, karena wilayah ini secara resmi sudah terpisah dari wilayah Gurusetra," kata Ramandika di sela pembicaraannya dengan Radisa dan Janeja yang ia beri tugas untuk menjemput kedua istrinya dan juga semua anggota kelompok Halimun yang masih ada di desa Singkur dan bukit Sancang."Baik, Ketua. Kami akan segera bersiap untuk berangkat ke sana," kata Radisa sambil merangkapkan kedua telapak tangannya. Begitu juga yang dilakukan oleh Janeja, bersikap penuh hormat terhadap Ramandika.Setelah itu, mereka bangkit dan bersiap untuk segera berangkat ke desa Singkur dan bukit Sancang. Radisa dan Janeja langsung berbagi tugas."Aku dan para prajuritku akan menjemput Nyimas Raden Rinjani, dan kau bersa
Dengan penuh rasa percaya diri, Panglima Darsaka dan ratusan prajurit yang masih bertahan, langsung melangkah mendekati pasukan Halimun, mereka kembali melakukan perlawanan. Sudah tidak ada pilihan lain lagi, selain melawan untuk mempertahankan diri.Para prajurit kelompok Halimun telah menggenggam senjata mereka masing-masing, dan bersiap menyambut serangan dari pasukan kerajaan Gurusetra yang jumlahnya sudah semakin berkurang.Pada saat itu, Ramandika terpaksa harus membunuh Patih Amukaraga, karena dia tak mau bertekuk lutut. Sejatinya, Ramandika tak berniat melakukan tindakan seperti itu, namun Patih Amukaraga yang terus melakukan serangan berbahaya terhadap dirinya, sehingga Ramandika memutuskan untuk membinasakan sang patih.Sorak sorai para prajurit Halimun terdengar bergemuruh, mereka merayakan kemenangan. Seiring dengan tewasnya Patih Amukaraga di tangan Ramandika—pemimpin mereka. Selain itu, Panglima Darsaka dan para prajuritnya pun sudah berhasil ditangkap dalam keadaan hidu